Kiat Istiqamah di Jalan Allah (3)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫الثبات على الحق‬‎
Kiat Istiqamah di Jalan Allah (3)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang kiat istiqamah di jalan Allah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
9. Terjun di medan dakwah
Jiwa jika tidak bergerak akan melemah, maka agar jiwa semakin kuat dan mulia hendaknya ia terjun di medan dakwah yang merupakan tugas para rasul. Allah bersama para da’i, Dia meneguhkan dan mengarahkan langkah mereka. Seorang da’i seperti dokter yang memerangi penyakit dengan pengalaman dan ilmunya, sehingga dia lebih jauh daripada yang lain dari jatuh ke dalam penyakit itu.
10. Memperhatikan sarana-sarana istiqamah lainnya
Sarana istiqamah itu adalah dekat dengan para ulama, orang-orang saleh, dan para da’i. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ، مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ، وَإِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ، فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ، وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ»
“Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi kunci-kunci pembuka kebaikan dan penutup keburukan. Ada pula yang menjadi kunci-kunci pembuka keburukan dan penutup kebaikan. Sungguh bahagia orang yang Allah jadikan kunci kebaikan pada kedua tangannya, dan sungguh rugi orang yang Allah jadikan kunci keburukan pada kedua tangannya.” (Hr. Ibnu Majah, dihasankan oleh Al Albani)
Dalam sejaram Islam telah terjadi berbagai fitnah, namun Allah teguhkan kaum muslimin melalui beberapa orang.
Ali bin Al Madini rahimahullah berkata, “Allah memuliakan agama ini melalui Abu Bakar Ash Shiddiq pada hari terjadinya kemurtadan, dan melalui Imam Ahmad pada hari mihnah (terjadinya cobaan).”
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Saat kami berada dalam kekhawatiran, bersangka buruk terhadap diri kami, dan bumi yang kami datangi terasa sempit, maka kami menjumpai beliau (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) dan menyimak ucapannya, lalu semua kerisauan itu hilang, dan dada kami berubah menjadi lapang, kuat, yakin, dan tenang. Maka Mahasuci Allah yang telah menghadirkan surga-Nya kepada hamba-hamba-Nya sebelum berjumpa dengan-Nya, membukakan untuk mereka pintu-pintunya di tempat beramal ini. Dia juga memberikan kepada mereka rasa nyaman surga itu, anginnya, dan kebaikannya, yang membuat mereka mencurahkan kemampuannya untuk mengejar surga dan berlomba-lomba kepadanya.” (Al Wabilush Shayyib hal. 97)
11. Yakin terhadap pertolongan Allah dan bahwa kemenangan itu untuk Islam
Di saat-saat pertolongan terasa lama, kita butuh keteguhan yang kuat lagi agar kaki ini tidak tergelincir setelah kokohnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ (146) وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلَّا أَنْ قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ (147) فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (148)
“Berapa banyak Nabi yang berperang bersama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.--Tidak ada doa mereka selain ucapan, "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami, tetapkanlah pendirian Kami, dan tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir.”-- Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Qs. Ali Imran: 146-148)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika hendak meneguhkan hati para sahabat yang ditindas menyampaikan kepada mereka bahwa masa depan milik Islam. Disebutkan dalam hadits Khabbab bin Art, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَاللَّهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا يَخَافُ إِلَّا اللَّهَ أَوْ الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ
 “Demi Allah, Dia akan menyempurnakan agama ini sehingga orang yang berkendaraan melakukan perjalanan dari Shan’a ke Hadhramaut tidak takut selain kepada Allah, atau khawatir srigala terhadap kambingnya.” (Hr. Bukhari) 
12. Mengetahui hakikat kebatilan dan tidak tertipu olehnya
Di dalam firman Allah Azza wa Jalla,
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ
“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.” (Qs. Ali Imran: 196)
Terdapat hiburan bagi kaum mukmin dan peneguhan untuk mereka. Dan dalam firman Allah Azza wa Jalla,
كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَال
“Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; sedangkan yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (Qs. Ar Ra’d: 17)
Terdapat pelajaran agar tidak takut terhadap kebatilan serta menyerah kepadanya.
13. Memiliki akhlak yang dapat membantu untuk tetap istiqamah
Di antara akhlak itu, pokoknya adalah sabar. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyatakan, bahwa tidak ada pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran. Dan kesabaran yang paling kuat adalah pada benturan pertama.
Ibnul Jauziy rahimahullah berkata, “Aku melihat ada orang tua yang usianya mendekati delapan puluh tahun, dimana sebelumnya ia biasa menjaga shalat berjamaah, namun kemudian cucunya meninggal dunia, tetapi ia malah berkata, “Tidak patut bagi seseorang berdoa lagi, karena Dia tidak akan mengabulkan.” Na’udzubillah min dzalik.
Saat kaum muslimin tertimpa musibah dalam perang Uhud, Allah memberikan pengajaran kepada mereka dengan firman-Nya,
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (165)
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata, "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah, "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri," sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Ali Imran: 165)
Kesalahan mereka ketika itu adalah lemahnya mereka, berselisihnya mereka, serta mendurhakai perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah mereka melihat harta di hadapan mereka.
14.  Wasiat orang yang saleh
Saat seorang muslim mendapat ujian untuk membersihkan dirinya atau mengangkat derajatnya termasuk hal yang membantu seseorang tetap istiqamah adalah Allah mengadakan untuknya seorang laki-laki saleh yang menasihatinya dan menguatkannya, sehingga Allah memberikan manfaat dengan nasihat itu dan mengarahkan langkahnya. Nasihat itu biasanya mengandung mengingatkannya kepada Allah, mengingatkan terhadap hari pertemuan dengan-Nya, mengingatkan surga dan neraka-Nya.
Imam Ahmad pernah dibawa kepada Al Ma’mum dalam keadaan terbelenggu, dimana sebelumnya ia telah diancam dengan ancaman yang keras, sehingga seorang pelayan berkata kepada Imam Ahmad, “Wahai Abu Abdillah, terasa berat bagiku ketika Al Ma’mum telah menghunus pedangnya yang sebelumnya tidak ia hunus, bahkan ia bersumpah dengan kerabatnya yang bersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwa jika engkau tidak memenuhi permintaannya mengatakan Al Qur’an makhluk, maka dia akan membunuhmu dengan pedang itu.” (Al Bidayah wan Nihayah 1/332).
Di saat seperti ini orang-orang yang berpandangan tajam tentu segera mengambil kesempatan menemui imam mereka untuk menguatkannya. Dalam As Siyar karya Imam Adz Dzahabi (11/238) disebutkan, dari Abu Ja’far Al Anbari ia berkata, “Aku diberitahukan saat Imam Ahmad dibawa menghadap Al Ma’mun, maka aku menyeberangi sungai Eufrat, ternyata beliau dalam keadaan duduk di sebuah tempat penginapan, lalu aku memberinya salam, ia berkata, “Wahai Abu Ja’far, engkau tampak kelelahan?” Aku menjawab, “Wahai imam, engkau sekarang adalah pemimpin. Orang-orang ikut kepadamu. Demi Allah, jika engkau memenuhi permintaannya mengatakan Al Qur’an adalah makhluk, maka orang-orang akan menyatakan demikian. Namun jika engkau tidak memenuhi permintaannya, maka orang-orang tidak akan menyatakan demikian. Meskipun begitu, jika orang itu tidak membunuhmu, maka engkau akan mati, dan itu adalah hal yang pasti. Maka bertakwalah kepada Allah dan jangan penuhi permintaannya.” Imam Ahmad pun menangis dan berkata, “Masya Allah.” Lalu berkata, “Wahai Abu Ja’far, ulangi lagi kata-kata itu.” Aku pun mengulangi lagi, dan ia hanya berkata, “Masya Allah.”
Dalam Al Bidayah wan Nihayah disebutkan, “Seorang Arab badui berkata kepada Imam Ahmad, “Wahai fulan, engkau adalah delegasi manusia, maka jangan mengecewakan mereka. Hari ini engkau adalah imam, maka hindarilah memenuhi permintaan mereka sehingga engkau menanggung dosa mereka pada hari Kiamat. Jika engkau cinta kepada Allah, maka bersabarlah di atas keadaanmu ini, karena tidak ada penghalang antara dirimu dengan surga selain terbunuh.”
Imam Ahmad berkata, “Ucapannya termasuk yang menguatkan pendirianku sehingga aku tidak memenuhi permintaan mereka.” (Al Bidayah wan Nihayah 1/332).
Imam Ahmad pernah berkata tentang seorang pemuda yang ikut merasakan cobaan seperti yang dialaminya, yaitu Muhammad bin Nuh, “Aku tidak pernah melihat seorang yang usianya muda dan muda pula ilmunya namun lebih sabar memegang perintah Allah seperti halnya Muhammad bin Nuh. Aku berharap Allah menutup kehidupannya dengan kebaikan. Suatu hari ia berkata kepadaku, “Wahai Abu Abdillah, bertakwalah kepada Allah! bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya engkat tidak seperti diriku. Engkau adalah orang yang diikuti. Manusia melihat dirimu karena keadaanmu, maka bertakwalah kepada Allah dan tetaplah di atas perintah Allah.” Ia kemudian meninggal dunia, aku pun menyalatkannya dan menguburkannya.” (Siyar A’lamin Nubala 11/242).
Maka carilah wasiat orang saleh! Carilah wasiat itu sebelum engkau berangkat safar! Carilah wasiat itu di saat engkau mendapat cobaan. Carilah wasiat itu di saat engkau mendapat jabatan atau mendapatkan harta dan kekayaan.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji: Wasa’iluts Tsabat ala Dinillah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid), Maktabah Syamilah versi 3.35, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger