Adab Berutang Dalam Islam

بسم الله الرحمن الرحيم
دعاء قضاء الدين , ادعية قضاء الدين والديون - كلمات
Adab Berutang Dalam Islam
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini kami sebutkan pembahasan tentang adab berutang dalam Islam, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.
Adab Utang-Piutang
1. Mencatat utang
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنتُم بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya." (QS Al-Baqarah: 282)
2. Utang wajib dibayar
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak.” (Qs. An Nisaa: 58)
3. Jangan pernah berniat tidak melunasi utang.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
‌‏أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا .
"Siapa saja yang berutang, sedangkan dia tidak berniat melunasi utangnya, maka ia akan bertemu Allah sebagai seorang pencuri." (Hr. Ibnu Majah, dan dinyatakan ‘hasan shahih’ oleh Al Albani)
«مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ، وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ»
“Barang siapa yang meminjam harta manusia dengan niat mengembalikannya, maka Allah akan bantu mengembalikannya (atau membuat pemberi pinjaman ridha di akhirat jika ia tidak bisa membayar utangnya di dunia), tetapi barang siapa yang meminjam harta tanpa ada niat mengembalikannya, maka Allah membinasakan hartanya.” (Hr. Bukhari dan Nasa’i)
4. Memiliki rasa takut jika tidak membayar utang, karena alasan tidak dimaafkan utangnya sehingga tertahan untuk masuk ke surga.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"‏ يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ ‏"‏
"Semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali utang.” (Hr. Muslim)
Bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak mau menyalatkan orang yang meninggal dunia dengan menanggung utang.
Dari Salamah bin Al Akwa radhiyallahu anhu ia berkata, “Kami pernah duduk dekat Nabi shallallahu alaihi wa sallam tiba-tiba ada sebuah jenazah, lalu orang-orang berkata, “Shalatkan orang ini.” Maka Beliau bertanya, “Apakah orang ini menanggung utang?” Mereka menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Apakah ia meninggalkan sesuatu?” Mereka menjawab, “Tidak.” Maka Beliau menyalatkannya. Lalu ada lagi sebuah jenazah yang dihadirkan, maka orang-orang berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia.” Beliau bertanya, “Apakah ia menanggung utang?” Lalu dijawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi, “Apakah ia meninggalkan sesuatu (untuk membayar utangnya)?” Mereka menjawab, “Tiga dinar.” Maka Beliau menyalatkannya. Lalu ada jenazah yang ketiga dihadirkan, maka orang-orang berkata, “Shalatkan orang ini.” Maka Beliau bertanya, “Apakah orang ini menanggung utang?” Mereka menjawab, “Tiga dinar.” Beliau bersabda, “Shalatkanlah kawan kalian!” Maka Abu Qatadah berkata, “Shalatkanlah dia wahai Rasulullah, saya yang akan menanggung utangnya.” Maka Beliau menyalatkannya.” (Shahih Bukhari no. 2289).
5. Jangan merasa tenang kalau masih punya utang.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ‏"‏ ‏.‏
"Barang siapa mati dan masih berutang satu dinar atau satu dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan diambil amal kebaikannya, karena di sana (akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham." (Hr. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
6. Jangan menunda membayar utang.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"‏ مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ»
"Menunda (pembayaran utang) bagi orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman. Apabila pembayaran utangmu dilimpahkan kepada orang lain, maka terimalah pelimpahan itu.” (Hr. Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi)
Oleh karena itu, orang yang menunda pembayaran padahal mampu membayar utang berhak mendapatkan perlakuan keras dan berhak diberi pidana penjara. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ، وَعُقُوبَتَهُ
“Penundaan orang yang kaya menghalalkan kehormatan (diadukan/dibicarakan) dan membolehkan pemberian sanksi kepadanya.” (Hr. Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Albani)
7. Jangan menunggu ditagih dulu baru membayar utang.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«لَوْ كَانَ لِي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا يَسُرُّنِي أَنْ لاَ يَمُرَّ عَلَيَّ ثَلاَثٌ، وَعِنْدِي مِنْهُ شَيْءٌ إِلَّا شَيْءٌ أُرْصِدُهُ لِدَيْنٍ»
“Kalau sekiranya aku memiliki emas sebesar gunung Uhud. Aku tidak suka emas itu masih berada padaku sampai tiga hari (melainkan segera kuinfakkan) kecuali sedikit yang aku siapkan untuk membayar utang.” (Hr. Bukhari)
8. Jangan pernah mempersulit dan banyak alasan dalam pembayaran utang.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"‏ أَدْخَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ رَجُلاً كَانَ سَهْلاً مُشْتَرِيًا وَبَائِعًا وَقَاضِيًا وَمُقْتَضِيًا الْجَنَّةَ ‏"‏
"Allah 'Azza wa Jalla akan memasukkan ke dalam surga orang yang mudah ketika membeli, menjual, melunasi utang, dan menagih utang." (HR Nasa'i, Ibnu Majah, dan dihasankan oleh Al Albani)
9. Jangan meremehkan utang meskipun sedikit.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
"‏ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ ‏"‏.
"Ruh seorang mukmin itu tergantung kepada utangnya (tertahan dari menempati tempat mulia atau surga) sampai utangnya dibayarkan." (Hr. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Al Albani)
10. Jangan berbohong kepada orang yang memberi utang dengan berjanji akan membayarkan pada waktu tertentu, namun ternyata tidak dibayarkan.
Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam shalatnya berdoa,
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ المَأْثَمِ وَالمَغْرَمِ»
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan utang.”
Lalu ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, sering sekali engkau berlindung dari utang?” Beliau bersabda,
‏ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ
"Sesungguhnya ketika seseorang berutang, maka jika berbicara ia akan dusta, dan jika berjanji ia akan ingkar." (HR Bukhari dan Muslim)
11. Mendoakan orang yang telah memberi utang.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ آتَى إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَعْلَمُوا أَنْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ ‏"‏
"Barang siapa telah berbuat kebaikan kepadamu, balaslah kebaikannya itu. Jika engkau tidak menemukan apa yang dapat membalas kebaikannya itu, maka berdoalah untuknya sampai engkau menganggap bahwa engkau telah membalasnya.” (Hr. Abu Dawud dan Nasa’I, dishahihkan oleh Al Albani)
12. Utang tidak boleh mendatangkan keuntungan pemberi utang
Dalam kaidah fiqih disebutkan,
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
 “Setiap pinjaman yang menarik keuntungan adalah riba.”
Hal ini apabila ada syarat penambahan dalam pengembalian atau menjanjikan penambahan. Misalnya ada syarat dikembalikan lebih, atau diberikan kepada si pemberi pinjaman barang milk orang yang berutang yang ini dan yang itu, atau dengan syarat menghadiahkan sesuatu kepadanya. Adapun jika yang berutang menambahnya atas kemauan sendiri tanpa syarat, maka tidak terlarang.
Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu berkata, “Aku pernah mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam di masjid, sedangkan Beliau mempunyai utang kepadaku, maka Beliau membayarnya dan menambahkannya.” (Hr. Bukhari)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa ada seorang yang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam menagih utang (berupa unta dengan usia tertentu), lalu ia berkata kasar terhadap Beliau sehingga para sahabat hendak memarahinya, maka  Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah dia, karena orang yang punya hak berhak bicara.” Lalu Beliau bersabda, “Berikanlah unta yang sesuai usia untanya.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasullulah, kami tidak mendapatkan selain yang lebih baik dari usia untanya.” Beliau bersabda,
«أَعْطُوهُ، فَإِنَّ مِنْ خَيْرِكُمْ أَحْسَنَكُمْ قَضَاءً»
"Berikanlah kepadanya, karena sebaik-baik manusia adalah yang paling baik dalam membayar utang. (Hr. Bukhari, Muslim, Nasai, Abu Dawud, Tirmidzi)
13. Jika terjadi keterlambatan karena kesulitannya, maka hendaknya orang yang berutang memberitahukan keadaannya dan bagi orang yang memberikan pinjaman hendaknya memberikan waktu lagi.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia lapang. Namun menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Qs. Al Baqarah: 280)
Menyedekahkan di ayat ini adalah dengan membebaskannya dari utang atau mengurangi utangnya.
Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ رَجُلًا كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، أَتَاهُ المَلَكُ لِيَقْبِضَ رُوحَهُ، فَقِيلَ لَهُ: هَلْ عَمِلْتَ مِنْ خَيْرٍ؟ قَالَ: مَا أَعْلَمُ، قِيلَ لَهُ: انْظُرْ، قَالَ: مَا أَعْلَمُ شَيْئًا غَيْرَ أَنِّي كُنْتُ أُبَايِعُ النَّاسَ فِي الدُّنْيَا وَأُجَازِيهِمْ، فَأُنْظِرُ المُوسِرَ، وَأَتَجَاوَزُ عَنِ المُعْسِرِ، فَأَدْخَلَهُ اللَّهُ الجَنَّةَ "
“Dahulu di zaman sebelum kalian ada seseorang yang dijemput malaikat untuk dicabut ruhnya, kemudian ia pun ditanya, “Apakah engkau pernah melakukan kebaikan.” Ia menjawab, “Aku tidak tahu.” Lalu dikatakan kepadanya, “Ingatlah!” Ia pun berkata, “Aku tidak ingat selain aku pernah berjual-beli dengan manusia ketika di dunia dan aku tagih mereka, lalu aku mempermudah yang lapang dan membebaskan yang susah,” maka Allah memasukkannya ke surga.” (Hr. Bukhari)
مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang memberikan kelapangan kepada orang yang berutang kepadanya atau menghapus utangnya, maka ia akan berada di naungan ‘Arsy pada hari Kiamat.” (Hr. Ahmad, dan dinyatakan isnadnya shahih oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
14. Berdoa kepada Allah agar utangnya terlunasi
Dari Ali radhiyallahu anhu, bahwa seorang mukatab (budak yang hendak memerdekakan dirinya dengan membayar sejumlah tertentu kepada tuannya agar dirinya merdeka) pernah datang kepadanya dan berkata, “Aku tidak sanggup membayar biaya mukatabku, maka bantulah aku!” Ali berkata, “Maukah engkau aku ajarkan kalimat yang diajarkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepadaku yang jika engkau memiliki utang sebesar gunung shair (gunung Thayyi atau bisa juga gunung Shabir, sebuah gunung di Yaman) tentu Allah akan membayarkan utangmu. Ali berkata, “Ucapkanlah,
اللَّهُمَّ اكْفِنِي بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ، وَأَغْنِنِي بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dari-Mu untuk menjauhi yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu sehingga tidak butuh kepada selain-Mu.” (Hr. Tirmidzi, dihasankan oleh Al Albani).  
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji: Maktabah Syamilah, Kutubus Sittah, Faidhul Qadir (Al Manawi), https://almanhaj.or.id/2716-adab-berhutang.html (tulisan Ust. Armen Halim Naro rahimahullah), https://www.alukah.net/sharia/0/134945/, artikel dari media sosial, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger