75 Masalah Penting (5)

بسم الله الرحمن الرحيم

75 Masalah Penting (5)

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:
Berikut ini lanjutan 75 masalah penting yang perlu diketahui seorang muslim yang kami susun dalam bentuk tanya-jawab; semoga Allah menjadikan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.
Pertanyaan ketigapuluh empat:
“Apakah maksud “Allah bersama kita” adalah bahwa Allah bersama kita dengan dzat-Nya ataukah dengan ilmu(pengetahuan)-Nya?”
Jawab, “Allah bersama kita dengan Ilmu-Nya, Dia mendengar dan melihat kita, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman kepada Nabi Musa dan Harun ‘alaihimas salaam,
لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى
"Janganlah kamu berdua khawatir. Sesungguhnya Aku bersama  kamu  berdua, Aku  mendengar dan melihat." (QS. Thaaha: 46)
Perlu diketahui bahwa ma’iyyah (kebersamaan) Allah ada dua macam:
1.        Ma’iyyah ‘Aammah, yakni yang mencakup semua makhluk. Maksudnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersama semua makhluk-Nya dengan ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, dan Dia meliputi semuanya, tidak ada yang samar bagi-Nya serta tidak ada yang dapat meloloskan diri dari-Nya. Contoh ma’iyyah ‘aammah adalah yang disebutkan dalam surat Al Hadid ayat 4:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ
“Dan Dia (Allah) bersama kamu di mana saja kamu berada.”
2.        Ma’iyyah Khaashshah, yakni yang khusus kepada Rasul dan wali-wali-Nya. Maksudnya Allah Subhaanahu wa Ta'aala bersama para rasul dan wali-Nya dengan memberikan pertolongan, bantuan, taufiq, dsb. Contoh ma’iyyah khaashshah adalah yang tercantum dalam surat At Taubah ayat 40:
لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللّهَ مَعَنَا
“Jangan kamu bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita.”
Pertanyaan ketigapuluh lima:
“Bolehkah kita meminta pertolongan kepada orang yang sudah mati atau orang yang jauh tidak berada di dekat kita?”
Jawab, “Tidak boleh, hal ini termasuk syirk.”
Pertanyaan ketigapuluh enam:
“Bolehkah kita meminta pertolongan kepada orang yang hidup dan yang berada di dekat kita?”
Jawab, “Ya, boleh, dalam hal yang mereka mampu menolongnya.”
Perlu diketahui bahwa meminta pertolongan terbagi terbagi dua:
ü Isti’anah tafwidh, meminta pertolongan dengan menampakkan kehinaan, pasrah dan sikap harap, ini hanya boleh kepada Allah saja, syirk hukumnya jika mengarahkan kepada selain Allah.
ü Isti’anah musyarakah, meminta pertolongan dalam arti meminta keikut-sertaan orang lain untuk turut membantu. Dalam hal ini, tidak mengapa kepada makhluk, namun dengan syarat dalam hal yang mereka mampu membantunya.
Pertanyaan ketigapuluh tujuh:
“Bolehkah kita menyembelih untuk selain Allah seperti membuat tumbal, sesaji dsb.?
Jawab, “Tidak boleh, bahkan hal tersebut termasuk Syirk Akbar. Karena menyembelih atau berkurban termasuk ibadah, dan ibadah itu tidak boleh ditujukan kepada selain-Nya.
Pertanyaan ketigapuluh delapan:
“Apa hukum mengucapkan kata-kata “seandainya” atau “andaikata”?
Jawab, “Mengucapkan andaikata ada 4 hukum:
Pertama, berdosa, yaitu apabila sebagai sikap tidak menerima qadar Allah Ta’ala. Misalnya mengatakan, “Jika seandainya kamu tidak berangkat, tentu tidak akan terjadi hal seperti ini.” Hal sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ *
“Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, namun pada keduanya ada kebaikan. Bersegeralah untuk mengerjakan yang bermanfaat dan mintalah pertolongan kepada Allah. Janganlah bersikap lemah, jika kamu tertimpa sesuatu maka jangan mengatakan, “Jika seandainya aku mengerjakan ini dan itu tentu akan terjadi begini dan begitu,” akan tetapi katakalah, “Allah telah menakdirkan, dan apa saja yang Dia kehendaki, maka Dia perbuat,” karena kata “seandainya” membuka pintu amal setan.” (HR. Muslim)
Kedua, berdosa, jika bertujuan untuk mengerjakan maksiat, seperti mengatakan,  “Seandainya saya memiliki harta, saya ingin membeli minuman keras.” Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:
مَا نَقَصَ مَالُ عَبْدٍ مِنْ صَدَقَةٍ وَلَا ظُلِمَ عَبْدٌ مَظْلَمَةً فَصَبَرَ عَلَيْهَا إِلَّا زَادَهُ اللَّهُ عِزًّا وَلَا فَتَحَ عَبْدٌ بَابَ مَسْأَلَةٍ إِلَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا وَأُحَدِّثُكُمْ حَدِيثًا فَاحْفَظُوهُ قَالَ إِنَّمَا الدُّنْيَا لِأَرْبَعَةِ نَفَرٍ عَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَيَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالًا فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا فَهُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ لَا يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ وَلَا يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ وَلَا يَعْلَمُ لِلَّهِ فِيهِ حَقًّا فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَهُوَ يَقُولُ لَوْ أَنَّ لِي مَالًا لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلَانٍ فَهُوَ بِنِيَّتِهِ فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ
“Harta seorang hamba tidaklah berkurang karena bersedekah. Tidaklah seorang hamba dizalimi dengan suatu kezaliman lalu ia bersabar, kecuali Allah akan menambahkan kemuliaan. Tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta, kecuali Allah akan membukakan pintu kemiskinan –atau mengucapakan seperti itu-. Aku akan sampaikan kepadamu satu hadits, maka hapalkanlah, “Sesungguhnya dunia ini diperuntukkan untuk empat orang: (1) Seorang hamba yang dikaruniakan Allah harta dan ilmu (ilmu agama), ia menggunakannya untuk bertakwa kepada Tuhan-Nya, ia menyambung tali silaturrahim, dan memberikan hak Allah di sana, orang ini adalah orang yang paling utama kedudukannya. (2) Seorang hamba yang dikaruniakan ilmu oleh namun tidak diberikan harta, ia jujur dalam niatnya, sambil mengatakan, “Jika seandainya aku punya harta, aku ingin menggunakannya seperti yang digunakan si fulan (yang pertama), maka dia karena niatnya mendapat pahala yang sama. (3) Seorang hamba yang dikaruniakan harta namun tidak diberikan ilmu, ia habiskan hartanya tidak untuk ketakwaaan kepada Tuhan-Nya, ia tidak menyambung tali silaturrahim, dan tidak memberikan hak Allah di sana, orang ini adalah orang yang paling buruk keadaannya. (4) Seorang hamba yang tidak diberi harta dan ilmu, ia mengatakan, “Jika seandainya aku punya harta, aku ingin melakukan seperti yang dilakukan si fulan (yang ketiga)”, karena niatnya (yang buruk) maka dosanya sama.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3024).
Ketiga, berpahala, jika bermaksud mengerjakan amal salih, seperti mengatakan, “Jika seandainya saya punya harta, saya ingin bersedekah”. Hal ini sebagaimana dalam hadits di atas.
Keempat, mubah, jika di luar hal-hal di atas, seperti berkata, “Jalan ke arah masjid lewat sini, namun jika seandainya kamu lewat sana, maka hal  itu lebih jauh.”
Pertanyaan ketigapuluh sembilan:
“Apakah surga dan neraka sudah ada sekarang?”
Jawab, “Ya, Allah telah menciptakan surga dan neraka sebelum menciptakan manusia, surga dan neraka itu tidak akan fana selamanya. Allah Ta’ala juga telah menciptakan untuk surga penghuninya karena karunia-Nya dan telah menciptakan untuk neraka penghuninya dengan keadilan-Nya.”
Pertanyaan keempatpuluh:
“Mengapa kita dalam thawaf ketika haji diperintahkan mencium hajar aswad?”
Jawab, “Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya. Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu pernah berkata kepada hajar aswad, “Sesungguhnya saya mengetahui bahwa kamu adalah batu, tidak bisa memberikan bahaya dan tidak pula bisa memberikan manfaat. Jika seandainya aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menciummu tentu aku tidak akan menciummu.” (Atsar ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Perlu diketahui, bahwa dasar ibadah dan iman kepada Allah, kitab-kitab-Nya serta rasul-rasul-Nya adalah menerima (taslim) tanpa perlu menanyakan hikmah mengapa diperintahkan ini dan itu. Sudah pasti, Allah tidaklah memerintah dan melarang kecuali ada hikmahnya, terkadang kita mengetahuinya dan terkadang tidak.
Pertanyaan keempatpuluh satu:
"Bolehkah menghilangkan sihir dengan sihir pula?”
Jawab, ”Tidak boleh, bahkan hal itu termasuk amalan setan. Menghilangkan sihir hanya dibolehkan dengan ruqyah (jampi-jampi) dan do'a-do'a yang syar'i.
Adapun ruqyah yang syar'i adalah jampi-jampi yang diambil dari Al Qur'an dan As Sunnah, menggunakan bahasa Arab, orang yang meruqyah dan yang diruqyah meyakini bahwa pengaruh yang dihasilkannya adalah dengan izin Allah Azza wa Jalla. Kebalikan dari ruqyah yang syar'i adalah ruqyah yang terlarang, yaitu ruqyah yang tidak berasal dari Al Qur'an dan As Sunnah, tidak menggunakan bahasa Arab, menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti dan sebagainya, seperti yang dilakukan oleh para dukun dan seperti yang disebutkan di beberapa buku hayaakil (menyebutkan haikal-haikal dan isim-isim), misalnya buku Syamsul Ma'aarif, Syamsul Anwar, Primbon dsb.
Pertanyaan keempatpuluh dua:
“Bolehkah shalat menghadap kubur atau di depannya ada kubur?”
Jawab, “Tidak boleh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا
“Janganlah kalian duduk di atas kubur dan jangan shalat menghadapnya.” (HR. Muslim)
Perlu diketahui, bahwa jika di depan masjid ada kubur, maka tidak cukup dinding masjid sebagai pemisah dengan kubur, bahkan harus ada pemisah lagi.
Pertanyaan keempatpuluh tiga:
 “Apa hukum mempraktekkan sihir seperti pelet, santet, tenung, dsb?”
Jawab, “Hukumnya haram dan termasuk dosa-dosa besar yang membinasakan seseorang dunia-akhirat, bahkan termasuk pembatal keislaman (dapat mengeluarkan seseorang dari Islam).”
Pertanyaan keempatpuluh empat:
“Bolehkah pergi ke dukun atau paranormal?”
Jawab, “Tidak boleh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “
مَنْ أتَى عَرّافاً فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةُ أرْبََعِيْنَ لَيْلَةً
“Barang siapa yang mendatangi paranormal, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 malam.” (HR. Muslim)
Dan apabila ditambah membenarkan kata-kata mereka maka sama saja ia telah kufur terhadap Al Qur’an, karena tidak ada yang mengetahui yang ghaib selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala.
Pertanyaan keempatpuluh lima:
“Apakah karamah (keistimewaan atau hal yang luar biasa) pada wali Allah itu ada?”
Jawab, “Ya ada, namun tidak setiap hal yang luar biasa dikatakan karaamah, bisa saja sebagai istidraj (sebagai penangguhan azab buatnya), atau ahwal syaithaniyyah (tipu daya dari setan). Cara membedakan antara karaamah dengan istidraj dan ahwal syaithaniyyah adalah dengan melihat orang tersebut apakah di atas Aqidah yang benar atau tidak, di atas ajaran Islam atau tidak. Imam Syafi’i rahimahullah berkata,
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَمْشِي عَلَى الْمَاءِ أَوْ يَطِيْرُ فِي الْهَوَاءِ فَلاَ تُصَدِّقُوْهُ وَلاَ تَغْتَرُّوْا بِهِ حَتَّى تَعْلَمُوْا مُتَابَعَتَهُ لِلرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Apabila kamu melihat ada seorang yang berjalan di atas air atau terbang di udara, maka janganlah kamu membenarkannya dan jangan pula tertipu olehnya sampai kamu mengetahui bahwa ia mengikuti (di atas Sunnah) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”
Perlu diketahui bahwa tidak diberikannya karamah kepada seorang hamba bukanlah berarti kurang imannya, karena Karaamah yang Allah Ta’ala berikan kepada hamba-Nya karena beberapa sebab, di antaranya: 1) Untuk menguatkan dan mengokohkan imannya, 2) Untuk menegakkan hujjah terhadap musuhnya.
Karaamah juga terjadi tidak sesuai keinginan seseorang tetapi terjadi apabila dikehendaki Allah Ta’ala.
Bersambung...
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger