Renungan Setelah Ramadhan

بسم الله الرحمن الرحيم
Renungan Setelah Ramadhan

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Bulan Ramadhan telah berlalu dan kita tidak tahu, apakah bulan itu akan kita jumpai lagi atau tidak? Orang yang malang adalah orang yang tidak memperoleh kebaikan dan keberkahan di bulan itu dan dosa-dosanya tidak diampuni. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجنَّةَ
“Sungguh hina seorang yang disebut namaku di sisinya, namun tidak mau bershalawat kepadaku. Sungguh hina seorang yang memasuki bulan Ramadhan kemudian bulan itu berlalu namun dosa-dosanya dalam keadaan belum diampuni. Sungguh hina seorang yang mendapatkan kedua orang tuanya sudah tua tetapi tidak memasukkannya ke surga.” (Hr. Tirmidzi, dan dinyatakan hasan shahih oleh Al Albani)
Kaum salaf terdahulu seusai Ramadhan berkata kepada sebagian yang lain, “Siapakah orang-orang yang malang di bulan ini? Orang yang malang adalah orang yang terhalang dari memperoleh kebaikan. Orang yang malang adalah orang yang terhalang dari istiqamah di atas ketaatan.”
Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia memberikan kesempatan lagi kepada kita untuk dapat menjumpai kembali bulan Ramadhan dan mengisinya dengan berbagai amalan saleh.
Memohon kepada Allah agar amal saleh kita diterima oleh-Nya
Kita juga berharap kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala agar Dia menerima amal ibadah yang kita kerjakan selama di bulan Ramadhan, seperti puasa, shalat tarawih, membaca Al Qur'an, dzikrullah, sedekah, dan lainnya. Hal itu, karena ibadah-ibadah tersebut sangat besar pahalanya apalagi di bulan yang utama (bulan Ramadhan). Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Pahala terhadap amal semakin bertambah karena waktu yang utama.”
Tentang puasa Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah)
Tentang shalat tarawih, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barang siapa yang melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah)
Tentang membaca Al Qur'an, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dengan huruf itu, dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh. Aku tidaklah mengatakan Alif Laam Miim itu satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.” (HR. Bukhari dalam At Tarikh, Tirmidzi, dan Hakim, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 6469)
Tentang sedekah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَ الصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ
"Sedekah dapat menghilangkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Hakim, Ibnu Majah, Baihaqi dalam Asy Syu'ab, dishahihkan oleh Al Abani dalam Shahihul Jami' no. 5136)
Dan lain-lain.
Oleh karena itu, kita berharap kepada Allah agar Dia menerima ibadah-ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan dan bulan-bulan lainnya. Kita pun berhusnuzhzhan (bersangka baik) kepada-Nya, bahwa Dia akan menerimanya, karena Dia tidaklah memerintahkan beramal saleh, melainkan karena Dia hendak menerimanya dari kita. Bukankah Dia berfirman,
هَلْ جَزَاء الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
"Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)." (QS. Ar Rahman: 60)
مَن جَاء بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَن جَاء بِالسَّيِّئَةِ فَلاَ يُجْزَى إِلاَّ مِثْلَهَا وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ
"Barang siapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan)." (QS. Al An'aam: 160)
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah berkata pada hari raya Idul Fitri dalam khutbahnya, “Wahai manusia, kalian telah berpuasa selama tiga puluh hari dan melakukan qiyamullail selama tiga puluh hari. Hari ini kalian keluar meminta kepada Allah agar Dia menerima amal ibadahmu.” (Lathaiful Ma’arif hal. 209)
Mu’alla bin Al Fadhl berkata, “Dahulu kaum salaf berdoa kepada Allah selama enam bulan agar disampaikan ke bulan Ramadhan, lalu mereka berdoa selama enam bulan agar amal-amal mereka diterima.” (Latha’iful Ma’arif hal. 148)
Contoh orang-orang yang ditolak amal salehnya
Kita tidak ingin ibadah-ibadah yang kita lakukan ditolak oleh Allah Azza wa Jalla seperti ditolak-Nya ibadah dan amal saleh dari orang yang tidak berada di atas agama-Nya (Islam), dari orang yang tidak ikhlas menjalankannya, dan dari orang yang tidak mengikuti tuntunan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
Contoh ditolaknya ibadah dan amal saleh dari orang-orang yang tidak berada di atas agama Islam adalah seperti ibadah dan amal saleh yang dilakukan oleh orang-orang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) setelah diutusnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, demikian pula rahib-rahib mereka dan ahli ibadah dari kalangan kaum Budha dan Hindu yang beribadah di biara-biara, kuil-kuil, dan tempat-tempat ibadah lainnya, dimana mereka menghabiskan waktu mereka siang dan malam untuk beribadah, di antara mereka ada yang sampai tidak menikah, ada yang tidak berhias dengan menggunduli rambut kepalanya, ada pula yang sampai tidak makan daging, dan ada pula yang berkomat-kamit membaca bacaan tertentu secara konsisten, dan lain-lain. Mereka ini seperti yang disebutkan dalam surat Al Ghasyiyah: 3-4,
عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ-- تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً
"Bekerja keras lagi kepayahan,--Memasuki api yang sangat panas (neraka)," (QS. Al Ghaasyiyah: 3-4)
Yang demikian adalah karena Allah hanya menerima ibadah dan amal saleh dari orang yang berada di atas agama-Nya (Islam). Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran: 85)
Kerugian apa yang lebih besar daripada seusai bekerja keras, lalu tidak diberi upah!
Akan tetapi karena keadilan Allah Subhaanau wa Ta'ala, maka Dia membalas perbuatan baik dari orang kafir di dunia dengan memberikan rezeki dan kesenangan kepadanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ اللهَ لَا يَظْلِمُ مُؤْمِنًا حَسَنَةً، يُعْطَى بِهَا فِي الدُّنْيَا وَيُجْزَى بِهَا فِي الْآخِرَةِ، وَأَمَّا الْكَافِرُ فَيُطْعَمُ بِحَسَنَاتِ مَا عَمِلَ بِهَا لِلَّهِ فِي الدُّنْيَا، حَتَّى إِذَا أَفْضَى إِلَى الْآخِرَةِ، لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَةٌ يُجْزَى بِهَا»
"Sesungguhnya Allah tidak menzalimi kebaikan dari seorang mukmin. Ia akan diberi balasan di dunia dan di akhirat karenanya. Adapun orang kafir, maka akan diberikan makanan di dunia karena kebaikan perbuatannya yang ia lakukan karena Allah, sehingga ketika sampai ke akhirat, ia tidak memiliki kebaikan untuk diberikan balasan." (HR. Muslim)
Maka segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kita kepada agama Islam dan kita meminta kepada-Nya agar diberikan istiqamah di atas Islam hingga akhir hayat, aamin yaa Rabbal alamin.
Contoh ditolaknya ibadah dan amal saleh dari orang-orang yang tidak ikhlas adalah seperti orang yang melakukan ibadah atau amal saleh karena riya' (ingin dilihat manusia dan dipujinya), dimana ia mau berbuat ketika dilihat mereka. Orang yang seperti ini pada hari Kiamat akan disuruh meminta pahala dari orang-orang yang karenanya mereka melakukan ibadah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمُ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً
 “Sesungguhnya yang paling aku takuti menimpa kalian adalah syirk kecil.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirk kecil, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya. Allah ‘Azza wa Jalla akan berfirman kepada mereka (orang-orang yang berbuat riya’), ketika amal manusia diberi balasan, "Pergilah kalian kepada orang-orang yang kalian riya’ karenanya ketika di dunia, lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1555)
Sedangkan contoh ditolaknya ibadah dan amal saleh dari orang-orang yang tidak mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seperti amalan bid'ah (yang diada-adakan) dan tambahan-tambahan dalam agama yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barang siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang tidak kami perintahkan, maka dia tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim)
Sekarang kita lihat diri kita! Alhamdulillah, kita sudah berada di atas agama Islam. Ibadah-ibadah yang kita lakukan seperti puasa Ramadhan, shalat tarawih, membaca Al Qur'an, bersedekah, dan sebagainya ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan kita tidak menambah-nambah (berbuat bid'ah) di dalamnya. tinggal satu syarat lagi yang perlu kita perhatikan agar diterimanya amalan, yaitu apakah kita ikhlas karena Allah dalam menjalankan ibadah itu atau tidak? Oleh karena itu, kita meminta kepada Allah keikhlasan dalam semua amal kita. Allahumma amin.
