Fiqih Qiyamullail (3)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫قيام الليل‬‎
Fiqih Qiyamullail (3)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan fiqih Qiyamullail, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Adab ketika hendak Qiyamullail
6. Tidur dan tidak melakukan shalat jika merasa ngantuk agar hilang kantuknya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ، فَاسْتَعْجَمَ الْقُرْآنُ عَلَى لِسَانِهِ، فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُولُ، فَلْيَضْطَجِعْ»
“Apabila salah seorang di antara kamu bangun malam, lalu lisannya berat membaca Al Qur’an sehingga ia tidak mengetahui apa yang ia baca, maka hendaknya ia berbaring.” (HR. Muslim)
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk ke masjid, dan ternyata ada tali yang dibentangkan di antara dua tiang, lalu Beliau bertanya, “Apa ini?” Para sahabat berkata, “Ini milik Zainab, ia melakukan shalat (malam), saat dirinya malas atau lemah semangat, maka ia berpegang dengannya.” Lalu Beliau bersabda,
حُلُّوهُ، لِيُصَلِّ أَحَدُكُمْ نَشَاطَهُ، فَإِذَا كَسِلَ، أَوْ فَتَرَ قَعَدَ
“Lepaskanlah tali itu! Hendaklah seseorang melakukan shalat ketika semangat. Saat dirinya malas atau lemah semangat, maka hendaknya ia duduk.” (HR. Bukhari dan Muslim)
7. Tidak menyusahkan dirinya, bahkan ia melakukan qiyamullail sesuai kemampuannya, ia juga rutin melakukannya, dan tidak meninggalkannya kecuali karena darurat.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خُذُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا،
“Kerjakanlah amal yang kalian sanggupi. Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian bosan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksudnya Allah tidak akan memutuskan pahala sampai kalian memutuskan ibadah.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang amal yang paling dicintai Allah Ta’ala? Beliau menjawab,
أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Yang paling rutin meskipun sedikit.”
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah rutin.” Maksudnya Beliau ketika mengerjakan suatu amalan, maka Beliau rutin melakukannya.
Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَا عَبْدَ اللَّهِ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ، فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai Abdullah! Janganlah engkau seperti si fulan, dahulu ia biasa qiyamullail, namun sekarang ia tinggalkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa pernah disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang seseorang yang tidur hingga bangun pada waktu Subuh, Beliau pun bersabda,
ذَاكَ رَجُلٌ بَالَ الشَّيْطَانُ فِي أُذُنَيْهِ
“Itu adalah seorang yang kedua telinganya dikencingi setan.”
Atau Beliau bersabda, “Seorang yang satu telinganya dikencingi setan.”
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ، لَوْ كَانَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik orang adalah Abdullah (bin Umar) kalau sekiranya ia melakukan shalat malam.”
Salim berkata, “Setelah itu Abdullah tidak tidur malam kecuali sebentar.”
Waktu shalat malam
Shalat malam boleh dilakukan di awal waktu, tengahnya, dan akhirnya selama dilakukan setelah shalat Isya.
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata ketika menerangkan shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah kami ingin melihat Beliau shalat malam, melainkan kami telah melihatnya, dan tidaklah kami ingin melihat Beliau tidur, melainkan kami telah melihatnya. Beliau ketika berpuasa di suatu bulan, maka kami mengira bahwa Beliau tidak pernah berbuka, dan ketika Beliau berbuka, maka kami mengira bahwa Beliau tidak pernah berpuasa.” (HR. Ahmad, Bukhari, dan Nasai)
Al Hafizh berkata, “Tahajjud Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak khusus dilakukan pada waktu tertentu, bahkan sesuai yang mudah baginya.”
Waktu yang paling utama melakukan qiyamullail
Waktu yang paling utama adalah di sepertiga malam terakhir. Hal ini berdasarkan beberapa hadits berikut:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia pada setiap malam ketika masih tersisa sepertiga malam terakhir, Dia berfirman, “Barang siapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Barang siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku berikan, dan barang siapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Jamaah Ahli Hadits)
Dari Amr bin Anbasah, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الرَّبُّ مِنَ العَبْدِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ الآخِرِ، فَإِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ اللَّهَ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ»
“Keadaan yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah pada malam yang terakhir. Jika engkau sanggup mengingat Allah pada saat itu, maka lakukanlah.” (HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hasan shahih,” dan diriwayatkan pula oleh Hakim, ia berkata, “Sesuai syarat Muslim,” dan diriwayatkan pula oleh Nasa’i dan Ibnu Majah).
Abu Muslim pernah berkata kepada Abu Dzar, “Qiyamullail mana yang ebih utama?” Ia menjawab, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana engkau bertanya kepadaku, lalu Beliau menjawab,
جَوْفُ اللَّيْلِ الْغَابِرِ، أَوْ نِصْفُ اللَّيْلِ، وَقَلِيلٌ فَاعِلُهُ
“Yaitu separuh malam yang masih tersisa, atau tengah malam, namun sedikit sekali yang melakukannya.” (HR. Ahmad dan dinyatakan isnadnya shahih lighairih oleh pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ، كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا، وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ، كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ، وَيَنَامُ سُدُسَهُ
“Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Dawud; Beliau sehari puasa dan sehari berbuka. Shalat yang paling utama adalah shalat Nabi Dawud; Beliau tidur di separuh malam dan bangun pada sepertiganya, serta tidur pada seperenamnya.” (HR. Jamaah selain Tirmidzi).
Jumlah rakaat shalat malam
Menurut Syaikh Sayyid Sabiq, bahwa shalat malam tidak ada batasan khususnya, dan shalat malam terwujud meskipun hanya satu rakaat witir setelah shalat Isya, namun yang lebih utama adalah merutinkan sebelas atau tiga belas rakaat.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ، وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا، فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا، فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ، فَقَالَ: «يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ، وَلَا يَنَامُ قَلْبِي»
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam tidak melebihi sebelas rakaat baik di bulan Ramadhan maupun di bulan lainnya. Beliau shalat empat rakaat, jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya, lalu shalat empat rakaat, jangan engkau tanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat tiga rakaat, lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum melakukan shalat witir?” Beliau menjawab, “Wahai Aisyah, sesungguhnya kedua mataku tidur, namun hatiku tidak tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Al Qasim bin Muhammad ia berkata, “Aku mendengar Aisyah radhiyallahu anha berkata, “Shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari sepuluh rakaat dan berwitir satu rakaat.”
Mengqadha qiyamullail
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika tertinggal shalat malam karena sakit atau lainnya, maka Beliau shalat di siang hari dua belas rakaat.
Jamaah Ahli Hadits selain Bukhari meriwayatkan dari Umar, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ، أَوْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ، فَقَرَأَهُ فِيمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْفَجْرِ، وَصَلَاةِ الظُّهْرِ، كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ مِنَ اللَّيْلِ»
“Barang siapa yang tertidur dari wirid kebiasaannya (melakukan shalat malam) atau terkait dengan hal itu, lalu ia melakukannya antara shalat Subuh dengan shalat Zhuhur, maka akan dicatat pahala seakan-akan ia melakukannya di malam hari.”
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam, wal hamdulillahi Rabbil alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Shahih Fiqhis Sunnah (Abu Malik Kamal bin As Sayyid), Tamamul Minnah (Syaikh M. Nashiruddin Al Albani), Al Fiqhul Muyassar fii Dhau’il Kitab wa Sunnah (Tim Ahli Fiqh, KSA), Mausu’ah Ruwathil Hadits (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani was Sunnah),  Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger