بسم
الله الرحمن الرحيم
Mengenal Syirk dan
Bahayanya
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Ta’rif (Definisi) Syirk dan Bahayanya
Syirk adalah seseorang mengadakan tandingan bagi Allah
Subhaanahu wa Ta’ala baik dalam rububiyyah maupun uluhiyyah. Dalam rububiyyah
misalnya menganggap bahwa di samping Allah Ta’ala ada juga yang ikut serta
mengatur alam semesta. Sedangkan dalam uluhiyyah misalnya menyembah dan
beribadah kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Namun umumnya, syirk itu
terjadi dalam uluhiyyah (beribadah).
Syirk adalah dosa besar yang paling besar, dan termasuk
tujuh dosa besar yang membinasakan seseorang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
«
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا
هُنَّ ؟ قَالَ :« الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى
حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ
الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ » .
"Jauhilah tujuh
dosa yang membinasakan!" Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah,
apa saja itu?" Beliau menjawab, "Syirk kepada Allah, melakukan sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang
benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari peperangan
dan menuduh berzina wanita yang suci mukminah yang tidak tahu-menahu."
(HR. Bukhari-Muslim)
Di samping itu, Allah mengharamkan surga bagi orang yang
meninggal di atas perbuatan syirk dan mengekalkan orang itu di neraka (lihat QS.
Al Maa’idah : 72).
Pembagian
Syirk
Syirk terbagi dua:
1.
Syirk Akbar (besar),
Syirk ini bisa terjadi dalam rububiyyah maupun
dalam Uluhiyyah. Dalam Rububiyyah telah diterangkan sebelumnya, sedangkan dalam
Uluhiyyah adalah dengan mengarahkan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa
Ta’ala (baik selain Allah itu para malaikat, para nabi, orang-orang yang sudah
mati, kuburan, batu, keris, matahari, bulan, jin, maupun lainnya). Misalnya
berdoa dan meminta kepada selain Allah, ruku dan sujud kepada selain Allah,
berkurban untuk selain Allah (seperti membuat sesaji untuk jin atau penghuni
kubur), bertawakkal kepada selain Allah dan segala bentuk penyembahan/ibadah
lainnya yang ditujukan kepada selain Allah Ta’ala.
2.
Syirk Ashghar (kecil),
Syirk kecil adalah perbuatan, ucapan atau niat
yang dihukumi syirk oleh Islam, karena bisa mengarah kepada Syirk Akbar dan mengurangi
kesempurnaan tauhid seseorang. Misalnya,
a. Bersumpah
dengan nama selain Allah (termasuk bersumpah dengan nama nabi atau lainnya),
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ
“Barang siapa yang bersumpah dengan nama selain Allah, maka
sungguh ia telah berbuat kufur atau syirk.”(HR. Tirmidzi dan ia menghasankannnya).
b. Memakai
gelang, cincin atau kalung sambil beranggapan bahwa benda-benda tersebut
sebagai sebab sembuhnya dari penyakit atau terhindar dari bahaya. Hal ini
termasuk syirk ashghar, karena Allah sama sekali tidak menjadikan sebab
sembuhnya penyakit dengan benda-benda tersebut. Dan bisa menjadi Syirk Akbar
apabila ia beranggapan bahwa benda-benda tersebut dengan sendirinya bisa
menyembuhkan penyakit atau bisa menghindarkan bahaya dsb. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَلَّقَ
تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barang
siapa yang memakai jimat, maka ia telah berbuat syirk.” (HR. Ahmad dan Hakim, dan
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6394).
c. Riya’
(mengerjakan ibadah agar dipuji oleh manusia), Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إِنَّ
أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ
الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمُ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ
تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً
“Sesungguhnya yang paling aku takuti menimpa
kalian adalah syirk kecil." Para sahabat bertanya, “Apa
syirk kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya’.
Allah ‘Azza wa Jalla akan berfirman kepada mereka (orang-orang yang
berbuat riya’), ketika amal manusia diberi balasan, “Pergilah kalian kepada
orang yang kalian riya’ karenanya ketika di dunia! Lihatlah apakah kalian
mendapatkan balasan?” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami’ no. 1555).
d. Mengerjakan
ibadah tujuannya untuk mendapatkan dunia, misalnya seseorang ingin menjadi imam
masjid, muazin, atau khatib agar mendapatkan uang dsb. Orang yang seperti ini sia-sia
amalnya, sebagaimana riya’ (lihat QS. Hud: 15-16). Kepada orang yang seperti ini Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
تَعِسَ
عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ
رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا
انْتَقَشَ
“Celaka hamba dinar, hamba
dirham, dan hamba khamishah (pakaian mewah).Jika diberi ia senang, jika tidak
ia marah, celakalah ia dan tersungkurlah, kalau terkena duri semoga tidak
tercabut.” (HR. Bukhari)
e.
Thiyarah (merasa sial dengan sesuatu sehingga
tidak melanjutkan keinginannya).
Abu Dawud meriwayatkan dari Muhammad bin Rasyid
dari seseorang yang didengarnya, bahwa kaum Jahiliyyah merasa sial dengan bulan
Shafar, mereka mengatakan, bahwa bulan itu adalah bulan sial, maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan anggapan itu.
Ibnu Rajab berkata, “Merasa sial dengan bulan
Shafar termasuk jenis thiyarah yang terlarang. Demikian pula merasa sial dengan
salah satu hari, seperti hari Rabu, dan anggapan sial menikah pada bulan
Syawwal yang diyakini kaum Jahiliyyah.”
Termasuk ke dalam hal ini adalah ketika ia mendengar suara burung gagak,
ia beranggapan bahwa jika ia keluar dari rumah maka ia akan mendapat kesialan
atau kecelakaan sehingga ia pun tidak jadi keluar, dsb.
Pelebur dosa thiyarah adalah dengan
mengucapkan:
اَللّهُمَّ لَا خَيْرَ اِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ اِلَّا
طَيْرُكَ وَلاَ اِلهَ غَيْرُكَ
“Ya
Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu dan tidak ada nasib sial kecuali
yang Engkau tentukan, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Mu.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari
Abdullah bin Amr ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ، فَقَدْ
أَشْرَكَ
“Barang siapa
yang dihalangi maksudnya oleh thiyarah, maka ia telah berbuat syirk.”
Lalu
para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, apa kaffaratnya?” Beliau menjawab,
أَنْ
يَقُولَ أَحَدُهُمْ: اللهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ، وَلَا طَيْرَ إِلَّا
طَيْرُكَ، وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
“Hendaknya
salah seorang di antara mereka berkata, “Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali
kebaikan-Mu...dst.” (Hadits
ini dinyatakan hasan oleh Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah).
Termasuk syirk juga adalah apa yang disebutkan oleh Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhuma berikut ketika menafsirkan
ayat "Falaa taj'aluu lillahi andaadaa…"artinya: "Maka
janganlah kamu adakan bagi Allah tandingan-tandingan sedang kamu
mengetahui" (Terj. QS. Al Baqarah: 22) :
"Tandingan-tandingan tersebut adalah
perbuatan syirk, di mana ia lebih halus daripada semut di atas batu yang hitam
di kegelapan malam, yaitu kamu mengatakan "Demi Allah dan demi hidupmu wahai
fulan," "Demi hidupku," juga mengatakan "Jika
seandainya tidak ada anjing kecil ini tentu kita kedatangan pencuri[i]",
dan kata-kata "Jika seandainya tidak ada angsa di rumah ini tentu kita kedatangan pencuri",
juga pada kata-kata seseorang kepada kawannya "Atas kehendak Allah dan
kehendakmu[ii]",
dan pada kata-kata seseorang "Jika seandainya bukan karena Allah dan si
fulan (tentu…)", janganlah kamu tambahkan fulan padanya, semua itu
syirk."
Perbedaan syirk akbar (akbar) dengan syirk asghar (kecil)
Perbedaan syirk akbar dengan syirk asghar adalah:
Pertama, syirk besar dapat mengeluarkan seseorang dari Islam sedangkan
syirk kecil tidak. Kedua, syirk
besar membuat seseorang kekal di neraka jika meninggal di atas perbuatan itu,
sedangkan syirk kecil tidak. Ketiga, syirk besar menghapuskan seluruh
amal sedangkan syirk kecil tidak.
Contoh Syirk Lainnya
Termasuk
syirk pula di samping yang telah disebutkan adalah meyakini ramalan bintang (zodiak), melakukan
pelet, sihir atau santet, mencari (ngalap) berkah pada benda-benda yang
dikeramatkan, memakai jimat, membaca jampi-jampi syirk, mengatakan bahwa hujan
turun karena bintang ini dan itu tahun ini dan tahun itu, padahal hujan turun karena
karunia Allah dan rahmat- Nya. Demikian pula mengatakan “Hanya
Allah dan kamu saja harapanku”, “Aku dalam lindungan Allah dan kamu”, “Dengan
nama Allah dan nama fulan” dan kalimat lain yang terkesan menyamakan dengan
Allah Ta’ala. Ini semua adalah syirk. Termasuk pula menaati ulama atau umara
(pemerintah) ketika mengharamkan apa yang Allah halalkan atau menghalalkan apa
yang Allah haramkan.
Doa agar terhindar dari syirk
Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai
kepada Ma’qil bin Yasar ia berkata, “Aku pernah pergi bersama Abu Bakar Ash
Shiddiq menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Beliau bersabda,
“Wahai Abu Bakar, syirk itu di tengah-tengah kalian lebih halus daripada
rayapan semut.” Abu Bakar berkata, “Bukankah syirk itu mengadakan tuhan lain di
samping Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah yang
jiwaku di Tangan-Nya, syirk itu lebih halus daripada rayapan semut. Maukah kamu
aku tunjukkan sesuatu yang jika engkau ucapkan, maka akan hilang syirk itu baik
sedikit maupun banyak?” Beliau bersabda, “Ucapkanlah,
اَللّهُمَّ
اِنِّيْ اَعُوْذُ بِكَ اَنْ اُشْرِكَ بِكَ وَ اَناَ اَعْلَمُ وَ اَسْتَغْفِرُكَ
لِمَا لاَ اَعْلَمُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedangkan aku dalam keadaan mengetahui dan aku
minta ampunan-Mu daam hal yang tidak aku ketahui.” (HR. Bukhari dalam Al Adabul Mufrad dan dishahihkan oleh Al
Albani).
Wallahu a’lam wa
shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhamma wa ‘ala alihihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Aqidatut Tauhid
(Dr. Shalih Al Fauzan), Kitabut Tauhid (Syaikh M. bin Abdul Wahhab), Al
Adabul Mufrad (Imam Bukhari), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
[i] Hal ini syirk jika
yang dilihat hanya sebab tanpa melihat kepada yang mengadakan sebab itu, yaitu
Allah Subhaanahu wa Ta'aala atau seseorang bersandar kepada sebab dan lupa
kepada siapa yang mengadakan sebab itu, yaitu Allah Azza wa Jalla. Namun, tidak
termasuk syirk jika seseorang menyandarkan kepada sesuatu yang memang sebagai
sebab berdasarkan dalil 'aqli atau hissiy (inderawi), ssebagaimana sabda Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam tentang Abu Thalib, "Jika seandainya
bukan karena saya, tentu ia berada di lapisan neraka yang paling bawah."
[ii] Hal ini syirk,
karena kata "dan" menunjukkan keikutsertaan pihak lain di samping
Allah. Yang diperbolehkan adalah mengganti kata "dan" dengan kata
"kemudian" karena kata “kemudian” tidak menunjukkan keikutsertaan,
tetapi menunjukkan tartib ma’at taraakhiy (berlangsung setelah beberapa saat)
dan menjadikan kehendak hamba mengikuti kehendak Allah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَقُولُوا مَا شَاءَ اللَّهُ وَشَاءَ فُلَانٌ وَلَكِنْ قُولُوا مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ
“Janganlah kalian mengatakan “Atas kehendak
Allah dan kehendak si fulan”, tetapi katakanlah “Atas kehendak Allah kemudian
kehendak si fulan.” (Shahih, HR. Abu Dawud)
0 komentar:
Posting Komentar