Umar bin Abdul 'Aziz rahimahullah berkata, "Sebagian kaum salaf tampak bersedih pada hari raya Idul Fitri." Lalu ada orang yang berkata kepadanya, "Ini adalah hari bergembira dan bersenang-senang." Umar bin Abdul 'Aziz menjawab, "Betul. Akan tetapi aku adalah seorang hamba yang diperintahkan Tuanku (Allah Ta'ala) untuk beramal untuk-Nya, namun aku tidak tahu, apakah Dia menerima amalku atau tidak?"
Para ulama kita menerangkan, bahwa tanda diterimanya amal adalah bahwa Allah Azza wa Jalla memberikan taufiq kepada seseorang untuk beramal saleh lainnya.
Di antara hikmah disyariatkan puasa
Saudaraku, berpuasa di bulan Ramadhan dan mengisinya dengan ibadah juga dimaksudkan agar setelah Ramadhan berlalu, kita menjadi terbiasa mengisi hidup dengan beribadah kepada Allah Azza wa Jalla. Dan inilah tujuan dari diciptakan kita di dunia, yaitu menyembah hanya kepada Allah saja dan mengisi hidup di dunia dengan beribadah. Oleh karena itu, ibadah yang kita lakukan bukan hanya di bulan Ramadhan, bahkan di seluruh bulan.
Ada seorang yang berkata kepada Bisyr Al Hafiy, “Ada orang-orang yang beribadah di bulan Ramdhan dan bersungguh-sungguh beribadah di bulan itu. Tetapi setelah Ramadhan berlalu, mereka meninggalkan ibadahnya, maka Bisyr berkata, “Seburuk-buruk orang adalah mereka yang tidak mengenal Allah selain di bulan Ramadhan.” (Miftahul Afkar Lit Ta’ahhub Lidaril Qarar 2/283).
Ibadah adalah amanah yang diembankan kepada manusia, yang nantinya setelah mereka menjalankannya, maka Allah akan membalas mereka dengan balasan yang besar, yaitu masuk ke dalam surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan. Sebaliknya, barang siapa yang meninggalkan ibadah (menyembah selain Allah dan enggan mengisi hidupnya dengan beribadah, minimal yang wajib) dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka nerakalah tempatnya, wal 'iyadz billah. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
فَأَمَّا مَن طَغَى- وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا-فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى
"Adapun orang yang melampaui batas,--Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,-- Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya)." (QS. An Naazi'at: 37-39)
Saudaraku, surga yang penuh dengan kenikmatan itu adalah mahal. Penghuninya akan kekal dan tidak akan mati, akan senang dan tidak akan sedih, akan bahagia dan tidak akan sengsara, akan sehat dan tidak akan sakit, akan muda terus dan tidak akan tua, dan apa yang diinginkan ada di hadapan tanpa perlu bekerja dan berusaha. Namun, apakah kenikmatan ini diberikan kepada orang-orang yang malas beribadah atau enggan melakukannya; ketika ada seruan yang memanggilnya untuk beribadah (seperti seruan untuk shalat), lalu ia tidak mau menyambutnya, bahkan memilih bersenang-senang dengan dunia dan berleha-leha.
Fikirkanlah wahai saudaraku, untuk memperoleh dunia saja, seperti harta, kekayaan, rumah, kendaraan, dan semisalnya seseorang tidak mungkin memperolehnya dengan santai, tiduran, dan bermalas-malasan. Akankah kesenangan itu diperoleh dengan bermalas-malasan, tidur, dan bersantai sambil menunggu rezeki turun dari langit? Tidak wahai saudaraku, ini semua harus dikejar dengan berusaha dan bekerja. Lalu bagaimana dengan kenikmatan surga, akankan diperoleh dengan bermalas-malasan? Ini pun sama, engkau harus mengejarnya dengan beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, menyambut seruan-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak cukup hanya keinginan di hati dan ucapan di lisan.
Dan jika engkau bandingkan pekerjaan dunia dengan pekerjaan akhirat demikian pula hasil yang akan diperolehnya, maka engkau akan temukan ringan dan mudahnya pekerjaan akhirat dan besarnya hasil yang diperoleh dari pekerjaan akhirat, namun anehnya banyak manusia yang lebih mengutamakan kesenangan dunia. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا- وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi.--Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. 16-17).
Oleh karena itu, kita meminta kepada Allah taufiq-Nya agar kita lebih mengutamakan akhirat di atas dunia dan tidak berlebihan terhadapnya.
Saudaraku, Allah Azza wa Jalla juga mensyariatkan kepada kita puasa adalah agar kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bertakwa agar kita menjadi penghuni surga-Nya, karena surga-Nya diperuntukkan oleh Allah untuk mereka yang bertakwa. Maka dari itu, jangan sampai setelah kita menjalankan ibadah puasa, kita kembali lagi berbuat maksiat; kita kembali lagi meninggalkan shalat, kita kembali lagi durhaka kepada kedua orang tua, kita kembali lagi bergaul dengan orang lain menggunakan akhlak tercela, dan wanita-wanita kita kembali lagi melepas jilbab dan membuka aurat.
Ketahuilah, bahwa tanda diterimanya amal seseorang adalah diberikan taufiq oleh Allah untuk beramal saleh selanjutnya.
Siapakah orang-orang yang dimerdekakan Allah pada bulan Ramadhan
Saudaraku, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَِللهِ عُتَقاَءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“(Pada bulan Ramadhan) Allah membebaskan banyak orang dari neraka, dan hal itu terjadi pada setiap malamnya.” (Hr. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Ya, banyak orang yang dibebaskan Allah dari neraka pada bulan Ramadhan, tetapi yang menjadi perhatian kita adalah siapakah mereka? Apakah mereka ini adalah orang-orang yang senang duduk di pinggir jalan menghabiskan waktu mereka dengan melakukan obrolan, mengisi waktunya dengan hal yang sia-sia dan main-main,  serta mengisi bulan Ramadhan dengan banyak tidur, ataukah mereka itu adalah orang-orang yang mengisi siang dan malam Ramadhan dengan berbagai amal saleh; puasa,  shalat,  membaca Al Quran, bersedekah dan amal saleh lainnya?  Jelas,  jawabannya adalah bahwa orang-orang yang dibebaskan Allah dari neraka adalah orang-orang yang mengisi siang dan malam Ramadhan dengan berbagai amal saleh.
Siapa yang diberi hidayah dan siapa yang disesatkan?
Saudaraku, sebagian manusia ketika diajak menaati Allah dan Rasul-Nya masih berat melakukannya, padahal itu pertanda bahwa dirinya tidak mendapatkan taufiq dari Allah Subhaanahu wa Ta’ala, Dia berfirman,
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barang siapa yang Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (menjalankan agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al An’aam: 125)
Ada pula yang belum siap menaati Allah dan Rasul-Nya karena menyangka dirinya masih jauh dari kematian; dirinya masih muda dan sehat, di samping ingin memanfaatkan masa muda dengan bersenang-senang.
