بسم الله الرحمن الرحيم
Meraih Hidup
Bahagia
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan
salam semoga terlimpah
kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang cara meraih hidup
bahagia, semoga Allah
menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Pengantar
Hati yang lapang,
senang, tentram dan nyaman tanpa sedih dan duka atau dengan kata lain ‘hati
yang bahagia’ adalah harapan setiap insan. Hal itu, karena dengannya diraih
hidup bahagia. Inilah surga di dunia.
Bahagia tidaklah
terletak pada harta, karena jika demikian tentu Qarun akan bahagia. Demikian pula
tidak terletak pada kedudukan, karena jika demikian Haman dan Fir’aun akan
bahagia. Bahkan bahagia terletak pada taat kepada Allah dan Rasul-Nya
shallallahu alaihi wa sallam, dimana dengannya diraih kebahagiaan batin,
kebahagiaan dunia, dan kebahagiaan di akhirat dengan memperoleh surga.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya di dunia ada surga. Barang siapa
yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memasuki surga di akhirat.” (Ad
Daa’ wad Dawa hal. 186)
Ia juga berkata, “Apa
yang dapat dilakukan musuh-musuhku terhadap diriku?” Kebun surgaku berada dalam
dadaku. Jika aku pergi, maka ia senantiasa bersamaku dan tidak berpisah dariku,
penahanan terhadap diriku adalah khalwat (menyepi untuk bermunajat kepada
Allah), pembunuhan terhadap diriku adalah syahid, dan pengusiranku dari
negeriku adalah wisata.”
Ibnul Qayyim berkata,
“Allah mengetahui bahwa saya sama sekali tidak pernah melihat seorang pun yang
lebih baik kehidupannya dibandingkan beliau (Ibnu Taimiyah), meskipun beliau
mengalami kesempitan, kesulitan, serta sangat jauh dari kemewahan dan berbagai
kenikmatan dunia. Bahkan sebaliknya, beliau dipenjara, diancam, dan dianiaya.
Walaupun demikian, beliau termasuk manusia yang paling baik kehidupannya,
paling lapang dadanya, paling kuat hatinya, paling senang jiwanya,
sampai-sampai kesenangan dan kenikmatan hidup tersebut memancar dari wajah
beliau.” (Al Wabilush Shayyib 1/48)
Untuk memperoleh hal itu
ada sebab-sebabnya, dan sebab-sebab itu tidak akan sempurna kecuali pada diri
seorang mukmin.
Sebab-Sebab
Meraih Kebahagiaan
1. Di atas
petunjuk (Islam dan Sunnah) dan tauhid
Hal ini, karena
kesesatan dan syirik merupakan sebab dada menjadi sempit. Allah Subhaanahu wa
Ta’ala berfirman,
أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ
فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima)
agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang keras
hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah keras hatinya
untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (Qs. Az Zumar: 22)
2. Iman dan Amal
Saleh
Allah Azza wa Jalla
berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ
بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. An Nahl: 97)
3. Cahaya dari
keimanan yang jujur yang Allah tanamkan ke dalam hati seorang hamba di samping
amal yang saleh.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَخَلَ النُّورُ الْقَلْبَ انْفَسَحَ
وَانْشَرَحَ
“Apabila cahaya masuk ke
hati, maka dada akan lapang dan luas.”
Para sahabat bertanya,
“Apa tandanya wahai Rasulullah?” Beliau bersabda,
الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ،
وَالتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ نُزُولِهِ
“Mendatangi negeri yang
kekal, menjauhi negeri yang menipu, dan mempersiapkan diri menghadapi kematian
sebelum datang.” (Hr. Az Zubaidi, Ibnu Jarir Ath Thabari, Baghawi, dan
lain-lain dari beberapa jalur yang saling menguatkan).
4. Ilmu yang
bermanfaat, dimana semakin bertambah ilmu seseorang, maka semakin lapang
dadanya.
Ilmu di sini adalah ilmu
syar’i (agama) yang diwarisi dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
5. Kembali
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mencintai-Nya dengan sepenuh hati, menghadap
kepada-Nya, dan merasa nyaman dalam beribadah kepada-Nya.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman,
يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِي
أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ، وَإِلَّا تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَيْكَ
شُغْلًا وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ
“Wahai anak cucu Adam!
Luangkanlah waktu beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan
kecukupan dan aku tutupi kefakiranmu. Jika tidak, maka aku akan penuhi kedua
tanganmu dengan kesibukan, dan aku tidak tutupi kefakiranmu.” (Hr. Tirmidzi dan
Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
6. Senantiasa
berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan. Dzikir memiliki pengaruh ajaib
dalam membuat dada menjadi lapang, nyaman, dan hilangnya penderitaan.
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ
بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tentram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.” (Qs. Ar Ra’d: 28)
7. Berbuat ihsan
kepada manusia dengan berbagai bentuk ihsan, memberikan manfaat semampunya.
Orang yang murah hatinya dan ihsan adalah orang yang paling lapang dadanya,
paling nyaman hatinya, dan paling nikmat hatinya.
Lihat Qs. Al Insan:
5-22.
7. Berani,
karena orang yang berani dadanya lapang.
8. Menyingkirkan
sifat-sifat tercela yang membuat dada menjadi sempit, seperti hasad, benci,
dendam, dan permusuhan.
Telah shahih dari Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, bahwa saat Beliau ditanya tentang manusia yang
paling utama, maka Beliau bersabda,
«كُلُّ مَخْمُومِ الْقَلْبِ، صَدُوقِ
اللِّسَانِ»
“Setiap orang yang
bersih hatinya dan jujur lisannya.”
Para sahabat bertanya,
“Orang yang jujur lisannya kami tahu, lalu apa yang dimaksud ‘bersih hatinya’?”
Beliau bersabda,
«هُوَ التَّقِيُّ النَّقِيُّ، لَا إِثْمَ
فِيهِ، وَلَا بَغْيَ، وَلَا غِلَّ، وَلَا حَسَدَ»
“Yaitu hati yang
bertakwa, bersih (hatinya); tidak ada dosa, kezaliman, kedengkian, dan hasad.”
(Hr. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
9. Tidak
berlebihan dalam memandang, berbicara, mendengar, bergaul, makan, dan minum.
10. Menyibukkan
diri dengan berbagai amal atau ilmu yang bermanfaat agar menghilangkan
kerisauan di hati.
11. Fokus dengan
amal pada hari ini dan tidak terhadap amal pada masa mendatang, serta tidak sering
mengingat kesedihan di masa lalu. Demikian pula hendaknya seorang hamba berusaha
terus melakukan hal yang bermanfaat pada agama dan dunianya, sambil meminta
kepada Allah agar keinginannya berhasil dan memohon pertolongan kepada-Nya.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ
الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي
كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ
وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا
وَلَكِنْ قُلْ قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ
الشَّيْطَانِ
“Orang
mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang
lemah, namun pada keduanya ada kebaikan. Bersegeralah untuk mengerjakan yang
memberikan manfaat buatmu dan mintalah pertolongan kepada Allah. Janganlah
bersikap lemah, jika kamu tertimpa sesuatu maka jangan katakan, “Kalau
seandainya aku kerjakan ini dan itu tentu akan jadi begini dan begitu,” tetapi
katakalah, “Allah telah takdirkan dan apa yang dikehendaki-Nya Dia perbuat,”
karena (kata) “Seandainya,”
membuka pintu amal setan.”
(HR. Muslim)
12. Melihat
orang yang berada di bawah keadaannya dan tidak melihat kepada orang yang
berada di atas keadaannya.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا
إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ
أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah orang yang berada di bawah kamu, dan jangan lihat
orang yang berada di atas kamu, karena dengan begitu kamu tidak meremehkan
nikmat Allah yang diberikan-Nya kepadamu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
13. Melupakan
masa lalu yang kelam yang tidak mungkin ditolak.
14. Ketika
mendapatkan musibah, hendaknya berusaha meringankannya, yaitu dengan memperkirakan
keadaan terburuk, lalu menolaknya sesuai kemampuannya.
15. Kuatnya
hati, tidak gelisah dan terpengaruh dengan perkiraan-perkiraan dan bayangan
yang membuat fikiran gelisah. Demikian pula tidak marah, dan tidak merasa
khawatir hilang apa-apa yang dicintainya, serta terjadinya hal-hal yang tidak
disukai, bahkan ia serahkan ittu semua kepada Allah Ta’ala sambil mengerjakan
sebab-sebab yang bermanfaat, dan memohon kepada Allah pemaafan dan keselamatan.
16. Hatinya
bersandar kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, bersangka baik kepada-Nya,
karena orang yang bertawakkal kepada Allah tidak terpengaruh oleh perasaan dan
bayangan-bayangan.
17. Orang yang
berakal mengetahui, bahwa kehidupannya yang benar adalah kehidupan yang penuh
kebahagiaan dan tenang, karena kehidupan dunia hanya sementara, sehingga ia
tidak perlu menguranginya lagi dengan kesedihan, dan terbawa fikiran, karena
itu semua bertentangan dengan dada yang lapang.
18. Jika
mendapatkan sesuatu yang tidak disukainya, maka bandingkanlah antara nikmat
agama atau dunia yang diperolehnya dengan musibah yang menimpanya.
19. Hendaknya ia
mengetahui, bahwa gangguan manusia sama sekali tidaklah membahayakannya,
terutama ucapan-ucapan buruk, bahkan kembalinya kepada mereka, maka tidak perlu
risau terhadapnya.
20. Memfokuskan
fikirannya terhadap hal yang bermanfaat bagi agama dan dunianya.
21. Tidak meminta orang lain berterima kasih
terhadap kebaikannya, bahkan ia meminta basalan hanya kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman
menerangkan sifat orang-orang yang berbakti,
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ
لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan
keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula
(ucapan) terima kasih.” (Qs. Al Insaan: 9)
22. Menjadikan
hal-hal yang bermanfaat menjadi fokus perhatiannya dan berusaha mewujudkannya,
dan tidak menengok kepada hal-hal yang mengkhawatirkannya sehingga tidak
menjadi perhatiannya.
23. Menuntaskan
amalan pada hari itu, bersiap-siap untuk menghadapi masa depan agar dapat
mendatangi amal-amal untuk masa mendatang dengan fikiran yang kuat dan amal
yang saleh.
24. Memilih
amal-amal yang bermanfaat dan ilmu-ilmu yang bermanfaat, terutama yang sesuai
dengan keinginannya sambil memohon kepada Allah Ta’ala dan bermusyawarah dengan
manusia, dan apabila telah tampak maslahat, maka dia berazam sambil bertawakkal
kepada Allah Ta’ala.
25. Menyebut
nikmat-nikmat Allah baik yang tampak maupun yang tersembunyi.
Dengan menyebut
nikmat-nikmat Allah, maka Allah akan menyingkirkan daripadanya rasa sedih,
duka, di samping hal itu membantu seseorang untuk bersyukur.
26. Bergaul
terhadap istri, kerabat dan siapa saja yang ada hubungan dengannya ketika
mendapatkan kekurangan dengan memperhatikan kebaikan-kebaikannya, dimana dengan
memperhatikan hal itu, maka hubungan akan tetap langgeng dan dada menjadi
lapang.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا
خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ»
“Janganlah orang mukmin
membenci wanita mukminah. Jika ia benci salah satu akhlaknya, mungkin ia akan ridha
terhadap akhlaknya yang lain.” (Hr. Muslim)
27. Berdoa kepada Allah
agar diperbaiki keadaannya, seperti dengan doa,
اللهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِي الَّذِي
هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي، وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيهَا مَعَاشِي، وَأَصْلِحْ
لِي آخِرَتِي الَّتِي فِيهَا مَعَادِي، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ
خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ شَرٍّ
“Ya Allah, perbaikilah
agamaku yang merupakan pegangan hidupku, perbaikilah duniaku yang di sana aku
hidup, perbaikilah akhiratku yang ke sana aku kembali, jadikanlah hidupku
sebagai penambah kebaikanku, dan jadikanlah kematian sebagai istirahatku dari
berbagai keburukan.”
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam biasa membaca doa tersebut (Hr. Muslim dari Abu Hurairah).
Demikian pula dengan membaca doa ini,
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الهَمِّ وَالحَزَنِ،
وَالعَجْزِ وَالكَسَلِ، وَالجُبْنِ وَالبُخْلِ، وَضَلَعِ الدَّيْنِ، وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ»
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari kecemasan dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari
sifat pengecut dan bakhil, dari terlilit utang dan ditindas orang.”
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam juga biasa membaca doa tersebut (Hr. Bukhari).
28. Berjihad fi
sabilillah
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
جَاهِدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ؛ فَإِنَّ
الْجِهَادَ فِي سَبِيلِ اللهِ بَابٌ مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ يُنَجِّي اللهُ بِهِ
مِنَ الْهَمِّ وَالْغَمِّ
“Berjihadlah di jalan
Allah, karena jihad salah satu pintu surga, dimana dengannya Allah
menghilangkan dari kegelisahan dan kesedihan.” (Hr. Ahmad, dinyatakan hasan
karena banyak jalurnya oleh pentahqiq Musnad Ahmad).
Wallahu a’lam,
wa shallahu alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah
Syamilah versi 3.45, Ad Du’aa wa yalihil ilaaj bir ruqaa minal Kitab
was Sunnah (Dr. Sa’id Al Qahthani), Al Wasa’il Al Mufidah Lil Hayatis Sa’idah
(Abdurrahman As Sa’diy), https://saaid.net/Minute/548.htm dll.
0 komentar:
Posting Komentar