بسم
الله الرحمن الرحيم
Risalah Zakat Mal (6)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan
pembahasan fiqih zakat mal, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya
dan bermanfaat, Allahumma amin.
Catatan Umum Seputar Zakat:
1. Zakat
adalah ibadah, untuk sahnya disyaratkan adanya niat, yakni hendaknya orang yang
berzakat ketika mengeluarkannya mengharap keridhaan Allah dan mengharap
pahala-Nya serta meniatkan dalam hatinya bahwa yang ia keluarkan adalah zakat
yang wajib (namun tanpa perlu diucapkan).
2. Harta
milik anak kecil dan orang gila jika telah mencapai nishab, maka wajib dikeluarkan
zakatnya, yang mengeluarkan adalah wali(pengurus)nya jika telah lewat setahun
penuh.
3. Barang siapa
yang meninggal dunia sedangkan ia terkena kewajiban zakat, maka kewajiban zakat
tetap berlaku, dan mengeluarkan zakat ini lebih didahulukan daripada ia
membayar kepada ghuramaa’ (orang-orang yang dia hutangi), juga didahulukan dari
memberikan kepada wasiatnya dan ahli warisnya. Hal ini karena zakat
adalah hutang kepada Allah, dan hutang kepada Allah lebih berhak dibayarkan
segera.
4. Siapa saja yang memiliki harta yang
termasuk amwaal muzakkah (harta yang kena zakat) sedangkan dia memiliki hutang[i], maka ia keluarkan
hartanya itu untuk menutupi hutangnya, sisanya jika mencapai nishab dikeluarkan
zakatnya setelah berlalu satu haul, jika tidak mencapai nishab maka tidak terkena
zakat.
5. Jika suatu harta milik bersama (dua
orang atau lebih), maka tidak dikenakan zakat sampai pada harta masing-masing
mencapai nishab, lain dengan binatang (Lihat tentang zakat binatang ternak).
6. Di antara ulama ada yang berpendapat
bolehnya mengeluarkan zakat sebelum tiba waktunya setahun atau dua tahun. Namun
ulama yang lain berpendapat tidak boleh. Oleh karena itu, sebaiknya ia tidak
keluarkan zakat kecuali apabila telah tiba waktunya.
7. Apabila telah tiba waktu mengeluarkan zakat, maka
wajib dikeluarkan segera dan haram menundanya sampai lewat dari waktunya,
kecuali apabila ia tidak bisa membayar segera maka tidak apa-apa menunda
sehingga bisa membayar.
8. Demikian juga tidak ada zakat pada barang-barang
yang disiapkan untuk disewa seperti rumah, kendaraan, dsb. yang kena zakat
hanyalah adalah pada upahnya jika berupa uang, dan telah lewat satu tahun serta
mencapai nishab baik dengan sendirinya atau karena digabung dengan harta
sejenis yang dimilikinya.
9. Barang atau benda yang diambil dari
lautan seperti mutiara, marjan, ikan dan sebagainya menurut jumhur (mayoritas)
para ulama adalah tidak kena zakat.
10. Disunnahkan bagi pemerintah mengirim
para petugas zakat (‘Ummal) ke pelosok negri (bawadiy) untuk memungut zakat
(dan haram bagi petugas zakat menerima hadiah dari penduduk setempat), namun
tidak perlu mengirim petugas zakat ke kota-kota atau kampung-kampung terdekat
(cukup dengan mereka datang ke pemerintah setempat membawa zakat).
11. Para ulama berselisih apakah kewajiban
zakat itu berlaku pada dzimmah (tanggungan) pemilik harta ataukah pada barang
yang kena zakat itu. Jadi siapa saja yang memiliki 200 dirham -misalnya- dan
telah berlalu dua tahun namun ia belum berzakat maka menurut pendapat orang
yang mengatakan bahwa zakat wajib pada barang itu, ia wajib mengeluarkan
zakat setahun saja, karena untuk tahun keduanya nishabnya sudah kurang, namun
bagi orang yang berpendapat bahwa zakat wajib pada tangungan (dzimmah),
ia wajib mengeluarkan zakat untuk dua tahun. Yang rajih menurut Ibnu Hazm
adalah bahwa zakat wajib pada tanggungan (dzimmah). Di samping itu karena siapa
yang kena kewajiban zakat, boleh ia keluarkan zakatnya dari barang yang kena
zakat itu, boleh juga dari barang lainnya yang seperti itu. Misalnya ia kena
zakat tanaman, maka tidak mesti ia keluarkan zakatnya dari tanaman itu, atau
jika ia terkena zakat unta maka tidak mesti ia keluarkan zakat unta dari
unta-untanya itu bahkan ia boleh mengeluarkan zakatnya dari unta yang ia baru
beli atau unta pemberian orang lain.
12. Zakat tidaklah bisa diganti dengan
nilai (seperti uang) kecuali jika tidak ada.
13. Siapa yang telah berlalu padanya
beberapa tahun, tetapi ia tidak keluarkan zakatnya, maka ia wajib keluarkan
zakat dari seluruh tahun yang tidak ia keluarkan zakatnya baik ia mengetahui
kewajiban zakat maupun tidak, baik ia tinggal di negeri Islam maupun di negeri
musuh.
14. Yang membagi-bagikan zakat kepada
mustahiqnya adalah para pemungut zakat yang ditugaskan oleh pemerintah untuk
memungutnya baik pada amwaal zhaahirah (tanaman, buah-buahan, ternak,
dan barang tambang) maupun amwaal baathinah (yaitu barang-barang
perdagangan, emas, perak, dan rikaz), dan boleh bagi pemilik harta langsung
membagi-bagikan harta zakat kepada mustahiqnya jika zakatnya pada amwaal
bathinah.
15. Siapa saja yang telah memiliki satu
nishab pada hartanya lalu ia jual atau hibahkan atau hilangkan sebagiannya
dengan maksud agar tidak terkena zakat maka ia telah berbuat maksiat, dan jika
ia lakukan hal itu mendekati setahun penuh maka wajib diambil zakat darinya
(pendapat ini dipegang oleh Malik, Ahmad, Al Auza’i, Ishaq dan Abu Ubaid).
16. Jika kaum muslimin memiliki pemerintah
muslim, maka zakat bisa diserahkan kepadanya, baik ia adil maupun zalim, dan
dengan menyerahkan kepadanya, maka gugurlah kewajiban zakat, kecuali jika
pemerintah tidak memberikan kepada mustahiknya, maka yang utama adalah dia
berikan langsung kepada mustahiknya[ii] kecuali jika pemerintah
atau wakilnya memintanya.
17. Jika harta binasa setelah terkena
kewajiban zakat dan belum membayarnya, maka kewajiban zakatnya gugur, kecuali jika
pemilik harta meremehkan kewajiban zakat, ia mampu membayar zakat segera, namun
malah menunda-nunda dengan sikap remehnya maka ia wajib mengeluarkan zakatnya
(pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Qudaamah).
18. Tidak ada zakat pada barang yang disiapkan seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya seperti makanan, minuman, kasur, tempat tinggal, hewan,
kendaraan, perhiasan selain emas dan perak. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي
عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ صَدَقَةٌ
“Tidak wajib bagi seorang muslim mengeluarkan zakat pada
budak dan kudanya.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Demikian
pula barang-barang
atau harta yang dijadikan buat dirinya (pribadi) tidak dikenakan zakat seperti
rumah, pabrik, mobil, motor dsb.
20. Singkatnya, harta-harta yang tidak terkena zakat adalah:
budak, kuda, bighal (hewan yang lahir dari perkawinan kuda dan keledai), dan
keledai. Demikian pula harta yang belum mencapai nishab
kecuali sebagai sedekah sunah, buah-buahan (selain kurma, zaitun, dan kismis)
dan sayur-sayuran, benda-benda mulia seperti zamrud, yaqut, dan permata kecuali
jika disiapkan untuk dijual, dan barang-barang untuk dimiliki; bukan untuk
didagangkan baik berupa rumah, mobil, motor, dsb.
21. Harta yang belum sampai nishab tidak
dikenakan zakat, kecuali jika yang punya harta itu ingin melakukan tathawwu’
(mengeluarkan sedekah biasa yang tidak wajib) maka tak mengapa.
Bersambung...
Wallahu a’lam wa shallallau ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa
alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan
bin Musa
Maraji': http://islam.aljayyash.net/, Maktabah Syamilah versi
3.45, Modul Fiqih (Penulis), Al Fiqhul Muyassar (Tim Ahli Fiqih, KSA), Fiqhus
Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Majalis Syahri Ramadhan (M. Bin Shalih
Al Utsaimin), Minhajul Muslim (Abu Bakar Al Jazairiy), dll.
0 komentar:
Posting Komentar