بسم
الله الرحمن الرحيم
Risalah Zakat Mal (4)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan
pembahasan fiqih zakat mal, semoga Allah menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya
dan bermanfaat, Allahumma amin.
3. Emas
dan perak
Dalil
zakat emas dan perak telah disebutkan dalam ayat sebelumnya (QS. At Taubah: 34-35). Dalam Shahih Muslim
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
«مَا
مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ، لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا، إِلَّا إِذَا
كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ
عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ،
كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ، فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ
سَنَةٍ، حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ، فَيَرَى سَبِيلَهُ، إِمَّا إِلَى
الْجَنَّةِ، وَإِمَّا إِلَى النَّارِ»
“Tidak
ada pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan haknya (zakatnya) kecuali pada
hari Kiamat emas dan perak itu dibuatkan lempengan-lempengan dari api, lalu
dipanaskan di neraka Jahannam, kemudian disetrika dengannya rusuknya, dahinya,
dan punggungnya. Setiap kali reda, maka diulangi kembali dalam sehari yang
lamanya lima puluh ribu tahun, hingga dituntaskan urusan para hamba, kemudian
ia melihat jalannya, bisa ke surga atau ke neraka.”
Zakat
Perhiasan (emas dan perak)
Zakat
pada emas dan perak berlaku baik berupa uang, biji emas, perhiasan yang dipakai
atau yang dipinjamkan, dan sebagainya berdasarkan keumuman dalil wajibnya zakat
pada emas dan perak.
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ, عَنْ
أَبِيهِ, عَنْ جَدِّهِ; - أَنَّ امْرَأَةً أَتَتِ اَلنَّبِيَّ - صلى الله عليه
وسلم - وَمَعَهَا اِبْنَةٌ لَهَا, وَفِي يَدِ اِبْنَتِهَا مِسْكَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ,
فَقَالَ لَهَا: "أَتُعْطِينَ زَكَاةَ هَذَا?" قَالَتْ: لَا. قَالَ:
"أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اَللَّهُ بِهِمَا يَوْمَ اَلْقِيَامَةِ
سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ?". فَأَلْقَتْهُمَا.
Dari
Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita yang
datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa puterinya,
sedangkan di tangan puterinya terdapat dua gelang tebal dari emas, lalu Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Apakah engkau telah
menunaikan zakat perhiasan ini?” Ia menjawab, “Belum.” Beliau bersabda,
“Sukakah engkau jika Allah memakaikan kepadamu dua gelang dari api?” Maka ia
pun segera melemparnya.” (HR. Tiga Imam Ahli Hadits, dan dinyatakan isnadnya
kuat oleh Al Hafizh dalam Bulughul Maram).
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا
قَالَتْ: دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَى
فِي يَدَيَّ فَتَخَاتٍ مِنْ وَرِقٍ، فَقَالَ: «مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ؟» ،
فَقُلْتُ: صَنَعْتُهُنَّ أَتَزَيَّنُ لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ:
«أَتُؤَدِّينَ زَكَاتَهُنَّ؟» ، قُلْتُ: لَا، أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ، قَالَ:
«هُوَ حَسْبُكِ مِنَ النَّارِ»
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemuiku dan melihat
di kedua tanganku terdapat cincin besar dari perak, lalu Beliau bertanya, “Apa
ini wahai Aisyah?” Aku menjawab, “Aku membuatnya untuk berhias kepadamu wahai
Rasulullah.” Beliau bertanya, “Apakah engkau sudah menunaikan zakatnya?” Aku
menjawab, “Belum, atau mengucapkan sesuai yang dikehendaki Allah,” Beliau
bersabda, “Cukuplah perhiasan itu membuatmu dapat tersentuh api neraka.” (HR. Abu Dawud, Baihaqi, Hakim, ia
menshahihkannya, Al Hafizh berkata, “Sesuai syarat kitab Shahih.” Ibnu
Daqiqil Ied berkata, “Sesuai syarat Muslim.”)
Di antara
ulama ada yang mengatakan bahwa zakat perhiasan ini dikeluarkan sekali saja.
Syaikh
Abu Bakar Jabir Al Jaza’iriy menambahkan tentang perhiasan yang kena zakatnya,
“Jika di samping sebagai perhiasan ia simpan untuk sewaktu-waktu ketika
dibutuhkan, maka wajib zakatnya karena mendekati makna iddikhaar (menyimpan),”
namun dalam ta’liq (catatan kaki) beliau sendiri, beliau berkata, “Lebih
hati-hati perhiasan wanita itu harus dizakatkan bagaimanapun keadaannya (baik
sebagai perhiasan saja maupun untuk disimpan dan digunakan sewaktu butuh).”
Zakat
emas tidak wajib sampai mencapai nizhab, yaitu 20 dinar. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ - يَعْنِي -
فِي الذَّهَبِ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا، فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ
دِينَارًا، وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ، فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ
“Tidak ada kewajibanmu apa-apa, yakni pada emas sampai
engkau memiliki dua puluh dinar. Jika engkau memiliki dua puluh dinar dan telah
lewat haul (satu tahun), maka zakatnya setengah dinar.” (Hr. Abu Dawud, dan
dishahihkan oleh Al Albani)
1
dinar adalah 4,25
gram, jadi
20 dinar= 85 gram emas murni.
Dan tidak wajib zakat pada perak sampai mencapai
nishabnya, yaitu 5 uqiyyah. (1 Uqiyyah= 40 dirham, sehingga
5 Uqiyyah= 200 dirham atau 595 gram).
Ukuran yang dikeluarkan dalam zakat emas dan perak adalah
1/40 (2,5 %).
Zakat juga berlaku pada uang kertas, karena ia merupakan
pengganti perak. Jika uang kertas mencapai nishab perak
atau emas, maka wajib
dikeluarkan zakatnya setelah berlalu haul.
Catatan:
1. Perlu diketahui, zakat wajib pada emas, perak, uang
kertas baik ada padanya atau masih pada tanggungan orang lain. Dengan demikian,
zakat wajib pada utang yang tetap, baik berupa pinjaman maupun pembayaran
barang, atau upah, dan sebagainya jika ditanggung oleh orang yang mampu
membayar. Ia pun gabungkan dengan hartanya, jika mencapai nishab, maka ia
keluarkan zakatnya setiap tahun, atau ia tunda zakatnya sampai ia menerima
piutang itu, lalu ia zakatkan untuk setiap tahun yang telah berlalu.
Tetapi,
jika piutang itu ada pada orang yang kesusahan
atau suka menunda dan sulit diambil daripadanya, maka tidak kena zakat sampai
ia menerimanya, lalu ia zakatkan untuk satu tahun saja pada saat diterimanya
piutang itu, dan tidak kena zakat tahun-tahun sebelumnya.
2. Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah,
barang tambang yang bukan berupa emas dan perak tidak dikenakan zakat meskipun
lebih mahal, kecuali jika hendak didagangkan, maka termasuk zakat perdagangan.
Menurut
Syaikh Abu Bakr Al Jazairiy, barang tambang yang berupa emas dan perak,
bagi yang mendapatkannya wajib mengeluarkan zakatnya jika barang tambang
tersebut telah mencapai nishabnya (nishab emas atau perak) dan tanpa perlu
menunggu haul. Ahli ilmu berselisih apakah zakat yang wajib dikeluarkan itu 1/40
seperti pada emas dan perak atau 1/5 seperti pada rikaz, dalam masalah ini
kedua-duanya bisa dipakai, walhamdulillah. Jika barang tambang tersebut
bukan emas dan perak, seperti besi, tembaga dan sebagainya, maka disukai
mengeluarkan zakatnya yaitu 1/40, dan tidak ada dalil yang tegas tentang
wajibnya zakat pada barang-barang tambang selain emas dan perak.
3. Barang siapa yang memiliki sebagian emas namun belum
mencapai nishab dan ia memiliki perak yang belum mencapai nishab, maka tidak
digabungkan perak dengan emas tersebut karena berbeda jenis dan tidak dikenakan
zakat atasnya, sama seperti ketika memiliki unta dan kambing, dimana keduanya
tidak digabungkan. Misalnya ia memiliki 199 dirham dan 19 dinar maka tidak kena
zakat.
4. Maskawin wanita
Maskawin jika telah diterima oleh wanita dan telah
mencapai nishab serta sampai setahun penuh (haul) maka dikeluarkan zakatnya.
Kecuali jika di samping maskawin ada lagi
harta yang telah mencapai nishab maka digabung, dan ia keluarkan zakatnya
setelah berlalu haul harta lain tersebut yang telah mencapai nishab.
5. Rikaz[i]
Rikaz (harta karun)
adalah harta pendaman orang-orang jahiliyyah[ii], [iii] yang diambilnya tanpa
membutuhkan biaya dan tanpa susah-payah[iv], orang yang menemukan di
area tanahnya atau di rumahnya harta pendaman tersebut banyak maupun sedikit,
ia wajib mengeluarkan zakatnya yaitu 1/5[v]. Zakat pada rikaz tidak
memakai haul[vi].
Ada yang mengatakan
bahwa zakat tersebut diberikan kepada salah satu di antara delapan golongan
yang disebutkan dalam surat At Taubah ayat 60, ada juga yang mengatakan bahwa
zakat tersebut diberikan kepada orang-orang yang berhak mendapat fai’ (lihat
surat Al Hasyr ayat 7) dan tidak disebutkan dalam As Sunnah tentang ke mana
zakat rikaz diberikan, namun ada yang berpendapat pula bahwa zakat rikaz
diserahkan kepada pendapat imam kaum muslimin dan diberikan kepada hal yang
bermaslahat bagi negara Islam[vii]. Ke
bagian mana saja dari bagian-bagian tersebut rikaz diberikan maka sah.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallau ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa
alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan
bin Musa
Maraji': http://islam.aljayyash.net/, Maktabah Syamilah versi
3.45, Modul Fiqih (Penulis), Al Fiqhul Muyassar (Tim Ahli Fiqih, KSA), Fiqhus
Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Majalis Syahri Ramadhan (M. Bin Shalih
Al Utsaimin), Minhajul Muslim (Abu Bakar Al Jazairiy), dll.
[i] Zakat rikaz ini wajib bagi yang menemukannya baik muslim, dzimmiy (orang
kafir yang berada di bawah pemerintahan Islam dengan membayar jizyah/pajak),
orang tua, anak kecil, orang berakal maupun orang yang gila, hanyasaja untuk
anak kecil dan orang yang gila walinyalah yang mengeluarkan zakatnya. Inilah
yang dipegang oleh jumhur ulama.
[ii] Hal ini dapat diketahui dengan tertulisnya nama atau gambar
mereka. Jika yang tertulis adalah nama Islam, maka berarti luqathah (barang
temuan). Rikaz bisa berupa emas, perak, besi, timah, kuningan, bejana, dsb.
[iii] Imam Syafi’i dan yang mengikutinya mensyaratkan pada rikaz itu:
Pertama, harta
tersebut adalah pendaman orang-orang Jahiliyyah (untuk mengetahui bahwa itu adalah harta pendaman orang-orang Jahiliah
adalah dengan melihat tulisan atau ukiran yang tertera di situ, jika yang
kelihatan adalah tanda-tanda muslimnya orang yang memendam maka itu
luqathah/barang temuan, demikian juga jika tidak diketahui apakah itu pendaman
jahiliyyah atau pendaman kaum muslimin maka itu luqathah, berlaku hukum
luqathah, jika sangat berharga diumumkan selama setahun, jika tidak begitu
berharga maka cukup diberitahukan sebentar saja dimana ia mengira bahwa pemiliknya
tidak lagi mencarinya (misalnya selama tiga hari)).
Kedua, didapatkan
di tanah yang mati. Oleh karena itu jika di temukan
di jalan raya atau di sekitar masjid maka itu luqathah.
Catatan:
Termasuk juga ke dalam
syarat kedua (tanah yang mati) adalah didapatkan harta tersebut di tanah yang
tidak diketahui pemiliknya, berada di jalan yang tidak dilalui orang, atau
berada barang pendaman tersebut di daerah yang sudah roboh.
Berlaku juga jika
ditemukan harta pendaman tersebut di area tanah miliknya dan rumahnya. Dan jika
ia menemukan rikaz itu di tempat milik seorang muslim atau dzimmiy maka rikaz
itu bagi yang mendapatkannya/menemukannya kecuali jika pemiliknya mengaku bahwa
harta pendaman itu miliknya –Wallahu a’lam-.
[iv] Adapun jika dicari dengan biaya dan susah payah, terkadang dapat dan
terkadang tidak maka bukanlah rikaz (sebagaimana dikatakan Imam Malik).
[v] 4/5-nya adalah untuk yang menemukannya selama pemilik tanah tidak mengaku
harta tersebut miliknya, jika mengaku miliknya maka perkataannyalah yang
dipegang.
[vi] Menurut Imam Syafi’i dan Malik bahwa rikaz dikenakan zakat jika mencapai
nishab (emas atau perak), namun menurut ulama madzhab Haadawiyyah bahwa rikaz
tidak memakai nishab, wajib dikeluarkan 1/5 baik rikaznya banyak maupun sedikit
(lihat Subulus Salam bagian zakat). Yang rajih (kuat) adalah bahwa rikaz
tidak memakai nishab, Syaikh Al Albani berkata, “Ini adalah madzhab Jumhur,
dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ash Shan’aaniy, Asy Syaukaani dan lain-lain (Lihat Tamaamul
Minnah hal. 377).
[vii] Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah
hal. 377-378.
0 komentar:
Posting Komentar