بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (30)
(Tathayyur)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At Tamimi rahimahullah, yang banyak
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Bab :
Tentang Tathayyur
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas radhiyallahu anhu ia berkata,
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الفَأْلُ»
“Tidak
ada ‘adwa dan thiyarah, tetapi fa’l yang membuatku senang.”
Para
sahabat bertanya, “Apa fa’l itu?” Beliau menjawab, “Kalimat yang baik.”
Penjelasan:
Dalam
hadits di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam meniadakan anggapan kaum
Jahiliyyah yang beranggapan adanya penyakit yang menular dengan sendirinya,
tanpa takdir dari Allah Azza wa Jalla. Demikian pula Beliau telah membatalkan
keyakinan thiyarah, yaitu merasa sial dengan sesuatu, baik dengan terbangnya
burung, dengan nama, dengan lafaz, sosok seseorang atau lainnya.
Adapun Fa’l
artinya merasa gembira akan memperoleh kebaikan karena sesuatu (optimis);
kebalikan dari thiyarah. Maksud sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa
fa’l adalah kalimat yang baik misalnya seorang yang sakit mendengar orang lain
berkata, “Wahai orang yang sehat,” lalu ia berharap agar dirinya sehat
dari penyakit yang dideritanya.
Kesimpulan:
1.
Fa’l (merasa gembira karena
sesuatu) tidak termasuk thiyarah yang terlarang.
2.
Maksud istilah fa’l.
3.
Disyariatkan bersangka
baik kepada Allah dan dilarang bersangka buruk kepada-Nya.
4.
Fa’l
artinya merasa mendapatkan kebaikan karena sesuatu, sedangkan thiyarah merasa
sial karena sesuatu.
5.
Fa’l terdapat bentuk husnuzhzhan
(bersangka baik) kepada Allah, sedangkan thiyarah terdapat su’uzhzhan
(bersangka buruk) kepada Allah.
**********
Abu
Dawud meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Urwah bin Amir, ia berkata,
“Thiyarah pernah disebut-sebut di hadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Yang paling baik adalah
fa’l, dan thiyarah tidak boleh menggagalkan seorang muslim dari niatnya. Jika
salah seorang di antara kamu melihat sesuatu yang tidak disukainya, maka
ucapkanlah,
اَللَّهُمَّ لاَ يَأْتِي بِالْحَسَنَاتِ
إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ إِلاَّ أَنْتَ وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ
إِلاَّ بِكَ
“Ya Allah, tidak ada yang dapat mendatangkan kebaikan
kecuali Engkau, tidak ada yang dapat menolak keburukan kecuali Engkau, dan
tidak ada daya serta upaya melainkan dengan pertolongan-Mu.”
**********
Penjelasan:
Hadits di atas disebutkan dalam Sunan Abu Dawud
no. 3919, namun didhaifkan oleh Al Albani. Tentang rawi (periwayat) hadits di
atas yaitu Urwah bin Amir, Al Hafizh dalam Tahdzibut Tahdzib 7/185
berkata, “Sebagian ulama menyebutkan bahwa ia adalah seorang sahabat, namun
yang lain meragukannya, dan riwayatnya dari sebagian sahabat tidak
menghalanginya sebagai sahabat, namun yang tampak bahwa riwayat Habib
daripadanya adalah terputus.”
**********
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu secara marfu’
(bersumber dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam) disebutkan,
«الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، ثَلَاثًا، وَمَا مِنَّا
إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ»
“Thiyarah itu syirik. Thiyarah itu syirik.” Beliau
menyampaikan demikian sebanyak tiga kali. Tidak ada di antara kita kecuali
telah terjadi dalam hatinya sesuatu dari hal ini, hanyasaja Allah Subhanahu wa
Ta’ala menghilangkannya dengan bertawakkal kepada-Nya. (Diriwayatkan oleh Abu
Dawud dan Tirmidzi, ia (Tirmidzi) menshahihkannya dan menyatakan bahwa kalimat
terakhir adalah ucapan Ibnu Mas’ud)
**********
Penjelasan:
Hadits di atas disebutkan dalam Sunan Abu Dawud
no. 3910 dan Sunan Tirmidzi no. 1614, ia berkata, “Hadits ini hasan shahih.”
Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam hanya sampai,
“Thiyarah itu syirik.” Sebanyak tiga kali, selebihnya adalah ucapan Ibnu Mas’ud
radhiyallahu anhu.
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menerangkan secara berulang kali bahwa thiyarah atau merasa sial dengan sesuatu
adalah syirik. Beliau mengulangi ucapan itu agar betul-betul tertancap dalam
hati kita akan haramnya hal itu, karena di dalamnya terdapat ketergantungan
kepada selain Allah dan bersanga buruk kepada-Nya.
Hadits di atas juga menunjukkan, bahwa thiyarah adalah
syirik.
Kesimpulan:
1.
Thiyarah adalah syirik.
2.
Disyariatkannya mengulang-ulang materi penting agar
terpateri dalam hati.
3.
Allah akan menghilangkan thiyarah dengan bertawakkal
kepada-Nya.
**********
Dalam riwayat Ahmad dari hadits (Abdullah) Ibnu Amr,
bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ
الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ، فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barang siapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah,
maka ia telah berbuat syirik.”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa kaffarat
(penebus) dosa itu?”
Beliau bersabda, “Yaitu jika ia berdoa,
اَللَّهُمَّ لَا خَيْرَ
إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
“Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan dari-Mu,
dan tidak ada kesialan kecuali kesialan yang Engkau tetapkan, dan tidak ada
Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.”
Dalam riwayat lain dari hadits Al Fadhl bin Abbas disebutkan,
إِنَّمَا الطِّيَرَةُ مَا
أَمْضَاكَ، أَوْ رَدَّكَ
“Thiyarah adalah sesuatu yang membuatmu melanjutkan
keinginan atau mengurungkannya.”
**********
Penjelasan:
Hadits Abdullah Ibnu Amr isnadnya hasan, diriwayatkan
oleh Ahmad (2/220), Ibnus Sunni dalam Amalul Yaumi wal Lailah (292), dan
Ibnu Wahb dalam Jaminya (657). Dalam sanadnya meskipun ada Ibnu Lahi’ah,
namun yang meriwayatkan darinya adalah Ibnu Wahb seorang yang mendengar darinya.
Oleh karena itu Syaikh Al Albani menshahihkannya dalam Ash Shahihah no.
1065.
Adapun hadits Al Fadhl bin Abbas, maka dhaif. Imam Ahmad
meriwayatkannya dari jalan Ibnu Ulatsah, dari Maslamah Al Juhanniy, ia berkata,
“Aku mendengar ia menceritakan dari Al Fadhl bin Abbas, dst.” Syaikh Muhammad
Al Allawi berkata, “Dalam isnadnya terdapat Muhammad bin Abdullah bin Ulatsah,
ia seorang yang diperselisihkan, dan lebih dekat dinyatakan dhaif, sedangkan
Maslamah Al Juhanniy terdapat kemajhulan padanya, serta tidak mendengar dari Al
Fadhl, karena Al Fadhl lebih dulu wafat, sehingga terdapat inqitha (terputus)
sebagaimana dinyatakan oleh penyusun Fathul Majid (2/536).”
Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam
menyampaikan, bahwa barang siapa yang mengurungkan hajatnya karena thiyarah,
maka ia telah berbuat syirik. Hal itu
karena sama saja ia telah bergantung kepada
selain Allah dan tidak bertawakkal kepada-Nya, serta bersangka buruk
kepada-Nya. Dalam hadits di atas Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga mengajarkan
doa yang dapat menghapuskan dosa tersebut yang di dalamnya terdapat penyerahan
diri kepada Allah dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya.
Kesimpulan:
1.
Thiyarah adalah haram dan syirik.
2.
Thiyarah membuat seseorang jatuh ke dalam syirik ketika
membuatnya mengurungkan hajat atau keinginannya.
3.
Jika hati seseorang tidak terpengaruh oleh perasaan sial,
dan ia terus melanjutkan keinginannya, maka ia tidak terjatuh ke dalam thiyarah
yang syirik.
4.
Mengetahui doa kaffarat (penebus) dosa thiyarah.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa
alaa alihi wa shahbihi wa sallam
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Ta’liq Kitab Tauhid (Syaikh Ibnu Baz, takhrij M. Al Allawi),
Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar