بسم
الله الرحمن الرحيم
Hukum Merayakan Hari Valentin
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya
dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سُنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ *
“Sungguh,
kamu akan mengikuti jejak orang-orang sebelummu sejengkal demi sejengkal dan
sehasta demi sehasta, sehingga jika seandainya mereka menempuh jalan ke lubang
dhabb (binatang kecil seperti biawak), tentu kamu akan mengikuti juga.” Para sahabat bertanya,
“Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nasranikah (yang akan diikuti)?” Beliau menjawab,
“Siapa lagi?”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Benarlah apa yang
disabdakan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, akhir-akhir ini banyak di
kalangan kaum muslimin yang mengikuti jejak langkah orang-orang kafir. Tradisi
mereka, budaya mereka, akhlak mereka, serta sebagian syi’ar mereka telah
diikuti oleh sebagian kaum muslimin.
Salah satu di antara
sekian banyak syi’ar kaum kafir yang diikuti oleh sebagian kaum muslimin adalah
“Iidul Hubb” (hari kasih sayang) atau yang dikenal dengan nama “Valentine’s
Day” yang dilakukan pada pertengahan bulan Februari. Inilah hari raya yang oleh
sebagian kaum muslimin diikuti, diperingati dan dirayakan, khususnya di
kalangan remaja.
Hukum merayakan hari
Valentin
Merayakan hari Valentin
hukumnya haram. Keharamannya dapat kita ketahui dari lima sisi, yaitu:
Sisi pertama, bahwa
merayakan hari Valentin adalah sunnah atau tradisi orang-orang kafir, yaitu
tradisi masyarakat Roma para penyembah berhala, yang kemudian diikuti pula oleh
orang-orang Nasrani. Sedangkan kita kaum muslimin dilarang mengikuti jejak
langkah orang-orang kafir. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ
مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ
أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن
وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani
tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah,
"Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)." Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS.
Al Baqarah: 120)
Kedua, hari
Valentin adalah hari raya orang-orang kafir, sedangkan kita kaum muslimin telah
memiliki hari raya tersendiri yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, yaitu hari raya Idul Fitri, Idul Adh-ha, dan hari Jum’at.
Dan Beliau membatalkan semua hari raya selain yang Beliau tetapkan. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَبْدَلَكُمُ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
"Sungguh,
Allah Ta'ala telah memberikan ganti dengan yang lebih baik dari kedua hari itu,
yaitu 'Idul Fithr dan 'Idul Adh-ha.”(HR. Nasa’i dan Ibnu Hibban dengan sanad
yang shahih)
Dalam hadits ini, Beliau
menghapus dua hari raya yang biasa diperingati oleh orang-orang Anshar.
Ketiga, merayakan
hari Valentin terdapat bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, karena
yang mengadakannya adalah masyarakat Roma penyembah berhala, kemudian
orang-orang Nasrani. Sedangkan kita dilarang bertasyabbuh dengan mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang
menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, Abu
Ya’la, dan Thabrani dalam Al Kabir, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami’ no. 2831)
Keempat, yang
diperingati dan dikenang dalam hari raya Valentin adalah seorang pendeta
bernama Valentin yang menurut sebagian cerita, bahwa ia adalah seorang yang
menolak ketetapan raja Claudius II yang melarang pernikahan di kalangan tentara
hingga ia pun dihukum mati, atau dihukum mati karena tetap berada di atas agama
Nasrani saat raja memaksanya menganut agamanya yaitu menyembah berhala menurut
cerita versi yang lainnya. Singkatnya, bahwa Valentin adalah nama seorang
pendeta, lalu pantaskah seorang muslim memperingati dan mengenang seorang
pendeta? Bukankah ini menunjukkan sikap wala’ (cinta dan membela) kepadanya?
Padahal yang seharusnya ia kenang dan ia ikuti jejaknya adalah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم
مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain.
Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS.
Al Ma’idah: 51)
Allah Subhaanahu wa
Ta’ala juga menerangkan siapa yang berhak kita berikan wala (rasa cinta dan
pembelaan) dalam firman-Nya,
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ - وَمَن
يَتَوَلَّ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ فَإِنَّ حِزْبَ اللّهِ هُمُ
الْغَالِبُونَ
“Sesungguhnya wali kamu
hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).- Dan barang siapa
mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi walinya, maka
sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (QS.
Al Ma’idah: 55-56)
Kelima, di
dalam perayaan hari Valentin terdapat berbagai kegiatan dan acara yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Berikut ini di antara kegiatan yang ada di
dalamnya yang bertentangan dengan ajaran Islam:
1.
Menjalin rasa cinta dan
sayang kepada lawan jenis di luar ikatan pernikahan. Mereka saling
tukar-menukar bunga berwarna merah sebagai tanda cinta, dimana hal ini menurut
orang-orang Roma terdahulu sebagai ungkapan rasa cinta ilahi, sedangkan menurut
orang-orang Nasrani sebagai ungkapan cinta antar lawan jenis.
Sikap di atas merupakan
sarana yang bisa mengantarkan seseorang kepada perzinaan. Allah Subhaanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَلاَ
تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa’: 32)
Ayat “Janganlah kamu
mendekati zina,” mencakup larangan zina itu sendiri dan sarana yang bisa
mengantarkan kepadanya.
2.
Dalam perayaan Valentin,
seseorang memilih wanita yang disukainya, setelah itu membawa wanita itu untuk
berduaan bersamanya atau berpacaran. Padahal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَخْلُوَنَّ
أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا،
"Janganlah
sekali-kali salah seorang di antara kamu berduaan dengan seorang wanita, karena
setan yang ketiganya." (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim, dan dinyatakan shahih
isnadnya oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
3.
Bercampur-baur dan
bersentuhan antara laki-laki dan perempuan.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
«لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ
مِنْ حَدِيدِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لَا تَحِلُّ لَهُ "
“Sungguh, ditusuknya kepala salah seorang di antara kamu
dengan jarum besi itu lebih baik baginya daripada ia menyentuh wanita yang
tidak halal baginya.” (HR. Thabrani, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami’ no. 5045)
إِنِّي لَا
أُصَافِحُ النِّسَاءَ،
"Sesungguhnya aku
tidak berjabat tangan dengan wanita." (HR. Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu
Majah, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 2513)
4.
Bernyanyi dan memainkan
alat musik.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ، يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ
وَالحَرِيرَ، وَالخَمْرَ وَالمَعَازِفَ
“Akan ada di kalangan
umatku orang-orang yang menganggap halal zina, sutera, khamr, dan alat musik.”
(HR. Bukhari)
5.
Kaum wanita bertabarruj
ala Jahiliyyah.
Allah Subhaanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.” (QS. Al Ahzab: 33)
6.
Dan kemungkaran lainnya
yang banyak.
Fatwa Syaikh Muhammad
bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah
Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah pernah ditanya sebagai berikut:
Assalamu alaikum wa
rahmatullah wa barakatuh, wa ba’d:
Di akhir-akhir ini
tersebar perayaan hari kasih sayang, terutama di kalangan para pelajar putri,
padahal hal tersebut salah satu hari raya kaum Nasrani. Ketika itu, mereka
memakai serba merah, baik pakaian maupun sepatunya, dan mereka saling
tukar-menukar bunga berwarna merah. Kami harap Syaikh menjelaskan hukum
memperingati hari tersebut, dan apa arahan Syaikh untuk kaum muslimin terhadap
masalah ini -semoga Allah menjaga dan memelihara syaikh-?
Bismillahirrahmanirrahim
Jawab: Wa alaikumus
salam wa rahmatullah wa barakatuh. Memperingati hari kasih sayang tidak boleh
karena beberapa alasan, yaitu:
Pertama, hari
raya tersebut adalah hari raya bid’ah tidak ada dasar sama sekali dalam
syariat.
Kedua,
perayaan tersebut mengajak kepada rasa cinta yang menggelora.
Ketiga,
perayaan tersebut menyibukkan hati dengan perkara-perkara hina yang menyelisihi
petunjuk kaum salafush shalih radhiyallahu ‘anhum.
Oleh karena itu, tidak
boleh menampakan sedikit pun syiar hari tersebut di zaman sekarang, baik dalam
makanan, minuman, tukar-menukar hadiah,
dan lain sebagainya.
Seorang muslim juga
harus bangga dengan agamanya dan tidak boleh mudah mengekor kepada setiap orang
yang mengajaknya.
Saya meminta kepada
Allah Ta’ala agar Dia melindungi kaum muslimin dari segala fitnah baik yang
tampak maupun yang tersembunyi, dan agar Dia mengurus kita dengan bimbingan dan
taufiq-Nya.
Ditulis oleh Muhammad
Ash Shalih Al Utsaimin pada tanggal 5/11/1420 H.
Wallahu a'lam, wa
shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi, M.Pd.I
0 komentar:
Posting Komentar