بسم
الله الرحمن الرحيم
Pembahasan Seputar Shalat
(Kewajiban Shalat, Shalat Yang Dilakukan Anak Kecil, Shalat
Fardhu Yang Lima Waktu, dan Waktu-Waktu Shalat)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan
seputar shalat, mengenai “Kewajiban Shalat, Shalat Yang Dilakukan Anak
Kecil, dan Shalat Fardhu Yang Lima Waktu.” Semoga Allah menjadikan
penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Kepada
siapakah shalat diwajibkan?
Shalat diwajibkan
kepada seorang muslim yang baligh dan berakal. Hal ini berdasarkan hadts Ali
radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى
يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى
يَعْقِلَ
“Telah diangkat
pena (tidak dikenakan kewajiban) terhadap tiga orang, yaitu: orang yang tidur sehingga
ia bangun, anak kecil sehingga ia baligh, dan orang gila sehingga ia kembali
berakal.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani
dalam Shahihul Jami’ no. 3514)
Shalat
yang dilakukan anak kecil
Anak kecil,
meskipun belum diwajibkan shalat, tetapi walinya wajib memerintahkannya untuk
shalat ketika usianya tujuh tahun, dan memukulnya ketika anaknya
meninggalkannya saat berusia sepuluh tahun. Hal ini dimaksudkan agar ia
terbiasa melakukannya setelah baligh nanti.
Dari Amr bin
Syu’ab, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
«مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ
أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ
وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ»
“Perintahkanlah
anak-anak kalian untuk shalat saat berusia tujuh tahun, pukullah mereka ketika
meninggalkannya saat berusia sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur
mereka.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim, dan dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami’ no. 5868).
Shalat
fardhu yang lima waktu
Shalat fardhu
dalam sehari-semalam ada lima waktu. Imam Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i, dan Ibnu
Majah meriwayatkan dari Ibnu Muhairiz, bahwa ada seorang dari Bani Kinanah yang
biasa dipanggil Al Makhdajiy mendengar di Syam seseorang yang biasa dipanggil
Abu Muhammad yang berkata, “Sesungguhnya shalat witir itu wajib.” Al Makhdajiy
berkata, “Maka aku pergi mendatangi Ubadah bin Ash Shamit dan memberitahukan
hal tersebut,” maka Ubadah berkata, “Abu Muhammad berdusta. Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«خَمْسُ صَلَوَاتٍ كَتَبَهُنَّ اللَّهُ عَلَى
الْعِبَادِ، فَمَنْ جَاءَ بِهِنَّ لَمْ يُضَيِّعْ مِنْهُنَّ شَيْئًا اسْتِخْفَافًا
بِحَقِّهِنَّ، كَانَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ أَنْ يُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ،
وَمَنْ لَمْ يَأْتِ بِهِنَّ فَلَيْسَ لَهُ عِنْدَ اللَّهِ عَهْدٌ، إِنْ شَاءَ
عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ أَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ»
“Lima kali
shalat yang Allah wajibkan kepada hamba-hamba-Nya. Barang siapa yang
melaksanakannya dan tidak menyia-nyiakannya karena meremehkan haknya, maka dia
memiliki perjanjian dari Allah untuk dimasukkan-Nya ke surga. Tetapi, barang
siapa yang tidak melaksanakannya, maka dia tidak memiliki perjanjian di sisi
Allah. Jika Dia menghendaki, maka Dia akan menyiksanya, dan jika Dia
menghendaki, maka Dia akan memasukkannya ke surga.” (Dishahihkan oleh Al Albani)
Imam Bukhari dan
Muslim meriwayatkan dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa ada seorang Arab badui
yang rambutnya tidak tertata datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku shalat apa yang
Allah wajibkan kepadaku?” Beliau menjawab, “Shalat yang lima waktu, kecuali
jika kamu mau menambah yang sunat.” Ia bertanya lagi, “Beritahukanlah kepadaku
puasa apa yang Allah wajibkan kepadaku?” Beliau menjawab, “(Puasa) bulan
Ramadhan kecuali jika engkau menambah yang sunat.” Ia bertanya lagi,
“Beritahukanlah kepadaku zakat apa yang Allah wajibkan kepadaku?” Maka Beliau
memberitahukan semua syariat Islam, lalu orang badui ini berkata, “Demi Allah
yang telah memuliakanmu. Aku tidak akan menambah dengan yang sunat sedikit pun
dan aku tidak akan mengurangi kewajiban yang Allah tetapkan kepadaku.” Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ، أَوْ دَخَلَ الجَنَّةَ
إِنْ صَدَقَ»
“Beruntunglah
dia jika benar,“ atau bersabda, “Dia akan masuk surga jika benar demikian.”
Waktu-waktu
shalat
Allah Subhaanahu
wa Ta’ala berfirman
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.” (QS. An Nisaa’: 103)
Maksud ayat ini
adalah bahwa shalat itu diwajibkan pada wakltu-waktu yang telah ditentukan,
dimana tidak sah shalat dilakukan sebelum tiba waktunya.
Imam Muslim
meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
«وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ
وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ، مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ، وَوَقْتُ
الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ
يَغِبِ الشَّفَقُ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ
الْأَوْسَطِ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ
تَطْلُعِ الشَّمْسُ، فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنِ الصَّلَاةِ،
فَإِنَّهَا تَطْلُعْ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ»
“Waktu Zhuhur masuk
ketika matahari telah bergeser hingga bayangan seseorang sama dengan panjang
orang itu selama belum tiba waktu Ashar. Waktu Ashar sudah masuk selama
matahari belum menguning. Waktu shalat Maghrib sudah masuk selama syafaq
(cahaya merah) belum hilang, waktu shalat Isya terus berlanjut hingga pertengahan
malam, sedangkan waktu Subuh dimulai dari terbit fajar selama matahari belum
terbit. Ketika matahari terbit, maka tahanlah dari melakukan shalat, karena ia
terbit di antara dua tanduk setan.” (HR. Muslim)
Waktu
Zhuhur
Hadits di atas
menunjukkan, bahwa waktu Zhuhur dimulai waktunya saat matahari bergeser dari
bagian tengah langit ke arah barat dan terus berlangsung waktunya sampai
bayangan seseorang atau benda sama panjang dengan orang atau bendanya. Dan
dianjurkan pelaksanaannya di awal waktu kecuali jika kondisi sangat panas
sekali, maka dianjurkan ditunda hingga kondisi agak sejuk. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
«إِذَا اشْتَدَّ الحَرُّ فَأَبْرِدُوا
بِالصَّلاَةِ، فَإِنَّ شِدَّةَ الحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ»
“Jika cuaca
sangat panas, maka tundalah shalat hingga cuacanya sejuk, karena kondisi yang
sangat panas tersebut berasal dari luapan neraka Jahannam.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Waktu
Ashar
Waktu Ashar
dimulai dari habisnya waktu Zhuhur –berakhirnya bayangan seseorang atau
benda sama panjang dengan orang atau bendanya- dan terus berlangsung hingga
tenggelam matahari, yakni akhir matahari menguning. Dan dianjurkan dilaksanakan
di awal waktu. Shalat Ashar ini disebut juga shalat Wustha sebagaimana
yang disebutkan Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya,
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا
لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah
semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa (Ashar). Berdirilah untuk
Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.” (QS.
Al Baqarah: 238)
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ فَاتَتْهُ الْعَصْرُ، فَكَأَنَّمَا
وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ»
“Barang siapa
yang tertinggal dari melaksanakan shalat Ashar, maka seakan-akan ia kehilangan
keluarga dan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
«مَنْ تَرَكَ صَلاَةَ العَصْرِ فَقَدْ حَبِطَ
عَمَلُهُ»
“Barang siapa
yang meninggalkan shalat Ashar, maka akan hapus amalnya.” (HR. Bukhari)
Waktu
Maghrib
Waktu shalat
Maghrib dimulai dari sejak tenggelam matahari hingga hilangnya syafaq (cahaya
merah di ufuk langit yang terlihat setelah tenggelam matahari). Dan dianjurkan
pelaksanaannya di awal waktu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ» - أَوْ قَالَ:
عَلَى الْفِطْرَةِ - مَا لَمْ يُؤَخِّرُوا الْمَغْرِبَ إِلَى أَنْ تَشْتَبِكَ
النُّجُومُ "
“Umatku akan
senantiasa berada dalam kebaikan –atau bersabda, “Di atas fitrah- selama mereka
tidak menunda waktu Maghrib sampai bintang-bintang berhamburan.” (HR. Ahmad,
Abu Dawud, dan Hakim, ia menshahihkannya sesuai syarat Muslim, dan disepakati
oleh Adz Dzahabi).
Tetapi bagi
jamaah haji saat bermalam di Muzdalifah, maka dianjurkan ditunda shalat
Maghribnya hingga dilakukan bersama shalat Isya dengan jama ta’khir.
Waktu
Isya
Waktu Isya
dimulai dari sejak hilangnya syafaq merah hingga tengah malam (lihat hadits
sebelumnya). Dianjurkan pelaksanaannya ditunda sampai akhir waktu pilihan
selama tidak menyusahkan. Dan dimakruhkan tidur sebelum shalat Isya serta
melakukan obrolan setelahnya yang tidak ada maslahat. Hal ini berdasarkan hadits
Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak suka tidur sebelum shalat Isya dan melakukan obrolan setelahnya. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Waktu
Subuh
Waktu Subuh
dimulai dari terbit fajar hingga terbit matahari (syuruq), dan dianjurkan di
awal waktu ketika fajar telah benar-benar menyingsing.
Demikianlah
waktu-waktu shalat yang lima waktu. Seorang muslim wajib melaksanakan shalat
pada waktu-waktu tersebut dan tidak menundanya hingga lewat waktunya, karena
Allah Subhaanahu wa Ta’ala mengancam orang-orang yang menunda-nunda shalat
hingga lewat waktunya sebagaimana firman-Nya,
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ -
الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ
“Maka
kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,-(yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya,” (QS. Al Maa’un: 4-5)
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا
الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
“Maka
datanglah setelah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan,” (QS. Maryam: 59)
Kata “ghay”
di ayat tersebut juga bisa diartikan azab yang sangat pedih, keburukan, dan
penelantaran di neraka Jahannam, wal ‘iyadz billah.
Jika orang yang menunda shalat sampai tiba waktu shalat berikutnya
sudah seperti ini keadaannya, lalu bagaimana dengan orang yang meninggalkan
shalat? Neraka, itulah tempat orang yang meninggalkan shalat. Allah Subhaanahu
wa Ta'aala berfirman:
مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ- قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ- وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ- وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ- وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ- حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar
(neraka)?"--- Mereka menjawab, "Kami dahulu tidak termasuk
orang-orang yang mengerjakan shalat--Dan kami tidak (pula) memberi makan orang
miskin,---Dan kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang
membicarakannya,---Dan kami mendustakan hari pembalasan,---Hingga datang kepada
kami kematian". (ter. Al Muddatstsir:
42-47)
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'ala Nabiyyina Muhammad wa
'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhussunnah (S. Sabiq), Al Fiqhul Muyassar fii Dhauil Kitab
was Sunnah (Tim Ahli Fiqh, KSA), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar