بسم
الله الرحمن الرحيم
Khutbah Idul Fitri 1440 H
Renungan Setelah Ramadhan
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ
أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ
وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ :
Allahu akbar, Allahu akbar.
Laailaahaillallahu
wallahu akbar. Allahu akbar walillahil hamd.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang
shalat ‘Ied yang berbahagia!
Bulan Ramadhan telah berlalu dan kita tidak tahu,
apakah bulan itu akan kita jumpai lagi atau tidak? Orang yang malang adalah
orang yang tidak memperoleh kebaikan dan keberkahan di bulan itu dan
dosa-dosanya tidak diampuni. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
رَغمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ
عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ
“Sungguh hina seorang yang memasuki bulan Ramadhan
kemudian bulan itu berlalu namun dosa-dosanya dalam keadaan belum diampuni.”
(Hr. Tirmidzi, dan dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
Kaum salaf terdahulu seusai Ramadhan berkata kepada
sebagian yang lain, “Siapakah orang-orang yang malang di bulan ini? Orang yang
malang adalah orang yang terhalang dari memperoleh kebaikan. Orang yang malang
adalah orang yang terhalang dari istiqamah di atas ketaatan.”
Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia
memberikan kesempatan lagi kepada kita untuk dapat menjumpai kembali bulan
Ramadhan dan mengisinya dengan berbagai amalan saleh.
Memohon kepada Allah agar amal saleh kita diterima
oleh-Nya
Kita juga berharap kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala
agar Dia menerima amal ibadah yang kita kerjakan selama di bulan Ramadhan,
seperti puasa, shalat tarawih, membaca Al Qur'an, dzikrullah, sedekah, dan
lainnya. Hal itu, karena ibadah-ibadah tersebut sangat besar pahalanya apalagi
di bulan yang utama (bulan Ramadhan). Ibnul Jauzi rahimahullah berkata,
“Pahala terhadap amal semakin bertambah karena waktu yang utama.”
Oleh karena itu, kita berharap kepada Allah agar Dia
menerima ibadah-ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan dan bulan-bulan
lainnya. Kita pun berhusnuzhzhan (bersangka baik) kepada-Nya, bahwa Dia akan
menerimanya, karena Dia tidaklah memerintahkan beramal saleh, melainkan karena
Dia hendak menerimanya dari kita. Bukankah Dia berfirman,
هَلْ جَزَاء
الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
"Tidak
ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)." (QS. Ar Rahman: 60)
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah berkata
pada hari raya Idul Fitri dalam khutbahnya, “Wahai manusia, kalian telah
berpuasa selama tiga puluh hari dan melakukan qiyamullail selama tiga puluh
hari. Hari ini kalian keluar meminta kepada Allah agar Dia menerima amal
ibadahmu.” (Lathaiful Ma’arif hal. 209)
Mu’alla bin Al Fadhl berkata, “Dahulu kaum salaf berdoa
kepada Allah selama enam bulan agar disampaikan ke bulan Ramadhan, lalu mereka
berdoa selama enam bulan agar amal-amal mereka diterima.” (Latha’iful
Ma’arif hal. 148)
Umar bin Abdul 'Aziz rahimahullah berkata,
"Sebagian kaum salaf tampak bersedih pada hari raya Idul Fitri." Lalu
ada orang yang berkata kepadanya, "Ini adalah hari bergembira dan
bersenang-senang." Umar bin Abdul 'Aziz menjawab, "Betul. Akan tetapi
aku adalah seorang hamba yang diperintahkan Tuhanku (Allah Ta'ala) untuk beramal
untuk-Nya, namun aku tidak tahu, apakah Dia menerima amalku atau tidak?"
Ali radhiyallahu anhu di akhir malam Ramadhan berkata,
“Wahai sekiranya diriku tahu siapa yang diterima amalnya sehingga kami dapat
menyambutnya dan siapa yang ditolak amalnya sehingga kami berduka cita
terhadapnya?”
Para ulama kita menerangkan, bahwa tanda diterimanya
amal adalah bahwa Allah Azza wa Jalla memberikan taufiq kepada seseorang untuk
beramal saleh setelahnya.
Demikian pula tanda diterimanya amal adalah ketika dada
menjadi lapang dalam beribadah, merasa nikmat dalam menjalankan ketaatan,
bertaubat dari dosa-dosa yang terdahulu, khawatir amalnya tidak diterima, dan
memiliki kecemburuan terhadap agama; ia marah ketika kemuliaan agama dinodai,
dan rela mengorbankan tenaga dan harta di jalan Allah.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Sekarang kita
berkumpul di tempat ini, di antara kita ada yang lemah dan ada yang kuat, ada
yang masih muda dan ada yang suda tua, ada yang menjadi atasan dan ada yang
menjadi bawahan, ada yang kaya dan ada yang miskin, setelah itu kita akan
pulang ke rumah kita masing-masing. Ingatlah, kita juga akan berkumpul lagi di
suatu tempat dengan jumlah yang lebih banyak dari ini, yaitu di padang mahsyar
untuk dihisab (diperiksa amal) oleh Allah Azza wa Jalla. Selanjutnya masing-masing kita akan pulang, ada yang pulangnya ke
neraka –wal 'iyadz billah-, dan ada yang pulang ke surga. Maka dari itu, hendaklah masing-masing kita memperhatikan
dirinya; apakah dia sudah berada di atas ketaatan kepada Allah ataukah masih berada di atas kemaksiatan? Jika dirinya
bergelimang di atas kemaksiatan, maka berarti dia telah bersiap-siap pulang ke
neraka dan menjadi bahan bakarnya, dan jika dirinya berada di atas ketaatan,
maka berarti dia telah bersiap-siap pulang ke surga. Allah Subhaanahu wa Ta’ala
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Terj. QS. Al Hasyr: 18)
Kita meminta kepada Allah agar tempat kembali
kita adalah ke surga dan tidak ke neraka. Maka perbaikilah amal
kita dari sekarang dan jangan menunda!
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Berpuasa di bulan
Ramadhan dan mengisinya dengan ibadah juga dimaksudkan agar setelah Ramadhan
berlalu, kita menjadi terbiasa mengisi hidup dengan beribadah kepada Allah Azza
wa Jalla. Dan inilah tujuan dari diciptakan kita di dunia, yaitu menyembah
hanya kepada Allah saja dan mengisi hidup di dunia dengan beribadah. Oleh
karena itu, ibadah yang kita lakukan bukan hanya di bulan Ramadhan, bahkan di
seluruh bulan.
Ada seorang yang berkata kepada Bisyr Al
Hafiy, “Ada orang-orang yang beribadah di bulan Ramdhan dan bersungguh-sungguh
beribadah di bulan itu. Tetapi setelah Ramadhan berlalu, mereka meninggalkan
ibadahnya, maka Bisyr berkata, “Seburuk-buruk orang adalah mereka yang tidak
mengenal Allah selain di bulan Ramadhan.” (Miftahul Afkar Lit Ta’ahhub
Lidaril Qarar 2/283).
Dan perlu diketahui juga, bahwa
perintah beribadah, tidak hanya di bulan Ramadhan, tetapi terus diperintahkan
di setiap hari, di setiap bulan, di setiap tahun, dan seterusnya hingga ajal
menjemput. Allah
Ta'ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang
kepadamu yang diyakini (ajal)." (Terj. QS. Al
Hijr: 99)
Ibadah adalah amanah yang diembankan kepada manusia,
yang nantinya setelah mereka menjalankannya, maka Allah akan membalas mereka
dengan balasan yang besar, yaitu masuk ke dalam surga-Nya yang penuh dengan
kenikmatan. Sebaliknya, barang siapa yang meninggalkan ibadah (menyembah selain
Allah dan enggan mengisi hidupnya dengan beribadah, minimal yang wajib) dan
lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka nerakalah tempatnya, wal 'iyadz
billah. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
فَأَمَّا مَن
طَغَى- وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا-فَإِنَّ
الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى
"Adapun
orang yang melampaui batas,--Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,-- Maka
sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya)." (QS. An Naazi'at: 37-39)
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Surga yang penuh dengan kenikmatan itu adalah mahal.
Penghuninya akan kekal dan tidak akan mati, akan senang dan tidak akan sedih,
akan bahagia dan tidak akan sengsara, akan sehat dan tidak akan sakit, akan
muda terus dan tidak akan tua, dan apa yang diinginkan ada di hadapan tanpa
perlu bekerja dan berusaha. Namun, apakah kenikmatan ini diberikan kepada
orang-orang yang malas beribadah atau enggan melakukannya; ketika ada seruan
yang memanggilnya untuk beribadah (seperti seruan untuk shalat), lalu ia tidak
mau menyambutnya, bahkan memilih bersenang-senang dengan dunia dan
berleha-leha.
Fikirkanlah wahai saudaraku, untuk memperoleh dunia
saja, seperti harta, kekayaan, rumah, kendaraan, dan semisalnya seseorang tidak
mungkin memperolehnya dengan santai, tiduran, dan bermalas-malasan. Akankah
kesenangan itu diperoleh dengan bermalas-malasan, tidur, dan bersantai sambil
menunggu rezeki turun dari langit? Tidak wahai saudaraku, ini semua harus
dikejar dengan berusaha dan bekerja. Lalu bagaimana dengan kenikmatan surga,
akankan diperoleh dengan bermalas-malasan? Ini pun sama, engkau harus
mengejarnya dengan beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, menyambut
seruan-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak cukup
hanya keinginan di hati dan ucapan di lisan.
Dan jika engkau bandingkan pekerjaan dunia dengan
pekerjaan akhirat demikian pula hasil yang akan diperolehnya, maka engkau akan
temukan ringan dan mudahnya pekerjaan akhirat dan besarnya hasil yang diperoleh
dari pekerjaan akhirat, namun anehnya banyak manusia yang lebih mengutamakan
kesenangan dunia. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
بَلْ تُؤْثِرُونَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا- وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Tetapi
kamu memilih kehidupan duniawi.--Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik
dan lebih kekal."
(QS. Al A’laa: 16-17).
Oleh karena itu, kita meminta kepada Allah taufiq-Nya
agar kita lebih mengutamakan akhirat di atas dunia dan tidak berlebihan
terhadapnya.
Ma’aasyiral
muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Allah Azza wa Jalla mensyariatkan kepada kita puasa juga adalah
agar kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bertakwa agar
kita menjadi penghuni surga-Nya, karena surga-Nya diperuntukkan oleh Allah
untuk mereka yang bertakwa. Maka dari itu, jangan sampai setelah kita
menjalankan ibadah puasa, kita kembali lagi berbuat maksiat; kita kembali lagi
meninggalkan shalat, kita kembali lagi durhaka kepada kedua orang tua, kita
kembali lagi bergaul dengan orang lain menggunakan akhlak tercela, dan
wanita-wanita kita kembali lagi melepas jilbab dan memamerkan aurat.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Di antara hikmah memperbanyak ibadah pada
bulan Ramadhan adalah agar bekal kita menghadapi kematian semakin banyak.
Bukankah setelah kematian terdapat safar yang panjang?
Abu Darda rahimahullah berkata, “Kalau
sekiranya salah seorang di antara kamu hendak safar, bukankah ia perlu
menyiapkan bekal yang bermanfaat baginya?” Kawan-kawannya berkata, “Ya.” Abu
Darda berkata, “Safar pada hari Kiamat lebih panjang, maka bawalah bekal yang
bermanfaat bagimu. Berhajilah untuk menghadapi perkara-perkara besar,
berpuasalah di siang hari yang panas untuk menghadapi panasnya hari
kebangkitan, shalatlah di kegelapan malam untuk menghadapi kegelapan kubur, dan
bersedekahlah secara sembunyi-sembunyi untuk menghadapi hari yang sulit.”
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya Allah menjadikan Ramadhan sebagai arena berlomba bagi manusia. Manusia
berlomba-lomba dengan melakukan ketaatan, sebagian orang mendahului sehingga
mereka beruntung, sedangkan yang lain tertinggal sehingga mereka menyesal.
Sungguh aneh terhadap orang yang masih bermain dan tertawa pada hari yang di
sana orang-orang yang berbuat baik berbahagia dan orang yang melakukan
kebatilan rugi.”
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Jika engkau mampu pada bulan Ramadhan
melakukan puasa, menambahkan shalat sunah di samping shalat fardhu, bersedekah,
membaca Al Qur’an, dan melakukan berbagai amal lainnya, sebenarnya engkau mampu
melakukannya di bulan-bulan lainnya.
Beratnya kita melakukan amal-amal itu semua
bisa jadi karena dosa-dosa kita sehingga kita kurang mendapatkan taufik dari Allah Ta’ala.
Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Jika engkau
melihat dirimu ditimpa rasa malas menjalankan ketaatan, maka berhati-hatilah
karena boleh jadi Allah tidak suka kamu taat kepada-Nya.” Allah Ta’ala
berfirman,
وَلَوْ أَرَادُواْ الْخُرُوجَ لأَعَدُّواْ لَهُ عُدَّةً
وَلَـكِن كَرِهَ اللّهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ اقْعُدُواْ مَعَ
الْقَاعِدِينَ
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah
mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai
keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka. dan dikatakan
kepada mereka, "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal
itu." (QS. At Taubah: 46)
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
pernah bersabda,
وَِللهِ عُتَقاَءُ مِنَ النَّارِ
وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“(Pada bulan Ramadhan) Allah membebaskan
banyak orang dari neraka, dan hal itu terjadi pada setiap malamnya.” (Hr.
Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Ya, banyak orang yang dibebaskan Allah dari
neraka pada bulan Ramadhan, tetapi yang menjadi perhatian kita adalah siapakah
mereka? Apakah mereka ini adalah orang-orang yang senang duduk di pinggir jalan
menghabiskan waktu mereka dengan melakukan obrolan, mengisi waktunya dengan hal
yang sia-sia dan main-main, serta
mengisi bulan Ramadhan dengan banyak tidur, ataukah mereka itu adalah
orang-orang yang mengisi siang dan malam Ramadhan dengan berbagai amal saleh;
puasa, shalat, membaca Al Quran, bersedekah dan amal saleh
lainnya? Jelas, jawabannya adalah bahwa orang-orang yang
dibebaskan Allah dari neraka adalah orang-orang yang mengisi siang dan malam
Ramadhan dengan berbagai amal saleh.
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Sebagian
manusia ketika diajak menaati Allah dan Rasul-Nya masih berat melakukannya,
padahal itu pertanda bahwa dirinya tidak mendapatkan taufiq dari Allah
Subhaanahu wa Ta’ala, Dia berfirman,
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ
صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barang
siapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan
dadanya untuk (menjalankan agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki
Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit,
seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.”
(QS. Al An’aam: 125)
Ada pula yang belum
siap menaati Allah dan Rasul-Nya karena menyangka dirinya masih jauh dari
kematian; dirinya masih muda dan sehat, di samping ingin memanfaatkan masa muda
dengan bersenang-senang.
Kita katakan
kepadanya, “Saudaraku, sesungguhnya kematian jika datang tidak memperhatikan orang
yang dijemput, baik muda atau tua, masih sehat atau sedang sakit, ia bisa
mendatanginya. Dan jika kematian telah datang kepadanya sedangkan masa mudanya
hanya ia isi dengan bersenang-senang dan hal yang sia-sia, maka dia akan
menyesal sekali; saat itu ia pun sadar. Padahal ketika kematian telah datang, maka penyesalan dan
sikap sadar tidak berguna lagi, Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ
وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى - يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ
لِحَيَاتِي
“Dan pada hari itu sadarlah manusia, akan
tetapi tidak berguna lagi kesadaran itu baginya.--Dia mengatakan,
"Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk
hidupku ini.” (QS. Al Fajr: 23-24)
Ma’aasyiral muslimin wal
muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Saudaraku, meskipun bulan Ramadhan telah berlalu, namun kesempatan
meraih pahala yang banyak masih ada, di antaranya adalah dengan melanjutkan
berpuasa selama enam hari di bulan Syawwal, dimana bagi mereka yang
melakukannya akan dianggap seperti berpuasa setahun. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ
صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»
“Barang
siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian mengiringinya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia seperti
berpuasa setahun.” (HR.
Jama’ah Ahli Hadits selain Bukhari dan Nasa’i)
Sungguh sangat beruntung orang yang
memanfaatkan kesempatan ini untuk berpuasa sebelum waktunya habis.
Ya Allah, jadikanlah
amalan terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, umur terbaik kami adalah pada
bagian akhirnya, hari terbaik kami adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu, aamiin.
هَذَا
وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ
الْوَرَى ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ سُبْحَانَهُ : إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا " ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ
عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ ، وخُصَّ
مِنْهُمُ الْخُلَفَاءَ الْأَرْبَعَةَ الرَّاشِدِيْنَ ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ
وَعَلِيٍّ ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ
، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ
، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ
وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ
أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ بِرَحْمَتِكَ
يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ ، وَنَعُوْذُ
بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ ضَالِّيْنَ
وَلاَ مُضِلِّيْنَ ، رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
Marwan bin
Musa
Telegram: http://t.me/wawasan_muslim
Blog: http://wawasankeislaman.blogspot.co.id/
0 komentar:
Posting Komentar