بسم
الله الرحمن الرحيم
Hukum Mengucapkan “Selamat Natal” dan Menghadiri Acara Natal
Bersama
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya
dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Sebagian saudara-saudara kita meremehkan
masalah “Mengucapkan Selamat Natal” atau mengucapkan selamat terhadap hari raya
orang-orang kafir, demikian pula menghadiri acara Natal Bersama dan acara
peribadatan orang-orang kafir lainnya. Mereka menganggap bahwa hal ini hukumnya
boleh-boleh saja, maka dari itu di sini kami akan hadirkan fatwa ulama dalam
dan luar negeri yang menegaskan bahwa hal itu hukumnya haram.
FATWA
SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL ‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
Pertanyaan:
Apa hukum mengucapkan “selamat natal” kepada
orang-orang kafir? Apa jawaban kita ketika mereka mengucapkan selamat natal
kepada kita? Bolehkah pergi ke tempat-tempat peringatan natal tersebut? Apakah
seseorang berdosa ketika melakukan hal tersebut tanpa disengaja, tetapi karena
beramah tamah, atau karena merasa tidak enak atau terpaksa, dan sebab lainnya,
dan bolehkah menyerupai mereka dalam hal tersebut?
Jawab: Mengucapkan “selamat natal” kepada orang-orang
kafir atau selamat lainnya pada saat hari raya keagamaan mereka adalah haram
berdasarkan kesepakatan para ulama. Hal ini sebagaimana dinukil oleh Ibnul
Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkam Ahli Dzimmah, ia
berkata, “Adapun mengucapkan selamat terhadap syiar-syiar kekafiran secara
khusus, maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan para ulama, misalnya
mengucapkan selamat terhadap hari raya mereka atau puasa yang mereka lakukan
dengan mengucapkan “hari raya yang berkah” atau “selamat hari raya ini atau
itu,” maka hal ini sekalipun orang yang mengucapkannya selamat dari
kekafiran, tetapi termasuk perkara yang diharamkan. Hal ini sama seperti
mengucapkan selamat kepada seorang yang sujud kepada salib, bahkan hal itu
lebih besar dosanya di sisi Allah, dan lebih dibenci-Nya daripada mengucapkan
selamat terhadap orang yang meminum khamr, membunuh jiwa, serta melakukan zina,
dan semisalnya. Banyak orang yang tidak menghormati masalah agama jatuh
terhadap masalah ini, ia tidak tahu akan buruknya sikap itu. Oleh karena itu,
barang siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang terhadap maksiat,
bid’ah, atau kekafiran yang dilakukannya, maka sesungguhnya ia telah siap
menerima kemurkaan Allah.” Demikianlah yang dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullah.
Haramnya
mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir terhadap hari raya keagamaan
mereka sebagaimana yang diterangkan Ibnul Qayyim karena di dalamnya terdapat
bentuk pengakuan terhadap keadaan mereka yang menegakkan syiar-syiar kekafiran,
dan membuat mereka ridha terhadapnya meskipun ia tidak ridha terhadap kekafiran
itu. Akan tetapi, tetap saja haram bagi seorang muslim ridha dengan syiar-syiar
kekafiran atau mengucapkan selamat terhadapnya, karena Allah Ta’ala tidak ridha
terhadap hal itu sebagaimana firman-Nya,
إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى
لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika
kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak
meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia
meridhai bagimu sikap syukur itu.” (QS. Az
Zumar: 7)
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً
“Pada
hari ini Aku sempurnakan untukmu agama-Mu, Aku cukupkan untukmu nikmat-Ku, dan
Aku ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al Maa’idah:
3)
Oleh
karena itu, mengucapkan selamat seperti itu hukumnya haram, baik ikut serta
memperingatinya maupun tidak.
Kemudian
jika mereka mengucapkan selamat hari raya tersebut kepada kita, maka kita tidak
perlu membalasnya, karena hari raya itu bukan hari raya kita, dan karena hari
raya itu adalah hari raya yang tidak diridhai Allah, dimana keadaan hari raya
itu bisa sebagai bentuk bid’ah (hal yang diada-adakan) dalam agama mereka, atau
memang disyariatkan namun telah dihapus dengan agama Islam yang dibawa oleh
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diperuntukkan kepada semua
manusia. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ
وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barang
siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
Demikian
pula haram hukumnya menghadiri undangan mereka pada saat peringatan itu, karena
hal ini lebih parah daripada sekedar mengucapkan selamat, dimana di dalam sikap
ini terdapat sikap ikut serta dengan mereka. Demikian pula haram hukumnya bagi
kaum muslimin menyerupai orang-orang kafir dengan mengadakan
peringatan-peringatan pada saat itu, atau tukar menukar hadiah, atau membagikan
manisan atau makanan, atau meliburkan aktifitas, dan sebagainya. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang
siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya Iqtidha Ash Shirathil Mustaqim
Mukhaalafah As-habil Jahiim, “Menyerupai mereka pada sebagian hari raya
mereka membuat mereka senang di atas kebatilan. Bahkan terkadang membuat mereka
semakin semangat memanfaatkan situasi dan menindas orang-orang lemah.”
Demikianlah yang dikatakan Syaikhul Islam rahimahullah.
Oleh
karena itu, barang siapa yang melakukan hal tersebut, maka ia telah berdosa,
baik melakukannya karena beramah-tamah, menjalin persahabatan, atau karena rasa
tidak enak. Itu semua termasuk bentuk mudahanah (mencari perhatian mereka)
dalam agama Allah, dan termasuk sebab yang membuat orang-orang kafir semakin
kuat jiwanya dan bangga terhadap agama mereka.” (Lihat: http://ar.islamway.net/fatwa/4582/التهنئة-بعيد-الكريسماس)
FATWA
MAJLIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DAN MENGHADIRI
ACARA NATAL BERSAMA
Dewan
Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah :
Memperhatikan:
1.
Perayaan Natal bersama pada akhir-akhir ini disalah-artikan oleh sebagian umat
Islam dan disangka oleh umat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam.
2.
Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam
perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal.
3. Perayaan
Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah.
Menimbang:
1. Umat
Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.
2. Umat
Islam agar tidak mencampur adukkan aqidah dan ibadahnya dengan aqidah dan
ibadah agama lain.
3. Umat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
3. Umat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
4.
Tanpa mengurangi usaha umat Islam dalam Kerukunan Antar Umat Beragama di
Indonesia.
Meneliti
kembali :
Ajaran-ajaran
agama Islam, antara lain:
1.
Bahwa umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan umat
agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah
keduniaan, berdasarkan atas:
1. Al
Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى
وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ
اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai
manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan Kamu sekalian dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa (kepada Allah), sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
2. Al
Qur’an surat Luqman ayat 15:
وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ
مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ
تَعْمَلُونَ
“Dan
jika kedua orang tuamu memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
kamu tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikutinya, dan
pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik. Dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian kepada-Kulah kembalimu, maka akan Kuberitakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
3. Al
Qur’an surat Mumtahanah ayat 8:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي
الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah
tidak melarang kamu (umat Islam) untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang (beragama lain) yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak
pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.”
2.
Bahwa umat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan peribadatan agamanya
dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan:
1. Al
Qur’an surat Al-Kafirun ayat 1-6:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ
مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4)
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ
وَلِيَ دِينِ (6)
“Katakanlah
hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
2. Al
Qur’an surat Al Baqarah ayat 42 :
وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُواْ الْحَقَّ
وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan janganlah kamu
campur-adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang
hak itu, sedang kamu mengetahui.”
3.
Bahwa umat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam
sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan
atas :
1. Al
Qur’an surat Maryam ayat 30-32 :
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آَتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي
نَبِيًّا (30) وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا (31) وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
(32)
“Berkata
Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia
menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di
mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan
menunaikan zakat selama aku hidup. (Dan Dia memerintahkan aku) berbakti kepada
ibumu (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”
2. Al
Qur’an surat Al Maidah ayat 75 :
مَّا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن
قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطَّعَامَ انظُرْ
كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الآيَاتِ ثُمَّ انظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Al
Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu
sebelumnya beberapa Rasul dan ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya
biasa memakan makanan (sebagai manusia). Perhatikanlah bagaimana Kami
menjelaskan kepada mereka (Ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah
bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).”
3. Al Qur’an
surat Al Baqarah ayat 285:
آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ
وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ
نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُواْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا
غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Rasul
(Muhammad telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya), demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada
Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-Nya. (Mereka
mengatakan), “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang
lain) dari Rasul-rasul-Nya dan mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami taat.”
(Mereka berdoa) Ampunilah Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”
4. Bahwa
barang siapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu
mempunyai anak, Isa Al Masih itu anaknya, bahwa orang itu kafir dan musyrik,
berdasarkan atas: Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah
dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan Ibunya
(Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab “Tidak”. Hal itu berdasarkan atas:
1. Al
Qur’an surat Al Maidah ayat 72 :
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ
ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ
رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ
الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih
putera Maryam.” Padahal Al Masih sendiri berkata, “Hai Bani Israil! Sembahlah
Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu
dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya
ialah neraka, tidak ada bagi orang zalim itu seorang penolong pun.”
2. Al
Qur’an surat Al Maidah ayat 73:
لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ
وَمَا مِنْ إِلَـهٍ إِلاَّ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَإِن لَّمْ يَنتَهُواْ عَمَّا
يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya
telah kafirlah orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah itu adalah salah satu
dari yang tiga (Tuhan itu ada tiga), padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain
Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu,
pasti orang-orang kafir itu akan disentuh siksaan yang pedih.”
3. Al
Qur’an surat At Taubah ayat 30 :
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللّهِ وَقَالَتْ النَّصَارَى
الْمَسِيحُ ابْنُ اللّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِؤُونَ قَوْلَ
الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Orang-orang
Yahudi berkata, “Uzair itu anak Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al
Masih itu anak Allah.” Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka,
mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu, merela dilaknati Allah.
bagaimana mereka sampai berpaling.”
5. Al
Qur’an surat Al Maidah ayat 116-118 :
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ
لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ
سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ
قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي
نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (116) مَا قُلْتُ
لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ
وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ
أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (117)
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ
أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (118)
“Dan
(ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, apakah kamu
mengatakan kepada manusia (kaummu), “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan
selain Allah,” Isa menjawab, “Mahasuci Engkau (ya Allah), tidaklah patut bagiku
mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya
tentu Engkau telah mengetahuinya, Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku.
Sedangkan aku tidak mengetahui apa yang pada Diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha
Mengetahui perkara yang ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka
kecuali apa yang engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya), yaitu, “Sembahlah
Allah Tuhanku dan Tuhanmu, dan aku menjadi saksi terhadapa mereka selama aku
berada di antara mereka. Tetapi setelah Engkau wafatkan aku, Engkau sendirilah
yang menjadi pengawas mereka. Engkaulah pengawas dan saksi atas segala sesuatu.
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu dan
Jika Engkau mengampunkan mereka, maka sesungguhnya Engkau Mahakuasa lagi Mahabijaksana.”
6.
Islam mengajarkan Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu hanya satu, berdasarkan
atas Al Qur’an surat Al Ikhlas :
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ
يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
“Katakanlah,
“Dia Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung
kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada
seorang pun yang setara dengan Dia.”
7.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang
syubhat dan dari larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala serta untuk mendahulukan
menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas :
1.
Hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dari Nu’man bin Basyir :
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا
أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ
اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ
لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ،
كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى
اللهِ مَحَارِمُهُ
“Sesungguhnya
apa apa yang halal itu telah jelas dan apa apa yang haram itu pun telah jelas,
akan tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti halal, seperti
haram) kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barang siapa
memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah agamanya dan
kehormatannya, tetapi barang siapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia
telah jatuh kepada yang haram, seperti orang yang mengembalakan binatang lalu
menggembala di daerah terlarang. Hampir saja ia memakan di daerah terlarang
itu. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa
larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkan-Nya (oleh karena itu yang haram
jangan didekati).”
2.
Kaidah Ushul Fiqih,
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menolak kerusakan-kerusakan itu
didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahatan (jika tidak demikian
sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mashalihnya tidak
dihasilkan).”
Memutuskan,
Memfatwakan :
1.
Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi
Isa Alihis Sallaam, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal
yang diterangkan di atas.
2.
Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram.
3. Agar
umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu wa Talala
dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.
Jakarta,
1 Jumadil Awal 1401 H/7 Maret 1981
KOMISI
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua:
(K.H.
M. SYUKRI GHOZALI)
Sekretaris:
(Drs.
H. MAS’UDI)
Wallahu a'lam, wa
shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi,
M.Pd.I
Maraji’:
http://ar.islamway.net/fatwa/4582/التهنئة-بعيد-الكريسماس
0 komentar:
Posting Komentar