بسم الله الرحمن الرحيم
Khutbah
Jumat
Makna
Beriman Kepada Qadar
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
Khutbah I
إنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ
بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ
اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ
وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا
النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ
اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ
رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ
اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada
Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat,
terutama nikmat Islam, nikmat iman, nikmat hidayah, nikmat taufiq, nikmat sehat
wa afiyat dan nikmat-nikmat lainnya yang sama-sama kita rasakan yang semuanya
patut untuk kita syukuri.
Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita
Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.
Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun
kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah
Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah
yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Termasuk rukun iman adalah beriman kepada qadar
atau takdir Allah Azza wa Jalla. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
ketika ditanya tentang iman,
«أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ،
وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ»
“Yaitu
engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan
yang buruk.” (Hr. Muslim)
Semua
rukun iman tersebut wajib diimani, tidak sah hanya beriman kepada sebagiannya
namun ingkar kepada sebagian lagi sebagaimana seorang yang shalat tidak sah
shalatnya jika meninggalkan salah satu rukun shalat.
Di
akhir periode sahabat setelah masa Khulafa Rasyidin muncul pemikiran Qadariyyah,
yang diawali oleh seorang yang berasal dari Basrah di Irak bernama Sansuwaih
(Susan) bin Yunus Al Aswari yang sebelumnya sebagai seorang Nasrani, lalu masuk
Islam dan kembali menjadi Nasrani. Dari orang tersebut Ma’bad Al Juhanniy
mengambil pemikiran Qadariyyah, dan kemudian diambil pemikiran ini dari Ma’bad
Al Juhanniy oleh Ghailan bin Muslim Ad Dimasyqi.
Ketika
pemikiran Qadariyyah ini dilaporkan kepada Abdullah bin Umar radhiyallahu
anhuma oleh dua orang tabiin bernama Yahya bin Ya’mar dan Humaid bin
Abdurrahman Al Himyari, maka ia (Ibnu Umar) berkata,
«فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ
أَنِّي بَرِيءٌ مِنْهُمْ، وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّي» ، وَالَّذِي يَحْلِفُ بِهِ
عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ «لَوْ أَنَّ لِأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا،
فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ»
“Jika engkau bertemu mereka (yang berpemikiran
Qadariyyah), maka sampaikan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka
sebagaimana mereka juga berlepas diri dariku. Demi Allah yang Abdullah bin Umar
bersumpah dengan nama-Nya, kalau sekiranya salah seorang di antara mereka
memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu ia infakkan emas itu, maka Allah tidak
akan menerimanya sampai ia mau beriman kepada qadar.” (Diriwayatkan oleh
Muslim)
Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Kita meyakini bahwa semua yang terjadi di alam semesta ini yang
baik mapun yang buruk adalah dengan takdir Allah Azza wa Jalla. Semuanya telah
diketahui Allah, telah ditulis, telah dikehendaki, dan diciptakan-Nya. Dia
berfirman,
مَا أَصَابَ مِن
مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ
أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (Terj. QS. Al Hadid: 22)
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berbuat adil dalam
takdir-Nya. Semua yang ditakdirkan-Nya adalah sesuai hikmah yang sempurna yang
diketahui-Nya. Allah tidaklah
menciptakan keburukan tanpa adanya maslahat, namun keburukan dari sisi buruknya
tidak bisa dinisbatkan kepada-Nya. Tetapi keburukan masuk ke dalam ciptaan-Nya.
Jika dihubungkan kepada Allah Ta’ala, maka hal itu adalah keadilan,
kebijaksanaan dan sebagai rahmat(kasih-sayang)-Nya.
Perlu
diketahui, bahwa beriman kepada takdir termasuk tauhid rububiyyah, dimana dalam
takdir terdapat dalil bahwa Allah yang mengatur alam semesta ini, di samping
sebagai Penciptanya dan Pengusanya.
Takdir termasuk rahasia Allah
yang tidak diketahui kecuali oleh-Nya saja, dan ia tertulis dalam Al Lauhul
Mahfuzh. Kita tidaklah mengetahui takdir yang ditetapkan Allah bagi kita
kecuali setelah terjadinya.
Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Beriman kepada qadar tidaklah sempurna kecuali dengan beriman
kepada empat perkara:
Pertama, beriman bahwa Allah Ta’ala mengetahui segala sesuatu baik secara
garis besar maupun secara terperinci, Dia juga mengetahui semua makhluk-Nya
sebelum menciptakan mereka, mengetahui rezki mereka, ajal, ucapan dan amal
mereka, mengetahui rahasia dan yang terang-terangan dari mereka juga mengetahui
siapa penghuni surga dan siapa penghuni neraka. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا
“Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar
meliputi segala sesuatu.” (Qs. Ath Thalaq: 12).
Kedua, beriman bahwa Allah Ta’ala telah mencatat taqdir segala sesuatu
dalam sebuah kitab (Al Lauhul Mahfuzh). Hal ini sebagaimana telah disebutkan
dalilnya di surat Al Hadid ayat 22. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
juga bersabda,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah mencatat
takdir semua makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan
bumi.” (Hr. Muslim)
Ketiga, beriman bahwa semua yang terjadi adalah dengan kehendak
(masyi’ah) Allah Ta’ala antara rahmat dan hikmah-Nya. Apa yang dikehendaki-Nya
akan terjadi dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Allah Ta’ala
berfirman,
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali
apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (Qs.
At Takwir: 29).
Keempat,
beriman bahwa Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu. Allah Ta’ala berfirman,
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ
فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا
“Dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.” (Qs. Al Furqan: 2),
termasuk
Dia juga yang menciptakan perbuatan hamba-hamba-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ
وَمَا تَعْمَلُونَ
“Padahal Allah-lah yang
menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (Qs.
Ash Shaaffat: 96)
Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Dalam
masalah takdir, umat Islam terbagi menjadi tiga golongan:
Pertama,
golongan yang ghuluw (berlebihan) dalam masalah takdir, dalam arti bahwa
manusia sama sekali tidak memiliki kemampuan maupun pilihan. Menurut golongan
ini, manusia ibarat sebuah pohon yang bergerak karena hembusan angin. Mereka
yang berkeyakinan seperti ini terkenal dengan nama Jabriyyah. Tampaknya,
mereka tidak bisa membedakan antara perbuatan yang terjadi oleh kehendaknya
dengan perbuatan yang terjadi tanpa kehendaknya. Tidak diragukan lagi, bahwa
golongan ini tersesat, karena sudah kita maklumi bersama, bahwa manusia bisa
membedakan antara perbuatan yang terjadi oleh kehendaknya dengan perbuatan yang
terjadi tanpa kehendak darinya.
Kedua,
golongan yang ghuluw dalam menetapkan adanya kemampuan dan pilihan dalam diri
manusia, sampai-sampai mereka meniadakan kekuasaan Allah di
“Demi Allah yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan nama-Nya,
kalau sekiranya salah seorang di antara mereka memiliki emas sebesar gunung
Uhud, lalu ia infakkan emas itu, maka Allah tidak akan menerimanya sampai ia
mau beriman kepada qadar.”
Ketiga,
golongan yang beriman kepada takdir, dimana mereka menempuh jalan tengah antara
Jabriyyah dan Qadariyyah, dan berjalan di atas dalil naqli (Al Qur'an dan As
Sunnah) maupun dalil 'aqli (akal). Mereka inilah Ahlussunnah wal Jama'ah.
Mereka berpandangan, bahwa perbuatan-perbuatan yang terjadi di alam semesta
terbagi menjadi dua bagian:
1.
Perbuatan yang dilakukan
oleh Allah Ta'ala pada makhluk-Nya. Maka dalam hal ini, tidak ada kehendak
(pilihan) bagi makhluk-Nya. Misalnya diturunkan-Nya hujan, ditumbuhkan-Nya
tanaman, ada makhluk yang dihidupkan-Nya dan ada yang dimatikan-Nya, ada yang
ditimpakan penyakit dan ada yang diberi kesehatan dan lain sebagainya.
2.
Perbuatan yang dilakukan
makhluk yang memiliki kehendak. Maka dalam hal ini, perbuatan tersebut terjadi
oleh pilihan pelakunya dan kehendaknya, karena Allah Ta'ala telah mengadakan
kehendak untuk mereka, seperti firman Allah Ta'ala,
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ
"Bagi siapa saja di
antara kamu yang ingin menempuh jalan yang lurus." (QS.
At Takwir: 28)
مِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنْكُمْ مَنْ يُرِيدُ
الْآخِرَةَ
"Di antara kamu ada
orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki
akhirat." (Terj. QS. Ali Imran: 152)
Manusia bisa merasakan antara
perbuatan yang terjadi dengan pilihannya dan perbuatan yang terjadi tanpa ada
pilihan (kehendak)nya.
Seorang yang turun dari atas
genting dengan tangga merasakan bahwa ia berbuat atas kehendaknya. Sedangkan
seorang yang terjatuh dari atas genting merasakan bahwa dirinya tidak
menghendaki demikian.
Demikian
makna beriman kepada takdir, semoga Allah membimbing kita ke jalan yang lurus,
aamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ
الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ
إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ الْقَوِيِّ
الْمَتِيْنِ، الْمَلِكِ الْحَقِّ الْمُبِيْنِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللهُ، فَإِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاهُ نَسْتَعِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، سَيِّدُ الْمُرْسَلِيْنَ وَإِمَامُ الْمُتَّقِيْنَ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى محمد، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَلَى
التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ:
Ma'asyiral
muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah
Pada kesempatan khutbah kedua
ini, kita coba mengkritisi pemikiran golongan Jabriyyah dan Qadariyyah
Jika kita mengikuti pendapat golongan
Jabriyyah yang berlebihan dalam menetapkan qadar, tentu syariat Islam menjadi
sia-sia. Hal itu, karena menganggap bahwa manusia tidak memiliki pilihan
menghendaki tidak perlu dipuji dan diberikan balasan kebaikan orang yang
mengerjakan perbuatan baik, serta tidak perlu dicela dan diberikan siksaan
orang yang mengerjakan keburukan, karena perbuatan itu bukan mereka yang
melakukannya. Dan jika ternyata diberikan siksa, maka sama saja Allah menzalimi
mereka, Mahasuci dan Maha Tinggi Dia dari keyakinan rusak seperti ini. Padahal
Allah Subhaanahu wa Ta'aala Maha Adil dan tidak pernah menzalimi
hamba-hamba-Nya, Dia berfirman saat orang-orang zalim dimasukkan ke dalam
neraka, Allah Ta’ala berfirman,
أَلْقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ
(24) مَنَّاعٍ لِلْخَيْرِ مُعْتَدٍ مُرِيبٍ (25) الَّذِي جَعَلَ مَعَ اللَّهِ
إِلَهًا آخَرَ فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ (26) قَالَ قَرِينُهُ
رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَكِنْ كَانَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ (27) قَالَ لَا تَخْتَصِمُوا
لَدَيَّ وَقَدْ قَدَّمْتُ إِلَيْكُمْ بِالْوَعِيدِ (28) مَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ
لَدَيَّ وَمَا أَنَا بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ (29)
"Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam
neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala,--Yang sangat enggan
melakukan kebajikan, melanggar batas lagi ragu-ragu,-- Yang mempersekutukan
Allah dengan tuhan lain, maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang keras
".—(Setan) yang menyertainya berkata (pula), "Ya Tuhan Kami, aku
tidak menyesatkannya, tetapi dia sendiri yang berada dalam kesesatan yang
jauh".-- Allah berfirman, "Janganlah kamu bertengkar di hadapan-Ku, padahal
sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu." --
Keputusan di sisi-Ku tidak dapat diubah dan Aku sekali-kali tidak menzalimi
hamba-hamba-Ku." (Qs. Qaaf: 24-29)
Dalam ayat di atas, Allah Azza
wa Jalla menerangkan bahwa hukuman tersebut bukanlah karena Dia menzalimi mereka,
bahkan yang demikian merupakan keadilan-Nya, karena sebelumnya Dia telah
memberikan ancaman, bahwa jika mereka menolak ajakan rasul, mereka akan ditimpa
azab yang pedih. Allah telah menerangkan kepada mereka jalan yang benar dan
jalan yang salah dengan mengutus para rasul, namun mereka lebih memilih jalan
yang salah atas pilihan mereka sendiri tanpa dipaksa. Dari sini kita mengetahui
batilnya orang yang beralasan dengan takdir ketika bermaksiat.
Adapun golongan
Qadariyyah, yakni mereka yang beranggapan bahwa manusia berkuasa mutlak
terhadap tindakannya dan bahwa Allah sama sekali tidak berkuasa. Maka pendapat
ini tertolak berdasarkan nash-nash syar'i
dan waaqi' (realita). Dalam Al Qur'an disebutkan,
لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ (28)
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ (29)
"(Yaitu) bagi siapa di antara kamu
yang mau menempuh jalan yang lurus.-- Dan kamu tidak dapat menghendaki
(menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta
alam." (QS. At Takwir: 28-29)
Sedangkan realita di lapangan
menunjukan bahwa ketika seseorang berniat melakukan sesuatu, ternyata apa yang
diniatkannya tidak terlaksana. Hal ini menunjukkan bahwa Allah tidak
menghendakinya.
Dengan demikian, jalan yang
benar adalah jalan yang ditempuh Ahlussunnah wal jama'ah, dimana jalan tersebut
merupakan jalan As Salafush Shalih, yakni bahwa manusia berbuat sesuai
kehendak dan pilihannya, namun kehendak dan pilihannya mengikuti kehendak Allah
Ta'ala, jika Dia menghendaki, maka akan terjadi perbuatan itu dan jika tidak
menghendaki, maka tidak akan terjadi perbuatan itu.
Ma'asyiral muslimin sidang shalat
Jum'at rahimakumullah
Beriman kepada takdir memiliki banyak
manfaat, di antaranya adalah:
1.
Beriman
kepada takdir menunjukkan adanya keimanan dalam hati.
Yang demikian adalah karena iman
tidaklah sah tanpa beriman kepada takdir, karena ia termasuk rukunnya.
2.
Membuat
hati menjadi tenang.
Bagaimana hati seseorang tidak tenang,
ketika seseorang merasakan bahwa betapa pun manusia semuanya berusaha
mencelakakan dirinya, namun jika Allah tidak menghendakinya, maka mereka tidak
akan sanggup melakukannya.
3.
Membantunya
untuk bersikap sabar.
Dengan meyakini adanya takdir,
seseorang akan menjadi lebih sabar terhadap musibah yang dihadapinya, karena
semuanya terjadi atas keterapan Allah Azza wa Jalla. Ia ridha atau tidak,
ketetapan itu tetap berjalan terhadapnya. Jika ridha ia akan mendapatkan
pahala, dan jika tidak menerima, ia akan mendapatkan dosa.
4.
Membuatnya
selalu mengembalikan urusan kepada Allah Azza wa Jalla.
Dengan beriman
kepada takdir, ia akan selalu menyerahkan urusannya kepada Allah Azza wa Jalla;
ia berharap kepada Allah agar ditetapkan takdir yang baik baginya.
Demikianlah
kandungan beriman kepada takdir. Semoga Allah membimbing kita ke jalan yang
diridhai-Nya, memberikan kita taufiq untuk dapat menempuhnya, serta memberikan
kita istiqamah di atasnya, aamin.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
صَلَّيْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ،
اَللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى
مُحَمَّدٍ
وَعَلَى
آلِ
مُحَمَّدٍ
كَمَا
بَارَكْتَ
عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى
آلِ
إِبْرَاهِيْمَ
إِنَّكَ
حَمِيْدُ
مَجِيْدٌ
رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ
رَّحِيمٌ
رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ
عِبَادَ اللهِ: إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ
ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ
عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَاسْأَلُوا اللهَ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.
0 komentar:
Posting Komentar