بسم
الله الرحمن الرحيم
Nilai-Nilai Tarbiyah Dalam Puasa Ramadhan
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang nilai-nilai Tarbiyah dalam puasa
Ramadhan, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Rabbul alamin; Pencipta,
Penguasa, Pengatur, Pemberi rezeki, dan Pengurus alam semesta. Dia mengurus
alam semesta atas dasar rahmat dan kasih-sayang-Nya. Oleh karena itu, setelah
firman-Nya Alhamdulillahi Rabbil alamin (artinya: segala puji bagi Allah
Rabbul alamin), Dia lanjutkan dengan firman-Nya “Ar Rahmaanir Rahiim,”
untuk menerangkan, bahwa Dia mengatur dan mengurus alam semesta ini atas dasar
kasing sayang dan rahmat-Nya.
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.
Oleh karena itu, setelah Dia menciptakan mereka, Dia tidak biarkan mereka
begitu saja, bahkan menyiapkan sesuatu yang menjadi kebutuhan mereka. Dia
ciptakan hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan, air, dan semua yang dibutuhkan manusia
agar mereka dapat menjalani kehidupan di dunia dan jasmani mereka dapat tumbuh
berkembang dengan baik di tempat itu.
Jika urusan jasmani atau lahiriah manusia diperhatikan Allah Azza
wa Jalla, apalagi urusan rohani atau batiniyah, tentu Dia perhatikan juga.
Oleh karenanya, agar manusia tidak tersesat dan mendapatkan
bimbingan, maka Dia utus para rasul dan Dia turunkan kitab-kitab. Dia
mengingatkan,
فَمَنِ
اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى
“Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan
tidak akan celaka.” (Qs. Thaahaa: 123)
Petunjuk-Nya ada dalam kitab-Nya Al Qur’an,
dan sunnah yang dibawa Rasul-Nya Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Maka hendaknya manusia bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla yang
telah mengaruniakan kepadanya berbagai macam nikmat yang tampak maupun yang
tersembunyi, lahir maupun batin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَآتَاكُمْ
مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang
kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat
kamu menjumlahkannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim lagi ingkar
(kepada nikmat Allah).” (Qs. Ibrahim: 34)
Syukur adalah mengakui bahwa nikmat yang diperoleh berasal dari
Allah, menyebut nama-Nya dan memuji-Nya, melaksanakan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya, serta menggunakan nikmat yang Allah berikan untuk
ketaatan kepada-Nya; bukan untuk kemaksiatan.
Jika kita bersyukur, maka Allah akan
tambahkan lagi kepada kita nikmat-Nya.
Nilai Tarbiyah Dalam Puasa Ramadhan
Salah satu perintah Allah kepada kita yang
manfaatnya sangat besar adalah puasa Ramadhan. Allah mewajibkan kepada kita
puasa pada bulan itu sebagaimana firman-Nya,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.” (Qs. Al Baqarah: 183)
Ayat di atas merupakan nash yang tegas
menunjukkan wajibnya puasa, bahkan termasuk ke dalam rukun Islam sehingga
meninggalkannya adalah dosa yang sangat besar. Imam Adz Dzahabiy rahimahullah
pernah berkata, “Kaum mukmin memiliki ketetapan, bahwa barang siapa yang
meninggalkan puasa Ramadhan bukan karena sakit, maka sesungguhnya ia lebih
buruk daripada pezina dan pecandu minuman keras, bahkan mereka meragukan
keislamannya, menyangkanya sebagai orang zindik (munafik) dan berlepas dari
agama, (meskipun ia tidak keluar dari agama Islam kecuali jika mengingkari
kewajiban puasa).”
Puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun ke-2
Hijriah pada bulan Sya’ban.
Setelah mewajibkan puasa dalam firman-Nya “Kutiba
‘alaikumush shiyam,” (artinya: telah diwajibkan atas kalian berpuasa) Allah
melanjutkan dengan firman-Nya, “Kamaa kutiba alalladziina min qablikum” yang
artinya: sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu.
Di antara faedah disebutkan firman-Nya ini “Kamaa
kutiba alalladziina min qablikum” (artinya: sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu) setelah Dia menyebutkan kewajiban puasa adalah agar
ibadah puasa ini menjadi ringan dikerjakan hamba-hamba-Nya yang beriman, yakni
jika generasi terdahulu mampu menjalankan ibadah ini, maka kalian pun
seharusnya mampu sebagaimana mereka.
Demikian pula menunjukkan, bahwa puasa
merupakan syariat para nabi dan umatnya terdahulu, dan bukan merupakan syariat
yang baru, dimana syariat umat terdahulu ada yang dihapus oleh Allah dan ada
yang dilestarikan. Di antara syariat yang tetap dilestarikan Allah adalah puasa
dan ushul syarai’il kibar (dasar-dasar syariat yang agung seperti
tauhid, shalat, birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), dan
sebagainya karena keadaannya yang “shalih likulli zaman wa makan wa ummah” (cocok
di setiap masa, tempat, dan generasi).
Allah Maha Mengetahui dan Mahabijaksana
ketika Dia tetap melestarikan syariat puasa ini. Hal itu karena pengaruhnya
yang dahsyat dalam merubah kondisi manusia, dari buruk menjadi baik, dan dari
baik menjadi lebih baik lagi. Bahkan di akhir ayat Dia menegaskan manfaat besar
puasa ini, yaitu “La’allakum tattaqun” (artinya: agar kalian menjadi
orang yang bertakwa).
Jika sekiranya tidak ada keutamaan puasa
selain menjadikan orang bertakwa, maka sudah cukup, apalagi ditambah dengan
keutamaan lainnya yang beitu banyak yang disebutkan dalam hadits. Hal itu,
karena jika seseorang bertakwa kepada Allah, maka dia akan memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat; mendapatkan jalan keluar terhadap problem
yang ia hadapi di dunia, mendapatkan rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangka, tidak perlu sedih terhadap hal yang telah berlalu, tidak perlu
khawatir terhadap hal yang akan terjadi setelah meninggal dunia nanti, dan akan
dimasukkan ke dalam tempat yang penuh kenikmatan, yaitu surga Allah yang
luasnya seluas langit dan bumi.
Banyak makhluk Allah di hadapan kita yang
keadaan menjadi lebih baik setelah berpuasa. Misalnya adalah kupu-kupu,
sebelumnya ia sebagai ulat, tidak sedap dipandang mata dan menjijikan. Namun
setelah dia berpuasa, ulat itu pun berubah menjadi kepompong, dan lama-kelamaan
menjadi kupu-kupu yang sedap dipandang dan tidak menjijikan. Demikianlah puasa,
dapat merubah kondisi seseorang dari tidak baik menjadi baik, dari ahli maksiat
menjadi ahli taat, dst.
Mungkin kita bertanya-tanya, mengapa puasa
bisa menjadikan seseorang bertakwa?
Ya, puasa dapat menjadikan seseorang
bertakwa, karena puasa merupakan ibadah yang berat, seseorang harus menahan
diri dari makan, minum, dan syahwatnya, alias harus siap menahan lapar, haus,
dan mengekang hawa nafsunya? Jika ia mampu menjalankan ibadah yang cukup berat
ini, maka nantinya, ketika dihadapkan kepadanya perintah-perintah Allah yang
lain meskipun berat, karena dia telah dilatih Allah dengan berpuasa, maka
perintah itu akan mudah dia jalankan sehingga dia menjadi orang yang senantiasa
menaati Allah, dan tercapailah ketakwaan.
Demikian pula ketika dia mampu mengendalikan
dan menahan dirinya dari makan, minum, dan syahwatnya ketika berpuasa, maka
nantinya ketika dihadapkan kepadanya larangan-larangan Allah meskipun sesuai
dengan selera hawa nafsunya, dia dengan mudah menjauhinya karena telah dilatih
Allah meninggalkan hal-hal yang sesuai dengan selera hawa nafsunya, dia pun
mampu menjauhi larangan Allah itu, dan tercapailah ketakwaan.
Dengan demikian, orang yang berpuasa akan
menjadi orang yang bertakwa kepada Allah; orang yang senantiasa melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dan dengan begitu dia layak masuk ke
dalam surga Allah yang disediakan untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa.
Dari sini kita juga mengetahui, bahwa mereka
yang tidak sanggup menjalankan ibadah puasa atau meninggalkannya paling sulit
untuk menjadi orang yang bertakwa dan mudah melakukan pelanggaran; meninggalkan
perintah Allah dan mengerjakan larangan-Nya, sehingga pada akhirnya di akhirat
dia akan ditempatkan di neraka yang merupakan tempat yang penuh azab dan
kesengsaraan, wal ‘iyadz billah.
Dalam puasa, dirinya juga merasakan
penderitaan orang lain, dia merasakan lapar, merasakan haus seperti yang
dialami saudara-saudaranya yang miskin dan kekurangan, sehingga hatinya yang
sebelumnya keras menjadi lunak, timbul rasa peduli terhadap orang lain, yang dahulu
berat membantu dan memberi bantuan kepada orang lain, sekarang menjadi orang
yang senang membantu dan meringankan penderitaan orang lain, yang sebelumnya
dirinya bakhil menjadi dermawan, yang sebelumnya jiwanya kasar menjadi lembut,
dan yang sebelumnya tidak peduli terhadap orang lain menjadi punya sifat
peduli.
Sungguh dahsyat syariat puasa! Membuat
pribadi menjadi bertakwa, merubah kondisi umat manusia, dan bumi yang
sebelumnya dirusak oleh berbagai maksiat kembali menjadi berkah oleh ketaatan
kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ya Allah, mudahkanlah kami beribadah dan
beramal saleh di bulan Ramadhan dan terimalah ibadah dan amal saleh yang kami
kerjakan, amin Ya Rabbal alamin.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina
Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M. PdI
0 komentar:
Posting Komentar