بسم
الله الرحمن الرحيم
Obat Penyakit Hati (Bag. 2)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan lanjutan tentang obat
penyakit hati, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Empat racun hati
Perlu diketahui, bahwa semua maksiat adalah racun bagi
hati dan sebab yang menjadikan hati sakit atau mati, sebaliknya semua ketaatan
adalah sebab hidupnya hati.
Di antara racun hati, ada empat buah racun hati yang
bisa menjadikan hatinya mati. Empat buah racun itu adalah; kelebihan bicara,
kelebihan memandang, kelebihan makan, dan kelebihan bergaul.
Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu berkata,
"Barang siapa yang banyak bicara, maka akan banyak tergelincir. Barang
siapa yang banyak tergelincir, maka akan banyak dosanya, dan barang siapa yang
banyak dosanya, maka neraka yang lebih layak untuknya."
Ada yang mengatakan, bahwa membebaskan pandangan dapat
membuat hati menjadi buta dari memilah antara yang hak dan yang batil, yang
sunnah dan yang bid'ah, sedangkan menundukkannya karena Allah Azza wa Jalla
akan mewariskan firasat yang tepat yang dengannya ia dapat memilah.
Ibrahim bin Adham berkata, "Barang siapa yang
dapat menjaga perutnya, maka dia akan mampu menjaga agamanya. Barang siapa yang
menguasai laparnya, maka dia akan menguasai akhlak yang baik, dan sesungguhnya
sikap bermaksiat kepada Allah jauh dari orang yang lapar dan dekat dengan orang
yang kenyang."
Sebab hidupnya hati
Oleh karena kemaksiatan adalah sebab yang menjadikan
hati sakit atau mati, maka ketaatan juga merupakan sebab hidupnya hati seorang
hamba dan sehatnya. Namun di sana ada beberapa ketaatan yang sangat berpengaruh
terhadap kehidupan hati, yaitu dzikrullah, membaca Al Qur'an, beristighfar,
berdoa, bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan melakukan
Qiyamullail. Berikut ini pembahasan dari masing-masing ketaatan tersebut:
1. Dzikrullah
dan membaca Al Qur'an
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الَّذِيْ يَذْكُرُ
رَبَّهُ وَالَّذِيْ لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ.
“Perumpamaan
orang yang mengingat Tuhannya dengan orang yang tidak mengingat Tuhannya adalah
seperti perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang mati. (HR. Bukhari)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Dzikr bagi
hati seperti air bagi ikan. Bagaimanakah keadaan ikan apabila dikeluarkan dari
air?"
Seseorang pernah berkata kepada Al Hasan, "Wahai
Abu Sa'id! Aku mengeluhkan kepadamu tentang kerasnya hatiku." Ia menjawab,
"Luluhkanlah dengan dzikr."
Makhul pernah berkata, "Mengingat Allah adalah
obat, sedangkan mengingat manusia adalah penyakit."
Dan dzikr yang paling utama adalah membaca Al Qur'an,
karena di dalamnya terdapat obat bagi hati dan obat bagi semua penyakit. Allah
Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم
مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ
لِّلْمُؤْمِنِينَ
"Wahai
manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman." (Terj. QS. Yunus: 57)
Dan fitnah syubhat dan syahwat yang menimpa hati hanya
dapat disingkirkan dengan membaca dan mempelajari Al Qur'an. Barang siapa yang
mempelajari Al Qur'an, maka dia akan dapat melihat yang hak dan yang batil
serta membedakan antara keduanya sebagaimana dia dapat membedakan antara malam
dan siang, dengan begitu fitnah syubhat tersingkirkan. Demikian pula dengan
mempelajari Al Qur'an, maka syahwat yang sebelumnya menguasai hati dapat
tersingkirkan dengan menyelami hikmah dan nasihat yang ada di dalamnya serta
targhib (dorongan) dan tarhib (ancaman)nya.
Khabbab bin Art radhiyallahu 'anhu berkata,
"Dekatkanlah diri kepada Allah semampumu. Dan ketahuilah, bahwa engkau
tidak dapat mendekatkan diri kepada-Nya dengan sesuatu yang lebih dicintai-Nya
daripada membaca firman-Nya."
2. Istighfar
(Meminta ampun kepada Allah 'Azza wa Jalla)
Qatadah berkata, "Sesungguhnya Al Qur'an ini menunjukkan
kepada kamu tentang penyakit kamu dan obatnya. Adapun penyakit kamu adalah
dosa-dosa, sedangkan obatnya adalah istighfar."
3. Berdoa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ
شَيْءٌ أَكْرَمُ عَلَى اللهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ
"Tidak ada sesuatu
yang paling mulia bagi Allah Ta'ala daripada doa." (HR. Ahmad, Bukhari
dalam Al Adabul Mufrad, Tirmidzi dan Hakim, dan dihasankan oleh Syaikh
Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 5392)
4. Bershalawat
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ
عَشْرًا
"Barang
siapa bershalawat kepadaku satu kali shalawat, maka Allah akan memberikan
shalawat (rahmat) kepadanya sepuluh kali." (HR. Muslim)
5. Melakukan
Qiyamullail
Ada yang bertanya kepada Al Hasan, "Mengapa
orang-orang yang shalat tahajjud menjadi orang yang wajahnya paling indah?"
Ia menjawab, "Karena mereka menyendiri dengan Ar Rahman, maka Allah
memakaikan kepada mereka cahaya dari sisi-Nya."
Seseorang pernah berkata kepada orang yang saleh,
"Saya tidak sanggup melakukan qiyamullail, maka beritahukan kepadaku
obatnya?" Ia menjawab, "Janganlah engkau mendurhakai-Nya di siang
hari, niscaya Dia akan membangunkanmu di hadapan-Nya pada malam hari."
Amalan hati yang membantu hati agar tetap sehat
Di samping yang telah disebutkan tentang sebab hidupnya
hati, ada sebab-sebab lainnya yang menjadikan hati tetap hidup dan sehat, di
antaranya:
1. Khusyu'
dalam shalat dan ketika membaca Al Qur'an
Ketika seseorang menyelami apa yang dia baca dalam
shalat, maka hatinya menjadi hidup karenanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
وَالصَّلاَةُ نُوْرٌ
"Shalat
adalah cahaya." (HR. Muslim)
Yakni cahaya bagi hati. Jika hati telah bercahaya, maka
wajah akan bercahaya. Oleh karena itu, ketika hati seseorang terasa sempit, maka
setelah melakukan shalat, hatinya akan terasa lapang. Hal itu, karena shalat
merupakan cahaya bagi hati. Demikian juga shalat adalah cahaya bagi pelakunya
ketika di kubur dan pada hari kiamat nanti.
Demikian pula ketika seseorang khusyu' mentadabburi Al
Qur'an, maka hatinya pun hidup dan sehat. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَن
تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا
يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ
الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
"Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik."
(QS. Al Hadid: 16)
2. Zuhud
(kurang minat) terhadap dunia
عَنْ
سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى اَلنَّبِيِّ r فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا
عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اَللَّهُ, وَأَحَبَّنِي اَلنَّاسُ. قَالَ: اِزْهَدْ فِي اَلدُّنْيَا يُحِبُّكَ اَللَّهُ,
وَازْهَدْ فِيمَا عِنْدَ اَلنَّاسِ يُحِبُّكَ اَلنَّاسُ .
Dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu 'anhu ia berkata: Ada
seseorang yang datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu berkata,
“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan yang apabila aku
melakukannya, aku akan dicintai Allah dan dicintai manusia?” Beliau menjawab,
“Zuhudlah terhadap dunia, Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa yang
dimiliki manusia, niscaya mereka akan mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah dan
lainnya, hadits ini adalah hasan karena syawahidnya, dan dishahihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah no. 3326)
3. Muhasabatunnafsi
(introspeksi diri)
Malik bin Dinar berkata, "Semoga Allah merahmati
seorang hamba yang berkata kepada dirinya, "Bukankah kamu yang suka
melakukan ini dan suka melakukan itu?" Lalu dia mencela dirinya dan
menciderainya, kemudian dia memaksa dirinya mengikuti kitab Allah Azza wa Jalla
sehingga menjadi pengikutnya."
Al Hasan berkata, "Seorang mukmin sebagai pengurus
dirinya. Dia menghisab dirinya karena Allah. Dan sesungguhnya ringannya hisab
pada hari Kiamat adalah bagi kaum yang telah menghisab diri mereka di dunia,
dan sesungguhnya hisab menjadi berat pada hari Kiamat adalah bagi kaum yang
menerima hisab tanpa melakukan hisab sebelumnya (di dunia)."
Muhasabah terbagi menjadi dua:
a. Sebelum
beramal
Maksudnya, sebelum dia melakukan tindakan, dia berpikir
terlebih dahulu; apakah perlu dikerjakan atau ditinggalkan. Al Hasan berkata,
"Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berhenti di hadapan niatnya;
jika niatnya karena Allah, maka dia lanjutkan. Jika tidak karena-Nya, maka dia
tahan."
b. Setelah
beramal
Memuhasabah diri setelah beramal terbagi tiga:
Pertama, memperhatikan hak Allah Ta'ala
yang dia remehkan. Hak Allah Ta'ala di sini adalah ikhlas karena Allah dalam beramal,
tulus karena-Nya, mengikuti Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam,
memperhatikan masalah ihsan, melihat nikmat Allah pada dirinya, dan melihat
kekurangan dirinya dalam melakukan amal itu.
Kedua, memuhasabah amal yang telah dia
kerjakan, dimana meninggalkannya lebih baik baginya.
Ketiga, memuhasabah amal yang mubah;
mengapa dia lakukan, dan apakah yang dia lakukan karena Allah sehingga
beruntung atau karena dunia sehingga dia rugi.
Adapun manfaat muhasabah adalah seseorang mengetahui
cacat pada dirinya dan mengetahui hak Allah Ta'ala yang dia remehkan.
Bersambung…
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi
wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Al Qur'anul Karim, Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu'ah
Haditsiyyah Mushaghgharah, Tazkiyatun Nufus (Dr. Ahmad Farid, cet.
Darul Qalam, Beirut), Riyadhush Shalihin (Imam Nawawi, cet. Ar Risalah), dll.
0 komentar:
Posting Komentar