Kiat Istiqamah di Jalan Allah (4)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك‬‎
Kiat Istiqamah di Jalan Allah (4)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang kiat istiqamah di jalan Allah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
15. Memperhatikan kenikmatan surga, azab neraka, dan mengingat kematian
Surga adalah tempat yang penuh kenikmatan, hiburan bagi orang-orang yang bersedih, tempat pijakan akhir perjalanan kaum mukmin. Di samping itu, jiwa biasanya tidak mau berkorban dan beramal serta istiqamah di atasnya kecuali dengan balasan yang menghilangkan semua kelelahan, sehingga semua rintangan itu terasa mudah.
Orang yang mengetahui pahala yang Allah siapkan akan terasa ringan memikul beratnya beban, ia tahu bahwa jika ia tidak istiqamah maka dirinya akan kehilangan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, di samping itu jiwa manusia butuh sesuatu yang mengangkat dirinya dari tanah ke alam yang berada di atas yang lebih baik dan lebih utama.
Inilah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, Beliau mengingatkan surga untuk meneguhkan hati para sahabatnya. Disebutkan dalam hadits hasan shahih, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah melewati Yasir, Ammar, dan Ummu Ammar (Sumayyah) yang disiksa di jalan Allah, maka Beliau bersabda,
صَبْراً آلَ يَاسِرٍ صَبْراً آلَ يَاسِرٍ فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ
“Bersabarlah wahai keluarga Yasir! Bersabarlah wahai keluarga Yasir! Sesungguhnya tempat yang dijanjikan kepadamu adalah surga.” (Hr. Hakim, lihat takhrij Fiqhus Sirah oleh Syaikh Al Albani)
Demikian pula sabda Beliau kepada kaum Anshar,
«فَإِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً، فَاصْبِرُوا حَتَّى تَلْقَوْنِي عَلَى الحَوْضِ»
“Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku keadaan mengutamakan diri sendiri, maka bersabarlah sampai kalian menemuiku di haudh (telaga).” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Demikian pula dengan mengingat keadaan nanti di kubur, di padang mahsyar, saat dihisab, saat amal ditimbang, saat melintasi shirath, dan peristiwa-peristiwa di akhirat membantu seseorang untuk istiqamah di atas agama Allah.
Termasuk pula mengingat kematian yang bisa saja menjemputnya tiba-tiba. Hal ini juga dapat membantunya untuk istiqamah. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ»
“Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan dunia (maut).” (Hr. Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah, dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
Posisi-Posisi Yang Butuh Tetap Istiqamah dan Sabar
1.      Di saat terdapat fitnah
Fitnah atau godaan ini bisa berupa harta, kedudukan, istri, anak, dsb.
Tentang fitnah harta, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمِنْهُمْ مَنْ عَاهَدَ اللَّهَ لَئِنْ آتَانَا مِنْ فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ (75) فَلَمَّا آتَاهُمْ مِنْ فَضْلِهِ بَخِلُوا بِهِ وَتَوَلَّوْا وَهُمْ مُعْرِضُونَ (76) فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ (77)
“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada Kami, pastilah Kami akan bersedekah dan pastilah Kami termasuk orang-orang yang saleh.--Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling. Mereka memang orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).--Maka Allah menimbulkan kemunafikan kepada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta.” (Qs. At Taubah: 75-77)
Tentang fitnah kedudukan, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya itu melewati batas.” (Qs. Al Kahf: 28)
Tentang bahaya kedua fitnah di atas, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلَا فِي غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ المَرْءِ عَلَى المَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ»
“Kedua srigala yang lapar yang dilepas di tengah-tengah kambing tidaklah lebih berbahaya daripada rakusnya seseorang terhadap harta dan kedudukan yang membahayakan agamanya.” (Hr. Tirmidzi dan Ahmad, dishahihkan oleh Al Albani)
Tentang fitnah istri dan anak, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (Qs. At Taghabun: 14)
Maksud ayat di atas adalah bahwa kadang-kadang istri atau anak dapat menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
اَلْوَلَدُ مَجْبَنَةٌ مَبْخَلَةٌ مَحْزَنَةٌ
“Anak itu dapat membuat orang tua menjadi pengecut, bakhil, dan membuatnya sedih.” (Hr. Abu Ya’la, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 7160)
Di samping fitnah di atas, termasuk pula fitnah penindasan dan kezaliman, lihat misalnya di surat Al Buruj ayat 4-9 tentang As-habul Ukhdud.
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Khabbab radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami pernah mengeluh kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat Beliau berbantalkan kain selimut di bawah naungan Ka’bah, “Tidakkah engkau memohon pertolongan untuk kami? Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kami? Maka Beliau bersabda,
قَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ، يُؤْخَذُ الرَّجُلُ فَيُحْفَرُ لَهُ فِي الأَرْضِ، فَيُجْعَلُ فِيهَا، فَيُجَاءُ بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُجْعَلُ نِصْفَيْنِ، وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الحَدِيدِ، مَا دُونَ لَحْمِهِ وَعَظْمِهِ، فَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ
“Sesungguhnya sebelum kalian ada orang yang ditangkap lalu dibuat galian untuknya, kemudian ia dimasukkan ke dalamnya, lalu disiapkan geregaji dan diletakkan di kepalanya, kemudian ia dibelah menjadi dua bagian. Ada pula yang disisir dengan sisir besi antara tulang dan dagingnya, namun hal itu tidak memalingkannya dari agamanya.” (Hr. Bukhari)
Demikian pula ada fitnah Dajjal yang merupakan fitnah dunia yang sangat besar. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda tentangnya,
إِنَّهُ لَمْ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ، مُنْذُ ذَرَأَ اللَّهُ ذُرِّيَّةَ آدَمَ، أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ
“Sesungguhnya tidak ada fitnah di muka bumi sejak Allah ciptakan keturunan Adam yang lebih besar daripada fitnah Dajjal.” (Hr. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Adh Dhiya, Shahihul Jami no. 2970)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda tentang keadaan hati ketika menghadapi fitnah,
«تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا، فَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا، نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا، نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ ، حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ، عَلَى أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ، وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ، مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا، وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا، إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ»
“Fitnah dihadapkan kepada hati seperti tikar yang menempel di rusuk sehelai demi sehelai. Hati siapa saja yang menerimanya, maka akan ditempeli titik hitam, sedangkan hati yang mengingkarinya, maka akan ditempeli titik putih sehingga keadaan hatinya terbagi dua; dalam keadaan putih seperti batu yang licin yang tidak dibahayakan oleh fitnah selama masih ada langit dan bumi, sedangkan hati yang satu lagi hitam legam seperti cangkir cubung yang miring yang tidak mengenal lagi yang ma’ruf serta tidak mengingkari yang munkar, kecuali hanya menurutkan hawa nafsunya.” (Hr. Muslim)
2.      Di saat jihad
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu.” (Qs. Al Anfaal: 45)
Oleh karenanya, termasuk dosa besar adalah pergi meninggalkan pertempuran.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sempat membawa tanah di punggungnya dalam perang Khandaq sambil melantunkan kalimat ini bersama kaum mukmin,
وَثَبِّتِ الْأَقْدَامَ إِنْ لاَقَيْنَا
“Dan teguhkanlah pendirian kami saat bertemu musuh.” (Hr. Bukhari)
3.      Teguh di atas manhaj
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu sedang mereka tidak merubah (janjinya),” (Qs. Al Ahzaab: 23)
4.      Teguh saat akan meninggal dunia
Orang-orang kafir dan fasik dihalangi dari keteguhan saat akan meninggal dunia, sehingga mereka tidak sanggup mengucapkan dua kalimat syahadat saat sekarat, padahal yang demikian merupakan tanda su’ul khatimah.
Ada seorang yang saat disuruh mengucapkan Laailaahaillallah, namun ia malah menggelengkan kepalanya tanda menolaknya, ada juga yang saat disuruh mengucapkan kalimat tauhid, ia malah mengucapkan kata-kata yang biasa diucapkannya terkait dunia, dan ada pula yang malah menyebutkan berbagai permainan yang biasa dimainkannya, dan ada yang malah menyanyikan lagu yang biasa dia nyanyikan wal iyadz billah.  Bahkan tanda-tanda su’ul khatimah itu terkadang tampak dalam diri mereka, seperti hitamnya wajah atau terciumnya bau busuk, wa laa haula walaa quwwata illa billah.
Adapun orang saleh atau Ahlussunnah, maka Allah memberi mereka taufik dengan keteguhan di saat akan meninggal dunia, sehingga sanggup mengucapkan kalimat syahadat. Terkadang tampak dari mereka wajah yang berseri, aroma yang harum, atau kebahagiaan saat hendak keluar ruhnya.
Berikut contoh seorang yang diberi taufik oleh Allah untuk tetap istiqamah di saat akan meninggal dunia. Dialah Imam Abu Zur’ah Ar Razi, salah seorang ulama Ahli Hadits.
Abu Ja’far Muhammad bin Ali sekretaris Abu Zur’ah berkata, “Kami menghadiri Abu Zur’ah di Masyahran sebuah kampung di Ray saat ia akan meninggal dunia. Ketika itu di hadapannya ada Abu Hatim, Ibnu Warrah, Mundzir bin Syadzan, dan lainnya. Ketika itu mereka menyebut hadits tentang talqin “Ajarilah orang akan meninggal di antara kalian dengan Laailaahaillah” mereka malu mentalqin Abu Zur’ah, lalu mereka berkata, “Ayo kita sebut haditsnya!” Ibnu Warrah berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu Ashim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid bin Ja’far, dari Shalih. Saat itu Ibnu Abi hendak melanjutkan namun tidak ia lanjutkan, maka Abu Hatim berkata, “Telah menceritakan kepada kami Bundar, telah menceritakan kepada kami Abu Ashim, dari Abdul Hamid bin Ja’far, dari Shalih, namun ia juga tidak melanjutkan. Yang lain pun diam, maka Abu Zur’ah saat akan meninggal dunia dengan mata terbuka berkata, “Telah menceritakan kepada kami Bundar, telah menceritakan kepada kami Abu Ashim, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, dari Shalih bin Abi Gharib, dari Katsir bin Murrah, dari Mu’adz bin Jabal ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ»
“Barang siapa yang akhir ucapannya adalah Laailaahaillallah, maka ia akan masuk surga.”
Lalu ruhnya pun keluar. (Siyar A’lamin Nubala 13/76-85)
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji: Wasa’iluts Tsabat ala Dinillah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid), Maktabah Syamilah versi 3.35, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger