بسم الله الرحمن الرحيم
Kaum
Salaf dalam Berjihad Fi Sabilillah (2)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan contoh
keteladanan kaum Salaf dalam berjihad fii sabilillah yang kami ambil dari kitab
Aina Nahnu Min Akhlaqis Salaf karya Abdul Aziz Al Julail dan Bahauddin
Aqil, semoga Allah menjadikan penerjemahan ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma amin.
Keteladanan kaum
salaf dalam berjihad fi sabilillah
Khalid bin
Abdullah meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Amar bin Ash, ia
berkata, “Pasukan kaum muslimin dengan saya sendiri sebagai ketuanya pernah
keluar hingga sampai di Iskandariyyah, lalu salah seorang pembesar pasukan
Romawi berseru, “Biarkanlah salah seorang seorang di antara kalian maju untuk kuajak berbicara,”
aku pun berkata, “Tidak ada yang maju mendatanginya selain aku.” Maka aku
keluar bersama penerjemahku, dan ia juga membawa penerjemahnya, sehingga
diletakkan kepada kami dua mimbar, lalu ia bertanya, “Siapa kalian?” Aku
menjawab, “Kami adalah bangsa Arab penghuni wilayah yang terdapat pohon berduri
dan pohon salam. Kami adalah penduduk di dekat Baitullah. Kami adalah manusia
yang paling sempit tempat tinggalnya dan paling sengsara kehidupannya; kami
memakan bangkai dan darah, dan sebagian kami memerangi sebagian yang lain.
Keadaan kami sangat buruk, sehingga tampil di tengah-tengah kami seseorang yang
ketika itu bukan sebagai orang yang paling terhormat dan bukan orang yang
paling banyak hartanya, ia berkata, “Aku adalah utusan Allah kepada kalian.”
Beliau menyuruh kami dengan perintah yang tidak kami kenal dan melarang
kebiasaan yang kami lakukan. Kami membencinya, lalu kami mendustakannya dan membantahnya
sehingga muncullah kaum selain golongan kami yang berkata, “Kami yang
membenarkanmu dan siap berperang membelamu.” Beliau berhijrah mendatangi mereka
dan kami pun pergi mendatanginya, kami memeranginya, namun ternyata Beliau
menang terhadap kami dan berhasil memerangi bangsa Arab yang tinggal di
dekatnya, Beliau juga menang terhadap mereka. Kalau sekiranya bangsa Arab yang
berada di belakangku mengetahui kehidupan kalian, maka pasti mereka akan
mendatangi kalian.” Pemimpin itu pun tertawa, lalu ia berkata, “Sesungguhnya
Rasul kalian benar, dan para rasul biasa datang seperti itu. Kami berada di
atas ajaran para rasul sampai muncul di tengah-tengah kami para raja yang
bertindak sesuai keinginan mereka dan meninggalkan ajaran para nabi. Jika
kalian mengikuti ajaran Nabi kalian, maka tidak ada seorang pun yang memerangi
kalian kecuali kalianlah yang menang menghadapi mereka. Jika kalian
meninggalkan ajaran Nabi kalian sebagaimana yang kami lakukan, maka jumlah
kalian tidaklah lebih banyak daripada kami dan tidak lebih kuat daripada kami.”
(Siyar A’lamin Nubala 3/70-71)
*****
Biografi Abu Aqil
Abdurrahman bin Tsa’labah
Beliau adalah
seorang yang hadir dalam perang Badar dan menghadiri semua peperangan bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnul Jauziy
meriwayatkan dari Ja’far bin Abdullah bin Aslam ia berkata, “Pada saat terjadi
perang Yamamah dan manusia sudah membuat barisan, maka orang yang pertama
terluka adalah Abu Aqil. Ia terkena panah di antara kedua bahunya dan hatinya;
bukan pada bagian yang paling vital, lalu ia menarik panahnya sehingga bagian
tubuhnya sebelah kiri terasa lemah di pagi hari dan ia pun dibawa ke tempatnya. Saat perang semakin memanas,
kaum muslim terdesak dan meninggalkan tempat-tempatnya, sedangkan Abu Aqil
tampak lemah karena lukanya, lalu terdengarlah suara Ma’an bin Addiy sambil
berteriak, “Wahai kaum Anshar! Bertakwalah kepada Allah, bertakwalah kepada
Allah. Kembalilah untuk menyerang musuh.” Abdullah bin Umar berkata, “Lalu Abu
Aqil bangun mendatangi kaumnya. Kemudian aku berkata kepadanya, “Kalimat itu
tertuju kepada kaum Anshar,” yakni bukan tertuju kepada mereka yang terluka.”
Abu Aqil menjawab, “Aku termasuk kaum Anshar dan aku akan menyambutnya meskipun
sambil merangkak.” Maka Abu Aqil terus menghadapinya dan mengambil pedang
dengan tangan kanannya, lalu ia memanggil, “Wahai kaum Anshar! Kembalilah
seperti pada perang Hunain. Berkumpullah dan majulah! Semoga Allah merahmati
kalian semua.“ Maka kaum muslimin maju menghadapi musuh mereka dan mendesak
musuh ke perkebunan, mereka menyatu dan beradu pedang. Ibnu Umar berkata, “Aku
melihat Ibnu Aqil yang ketika itu tangannya yang terluka putus dari pundaknya
sampai jatuh ke tanah dan ia terluka hingga empat belas luka mengena kepada anggota
badannya yang vital, namun dengan tebusan itu musuh Allah yaitu Musailamah
tewas terbunuh. Ibnu Umar berkata, “Maka aku mendatangi Abu Aqil dalam kondisi
lemah pada detik-detik terakhir nyawanya. Aku katakan kepadanya, “Wahai Abu
Aqil!” Ia menjawab, “Kusambut panggilanmu –dengan suara yang berat-, siapa yang
menang?” Aku menjawab, “Bergembiralah!
Sesungguhnya musuh Allah telah terbunuh.” Lalu ia mengangkat jarinya ke langit
memuji Allah kemudian ia pun wafat, semoga Allah merahmatinya.”
Ibnu Umar berkata,
“Setelah itu aku sampaikan kejadian itu kepada Umar, lalu ia berkata, “Semoga
Allah merahmatinya. Ia senantiasa berusaha syahid dan mengejarnya meskipun yang
kutahu ia termasuk sahabat Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam terbaik dan
orang yang lebih dulu keislamannya, semoga Allah meridhainya.” (Shifatush
Shofwah 1/466, 467).
*****
Biografi Watsilah
bin Al Asqa’ radhiyallahu ‘anhu
Dari Muhammad bin
Sa’ad ia berkata, “Watsilah pernah menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan shalat Subuh bersamanya. Biasanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam seusai shalat memperhatikan para sahabatnya. Saat Beliau berada dekat
dengan Watsilah, Beliau bertanya, “Siapa engkau?” Lalu diberitahukan kepada
Beliau, kemudian Beliau bertanya, “Apa maksud kedatanganmu?” Ia menjawab, “Aku
datang untuk berbai’at,” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apakah dalam hal yang kamu suka maupun yang kamu benci?” Ia menjawab, “Ya.”
Beliau menjawab, “Sebatas kesanggupanmu?” Ia menjawab, “Ya,” maka Watsilah
masuk Islam dan berbaiat. (Ath Thabaqat Al Kubra karya Ibnu Sa’ad
1/232).
Suatu ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiap-siap berangkat ke Tabuk, lalu
Watsilah keluar menemui keluarganya dan menemui ayahnya yaitu Al Asqa’. Saat
ayahnya melihat keadaan Watsilah, maka ia bertanya, “Apakah kamu telah benar-benar
masuk Islam?” Watsilah menjawab, “Ya.” Ayahnya berkata, “Demi Allah, aku tidak
akan berbicara dengannmu selama-lamanya,” lalu Watsilah mendatangi pamannya dan
mengucapkan salam kepadanya, kemudian pamannya bertanya, “Apakah kamu telah benar-benar
masuk Islam?” Watsilah menjawab, “Ya.” Maka pamannya mencelanya namun lebih
ringan daripada celaan ayahnya. Pamannya berkata, “Tidak patut bagimu
mendahului kami dalam suatu urusan.” Ternyata saudari Watsilah mendengar
ucapannya, kemudian keluar menemui Watsilah dan mengucapkan salam kepadanya
dengan salam Islam. Watsilah berkata, “Dari mana kamu memperoleh salam ini
wahai saudariku?” Saudarinya menjawab, “Aku mendengar ucapanmu dan ucapan pamanmu,
sehingga aku masuk Islam.” Lalu Watsilah berkata, “Siapkanlah untukku
perlengkapan perang, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang
berkemas-kemas untuk berangkat perang,” lalu saudarinya menyiapkannya, kemudian
ia menyusul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sudah berangkat
menuju Tabuk. Ketika itu masih ada segolongan manusia yang masih berkemas-kemas.
Kemudian Watsilah menyeru di pasar Bani Qainuqa, “Siapa yang mau membawaku,
maka ia akan memperoleh bagian dariku?” Watsilah berkata, “Aku adalah seorang
yang tidak memiliki hewan tunggangan,” lalu Ka’ab bin Ujrah memanggilku dan
berkata, “Aku akan membawamu secara bergiliran malam dan siang. Tanganmu akan
kutuntun, dan bagianmu untukku,” Watsilah menjawab, “Ya.” Watsilah berkata,
“Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan. Ia yang membawaku, membekaliku, dan
aku dapat makan bersamanya, bahkan dia yang membawakan makanan bagiku.” Ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Khalid bin Al Walid ke
Ukaidar bin Abdul Malik di Daumatul Jandal, maka Ka’ab keluar dalam pasukan
Khalid dan aku keluar bersamanya sehingga kami mendapatkan harta fai yang
banyak, lalu Khalid membagikannya di antara kami. Aku memperoleh enam unta
muda. Aku datang menggiringnya dan membawanya ke kemah Ka’ab bin Ujrah, lalu
aku katakan, “Keluarlah, semoga Allah merahmatimu, lihatlah unta-untamu,
ambillah.” Maka Ka’ab keluar sambil tersenyum dan berkata, “Semoga Allah
memberikan berkah kepadamu. Ketika aku membawamu, aku tidak ingin mengambil
seuatu pun darimu.” (Shifatush Shafwah 1/674-676).
*****
Dari Abdullah bin
Qais, bahwa Abu Umayyah Al Ghifari berkata, “Suatu hari kami berada dalam suatu
peperangan, tiba-tiba musuh datang, kemudian disampaikanlah hal itu kepada
manusia, maka mereka segera mengatur barisan. Ternyata di hadapanku ada seorang
laki-laki yang kepala kudaku berada di belakang ekor kudanya, ia berkata kepada
dirinya, “Wahai jiwa! Bukankah aku telah hadir dalam perang ini dan itu,”
engkau berkata kepadaku, “Ingatlah istrimu. Ingatlah keluargamu, lalu engkau kuikuti
dan aku kembali pulang?” Bukankah aku telah hadir dalam perang ini dan itu. Engkau
pun mengatakan, “Ingatlah istrimu. Ingatlah keluargamu, lalu kamu kuikuti dan aku kembali pulang? Demi Allah, hari ini kamu
harus mempersembahkan jiwamu kepada Allah, baik Dia mengambil nyawamu atau
tidak.” Abu Umayyah berkata, “Aku akan memperhatikan orang ini sekarang, maka
aku lihat saat orang-orang menyerang musuh, ia berada di bagian terdepan,
sedangkan musuh juga menyerang. Barisan kaum muslimin pun terdesak sedangkan ia
sebagai pembela mereka. Lalu pasukan kembali menyerang musuh dan ia tetap
berada di barisan depan mereka, lalu musuh menyerang pula sehingga barisan terdesak
namun ia menjadi benteng mereka. Ia terus seperti itu keadaannya sampai aku
lihat dirinya tewas, lalu aku hitung tikaman yang mengenai dirinya dan hewan
kendaraannya ternyata lebih dari enam puluh tikaman.” (Shifatush Shafwah
4/421).
*****
Dari Ibnul
Mubarak, dari Sirriy bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Al ‘Ala bin
Hilal, bahwa ada seorang yang berkata kepada Shilah, “Wahai Abu Shahba! Aku
bermimpi mendapatkan syahid, sedangkan engkau mendapatkan dua kali syahid, “
Abu Shahba berkata, “Kalau begitu engkau akan syahid, demikian pula diriku dan
anakku.” Maka pada saat terjadi perang bersama Yazid bin Ziyad, dimana
orang-orang Turki menyerang mereka di Sijistan dan mereka kalah di sana, Shilah
berkata, “Wahai anakku! Pulanglah menemui ibumu,” anaknya menjawab, “Ayah,
apakah ayah menginginkan kebaikan buat ayah saja dan menyuruhku pulang?” Shilah
berkata, “Kalau begitu majulah!” Anak nya pun maju dan berperang hingga terkena
serangan musuh, lalu Shilah memanah musuh agar mereka menjauhi jasad anaknya,
ia pun datang dan berdiri di hadapan anaknya dan berdoa, lalu ia berperang juga
hingga terbunuh, semoga Allah merahamtinya.” (Siyar A’lamin Nubala
3/449)
*****
Al Ashma’i
berkata, “Ketika Qutaibah bin Muslim mengatur barisan untuk melawan bangsa
Turki dan merasa gentar menghadapi mereka, maka ia bertanya tentang Muhammad
bin Wasi’, lalu dikatakan, “Beliau berada di pasukan sayap kanan dan membentangkan
busurnya, sambil mengangkat jarinya ke langit,” lalu Qutaibah berkata, “Jari-jari
itu (yang digunakan untuk berdoa) lebih aku sukai daripada seratus ribu pedang
yang terhunus dan pemuda yang gagah.” (Siyar A’lamin Nubala 6/121)
*****
Suatu ketika
Haiwah berkata kepada sebagian wakil gubernur Mesir, “Wahai fulan! Jangan
engkau bersihkan negeri kami dari senjata. Kami berada di antara orang-orang
Qibth yang kami tidak ketahui kapan mereka mengingkari janji, dan di antara
orang-orang Habasyah yang kami tidak mengetahui kapan mereka menyerang kami,
serta di antara orang-orang Romawi yang kami tidak tahu kapan mereka menjajah
wilayah kami, demikian pula di antara orang-orang Barbar yang kami tidak
ketahui kapan mereka memberontak.” (Siyar A’lamin Nubala 6/405).
Bersambung...
Wallahu a’lam
shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahabihi wa sallam.
Disarikan dari kitab Aina Nahnu min Akhlaqis salaf oleh Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar