بسم الله الرحمن الرحيم
Kaum
Salaf dalam Berjihad Fi Sabilillah (1)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini contoh keteladanan kaum
Salaf dalam berjihad fii sabilillah yang kami ambil dari kitab Aina Nahnu
Min Akhlaqis Salaf karya Abdul Aziz Al Julail dan Bahauddin Aqil, semoga
Allah menjadikan penerjemahan ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
amin.
Keteladanan kaum
salaf dalam berjihad fi sabilillah
Dari Hammad bin
Salamah, telah menceritakan kepada kami Ali bin Zaid dari Ibnul Musayyib, ia
berkata, “Shuhaib pernah datang berhijrah, lalu dibuntuti oleh sekelompok
orang. Shuhaib langsung turun dari kendaraannya dan mengeluarkan anak panahnya
seraya berkata, “Kalian pasti tahu, bahwa aku adalah orang yang ahli memanah di
antara kamu. Demi Allah, kalian tidak akan sampai kepadaku sampai aku panah
dengan seluruh panah-panahku, kemudian aku tebas kalian dengan pedangku. Jika
kalian mau, maka aku akan tunjukkan kepada kalian di mana harta bendaku, tetapi
kalian harus membiarkan aku meneruskan perjalanan ini.” Mereka menjawab, “Kami
akan melakukannya.” Saat Shuhaib tiba di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka Beliau bersabda, “Sungguh beruntung perniagaanmu wahai Abu Yahya.”
Selanjutnya turunlah firman Allah Ta’ala,
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ
ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ وَاللّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara
manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan
Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Al
Baqarah: 207)
(Siyar A’lamin
Nubala 2/23. Riwayat ini disebutkan oleh Hakim dalam Mustadraknya 3/397.
Dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/171, dan diriwayatkan pula oleh Thabrani
dalam Al Kabir 8/43 dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah 1/151, 152).
*****
Dari Al Waqidi,
telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Nafi’ dari ayahnya, dari Ibnu Umar,
ia berkata, “Aku melihat Ammar pada perang Yamamah berada di atas sebuah batu
besar sambil berteriak, “Wahai kaumm muslimin, apakah kalian melarikan diri
dari surga? Aku Ammar bin Yasir! Kemarilah kalian!” Ibnu Umar berkata, “Aku
melihat telinganya terpotong dalam keadaan tergantung-gantung, namun Beliau
berperang dengan sangat gigihnya.” (Siyar A’lamin Nubala 1/422).
*****
Ibnul Jauziy
menyebutkan biografi Sa’ad bin Khaitsamah yang panggilannya adalah Abu
Abdillah. Ia adalah salah seorang dari dua belas pemimpin kaum Anshar, hadir
dalam perjanjian Aqabah yang terakhir bersama tujuh puluh orang lainnya.
Ketika Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan manusia untuk ikut perang Badar,
maka ayahnya yang bernama Khaitsamah berkata kepadanya, “Harus ada satu
orang di antara kita yang tinggal di rumah. Biarkanlah aku pergi dan tinggallah
engkau di sini bersama keluargamu.”
Sa’ad menolak,
“Kalau bukan karena urusan surga, aku akan mengalah kepadamu. Sungguh, aku
mengharapkan mati syahid yang kini ada di hadapanku.”
Mereka pun berdua
berundi. Ternyata nama Sa’ad yang keluar. Ia pun berangkat ke medan tempur
hingga terbunuh sebagai syuhada di perang Badar. (Shifatush Shofwah
1/468).
*****
Dari Tsabit Al
Bunani, dari Ibnu Abi Laila, bahwa Ibnu Ummi Maktum berkata, “Wahai Rabbku,
turunkanlah ayat sebagai dispensasi bagiku.” Maka turunlah firman-Nya, “...Ghairu
ulidh dharar (artinya: yang tidak mempunyai udzur),” (QS. An Nisaa’: 95).
Beberapa saat setelah ayat itu turun, Beliau ikut berperang, Beliau berkata,
“Berikanlah kepadaku panji perang, karena aku tidak bisa mungkin bisa lari.
Dirikanlah aku di antara dua dua kubu yang berperang.” (Siyar A’lamin Nubala
1/364).
Hammad bin Salamah
meriwayatkan, Tsabit telah mengabarkan kepada kami, bahwa Shilah pernah
mengikuti peperangan bersama anaknya, ia berkata, “Wahai anakku, majulah dan
berperanglah hingga aku mendapat pahala dari Allah karena kesabaranku atas
kehilanganmu.” Maka anaknya pun maju berperang hingga terbunuh. Sellanjutnya
Shilah juga berperang hingga terbunuh. Melihat peristiwa itu, kaum wanita pun
berkumpul di sisi istrinya, yaitu Muadzah. Namun si istri justru berkata,
“Selamat datang kuucapkan kepada kalian jika kalian datang memberi selamat
kepadaku. Tetapi jika kalian datang untuk tujuan lain (berbelasungkawa), maka
pulanglah kalian semua.” (Siyar A’lamin Nubala 3/498).
*****
Dari Asma binti
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berangkat dari Mekkah, maka Abu Bakar membawa seluruh hartanya kurang
lebih lima atau enam ribu (dinar). Tiba-tiba kakekku, Abu Quhafah datang
kepadaku yang pada saat itu matanya telah buta, ia berkata, “Sesungguhnya laki-laki
ini telah menyusahkan kalian dengan harta dan jiwanya,” maka aku menanggapi, “Sama
sekali tidak. Sesungguhnya ia telah meninggalkan kepada kami harta yang banyak.”
Aku segera mengumpulkan batu-batuan dan
menaruhnya di lubang angin rumah yang kututupi dengan kain. Aku pegang
tangannya, lalu aku letakkan pada kain itu,” Aku katakan, “Inilah yang ia
tinggalkan untuk kami.” Kakekku berkata, “kalau ini semua yang dia tinggalkan
untuk kalian, maka sungguh dia balik sekali.”
(Siyar A’lamin Nubala 2/290)
*****
Dari Ashim bin
Bahdalah, dari Abu Wa’il, menurutku ia berkata, “Ketika kematian menghampiri Khalid,
ia berkata, “Aku ingin sekali terbunuh pada saat yang telah kuperkirakan, namun
takdir menentukan lain. Aku hanya mati di atas kasurku ini. Tidak ada amal yang
paling kuharapkan setelah tauhid daripada yang terjadi pada suatu malam ketika
aku berjaga-jaga dengan tameng di tangan sedangkan langit menyambutku sambil
menunggu waktu Subuh tiba agar kami dapat menyerang orang-orang kafir.”
Selanjutnya Khalid berkata, “Jika aku mati, maka perhatikanlah senjata dan
kudaku. Jadikanlah ia sebagai perlengkapan jihad fii sabilillah.” Saat Khalid
wafat, maka Umar keluar mendatangi jenazahnya, lalu ia berkata, “Keluarga
Khalid tidak mengapa menangisi kepergian Khalid selama tidak sampai
berteriak-teriak dan merobek baju.” (Siyar A’lamin Nubala 1/381).
Dari Ibnu Uyaynah,
dari Ibnu Abi Khalid, dari maula (budak yang dimerdekakan) keluarga Khalid,
bahwa Khalid berkata, “Malam yang di sana aku dianugerahi pengantin wanita yang
kucintai, tidak lebih aku sukai daripada malam yang sangat dingin dan beku
dalam pasukan yang pada paginya aku menyerang musuh.” (Siyar A’lamin Nubala
1/375)
*****
Dari Hammad bin
Salamah, dari Tsabit, dari Anas, bahwa Ummu Sulaim mengambil sebuah pisau pada
perang Hunain, lalu Abu Thalhah berkata, “Wahai Rasulullah, lihatlah Ummu
Sulaim, ia membawa sebuah pisau.” Maka Ummu Sulaim berkata, “Wahai Rasulullah,
maksudku jika ada seorang musyrik yang coba mendekatiku, maka akan kurobek
perutnya dengan pisau ini.” (Siyar A’lamin Nubala 2/304).
*****
Dari Kharijah bin
Zaid bin Tsabit, dari ayahnya, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengutusku pada perang Uhud untuk mencari Sa’ad bin Ar Rabi’, Beliau bersabda
kepadaku, “Jika engkau melihatnya, maka sampaikan salamku kepadanya. Dan
katakan kepadanya, “Bagaimana keadaanmu?” Maka aku mengelilingi para sahabat
yang terbunuh, lalu aku temui Sa’ad dalam keadaan sekarat dengan mendapatkan
tujuh puluh sayatan dan aku sampaikan pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepadanya, maka ia berkata, “Semoga salam dilimpahkan pula kepada
Rasulullah dan kepada dirimu.” Katakan kepada Beliau, “Aku telah merasakan
wanginya surga. Dan katakan kepada kaumku orang-orang Anshar, “Kalian tidak
punya udzur di hadapan Allah jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sampai terluka sedangkan matamu masih berkedip,” lalu ia meninggal dunia,
semoga Allah meridhainya.” (Siyar A’lamin Nubala 1/319)
*****
Keteguhan Abdullah
bin Hudzafah
Abdullah bin
Mu’awiyah Al Jumahiy meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Rafi’
ia berkata, “Saat Umar mengirimkan pasukannya ke Romawi, lalu tentara Romawi
berhasil menawan Abdullah bin Hudzafah, maka mereka membawa Abdullah kepada
raja mereka. Mereka berkata, “Orang ini termasuk salah seorang sahabat Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Raja bertanya, “Maukah kamu masuk ke dalam
agama Nasrani, nanti aku akan berikan separuh kerajaanku kepadamu?” Beliau
menjawab, “Kalau sekiranya engkau memberikan semua kerajaan yang kamu miliki, ditambah
lagi dengan semua kerajaanmu (yang lain), dan ditambah semua kerajaan bangsa
Arab, maka aku tidak akan keluar dari agama Nabi Muhammad sekejap mata pun.”
Raja berkata, “Kalau begitu, aku akan membunuhmu.” Abdullah menjawab, “Itu
terserah Anda.” Maka raja memerintahkan Ibnu Hudzafah disalib, lalu ia disalib,
kemudian ia berkata kepada para pemanah, “Panahlah ke bagian yang dekat dengan
badannya,” raja pun tetap menawarkan beberapa tawaran kepadanya, namun ia
menolaknya. Kemudian Beliau diturunkan dari tempat penyaliban, lalu meminta
disiapkan panci berisi air yang mendidih. Dua orang tawanan kaum muslimin
didatangkan ke situ, kemudian salah seorang di antaranya diceburkan ke
dalamnya. Raja tetap menawarkan agama Nasrani kepadanya, namun Abdullah tetap
menolaknya. Abdullah bin Hudzafah menangis, lalu dikabarkan kepada raja, “Dia
sekarang menangis.” Raja mengira bahwa ia telah berputus asa, ia berkata,
“Bawalah ia kepadaku,” kemudian raja bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
Abdullah menjawab, “Aku menangisi karena nyawaku yang Cuma satu ini, yang jika
dilemparkan ke panci lalu tewas hanya sebentar. Aku ingin memiliki nyawa
sejumlah rambut yang ada di kepalaku, lalu dilemparkan ke dalam api karena
Allah.” Maka raja yang melampaui batas itu berkata, “Maukah kamu mencium
kepalaku, dan aku akan melepaskan dirimu?” Lalu Abdullah berkata, “Apakah
engkau akan melepaskan semua tawanan yang lain?” Raja berkata, “Ya.” Maka Abdullah
mencium kepala raja dan berhasil membawa pulang para tawanan ke hadapan Umar
dan diberitahukanlah berita yang terjadi, maka Umar berkata, “Sudah sepatutnya
setiap muslim mencium kepala Ibnu Hudzafah. Dan aku yang akan memulainya,” maka
Umar menciumnya.” (Siyar A’lamin Nubala 2/14).
*****
Dari Hammad bin
Salamah, dari Tsabit dan Ali bin Zaid, dari Anas, bahwa Abu Thalhah membacakan
sebuah ayat,
انْفِرُواْ خِفَافاً وَثِقَالاً
“Berangkatlah kamu
baik dalam Keadaan ringan maupun berat,” (QS. At Taubah:
41)
Abu Thalhah
berkata, “Allah menyuruh kita berangkat. Dia menyuruh kita baik yang tua maupun
yang muda. Oleh karena itu, siapkan perlengkapanku!” Maka anak-anaknya berkata,
“Semoga Allah merahmatimu! Sesungguhnya engkau telah berperang pada zaman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar. Sekarang kami
akan menggantikanmu.” Namun Abu Thalhah tetap berangkat mengarungi lautan untuk
berperang, ia pun akhirnya meninggal dunia, akhirnya orang-orang yang
bersamanya tidak menemukan tempat untuk menguburkannya kecuali setelah tujuh
hari, namun mayitnya tidak berubah membusuk.” (Siyar A’lamin Nubala
2/34)
Bersambung...
Wallahu a’lam wa
shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahabihi wa sallam.
Disarikan dari kitab Aina Nahnu min Akhlaqis salaf oleh Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar