بسم الله الرحمن
الرحيم
Kiat Istiqamah di Jalan Allah (1)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin,
shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang
kiat istiqamah di jalan Allah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Istiqamah di atas agama
Allah (Islam) merupakan kebutuhan setiap muslim sejati yang ingin menempuh
jalan yang lurus, terlebih di zaman sekarang ini; zaman dimana fitnah (godaan)
dan cobaan mengelilingi kita sehingga membuat agama ini menjadi asing, dan
orang yang berpegang dengannya seperti orang yang memegang bara api. Bahkan
tidak diragukan lagi, bahwa kebutuhan seorang muslim terhadap sarana yang
membantunya istiqamah jauh lebih besar lagi daripada kebutuhan saudaranya di
masa lalu, dan usaha untuk memperolehnya pun jauh lebih berat karena sudah
rusaknya zaman, sedikitnya ikhwah, dan kurangnya bantuan.
Munculnya fenomena
kemurtadan dan berbaliknya kondisi seseorang ke belakang setelah sebelumnya
baik termasuk hal yang seharusnya membuat seseorang khawatir terhadap keadaan
itu dan berusaha mencari sarana yang membantunya untuk istiqamah di atas agama.
Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
«بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ
فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا،
أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا»
“Segeralah beramal saleh sebelum tiba
fitnah seperti potongan malam yang gelap, dimana ada seorang yang pagi harinya
sebagai mukmin, namun sorenya menjadi kafir, atau sorenya sebagai mukmin, namun
paginya menjadi kafir; ia jual agamanya karena ingin meraih harta-benda dunia.”
(Hr. Muslim)
Di samping itu, keadaan
hati kita yang mudah berbalik sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam,
لَقَلْبُ ابْنِ آدَمَ أَشَدُّ انْقِلَابًا
مِنَ الْقِدْرِ إِذَا اجْتَمَعَتْ غَلْيًا
“Sungguh, hati anak cucu Adam (manusia)
lebih mudah berbalik daripada periuk yang berisi air mendidih.” (Hr. Ahmad,
Hakim, dan dihasankan oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah, serta
dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1772)
إِنَّمَا سُمِّيَ الْقَلْبُ مِنْ تَقَلُّبِهِ
، إِنَّمَا مَثَلُ الْقَلْبِ كَمَثَلِ رِيْشَةٍ فِي أَصْلِ شَجَرَةٍ يُقَلِّبُهَا الرِّيْحُ
ظَهْراً لِبَطْنٍ
“Sesungguhnya disebut hati karena keadaannya
yang mudah berbalik. Perumpamaan hati adalah seperti bulu (ayam) yang menempel
di pohon; yang diombang-ambing oleh angin dari atas ke bawah.” (Hr. Ahmad,
Thabrani, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 2365)
Kiat Istiqamah di atas
Islam
Termasuk rahmat Allah
kepada kita adalah Dia menjelaskan dalam kitab-Nya dan dalam sunnah Nabi-Nya
beberapa sarana dan kiat untuk tetap istiqamah di atas agama-Nya. Beberapa
sarana dan kiat itu adalah:
1. Mendatangi
kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam
Al Qur’an merupakan sarana
istiqamah yang pertama. Ia adalah tali Allah yang kokoh dan cahaya yang terang.
Siapa saja yang berpegang dengannya, maka Allah akan menyelamatkannya. Siapa
saja yang mengikutinya pasti akan bahagia, dan siapa saja yang menyeru
kepadanya, pasti akan ditunjuki ke jalan yang lurus. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى
عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ
هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Bagaimanakah
kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan
Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa yang berpegang teguh
kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan
yang lurus.” (Qs.
Ali Imran: 101)
Bahkan
dengan Al Qur’an, Allah meneguhkan hati Nabi-Nya Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam, Dia berfirman,
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ
عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ
تَرْتِيلًا
“Berkatalah
orang-orang yang kafir, "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacanya secara tartil (teratur dan benar).” (Qs. Al Furqan: 32)
Mengapa
Al Qur’an sebagai sarana pertama untuk tetap istiqamah?
Hal
itu, karena ia dapat menanamkan keimanan di hati serta menyucikan jiwa dengan
hubungan yang diadakan kepada Allah Azza wa Jalla. Demikian pula dapat
mengokohkan hati saat datang badai fitnah kepadanya, serta menenteramkan hati
dengan mengingat Allah. Al Qur’an juga memberikan gambaran dan pandangan yang
benar terhadap realita hidup di sekitar manusia, serta sebagai tolok ukur dan
penimbang masalah agar urusan manusia tidak guncang. Demikian pula Al Qur’an
sebagai penolak fitnah syubhat yang dilemparkan musuh-musuh Islam seperti kaum
kafir dan munafik yang mereka terima dari wali mereka, yaitu setan-setan yang
terkutuk.
Coba
perhatikan firman Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam,
مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى
“Tuhanmu
tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu.” (Qs. Adh Dhuha: 3)
Saat
orang-orang musyrik berkata tentang Beliau, "Tuhannya (Muhammad) telah
meninggalkannya dan benci kepadanya." Maka turunlah ayat itu untuk
membantah perkataan orang-orang musyrik itu.
Demikian
pula perhatikan firman Allah Ta’ala,
أَلَا فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوا
“Ketahuilah
bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah.” (Qs. At Taubah: 49)
Ketika
ada beberapa orang munafik yang tidak mau pergi berperang ke Tabuk (daerah
kekuasaan Rumawi) dengan berdalih khawatir akan tergoda oleh wanita-wanita
Romawi, maka turunlah ayat ini untuk membuka rahasia mereka dan menjelaskan
bahwa keengganan mereka pergi berperang itu adalah karena Kelemahan iman mereka
dan sebenarnya itu juga merupakan fitnah.
Dan
perhatikan pula firman Allah Ta’ala,
فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ
خِلَافَ رَسُولِ اللَّهِ وَكَرِهُوا أَنْ يُجَاهِدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ
فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَقَالُوا لَا تَنْفِرُوا فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ
حَرًّا لَوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ (81) فَلْيَضْحَكُوا قَلِيلًا وَلْيَبْكُوا كَثِيرًا
جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (82)
“Orang-orang
yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu merasa gembira dengan tinggalnya
mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka berkata, "Janganlah kamu berangkat
(pergi berperang) dalam panas terik ini." Katakanlah, "Api neraka
Jahannam itu lebih panas lagi," jika mereka mengetahui.--Maka hendaklah
mereka tertawa sedikit dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang
selalu mereka kerjakan.”
(Qs. At Taubah: 81-82)
Bagaimana
pengaruh ayat-ayat tersebut dalam jiwa? Sungguh sangat dahsyat!
Lebih
ajaib lagi, saat Allah menjanjikan kaum mukmin, bahwa mereka akan memperoleh
ghanimah (harta rampasan perang) Khaibar yang banyak sepulang mereka dari
Hudaibiyah, Dia juga menjanjikan akan memberikan harta itu segera kepada
mereka, dan mereka akan pergi mendatanginya, dan bahwa kaum munafik nanti akan meminta
diizinkan menemani mereka, dan bahwa kaum mukmin akan mengatakan, “Kalian tidak
perlu ikut kami,” lalu mereka mengatakan
kepada kaum mukmin, “Bahkan kalian iri kepada kami,” lalu Allah jawab dengan
firman-Nya, “Bahkan mereka tidak memahami pembicaraan kecuali sedikit.”
(Lihat Qs. Al Fat-h: 15) Ternyata semua itu terjadi di hadapan kaum mukmin satu
persatu sesuai yang Allah sebutkan.
Dari
sini kita mengetahui perbedaan orang yang mengikat hidup mereka dengan Al
Qur’an dengan membacanya, menghafalnya, mengkaji tafsirnya, dan mentadabburi
isinya, dimana dari sinilah mereka berangkat dan kepadanya mereka kembali
dengan orang-orang yang menjadikan ucapan manusia sebagai prinsip mereka dan
pusat perhatiannya.
2. Berpegang dengan syariat Allah dan senantiasa
beramal saleh
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوا مَا يُوعَظُونَ
بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيتًا
“Sesungguhnya
kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal
yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka).” (Qs. An Nisa’: 66)
Ayat
ini menunjukkan, bahwa jika kita mengerjakan apa yang diperintahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala, maka yang demikian dapat menguatkan iman dan mengokohkan
kita di atas agama. Ayat ini juga menunjukkan, bahwa istiqamah dapat diperoleh
dengan mengamalkan nasihat yang disampaikan, tidak cukup hanya banyak mendengar
nasihat, namun tidak diamalkan.
Bersambung…
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan
bin Musa
Maraji: Wasa’iluts Tsabat ala
Dinillah
(Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajjid), Maktabah Syamilah versi 3.35,
dll.
0 komentar:
Posting Komentar