بسم
الله الرحمن الرحيم
Kisah Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu 'anhu (2)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini lanjutan kisah Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu 'anhu, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Jihad Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
Pada perang Badar Ali bin Abi Thalib tampil sebagai
mujahid pemberani di jalan Allah.
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kami pada perang Badar
bertiga di atas unta; Abu Lubabah dan Ali bin Abi Thalib adalah teman bonceng
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika tiba giliran Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk berjalan, maka keduanya berkata, “Biarkanlah kami yang
berjalan menggantikan giliranmu.” Beliau pun bersabda, “Kamu berdua tidaklah
lebih kuat dariku dan aku tidaklah lebih membutuhkan pahala daripada kalian.”
Di medan perang Badar, pahlawan kita ini memiliki peran
yang besar. Pada awal perang Badar terjadi perang tanding, lalu dari kalangan
kaum musyrikin tampil Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, dan Al Walid bin
Utbah, mereka berkata, “Siapa yang siap perang tanding?” Maka keluarlah tiga
orang pemuda Anshar, yaitu Auf, Mu’awwidz –keduanya putera Al Harits- sedangkan
yang satu lagi -ada yang mengatakan, bahwa ia adalah Abdullah bin Rawahah,-
lalu mereka (tiga orang dari kaum musyrik) ini berkata, “Siapa kalian?” Mereka menjawab,
“Beberapa orang Anshar?” mereka (tiga orang dari kaum musyrik) berkata, “Kami
tidak butuh kepada kalian.” Lalu salah seorang di antara mereka mereka, “Wahai
Muhammad, keluarkanlah kepada kami kaum kami yang sepadan dengan kami.” Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bangkitlah wahai Ubadiah
bin Harits, bangkitlah wahai Hamzah, dan bangkitlah wahai Ali.”
Lalu Ubaidah melakukan perang tanding dengan Utbah bin
Rabi’ah, Hamzah melawan Syaibah bin Rabi’ah, sedangkan Ali melawan Al Walid bin
Syaibah. Adapun Hamzah, maka ia segera membunuh Syaibah, Ali pun melakukan hal
sama, dan tinggallah Ubaidah dengan Utbah saling bersilang pedang, lalu Ali dan
Hamzah mengarahkan pedangnya kepada Utbah hingga akhirnya ia tewas. Kemudian
Ali dan Hamzah membawa Ubaidah yang terkena serangan Utbah, ia kemudian wafat
sebagai syahid.
Bahkan Allah menguatkan Ali bin Abi Thalib dengan
malaikat-Nya. Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepaku dan kepada Abu Bakar pada perang Badar, “Pada salah
seorang di antara kamu berdua ada malaikat Jibril, dan pada yang lain ada
malaikat Mikail, sedangkan Israfil malaikat besar hadir dalam peperangan atau
berada dalam barisan.”
Demikian pula pada perang Khandak, Ali bin Abi Thalib
juga memiliki peran yang besar, dialah yang berhadapan dengan ksatria kaum
kafir Quraisy, yaitu Amr bin Abdiwud, ia hadir dalam perang Badar dan terluka
parah sehingga tidak hadir dalam perang Uhud, namun hadir dalam perang Khandaq.
Pada perang tersebut ia datang untuk membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, ia bersama pasukan berkuda lainnya terjun ke parit untuk menyerang kaum
muslimin, maka Ali bin Abi Thalib keluar untuk menghadapinya bersama kaum
muslimin untuk mencegahnya agar tidak sampai ke tengah-tengah kaum muslimin.
Ketika itu jumlah kaum musyrik yang mengepung Madinah berjumlah 10.000 orang,
dan sudah menjadi tradisi perang orang Arab, sebelum perang dimulai diadakan
terlebih dahulu perang tanding. Oleh karena itu, sebagian pasukan berkuda kaum
musyrik mengajak perang tanding dengan kaum muslimin, maka Amr maju ke hadapan
kaum muslimin dengan penuh kesombongan sambil berkata, “Siapa yang siap
bertanding?” Ketika itu pasukan berkuda kaum muslimin menunggu perintah Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau mengetahui bahwa Amr bin Abdiwud adalah
penunggang kuda terkenal di jazirah Arab, dimana tidak ada seorang pun yang
berhadapan dengannya kecuali berhasil dibunuhnya. Kemudian Amr berteriak lagi
dengan sombongnya, “Di mana perisai kalian wahai kaum muslimin?”
Ketika itu tampil ksatria Islam dengan semangat yang
membara dan yakin terhadap pertolongan Allah, yaitu Ali bin Abi Thalib sambil
berkata, “Biarlah saya yang menghadapinya wahai Rasulullah.” Tetapi Beliau
merasa khawatir kepada Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu, Beliau tidak
menjawabnya, lalu Ali berkata sampai ketiga kalinya, “Biarlah saya yang
menghadapinya wahai Rasulullah!” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengizinkannya. Kemudian Ali pun berhadapan dengan Amr, sehingga Amr pun heran
dan berkata kepadanya, “Siapa kamu?” Ali menjawab, “Saya Ali.” Amr balik
berkata, “Apakah putera Abdu Manaf?” Ia menjawab, “Saya Ali bin Abi Thalib.”
Amr berkata, “Selainmu saja wahai putera saudaraku, yaitu dari kalangan
paman-pamanmu yang lebih tua usianya darimu, karena aku tidak ingin menumpahkan
darahmu.” Maka pahlawan Islam Ali bin Abi Thalib balik menjawab, “Akan tetapi,
demi Allah, saya ingin menumpahkan darahmu.” Kemudian Amr pun marah dan
melayangkan pedangnya kepada Ali, lalu Ali menangkisnya dengan perisainya
hingga terbelah dan melukai kepalanya, kemudian Ali balik melayangkan pedangnya
ke leher Amr sehingga ia pun tewas. Ketika itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan kaum muslimin bertakbir.
Pemegang panji perang Khaibar
Dalam perang Khaibar Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu tidak hadir bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sedang
sakit mata, lalu ia berkata dalam hatinya, “Saya tidak hadir bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini tidak boleh terjadi.” Ia pun segera
keluar hingga mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada sore hari, “Saya akan
berikan panji ini besok kepada seorang yang Allah akan memberikan kemengan
melalui tangannya, ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dicintai Allah dan
Rasul-Nya.” Maka para sahabat membicarakan siapa orang itu. Ketika pagi
harinya, mereka mendatangi Rasulullah dan merasa ingin menerima panji itu, lalu
Beliau bersabda, “Di mana Ali bin Abi Thalib?” Lalu ada yang berkata, “Wahai
Rasulullah, dia sedang sakit matanya.” Beliau pun bersabda, “Kirimkanlah orang
kepadanya.” Kemudian Ali didatangkan, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam meniup dengan air liurnya ke kedua matanya dan mendoakannya, sehingga
Ali pun sembuh seakan-akan tidak ada sakit sebelumnya, lalu Beliau memberikan
panji kepadanya, kemudian Ali berkata, “Wahai Rasulullah, apakah saya akan
memerangi mereka sampai mereka seperti kita?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab, “Wahai Ali, jika engkau sampai di sana, maka ajaklah mereka
kepada Islam, beritahukanlah kepada mereka hak Allah yang diwajibkan kepada
mereka. Demi Allah, jika Alah memberikan hidayah kepada seorang saja melalui
kamu, maka hal itu lebih baik daripada memperoleh unta merah.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai
kepada Salamah bin Amr bin Al Akwa’, ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengirim Abu Bakar Ash Shiddiq dengan membawa panjinya yang
berwarna putih ke beberapa benteng Khaibar, lalu ia berperang, kemudian pulang
namun belum terjadi kemenangan, sedangkan ia telah berusaha, lalu besoknya
Beliau mengirim Umar bin Khaththab, ia pun berperang, kemudian kembali namun
belum terjadi kemenangan, sedangkan ia telah berusaha, maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Besok saya akan serahkan kepada
seorang yang cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, ia cinta kepada Allah dan tidak
akan melarikan diri.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memanggil Ali yang ketika itu sedang sakit mata, lalu Beliau meludah ke matanya
dan bersabda, “Ambillah panji ini dan berangkatlah sampai Allah memberikan
kemenangan kepadamu.”
Salamah berkata, “Lalu Ali berangkat, dan demi Allah
nafasnya naik-turun, ia berlari kecil, dan kami di belakangnya mengikuti
jejaknya sehingga ia menancapkan panjinya di sekumpulan batu di bawah benteng,
lalu ada seorang Yahudi yang melihat dari atas benteng dan berkata, “Siapa
kamu?” ia menjawab, “Saya Ali bin Abi Thalib.” Orang Yahudi itu berkata, “Demi
kitab yang diturunkan kepada Musa, kamu telah memenangkan peperangan.” Ali
tidaklah kembali kecuali sampai Allah memberikan kemenangan kepadanya.”
Ibnu Ishaq juga meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai
kepada Abu Rafi’, ia berkata, “Kami keluar bersama Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya
dengan membawa panjinya. Ketika ia telah dekat dengan benteng itu, maka
penghuninya keluar memeranginya, lalu ia menyerang mereka, kemudian ada seorang
Yahudi yang menyerangnya hingga perisainya lepas dari tangannya, kemudian Ali
mengambil pintu (kecil) yang ada di benteng itu untuk melindungi dirinya. Pintu
itu terus di tangannya sehingga Allah memberikan kemenangan kepadanya.”
Kemuliaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
Setelah terjadi Fathu Makkah, datang berita kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa bangsa Romawi sedang bersiap-siap menyerang
kaum muslimin, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan untuk
berangkat melawan mereka dan mengangkat Ali sebagai penggantinya untuk memimpin
Madinah, lalu kaum munafik berkata, “Demi Allah, Nabi tidaklah meninggalkan dia
melainkan karena dia merasa berat dan untuk meringankan beban darinya, lalu Ali
mengambil senjatanya dan menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil
berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau meninggalkanku di tengah-tengah kaum
wanita dan anak-anak?” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidakkah engkau ridha, bahwa kedudukanmu denganku adalah
seperti kedudukan Musa dan Harun, hanyasaja tidak ada nabi setelahku.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Maka Ali bergembira mendengar ucapan tesebut dan tetap
berada di Madinah sebagaimana yang diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Bersambung...
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji':
As-habur
Rasul lil Athfaal (Mahmud Al Mishri), Sirah Ibnu Hisyam, Maktabah
Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar