بسم
الله الرحمن الرحيم
Mengenal Setetes Kemukjizatan Al Qur’an
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang kemukjizatan Al Qur’an, semoga Allah
menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
aamin.
Pengantar
Allah Subhaanahu wa Ta’ala menciptakan kita untuk beribadah hanya
kepada-Nya dan untuk menaati-Nya. Dan tidak mungkin kita dapat beribadah kepada
Allah dengan cara yang diridhai-Nya kecuali melalui para rasul yang Allah utus
kepada manusia untuk menerangkan kepada mereka perbuatan yang dicintai Allah
dan diridhai-Nya, sehingga mereka dapat melakukannya, serta untuk menerangkan
kepada manusia perbuatan yang dibenci Allah sehingga mereka dapat menjauhinya.
Selama 10 abad atau generasi, manusia hidup di atas tauhid
(penyembahan kepada Allah), namun setelah ilmu agama dilupakan dan setan terus
membisikkan manusia, maka mulailah manusia meninggalkan tauhid dan beralih
menyembah selain Allah subhanahu wa Ta’ala.
Ketika itulah, Allah mengutus Nabi Nuh ‘alaihis salam, Beliau
mengajak mereka kembali kepada Allah dan hanya menyembah kepada-Nya siang dan
malam, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, namun tidak banyak yang mengikutinya,
bahkan kebanyakan mereka kafir kepadanya sebagaimana dikisahkan di surat Nuh
ayat 5-9. Saat peringatan tidak lagi dihiraukan manusia, maka Allah menenggelamkan
mereka dalam banjir yang besar dan menyematkan Nabi Nuh ‘alaihis salam beserta
pengikutnya dalam sebuah kapal.
Demikianlah seterusnya, setiap kali manusia meninggalkan beribadah
kepada Allah, maka Dia mengutus rasul-rasul-Nya untuk mengingatkan manusia, agar
menyembah hanya kepada Allah dan menjauhi thagut (setan dan semua sesembahan
selain Allah). Dia berfirman,
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ
الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ
الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada setiap umat (untuk
menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu," maka
di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula
di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah
kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul).” (Qs. An Nahl: 36)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menguatkan para rasul-Nya dengan
mukjizat yang menunjukkan kebenaran mereka.
Nabi Musa ‘aaihis salam diberi mukjizat dengan tongkat yang bisa
berubah menjadi ular dengan izin Allah untuk mengalahkan para pesihir ketika
itu, dan dengan tongkat itu, ia membelah lautan, sehingga kaumnya dapat
melintasinya saat dikejar oleh Fir’aun dan bala tentaranya. Namun ketika Fir’aun
dan bala tentaranya melintasinya, laut pun menyatu kembali hingga akhirnya
Fir’aun dan bala tentaranya tenggelam. Kemudian Allah pelihara jasadnya agar
menjadi pelajaran untuk generasi yang datang setelahnya, namun sedikit sekali
yang mau mengambilnya sebagai pelajaran (lihat Qs. Yunus: 92). Silahkan lihat
buktinya di sini: https://www.youtube.com/watch?v=-rjfpB6Jupk .
Allah Subhaanhu wa Ta’ala juga mengutus Nabi Isa alaihis salam
untuk menyeru manusia kepada Tauhid dan hanya menyembah kepada Allah saja. Nabi
Isa alaihis salam berkata, "Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu.
Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti
Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidak ada bagi
orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” (Qs. Al
Maidah: 72)
Allah juga menguatkan Nabi Isa ‘alaihis salam
dengan mukjizat untuk mengalahkan para tabib ketika itu. Dengan izin Allah, ia
mampu menyembuhkan orang yang buta, menyembuhkan orang yang berkulit sopak, dan
bahkan menghidupkan orang yang mati yang tidak mampu dilakukan oleh para tabib
mana pun (Lihat Qs. Ali Imran: 49).
Demikian pula Allah mengutus Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyeru manusia menyembah kepada Allah saja
dan agar mereka menaati-Nya.
Allah juga memperkuat Beliau dengan mukjizat yang
tetap dapat disaksikan sepanjang masa, yaitu Al Qur’anul Karim.
Berikut setetes kemukjizatan Al Qur’an dari
beberapa sisi, semoga Allah menjadikannya bermanfaat, Allahumma amin.
Kemukjizatan Al Qur’an dari sisi bahasa
Allah menurunkan kitab itu sebagai petunjuk bagi
manusia dan sebagai mukjizat yang mengalahkan para Ahli sastra di sepanjang
zaman sampai hari Kiamat.
Dr.
Muhammad Bakr Ismail berkata, “Allah memilih lafaz-lafaz bahasa Arab yang
paling fasihnya, paling mudah di lisan, paling mudah dipahami, paling nikmat
didengar telinga, paling kuat pengaruhnya di hati, paling sempurna menyampaikan
makna dan kandungan, kemudian menyusunnya secara kokoh seperti bangunan, dan
susunannya tidak dapat ditiru oleh ucapan manusia baik dari dekat maupun dari
jauh. Hal itu, karena kandungan lafaznya yang mengandung ilham yang menembus
jiwa dan merasuk ke dalam hati.” (Dirasat Fii
Ulumil Qur’an hal. 328)
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala,
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ
قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ
الآخَرِ قَالَ لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ
الْمُتَّقِينَ
“Ceritakanlah kepada mereka
kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut kisah yang sebenarnya, ketika
keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka
berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil),
"Aku pasti membunuhmu!" Habil menjawab, "Sesungguhnya Allah
hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS.
Al Maa’idah: 27)
Dalam ayat ini huruf qaaf diulang 10 kali,
tetapi pembaca Al Qur’an hampir tidak merasakan pengulangan huruf qaaf ini
padahal sifatnya syiddah (kuat), qalqalah (pantulan), jahr (tertahan nafas),
dan isti’la (tebal). Ia tidak merasakan kesulitan membacanya, bahkan mudah dan
ringan lafaznya. Sekarang bandingkan dengan kalimat ini:
وَلَيْسَ
قُرْبَ قَبْرِ حَرْبِ قَبْرُ
Artinya:
Tidak ada di dekat kuburan Harb sebuah kuburan.
Kalimat
ini sukar diucapkan.
Dari sisi
lafaz, banyak sekali saja’ (kesamaan huruf akhirnya) dalam Al Qur’an, misalnya firman Allah Ta’ala,
فَأَمَّا
الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ (9) وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ (10)
“Oleh karena itu, terhadap anak
yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang.-Dan terhadap orang yang
meminta-minta, janganlah kamu menghardiknya.” (QS. Adh Dhuha: 9-10)
Huruf akhir kedua ayat tersebut adalah raa.
Dan banyak sekali saja’ dalam Al Qur’an,
seperti pada surat Asy Syams, Al Lail, Al Ikhlas, An Naas, dan surat-surat
lainnya, di samping maknanya yang begitu jelas dan bijaksana, tidak menggunakan
kata-kata yang sulit diucapkan, sejalan dengan tatabahasa Arab, dan tidak menggunakan kata-kata yang gharib (tidak jelas
artinya).
Dengan demikian, Al Qur’an memiliki sastra paling tinggi sehingga
tidak dapat tertandingi. Ia menyampaikan maksud ke dalam jiwa manusia dengan
susunan kalimat yang paling indah.
Di antara sisi Kemukjizatan Al Qur’an lainnya sehingga
membuat orang-orang Arab tidak mampu membawakan ayat yang serupa dengan Al
Qur’an adalah karena banyak sisi, di antaranya:
a. Lafaznya
yang sedikit namun mengandung makna yang banyak.
b. Jelas
dan fasih.
c. Kalimatnya
menarik dan di luar kebiasaan, padahal lafaz dan hurufnya biasa digunakan dalam
kalimat bangsa Arab.
d. Pembacanya
tidak pernah lelah, pendengarnya tidak pernah bosan, semakin banyak membaca
semakin manis dan sejuk dalam jiwa.
e. Beritanya
adalah berita yang sudah diketahui atau belum diketahui. Jika mereka
menanyakannya, maka mereka langsung mengetahui kebenarannya, seperti kisah
As-habul Kahfi, kisah Nabi Musa dengan Khadhir, keadaan Dzulqarnain, kisah para
nabi bersama umatnya, serta kisah generasi-generasi terdahulu.
f. Memuat
pengetahuan yang gaib dan berita peristiwa yang akan terjadi seperti akan
menangnya bangsa Romawi setelah mereka dikalahkan (lihat Qs. Ar Rum).
g. Tidak
mampunya para pandai bahasa membuat yang semisal dengan Al Qur’an.
Kemukjizatan
Al Qur’an dari sisi pengetahuan modern
Al Qur’an menyebutkan
pengetahuan-pengetahuan yang tidak diketahui manusia kecuali setelah abad
modern ini sehingga menyebabkan banyak para Cendekiawan yang masuk Islam.
Contohnya adalah Prof.
Tajasat Tajasun ketua Ahli Anatomi dan Janin di Universitas Chiang Mai Tailand
yang menjadi dekan di jurusan kedokteran. Ia pernah ditanya oleh Prof. Abdul Majid Az
Zandani, “Di manakah tempat rasa di tubuh manusia?” Ia menjawab, “Ada di ujung
urat syaraf di kulit. Jika kulit habis terbakar, maka habislah syaraf perasa,
sehingga seseorang tidak merasakan perih lagi setelahnya, maka harus ada kulit
agar manusia merasakan perihnya.”
Prof. Abdul Majid berkata
lagi, “Kapan diketahui pengetahuan seperti ini?”
Prof. Tajasun menjawab,
“Belum lama, setelah dibuat alat-alat modern.”
Prof. Abdul Majid berkata,
“Akan tetapi Al Qur’an telah lebih dulu memberitakan hal itu sejak 1400 tahun
yang lalu. “
Prof. Tajasun balik
berkata, “Tidak mungkin! Coba bawa Al Qur’an kepadaku dan tunjukkan pernyataan
itu.”
Ia pun membawakan Al
Qur’an dan membuka surat An Nisa ayat 56,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا
كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا
الْعَذَابَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada
ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali
kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya
mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (Qs. An Nisa’: 56)
Prof. Abdul Majid berkata, “Mungkinkah Muhammad
menerima ini dari manusia?”
Prof. Tajasun berkata, “Tidak mungkin, karena manusia
ketika itu tidak tahu apa-apa tentang itu, lalu dari mana ia peroleh
pengetahuan ini?”
Prof. Abdul Majid menjawab, “Dari sisi Allah, karena
dia adalah utusan Allah.”
Prof. Tajasun berkata, “Biarkan saya mempelajari Al
Qur’an secara ilmiah berdasarkan pengetahuan modern.”
Setahun kemudian setelah Prof, Tajasun mempelajari Al
Qur’an berdasarkan pengetahuan modern,
ia datang untuk menghadiri mukmatar kedokteran ke-8 di Arab Saudi, dan empat
hari setelah menyimak pemaparan ilmiyah yang disampaikan para Ahli baik dari
kalangan muslim maupun non muslim tentang kemukjizatan Al Qur’an dan As Sunnah
secara ilmiyah, maka Prof, Tajasun berdiri sambil berkata,
“Saya seorang spesialis ilmu anatomi dan janin setelah
mempelajari ayat Al Qur’an tentang perkembangan janin dan ilmu anatomi
menyatakan, bahwa apa yang disebutkan Al Qur’an ternyata tidak diketahui
kecuali setelah berkembangnya ilmu pengetahuan modern, padahal di zaman itu
pengetahuan tidak sampai kepada hakikat ini. Oleh karena itu, pasti Muhammad
telah mendapatkan wahyu dari Allah berupa Al Qur’an ini. Maka dari itu, aku
yakin bahwa Muhammad adalah benar-benar utusan Allah, dan sekarang aku nyatakan
bahwa diriku masuk Islam, Asyhadu allaailaahaillallah wa anna Muhammadar
Rasulullah.”
Kemukjizatan
Al Qur’an dari sisi syariat
Al Qur’an memerintahkan
tauhid dan melarang perbuatan syirik agar hubungan manusia dengan Penciptanya
menjadi baik. Al Qur’an memerintahkan semua akhlak yang mulia dan melarang
semua akhlak yang tercela agar hubungan manusia dengan sesamanya menjadi baik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي
الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Qs. An Nahl: 90)
Ajaran Al Qur’an begitu agung. Al Qur’an memerintahkan kita memiliki sifat pemaaf, namun
tetap memperhatikan agar kejahatan tetap diberikan hukuman yang setimpal agar
tidak memunculkan kejahatan yang baru. Al Qur’an memerintahkan agar manusia
selalu berbuat baik, sekalipun terhadap orang yang pernah berbuat jahat
kepadanya.
Al Qur’an mengajarkan
manusia agar mereka banyak beribadah kepada Allah, tetapi jangan menjadi rahib
yang melupakan hak diri dan orang lain. Al Qur’an memerintahkan manusia berendah hati, namun tidak melupakan harga diri.
Kemukjizatan terpeliharanya Al Qur’an
Al Qur’anul Karim sejak diturunkan dari sisi Allah 14 abad yang
lalu tidak mengalami perubahan karena dijaga oleh Allah Azza wa Jalla. Dia
berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا
الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya.” (Qs. Al Hijr: 9)
Imam Baihaqi (Dalaailun Nubuwwah
7/159,160) meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Yahya bin Aktsam, ia
berkata, “Khalifah Al Ma’mun memiliki majlis pengkajian, ketika itu masuk ke
majlis tersebut seorang Yahudi dengan pakaian yang indah dan memakai wewangian,
lalu ia berbicara dengan fasihnya. Saat majlis itu selesai, maka Al Ma’mun
memanggilnya dan bertanya, “Apakah engkau orang Israel (Yahudi)?” Ia menjawab,
“Ya.” Al Ma’mun berkata, “Masuk Islamlah, agar aku berbuat sesuatu untukmu,” Al
Ma’mun menjanjikan sesuatu untuknya. Ia menjawab, “Aku tetap di atas agamaku
dan agama nenek moyangku,” maka orang itu pergi.
Setelah berlalu setahun, maka ia
datang kembali dalam keadaan telah masuk Islam, lalu ia berbicara tentang fiqih
dan berbicara dengan fasihnya. Ketika majlis Al Ma’mun selesai, maka Al Ma’mun
memanggilnya dan bertanya, “Bukankah engkau kawan kami yang dulu?” Ia menjawab, “Ya.” “Lalu
apa yang menyebabkan kamu masuk Islam,” tanya Al Ma’mun. Ia menjawab, “Setelah
aku pergi dari tempatmu, aku mengetes beberapa agama, dan keadaan aku
sebagaimana
yang engkau lihat adalah orang yang pandai dalam menulis, maka aku coba
mendatangi Taurat dan menyalinnya. Aku salin tiga naskah, aku tambahkan dan aku
kurangkan, kemudian aku masukkan ke sinagog, lalu Tauratku terjual. Kemudian
aku mendatangi Injil dan menyalinnya. Aku salin tiga naskah, aku tambahkan dan
aku kurangkan, kemudian aku tawarkan ke gereja, lalu Injilku terjual. Kemudian
aku mendatangi Al Qur’an, lalu aku salin tiga naskah; aku tambahkan dan aku
kurangkan, kemudian aku tawarkan ke penjual buku, maka mereka menelitinya, dan
saat mereka menemukan adanya penambahan dan pengurangan, mereka pun membuangnya
dan tidak mau membeli. Dari sana aku pun tahu, bahwa kitab ini adalah kitab
yang terpelihara. Inilah sebab yang membuatku masuk Islam.” Yahya bin Aktsam
berkata, “Pada tahun itu aku naik haji dan bertemu dengan Sufyan bin Uyaynah,
lalu aku sampaikan kisah itu, maka ia berkata, “Sesuai sekali dengan yang
disebutkan dalam kitabullah (Al Qur’an),” aku bertanya, “Di ayat berapa?” Ia
menjawab, “Yaitu pada firman Allah Ta’ala tentang Taurat dan Injil, “Disebabkan
mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah,” (QS. Al
Maidah: 44); mereka mendapat amanah untuk
menjaganya, tetapi malah menyia-nyiakannya. Allah Azza wa Jalla juga berfirman,
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Adz Dzikr (Al Qur’an), dan Kamilah
yang menjaganya.” (QS. Al Hijr: 9); Allah menjaga Al Qur’an untuk kita,
sehingga tidak akan terlantar.”
Kebenaran berita yang disampaikan Al Qur’an
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الم (1) غُلِبَتِ الرُّومُ
(2) فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ (3) فِي
بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ
يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4) بِنَصْرِ اللَّهِ يَنْصُرُ مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ
الرَّحِيمُ (5)
Alif laam Miim--Telah dikalahkan bangsa Romawi,--Di negeri yang
terdekat--dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang--Dalam beberapa tahun
lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari
(kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,--Karena
pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Maha
Perkasa lagi Penyayang.” (Qs. Ar Ruum: 1-5)
Maksud bangsa “Romawi” adalah Romawi timur yang berpusat di
Konstantinopel.
Maksud “yang terdekat” adalah terdekat ke negeri Arab Yaitu Syria
dan Palestina sewaktu menjadi jajahan kerajaan Romawi Timur.
Bangsa Romawi adalah satu bangsa yang beragama Nasrani yang
mempunyai kitab suci sedang bangsa Persia beragama Majusi, menyembah api dan
berhala (musyrik). Kedua bangsa itu saling berperang. Ketika tersiar berita
kekalahan bangsa Romawi oleh bangsa Persia, maka kaum musyrik Mekah
menyambutnya dengan gembira karena berpihak kepada orang musyrikin Persia.
Sedangkan kaum muslimin berduka cita karenanya. Kemudian turunlah ayat di atas,
dan ayat yang berikutnya menerangkan bahwa bangsa Romawi setelah kalah itu akan
mendapat kemenangan dalam masa beberapa tahun saja. Hal itu benar-benar
terjadi. Beberapa tahun sesudah itu menanglah bangsa Romawi dan kalahlah bangsa
Persia. Dengan kejadian yang demikian nyatalah kebenaran Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul dan kebenaran Al Quran
sebagai firman Allah.
Maksud ‘beberapa tahun lagi’ adalah antara tiga sampai sembilan
tahun. Waktu antara kekalahan bangsa Romawi (tahun 614-615) dengan
kemenangannya (tahun 622 M) adalah kira-kira tujuh tahun (Lihat terjemah Al
Qur’an DEPAG Republik Indonesia).
Nama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dalam
Taurat dan Injil
Dalam Al Qur’an disebutkan,
وَإِذْ
قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ
إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا
بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ
بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ
“Dan (ingatlah) ketika Isa putera Maryam berkata, "Wahai Bani
Israil! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab
sebelumku, Yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang
Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)." Maka
ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata,
mereka berkata, "Ini adalah sihir yang nyata." (Qs. Ash Shaff: 6)
Dalam
Taurat, pada Nasyidul Insyad, pasal 5 paragraf 16 dalam bahasa Ibrani,
yang artinya: “Ucapannya adalah ucapan yang paling manis, dialah Muhammad
yang agung. Inilah kekasih dan kesayangan-Ku.”
Dalam
Injil Yohanes pasal 16 paragraf 7 disebutkan, bahwa Al Masih berkata kepada
kawan-kawannya, “Akan tetapi, aku katakan kepada kalian, bahwa lebih baik
bagi kalian jika aku pergi, karena jika aku tidak pergi, maka penghibur itu
yaitu Farqalith tidak kunjung datang.”
Farqalith dalam bahasa Yunani
artinya Muhammad.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina
Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Risalah minal Qalb (Syaikh
Wahid Abdussalam Bali), Nubdzah fil Aqidah
(Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin), dll.
0 komentar:
Posting Komentar