Obat Penyakit Hati (1)

بسم الله الرحمن الرحيم
Obat Penyakit Hati (Bag.1)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut ini pembahasan tentang obat penyakit hati, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Islam datang untuk membersihkan keadaan diri seseorang luar dan dalam. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Terj. QS. Al Baqarah: 222)
Dengan tobat, maka keadaan batin seseorang menjadi bersih, dan dan dengan bersuci keadaan luar seseorang menjadi bersih.
Berdasarkan ayat di atas, maka thaharah (membersihkan diri) terbagi dua:
1.       Thaharah Bathinah (dalam)
Thaharah Bathinah adalah membersihkan diri dari kotoran dosa dan maksiat yaitu dengan beristighfar dan bertobat. Demikian Juga membersihkan hati dari noda-noda syirk, syak (ragu-ragu), hasad (dengki), dendam, ghisy (rasa ingin menipu), sombong, ‘ujub (merasa dirinya atau amalnya memiliki kelebihan), riya’ dan sum’ah (beribadah agar dipuji manusia).
Noda syirk dibersihkan dengan Ikhlas.
Syak dibersihkan dengan yakin.
Hasad dibersihkan dengan Hubbul khair lil ghair (menginginkan kebaikan didapatkan orang lain).
Dendam dibersihkan dengan Hilm (bersabar/santun).
Ghisy dibersihkan dengan Shidq (kejujuran).
Sombong dibersihkan dengan tawaadhu’.
‘Ujub, riya’ dan sum’ah dibersihkan dengan mencari keridhaan Allah dalam setiap niat dan amal salih.
2.       Thaharah Zhahirah (luar)
Thaharah Zhahirah adalah membersihkan diri dari kotoran dan hadats. Membersihkan diri dari kotoran maksudnya dengan menghilangkan najis yang menimpa pakaian, badan dan tempat shalat dengan air. Sedangkan membersihkan diri dari hadats adalah dengan melakukan wudhu’, mandi atau tayammum.
Di antara kedua macam thaharah di atas, thaharah bathinah lebih utama daripada thaharah zhahirah.
Urgensi memperhatikan hati
Allah Subhaanahu wa Ta'ala memuji mereka yang sibuk memperhatikan dirinya dan membersihkan hatinya dari noda-noda yang mengotorinya, Dia berfirman,
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu," (QS. Asy Syams: 9)
Dan keadaan hati adalah sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
أَلَا وَإِنَّ فِي اَلْجَسَدِ مُضْغَةً, إِذَا صَلَحَتْ, صَلَحَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ, وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ اَلْجَسَدُ كُلُّهُ, أَلَا وَهِيَ اَلْقَلْبُ
"Ingatlah! Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal daging, apabila baik, maka akan baik pula seluruh jasad dan apabila rusak maka akan rusak pula seluruh jasad. Ingatlah! Itu adalah hati.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hati bagi anggota badan yang lain ibarat raja bagi rakyatnya. Jika rajanya baik, maka rakyat pun akan baik, dan jika rajanya buruk, maka rakyat pun ikut buruk. Oleh karena itu, meluruskan hati dan memperbaikinya adalah hal yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian yang dalam dari seseorang yang menginginkan kesalihan.
Pembagian hati
Oleh karena hati disifati dengan sifat hidup dan mati, maka hati berdasarkan sifat tadi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: (1) Hati yang sehat, (2) Hati yang sakit, (3) Hati yang mati.
  1. Hati yang sehat atau selamat
Hati yang sehat ini adalah hati orang yang akan selamat pada hari Kiamat nanti. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ --إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
"(yaitu) pada hari harta dan anak laki-laki tidak berguna,--Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang selamat," (Terj. QS. Asy Syu'ara: 88-89)
Ada yang mengatakan, bahwa hati yang sehat adalah hati yang selamat dari keinginan untuk menyelisihi perintah Allah dan mengerjakan larangannya serta dari syubhat yang menghalangi kebaikannya.
Hati yang sehat juga adalah hati yang selamat dari beribadah kepada selain Allah Ta'ala dan selamat dari menjadikan hakim selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Peribadatan hatinya hanya ditujukan kepada Allah 'Azza wa Jalla, baik keinginannya, cintanya, tawakkalnya, sikap kembalinya, ketundukkannya, rasa takutnya, dan rasa berharapnya. Demikian pula amalnya ikhlas karena Allah Azza wa Jalla. Jika dia suka, maka dia suka karena Allah, jika dia benci, maka dia benci karena Allah. Jika dia memberi, maka dia memberi karena Allah, dan jika dia menahan pemberian, maka dia lakukan karena Allah. Dan hal ini tidak cukup, sampai ia berhakim kepada selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengikuti Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam baik dalam akidah, ucapan, maupun perbuatan.
  1. Hati yang sakit
Hati yang sakit adalah hati yang masih hidup tetapi memiliki penyakit. Dalam hatinya terdapat kecintaan kepada Allah Ta'ala, beriman kepada-Nya, ikhlas karena-Nya, dan bertawakkal kepada-Nya, dimana Ini merupakan sebab hidupnya hati, tetapi di dalam hatinya juga terdapat kecintaan kepada syahwat dan mengutamakannya, berusaha memperoleh apa yang diinginkan syahwatnya, memiliki sifat hasad, sombong, dan ujub yang merupakan sebab matinya hati. Di dalam hatinya terdapat seruan kepada Allah dan negeri akhirat, dan di dalamnya juga terdapat seruan kepada dunia. Keadaan hati ini bisa mengarah kepada hati yang selamat, dan bisa mengarah kepada hati yang binasa (mati).
  1. Hati yang mati
Hati yang mati adalah kebalikan dari hati yang hidup. Hati ini tidak mengenal Tuhannya dan tidak beribadah kepada-Nya, bahkan hatinya berhamba kepada syahwatnya meskipun mendatangkan kemurkaan Tuhannya. Orang yang memiliki hati ini tidak peduli ketika berhasil mendapatkan apa yang diinginkan hawa nafsunya; apakah Tuhannya ridha atau tidak. Jika dia suka, maka dia suka karena hawa nafsunya, jika dia benci, maka dia benci karena hawa nafsunya. Jika dia memberi, maka dia memberi karena hawa nafsunya, dan jika dia menahan pemberian, maka dia menahan pemberian karena hawa nafsunya. Hawa nafsu menurutnya harus lebih diutamakan daripada mencari keridhaan Tuhannya. Hawa nafsu menjadi imamnya, syahwat sebagai pengarahnya, kebodohan sebagai penyetirnya, kelalaian sebagai kendaraannya, dan pikirannya sibuk memikirkan hal-hal yang dapat menghasilkan tujuan duniawinya. Apabila diseru kepada Allah 'Azza wa Jalla, dia tidak mau mendatangi, bahkan yang didatangi hanyalah seruan setan yang durhaka.
Tanda sakit dan sehatnya hati
Sebagian ulama menyebutkan beberapa tanda sakitnya hati, yaitu ketika hati pelakunya tidak merasa sakit karena berbuat maksiat, tidak sakit karena tidak mengetahui yang hak, berpaling dari gizi yang bermanfaat bagi hati dan obat yang bermanfaat. Gizi yang bermanfaat bagi hati adalah iman, sedangkan obat yang paling bermanfaat bagi hati adalah Al Qur'an. Tanda sakitnya hati juga adalah ketika hati itu lebih mengutamakan dunia daripada akhirat.
Adapun tanda sehatnya hati adalah ketika hati itu berpindah dari dunia ke akhirat, menetap di sana seakan-akan termasuk penghuninya. ia datang ke dunia ini seperti orang asing yang hanya mengambil dari dunia ini sekedar untuk melanjutkan perjalanan menuju kampungnya yang hakiki (akhirat).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
"Jadilah kamu di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara.“ (HR. Bukhari)
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا، مَا أَنَا فِي الدُّنْيَا إِلَّا كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
"Apa urusanku terhadap dunia. Aku di dunia ini tidak lain seperti orang yang menaiki kendaraan; yang berteduh di bawah sebuah pohon, beristirahat, kemudian pergi meninggalkannya." (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al Albani)
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika ibadah yang biasa dia lakukan tertinggal, maka hatinya merasa sakit seakan-akan dirinya kehilangan hartanya.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika hati itu senantiasa mengingatkan pelakunya agar kembali kepada Allah, tunduk kepada-Nya, bergantung kepada-Nya sebagaimana bergantungnya seorang yang cinta kepada yang dicintai. Hatinya merasa cukup dengan kecintaan-Nya daripada kecintaan selain-Nya, hatinya senang dan puas dengan mengingat-Nya daripada mengingat selain-Nya, serta puas dan senang berkhidmat dan mengabdi kepada-Nya daripada berhidmat kepada selain-Nya.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika perhatiannya satu, yaitu beribadah kepada Allah Ta'ala.
Tanda sehatnya hati juga adalah apabila dia masuk ke dalam shalat, maka hilanglah kepenatan dan kegelisahan yang diakibatkan oleh dunia dan ia mendapatkan ketenangan dan kenikmatan di dalam shalatnya; pandangan matanya sejuk, dan hatinya senang.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika ia tidak bosan mengingat Tuhannya, tidak bosan dari mengabdi kepada-Nya, dan tidak merasa nikmat dengan selain itu kecuali dengan hal yang membantu atau mengingatkan dirinya kepadanya.
Tanda sehatnya hati juga adalah ketika perhatiannya terhadap keabsahan amal lebih besar daripada amal itu sendiri. Oleh karena itu, ia berusaha ikhlas, bersikap tulus, mutaba'ah (mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), bersikap ihsan, melihat nikmat Allah kepadanya, dan melihat kekurangan dirinya dalam memenuhi hak Allah Ta'ala.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, "Demikianlah. Perhatikanlah  diri Anda;  jika setiap kali membaca Al Qur’an, iman Anda bertambah, maka sesungguhnya ini adalah pertanda taufik dari Allah. Tetapi jika setelah membaca Al Qur’an ternyata Anda tidak merasakan pengaruhnya, maka Anda harus mengobati diri Anda. Saya tidak mengatakan pergilah ke rumah sakit untuk mendapatkan obat kapsul, sirup atau sejenisnya, tetapi maksud saya ialah, Anda harus segera membenahi hati Anda. Karena, jika hati ini tidak bermanfaat lagi baginya Al Qur`an, tidak dapat menerima nasehatnya, maka itu adalah hati yang keras dan sakit. -Kita mohon kesembuhan kepada Allah. Saudaraku, Anda adalah dokter diri Anda sendiri, oleh karenanya jangan pergi kepada orang lain! Bacalah Al Qur`an! Jika Anda dapatkan diri terpengaruh dengan bacaan itu baik pada keimanan,  keyakinan,  dan ketaatan Anda, maka selamat! Anda adalah seorang mukmin; Jika tidak maka Anda harus segera mengobati diri Anda sebelum datang kematian yang tidak ada lagi hidup sesudahnya,  yaitu matinya hati. Sedangkan matinya jasad, setelah itu hidup kembali, dibangkitkan untuk menerima balasan dan pehitungan. (Syarh Riyadhus Shalihin 1/545)
Sebab sakitnya hati
Hati menjadi sakit karena fitnah (cobaan) yang menimpanya, baik fitnah syahwat maupun fitnah syubhat. Fitnah syahwat menjadikan keinginannya rusak, sedangkan fitnah syubhat menjadikan ilmu, pemahaman dan keyakinannya rusak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا، فَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا، نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ، وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا، نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ، حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ، عَلَى أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَا فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ، وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ، مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا، وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا، إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ
"Fitnah akan dihamparkan ke hati seperti tikar dihamparkan sehelai-demi sehelai. Hati mana saja yang menyelaminya, maka akan berbekas noktah hitam padanya. Dan hati mana saja yang mengingkarinya, maka akan berbekas noktah putih, sehingga keadaan hati menjadi dua bagian; putih seperti batu yang licin yang tidak terpengaruh oleh fitnah selama ada langit dan bumi, sedangkan hati yang satu lagi hitam berdebu seperti cangkir yang terbalik; (akibatnya ia) tidak mengenal yang ma'ruf dan tidak mengingkari yang munkar selain yang diserap hawa nafsunya." (HR. Muslim)
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan tentang keadaan hati ketika didatangi fitnah. Hati yang sehat semakin mantap dan mengkilap ketika fitnah datang, sedangkan hati yang sakit semakin menghitam ketika fitnah datang.
Bersambung…
Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Al Qur'anul Karim, Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu'ah Haditsiyyah Mushaghgharah, Tazkiyatun Nufus (Dr. Ahmad Farid, cet. Darul Qalam, Beirut), Riyadhush Shalihin (Imam Nawawi, cet. Ar Risalah), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger