بسم الله الرحمن الرحيم
Fatwa-Fatwa Ulama Seputar Shalat Ied
Segala puji bagi Allah Rabbul
'alamin, shalawat dan
salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan kita
bertanya kepada para ulama jika kita tidak mengetahui, Dia berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (Qs. An Nahl: 43 dan Al Anbiya: 7)
Berikut kami hadirkan fatwa-fatwa ulama
seputar shalat Ied yang kami terjemahkan dari media telegram Fawaid wa Durar
dan situs saaid.net , semoga Allah menjadikan penerjemahan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Fatwa-fatwa
ulama seputar shalat Ied
1. Pertanyaan: Apa pendapat Anda tentang hukum
shalat Ied?
Jawab: Menurutku, shalat Ied hukumnya fardhu
ain, dan tidak boleh bagi kaum lelaki meninggalkannya, bahkan mereka harus
menghadirinya, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk
menghadirinya, bahkan memerintahkan kaum wanita baik yang gadis maupun yang
dipingit untuk keluar ke (lapangan) shalat Ied. Beliau juga memerintahkan
wanita haidh untuk keluar menuju (lapangan) shalat Ied, akan tetapi mereka
menyingkir dari tempat shalat. Ini menunjukkan penekanannya. (Ibnu Utsaimin,
Majmu Fatawa wa Rasail jilid 16, kitab Shalatul Iedain)
Menurut kami, bahwa kaum wanita diperintahkan
diperintahkan juga untuk shalat Ied menyaksikan kebaikan dan ikut serta dengan
kaum muslimin (yang laki-laki) dalam shalat mereka serta dalam doa mereka. Akan
tetapi wajib bagi mereka keluar tanpa mengenakan wewangian dan tidak
bertabarruj (bersolek), sehingga mereka dapat memadukan antara mengerjakan
Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan menjauhi fitnah. (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 16/211)
2. Pertanyaan: Apa saja adab di hari raya?
Jawab: (1) Dianjurkan bertakbir, (2) memakan
kurma dalam jumlah ganjil sebelum berangkat shalat Ied (pada saat Iedul Fitri),
(3) mengenakan pakaian yang indah, namun ini bagi kaum lelaki, adapun bagi
wanita maka tidak mengenakan pakaian menarik ketika keluar ke lapangan shalat
Ied, (4) mandi untuk shalat Ied, (5) mengucapkan selamat antara yang satu
dengan yang lain, (6) bagi yang berangkat shalat Ied disyariatkan menempuh suatu
jalan dan pulang melalui jalan yang lain. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa
16/216-223)
Thabrani dalam Al Kabir meriwayatkan
dengan sanadnya yang sampai kepada Habib bin Umar Al Anshariy dari ayahnya, ia
berkata, “Aku pernah bertemu dengan Watsilah pada hari raya, lalu aku
mengucapkan “Taqabbalallahu minna wa minka” (artinya: semoga Allah
menerima amal ibadah kami dan kamu), lalu ia menjawab, “Ya, taqabbalallahu minna wa minka,”
(Mu’jam Kabir 22/52)
3. Pertanyaan: Apakah sunnahnya berangkat ke
lapangan shalat Ied sambil berjalan ataukah menaiki kendaraan?
Jawab: Sunnahnya berjalan kaki kecuali jika
butuh naik kendaraan, maka tidak mengapa. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa
16/235).
4. Pertanyaan: Apa hikmah menempuh jalan yang
berbeda pada hari raya?
Jawab: (1) Mengikuti Nabi shallallahu alaihi
wa sallam, karena ini termasuk sunnah Beliau (2) menampakkan salah satu syiar,
dan itu merupakan salah satu syiar shalat Ied di seluruh pasar yang ada di
suatu negeri, (3) memperhatikan penduduk pasar yang terdiri dari kaum fakir dan
lainnya, (4) kedua jalan yang dilaluinya itu akan memberikan kesaksian untuknya
pada hari Kiamat, (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/237).
5. Kapan takbir dimulai pada hari raya Idul
Fitri, dan kapan berakhirnya?
Jawab: Takbir pada hari raya (Idul Fitri)
dimulai dari sejak tenggelam matahari akhir bulan Ramadhan hingga imam datang untuk
shalat Ied. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/259).
6. Pertanyaan: Apa hukum shalat Ied di
masjid?
Jawab: Makruh mengadakan shalat Ied di
masjid-masjid kecuali ada uzur, karena sunnahnya adalah mengerjakannya di
lapangan. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/230).
7. Pertanyaan: Kapankah waktu shalat Ied?
Jawab: Waktu shalat Ied dimulai dari naiknya
matahari setinggi satu tombak (kira-kira 15 menit setelah syuruq/matahari
terbit) sampai tergelincir matahari (Zhuhur), hanyasaja dianjurkan shalat Idul
Adhha dimajukan, sedangkan shalat Idul Fitri ditunda berdasarkan riwayat bahwa
Nabi shallallahu alaihi wa sallam melakukan shalat Iedul Adhha ketika matahari
setinggi satu tombak, dan melakukan shalat Idul Fitri ketika matahari setinggi
dua tombak (kira-kira setengah jam setelah syuruq -pent). (Ibnu Utsaimin,
Majmu Fatawa 16/229).
8. Pertanyaan: Apa hukum mendahulukan khutbah
Ied sebelum shalat?
Jawab: Mendahulukan khutbah Iedain sebelum
shalat adalah bid’ah yang diingkari oleh para sahabat radhiyallahu anhum. (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 16/249).
9. Pertanyaan: Apakah dalam pelaksanaan Ied
ada dua kali khutbah atau satu kali?
Jawab: Sunnahnya khutbah Ied sekali saja,
tetapi jika dilakukan dua kali maka tidak mengapa. (Ibnu Utsaimin, Majmu
Fatawa 16/248).
10. Pertanyaan: Apakah dalam shalat Ied ada
azan dan iqamat?
Jawab: Dalam shalat Ied tidak ada azan dan
iqamat. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/237)
11. Pertanyaan: Apa hukum panggilan (seperti Ash
Shalatu Jami’ah, dsb.) untuk shalat Ied?
Jawab: Panggilan untuk shalat Ied (seperti yang
disebutkan) adalah bid’ah yang tidak ada dasarnya.” (Ibnu Baz, Majmu Fatawa
23/13)
Panggilan untuk shalat Iedain dengan ucapan ‘Ash
Shalatu Jami’ah’ dan kalimat semisalnya tidak diperbolehkan, bahkan hal itu
merupakan bid’ah yang diada-adakan. (Fatawa Lajnah Daimah 8/316)
12. Pertanyaan: Bagaimanakah tatacara shalat
Ied?
Rakaat pertama, dia bertakbir dengan takbiratul ihram, lalu
membaca doa istiftah, kemudian bertakbir sebanyak enam kali. Setelah itu
membaca surat Al Fatihah ditambah surat Al A’la atau surat Qaaf pada rakaat
pertama.
Rakaat kedua, saat bangkit dari sujud ia bertakbir, kemudian
bertakbir lagi sebanyak lima kali takbir ketika telah berdiri, lalu membaca
surat Al Fatihah dan surat lainnya. Jika pada rakaat pertama ia membaca surat
Al A’la (setelah Al Fatihah), maka pada rakaat kedua ia membaca surat Al
Ghasyiyah. Namun jika pada rakaat pertama ia membaca surat Qaaf (setelah Al
Fatihah), maka pada rakaat kedua ia membaca surat ‘Iqtarabatis sa’atu
wansyaqqal qamar’ (surat Al Qamar). (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa
16/223)
13. Pertanyaan: Apa hukum shalat Ied yang
hanya membaca takbiratul ihram pada shalatnya?
Jawab: Shalatnya sah jika hanya membaca
takbiratul ihram, karena takbir tambahan setelahnya adalah sunah. (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 16/238)
14. Pertanyaan: Kapan dimulai membaca doa
istiftah dalam shalat Ied?
Jawab: Dimulai membaca doa istiftah setelah
takbiratul ihram. Namun dalam masalah ini ada kelonggaran, sehingga jika
seseorang menundanya dan memulainya setelah takbir terakhir, maka tidak mengapa.
(Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/240)
15. Pertanyaan: Apa bacaan antara
masing-masing takbir dalam shalat Iedain?
Jawab: Tidak ada dzikir tertentu di antara
takbir-takbir itu, tetapi ia bisa memuji Allah, menyanjung-Nya dan bershalawat
kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan cara yang ia kehendaki, dan
jika ia tidak membacanya juga tidak mengapa, karena hal itu hukumnya sunah. (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 16/241)
Disyariatkan baginya memuji Allah,
mensucikan-Nya, mengagungkan-Nya, dan bershalawat kepada Nabi shallallahu
alaihi wa sallam antara masing-masing takbir. (Lajnah Daimah 8/302)
16. Pertanyaan: Apa hukumnya jika seorang
lupa mengucapkan beberapa takbir (setelah takbiratul ihram) sehingga ia
langsung membaca surat?
Jawab: Jika seorang lupa mengucapkan beberapa
takbir dalam shalat Ied sehingga langsung memulai membaca surat, maka telah
gugur (terlewat), karena hal itu hanyalah suatu sunah yang terlewatkan,
sebagaimana seseorang ketika lupa membaca doa istiftah, lalu ia langsung
membaca surat, maka gugur pula (membacanya). (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa
16/244).
17. Pertanyaan: Apa hukumnya jika saya
mendapatkan imam dan telah terlewatkan beberapa takbir tambahan?
Jawab: Jika engkau masuk dalam shalat bersama
Imam di sela-sela takbir, maka terlebih dahulu bertakbirlah engkau sebagai
takbiratul ihram, lalu sellebihnya ikutilah imam dan yang telah lewat menjadi
gugur bagimu. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/245).
18. Pertanyaan: Bagaimana jika seseorang
tertinggal dari mengucapkan beberapa takbir dalam shalat Ied?
Jawab: Menjadi gugur baginya dan ia tidak
perlu mengqadhanya. Demikian pula ketika ia lupa atau lupa sebagiannya sehingga
langsung memulai membaca, maka ia tidak perlu membacanya, karena takbir itu
hanya sunah dan telah lewat tempatnya. Adapun jika ia terlambat (masbuq)
sehingga terlewatkan satu rakaat secara sempurna bersama imam, maka ia
bertakbir dengan mengucapkan beberapa takbir rakaat yang tertinggal itu. (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 16/241).
19. Pertanyaan: Jika seorang masuk ke dalam
shalat Ied, sedangkan imam telah selesai dari rakaat pertama, bagaimanakah
mengqadhanya?
Jawab: Mengqadhanya setelah imam selesai
salam sesuai pratek yang dilakukannya, yakni mengqadhanya dengan mengikuti
takbir yang diucapkan imam. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/256)
20. Pertanyaan: Apakah khatib memulai khutbah
Ied dengan istighfar atau dengan takbir?
Jawab: Adapun dengan istighfar, maka tidak
demikian, dan aku tidak mengetahui adanya ulama yang berpendapat demikian,
sedangkan dengan tahmid atau takbir, maka para ulama berbeda pendapat. Di antara
mereka ada yang berpendapat, dimulai dengan takbir, dan ada pula yang
berpendapat, dimulai dengan tahmid. Namun dalam hal ini terdapat kelonggaran. (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 16/248).
21. Pertanyaan: Apa hukum menghadiri khutbah Ied?
Jawab: Menghadirinya tidak wajib. Barang siapa
yang ingin menghadirinya, menyimak dan mengambil manfaat silahkan, dan barang
siapa yang ingin pergi juga silahkan. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/249).
22. Pertanyaan: Apakah sunnahnya khatib
berdiri dalam shalat Ied ataukah duduk?
Jawab: Sunnahnya baik dalam khutbah Ieda maupun
khutbah Jumat adalah khatib berdiri. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/247).
23. Pertanyaan: Apakah sunnahnya bagi imam
berkhutbah di atas mimbar dalam shalat Ied?
Jawab: Sebagian ulama menganggap sunnah,
namun ulama yang lain berpendapat bahwa lebih utama khutbah Ied tanpa mimbar. Namun
dalam hal ini terdapat kelonggaran. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/250).
24. Apa hukum takbir secara jama’i (bersama-sama)
dalam hari raya?
Jawab: Takbir jama’i dalam hari raya tidak
disyariatkan. Sunnahnya adalah manusia bertakbir dengan suara keras, dimana
masing-masing mereka bertakbir. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/268).
25. Pertanyaan: Di tempat kami pada sebagian
masjid seorang muazin mengeraskan takbir dengan pengeras suara, lalu
orang-orang yang berada di belakangnya mengikuti ucapannya, apakah ini termasuk
bid’ah ataukah dibolehkan?
Jawab: Ini termasuk bid’ah, karena yang sudak
maklum dari petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam hal dzikr adalah
masing-masing orang berdzikir menyebut nama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh
karena itu, tidak sepatutnya keluar dari petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa
sallam dan para sahabatnya. (Ibnu Utsaimin, As’ilah wa Ajwibah fi Shalatil
Iedain hal. 31).
26. Pertanyaan: Seperti apa lafaz takbir
dalam dua hari raya?
Jawab: Lafaznya ‘Allahu akbar, Allahu
akbar, Laailaahaillallahu wallahu akbar, Allahu akbar walillahil hamd’ atau
‘Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, Laailaahaillallahu wallahu akbar,
Allahu akbar walillahil hamd.’ (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/259)
27. Pertanyaan: Saya pergi ke lapangan shalat
Ied, namun saya dapatkan imam telah selesai shalat Ied dan mulai melakukan
khutbah Ied, apakah saya harus mengqadha?
Jawab: Barang siapa yang tertinggal shaat Ied
berjamaah, maka dianjurkan baginya untuk mengqadhanya kapan saja, pada hari itu
yang masih tersisa, besoknya, atau lusanya. Akan tetapi para Ahli Fiqih berbeda
pendapat tentang tatacara mengqadhanya, ada yang berpendapat mengqadhanya empat
rakaat dengan satu salam atau dua salam. Namun yang raiih (kuat) adalah
pendapat jumhur (mayoritas) para Ahli Fiqih, yaitu bahwa shalat Ied diqadha sesuai
praktek shalat Ied, sehingga engkau lakukan dua rakaat dengan tujuh kali takbir
pada rakaat pertama, dan lima kali takbir pada rakaat kedua. Dan mengqadhanya
bisa sendiri-sendiri atau berjamaah. (Dr. Hisam Affanah, dosen Fiqih dan Ushul
Fiqih di Univ. Al Quds, Palestina).
28. Apabila kaum muslimin telah melakukan
shalat Ied atau istisqa di luar kota di lapangan, maka tidak disyariatkan bagi
orang yang mendatangi lapangan melakukan shalat sunah terlebih dahulu, baik
tahiyyatul masjid maupun lainnya. Hal ini merupakan bentuk pengamalan terhadap
hadits dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma,
bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah keluar (ke lapangan) pada hari
raya Idul Fitri, lalu shalat dua rakaat, dan tidak melakukan shalat apa-apa
baik sebelumnya maupun setelahnya. Akan tetapi jika shalat Iedain atau shalat
istisqa ditegakkan di salah satu masjid di kota itu, maka tidak mengapa
melakukan shalat tahiyyatul masjid saat masuk, tetapi ia tidak melakukan shalat
sunah lainnya. (Lajnah Daimah no. 12515)
29. Pertanyaan: Apa hukum shalat Ied bagi
musafir?
Jawab: Tidak disyariatkan bagi musafir
melakukan shalat Ied, akan tetapi apabila musafir berada di suatu kota yang
ditegakkan shalat Ied di sana, maka ia diperintahkan untuk shalat bersama kaum
muslimin. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/236).
Wallahu a’lam wa
shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Penerjemah:
Marwan bin Musa
Maraji’: Telegram
Fawaid wa Durar, Maktabah Syamilah
versi 3.45, https://saaid.net/mktarat/eid/103.htm dll.
0 komentar:
Posting Komentar