Kita katakan kepadanya, “Saudaraku, sesungguhnya kematian jika datang tidak memperhatikan orang yang dijemput, baik muda atau tua, masih sehat atau sedang sakit, ia bisa mendatanginya. Dan jika kematian telah datang kepadanya sedangkan masa mudanya hanya ia isi dengan bersenang-senang dan hal yang sia-sia, maka dia akan menyesal sekali; saat itu ia pun sadar. Padahal ketika kematian telah datang, maka penyesalan dan sikap sadar tidak berguna lagi, Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى - يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Dan pada hari itu sadarlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi kesadaran itu baginya.--Dia mengatakan, "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (QS. Al Fajr: 23-24)
Menaati Allah dan Rasul-Nya tidak menghalangi kita untuk bersenang-senang dan menikmati kesenangan dunia
Saudaraku, menaati Allah dan Rasul-Nya tidak menghalangimu untuk bersenang-senang menikmati masa muda dan menikmati kesenangan dunia. Waktu yang Allah berikan kepadamu cukup banyak. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. Al Qashash: 77)
Amalan yang Allah wajibkan kepadamu sedikit dan disesuaikan kemampuan. Contohnya shalat yang lima waktu, ternyata hanya sebentar dan tidak menghabiskan waktu-waktu kita, di samping sebagai bentuk syukur kepada Allah yang telah mengaruniakan berbagai nikmat kepada kita. Demikian pula zakat, Allah tidak menuntut kita mengeluarkan semua harta kita, tetapi sebagian kecil daripadanya. Allah Subhaanahu wa Ta’ala membebankan kita beribadah di dunia karena untuk itulah kita diciptakan, dan Dia sudah menyiapkan kenikmatan yang sempurna dan kekal abadi, yaitu surga.
Amalan lain setelah Ramadhan
Saudaraku, meskipun bulan Ramadhan telah berlalu, namun kesempatan meraih pahala yang banyak masih ada, di antaranya adalah dengan melanjutkan berpuasa selama enam hari di bulan Syawwal, dimana bagi mereka yang melakukannya akan dianggap seperti berpuasa setahun. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian mengiringinya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa setahun.” (HR. Jama’ah Ahli Hadits selain Bukhari dan Nasa’i)
Para ulama mengatakan, “Dianggap seperti berpuasa setahun adalah karena satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan, bulan Ramadhan dihitung sepuluh bulan, sedangkan enam hari di bulan Syawwal dihitung dua bulan.”
Sungguh sangat beruntung orang yang memanfaatkan kesempatan ini untuk berpuasa sebelum waktunya habis.
Khatimah (Penutup)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَاب
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal," (Qs. Ali Imran: 190)
Ya, pada penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah, ilmu-Nya yang sempurna, hikmah-Nya yang dalam, dan rahmat-Nya yang luas.
Allah Ta'ala menjadikan malam dan siang sebagai kesempatan beramal, tahapan menuju ajal, ketika tahapan yang satu lewat, maka akan diiringi oleh tahapan selanjutnya. Siapa saja di antara mereka yang tidak sempat memperbanyak amal di malam harinya, ia bisa mengejar di siang hari. Ketika tidak sempat di siang hari, ia bisa mengejar di malam hari,
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يَذَّكَّرَ أَوْ أَرَادَ شُكُورًا
"Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Qs. Al Furqan: 62)
Oleh karena itu, sudah sepatutnya seorang mukmin mengambil pelajaran dari pergantian malam dan siang, karena malam dan siang membuat sesuatu yang baru menjadi bekas, mendekatkan hal yang sebelumnya jauh, memendekkan umur, membuat muda anak-anak, membuat binasa orang-orang yang tua, dan tidaklah hari berlalu kecuali membuat seseorang jauh dari dunia dan dekat dengan akhirat. Orang yang berbahagia adalah orang yang menghisab dirinya, memikirkan umurnya yang telah dihabiskan, ia pun memanfaatkan waktunya untuk hal yang memberinya manfaat baik di dunia maupun akhiratnya. Jika dirinya kurang memenuhi kewajiban, ia pun bertobat dan berusaha menutupinya dengan amalan sunah. Jika dirinya berbuat zalim dengan mengerjakan larangan, ia pun berhenti sebelum ajal menjemput, dan barang siapa yang dianugerahi istiqamah oleh Allah Ta'ala, maka hendaknya ia memuji Allah serta meminta keteguhan kepada-Nya hingga akhir hayat.
Ya Allah, jadikanlah amalan terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, umur terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, hari terbaik kami adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu, Allahumma aamiin.
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa Nabiyyina Muhammad wa 'ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger