بسم
الله الرحمن الرحيم
Mengenal Sastra Arab (1)
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut pembahasan
tentang Adab atau sastra Arab, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Ta’rif
(Definisi) Adab
Adab memiliki
dua makna; umum dan khusus.
Adab dalam arti umum adalah berhias dengan akhlak yang mulia, seperti jujur, amanah,
menepati janji, dsb. Adab dalam arti umum biasa diartikan dengan etika.
Adapun Adab
dalam arti khusus adalah ucapan yang indah dan dalam serta membekas di
hati. Adab dalam arti khusus biasa diartikan dengan sastra. Untuk adab ini
disyaratkan beberapa syarat berikut:
1. Lafaznya
mudah dan indah
2. Makna atau
kandungannya baik
3. Memiliki
pengaruh atau membekas di hati
Pembagian
Adab
Adab ada dua
macam:
Pertama, Natsr (karya bebas atau prosa), yaitu kalimat yang tidak
memiliki timbangan atau pola dan tidak ada qafiyah (sajak). Misalnya khutbah
(pidato), surat, wasiat, kalimat hikmah (bijak), perumpamaan, dan kisah.
Khutbah
atau pidato adalah kalimat yang sastranya tinggi yang
disampaikan ke tengah-tengah manusia untuk menerangkan suatu perkara penting.
Wasiat adalah pesan atau nasihat yang disampaikan seseorang kepada
orang lain yang sangat disayanginya seperti anak dan saudara untuk melakukan
perkara yang terbaik dan meninggalkan perkara yang buruk.
Hikmah adalah ungkapan yang singkat dan padat mengandung sastra,
yang diucapkan berdasarkan pengalaman panjang, dimana di dalamnya terdapat
pendapat atau pandangan yang tepat, bermanfaat, dan bijak.
Amtsal (mufradnya matsal) adalah ungkapan pendek yang diucapkan
pada saat tertentu dan diungkapkan ketika ada kesamaan pada suatu keadaan,
sesuatu, atau seseorang. Biasa kita menyebutnya pepatah atau perumpamaan.
Nanti akan
disebutkan contohnya masing-masing insya Allah.
Kedua, Syi’r (syair atau semacam puisi), yaitu kalimat yang
memiliki pola dan qafiyah (sajak/kesamaan huruf akhir). Contoh syi’r:
اِنْ كَانَ تَابِعُ اَحْمَدَ مُتَوَهَّبًا فَاَنَااْلمُقِرُّ بِأَنَّنِيْ وَهَّابِيٌّ
اَنْفِى الشَّرِيْكَ عَنِ اْلِالهِ فَلَيْسَ لِيْ رَبٌّ سِوَى اْلمُتَفَرِّدِ اْلوَهَّابِ
لاَقُبَّةَ تُرْجَى وَلاَوَثَنٌ وَلَا قَبْرٌ لَهُ سَبَبٌ مِنَ اْلاَسْبَابِ
كَلاَّوَلَا حَجَرٌ, وَلاَشَجَرٌ وَلَا عَيْنٌ وَلَانُصُبٍ مِنَ اْلأَنْصَابِ
أَيْضًاوَلَسْتُ مُعَلِّقًا لِتَمِيْمَةٍ أَوْحَلَقَةٍ , أَوْ وَدَعَةٍ أَوْنَابٌ
لِرَجَاءِ نَفْعٍ, أَوْ لِدَفْعِ بَلِيَّةٍ اللهُ يَنْفَعُنِيْ, وَيَدْفَعُ مَاِبيْ
وَاْلِابْتِدَاعَ وَكُلَّ أَمْرٍمُحْدَثٍ فِى الدِّيْنِ يُنْكِرُهُ أُولُو اْلَألْبَابِ
أَرْجُوْ بِأَنِّي لَا أُقَارِبُهُ وَلَا أَرْضَاهُ دِيْنًا, وَهُوَ غَيْرُ صَوَابٌ
وَأَعُوْذُ مِنَ جَهْمِيَّةٍ عَنْهَاعَتَتْ بِخِلَافِ كُلِّ مُؤَوِّلٍ مُرْتَابٍ
وَاْلِاسْتِوَاءَ, فَإِنَّ حَسْبِيْ قُدْوَةٌ فِيْهَا مَقَالُ السَّادَةِ اْلأَنْجَابِ
الشَّافِعِيُّ وَمَالِكُ وَأَبِيْ حَنِيْ فَةَوَابْنُ حَنْبَلَ التَّقِيُّ اْلأَوَّابُ
وَبِعَصْرِنَا مَنْ جَاءَ مُعْتَقِدًا بِهِ صَاحُوْا عَلَيْهِ مُجَسِّمٌ وَهَّابِيٌّ
جَاءَ اْلحَدِيْثُ بِغُرْبَةِ اْلِإسْلَامِ فَلْ يَبْكِ اْلمحُِبُّ لِغُرْبَةِ اْلأَحْبَابِ
فَاللهُ يَحْمِيْنَا, وَيَحْفَظُ دِيْنَنَا مِنْ شَرِّكُلِّ مُعَانِدٍ سِبَابٍ
وَيُؤَيِّدُ الدِّيْنَ اْلحَنِيْفَ بِعُصْبَةٍ مُتَمَسِّكِيْنَ بِسُنَّةٍ وَكِتَابٍ
لاَيَأْخُذُوْنَ بِرَأْيِهِمْ وَقِيَاسِهِمْ وَلَهُمْ إِلَى اْلوَحْيَيْنِ خَيْرُ مَابٍ
قَدْأَخْبَرَ اْلمُخْتَارُ عَنْهُمْ أَنَّهُمْ غُرَبَاءُ بَيْنَ اْلأَهْلِ وَاْلأَصْحَابِ
سَلَكُوا طَرِيْقَ السَّالِكِيْنَ إِلَى اْلهُدَى وَمَشَوْا عَلَى مِنْهَاجِهِمْ بِصَوَابٍ
مِنْ أَجْلِ ذَا أَهْلِ اْلغُلُوِّ تَنَافَرُوْا عَنْهُمْ فَقُلْنَالَيْسَ ذَابِعِجَابٍ
نَفَرَ الَّذِيْنَ دَعَاهُمْ خَيْرُ اْلوَرَى إِذْلَقَّبُوْهُ بِسَاحِرٍ كَذَّابٍ
مَعَ عِلْمِهِمْ بِأَمَانَةٍ وَديَانَةٍ فِيْهِ وَمَكْرَمَةٍ, وَصِدْقٍ جَوَاب
صَلَّى عَلَيْهِ اللهُ مَاهَبَّ الصِّبَا وَعَلَى جَمَيْعِ اْلآلِ وَاْلأَصْحَابِ
Jika pengikut Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam itu dikatakan sebagai Wahhabi, maka saya mengaku
bahwa saya Wahhabi.
Saya tiadakan sekutu bagi Allah, oleh
karenanya tidak ada lagi bagi saya tuhan selain Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Pemberi.
Tidak ada lagi kubah untuk diharap,
tidak juga patung, serta kubur tidak pula menjadi sebab.
Sekali-kali tidak, baik batu, pohon, mata air maupun berhala.
Aku juga tidak memakai jimat, baik
berbentuk kalung, kerang, maupun taring.
untuk menarik manfaat atau menolak
bala’, Allah-lah yang memberiku manfaat dan menghindarkan bencana.
Setiap bid’ah dan hal yang baru
dalam agama, itu diingkari oleh orang-orang yang berakal.
Saya harap diriku tidak mendekatinya
serta tidak meridhainya sebagai agama, karena tidak benar.
Saya menjaga diri dari Jahmiyyah[i] yang angkuh, juga
orang yang suka mentakwilkan sedang mereka bimbang.
Tentang istiwa’ (Allah Ta’ala berada
di atas ‘Arsy), cukuplah bagiku sebagai panutan perkataan para imam yang mulia.
Seperti Syafi’i, Malik, Abu Hanifah
dan Ahmad bin Hanbal yang bertakwa lagi sering kembali kepada Allah.
Di zaman kita sekarang, orang yang
berkeyakinan seperti ini akan dikatakan sebagai Mujassim dan Wahhabi.
Sungguh telah datang hadits tentang
akan asingnya Islam, maka hendaknya menangis orang yang mencintai karena
asingnya para kekasih.
Allah-lah yang menjaga kami, menjaga
pula agama kami dari setiap orang yang keras lagi memaki.
Dia-lah yang mengokohkan agama yang
lurus ini dengan segolongan orang yang berpegang dengan As Sunah dan Al Qur’an.
Mereka tidak berpegang dengan
pendapat mereka dan qiyasnya. Kepada kedua wahyulah (Al Qur’an dan As Sunnah)
tempat kembali yang baik.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
telah memberitahukan tentang mereka bahwa mereka akan menjadi asing di tengah
keluarga dan kawan-kawan.
Mereka tempuh jalan orang-orang yang
mengarah kepada hidayah dan mengikuti jejak mereka dengan benar.
Oleh karenanya orang-orang yang
ghuluw berlari dari mereka, kami katakan, “Tidak perlu heran.”
Bukankah telah lari orang-orang
(sebelumnya) dari manusia terbaik (Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam), mereka menggelari Beliau sebagai penyihir dan pendusta.
Padahal mereka tahu amanah Beliau
dan jalan hidupnya yang penuh kemuliaan dan kejujuran.
Semoga shalawat Allah Ta’ala limpahkan
kepada Beliau selama angin timur masih bertiup, juga kepada keluarga dan para
sahabat.
Syi’r biasanya
disampaikan untuk menyifati, memuji, mencela, ungkapan hikmah, dsb.
Ilmu
Tarikh Adab (Sejarah Sastra)
Ilmu ini
membahas tentang keadaan adab (sastra) di beberapa zaman atau generasi dari
sisi kuat dan lemahnya, banyak atau sedikitnya memuat sastra, di samping
membahas juga keadaan para sastrawan, masa atau zaman mereka hidup, tempat mereka
tinggal, serta karya-karya mereka.
Periode
Sastra Arab
Para peneliti
membagi sastra Arab ke dalam beberapa periode berikut:
Pertama, periode Jahiliyah. Sastra di masa Jahiliyah telah dimulai
dua abad atau satu abad setengah sebelum kedatangan Islam, dan berakhir dengan
datangnya Islam.
Kedua, periode awal Islam. Sastra di masa ini dimulai sejak
datangnya Islam dan berakhir hingga selesainya masa khulafa rasyidin tahun 40
H.
Ketiga, periode Bani Umayyah. Sastra di masa ini dimulai sejak
tegaknya Daulah Bani Umayyah tahun 40 H dan berakhir dengan runtuhnya Daulah
Bani Umayyah tahun 132 H.
Keempat, periode Bani Abbasiyyah. Sastra di masa ini dimulai sejak
tegaknya Daulah Abbasiyyah tahun 132 H dan berakhir dengan runtuhnya Daulah ini
ketika mendapat serangan Mongol ke Bagdad pada tahun 656 H.
Kelima, periode pertengahan. Periode ini meliputi dua masa
pemerintahan, yaitu pemerintahan Mamluk dan Utsmani. Periode ini dimulai tahun
656 H dan berakhir dengan runtuhnya Daulah Utsmani pada awal abad ke-13 H serta
munculnya sebagian gerakan yang menyatakan reformis di beberapa Negara Arab.
Keenam, periode modern. Sastra pada periode ini dimulai sejak
munculnya sebagian gerakan yang menyatakan reformis di beberapa Negara Arab
pada awal abad ke-13 hingga saat ini.
Sebenarnya,
periode-periode di atas belum pasti, tetapi hanya perkiraan yang dibagi untuk
mengetahui perbedaan yang terjadi dalam satra karena perubahan situasi politik
dan masyarakat.
Nushus
Nushus (mufrad/satuannya
disebut nash) yaitu kumpulan sastra pilihan baik yang berupa natsr (karya
bebas) maupun syair yang disampaikan para sastrawan di berbagai masa dan
generasi dalam berbagai tema pembahasan.
Sastra
di masa Jahiliyyah
Contoh
Natsr (karya bebas)
1.
Khutbah (pidato)
Berikut akan
disebutkan khutbah Hani bin Qabishah Asy Syaibani dalam perang Dzu Qar.
Awal kisahnya
adalah bahwa Kisra (raja Persia) meminta kepada Hani bin Qabishah (pemimpin
Bani Syaiban) untuk menyerahkan beberapa
amanah harta yang ditinggalkan Nu’man bin Mundzir – salah seorang raja Hirah di
Irak – yang diangkat Kisra lalu dipecat dan dipenjarakannya hingga wafat di
penjara, atau dihukum dengan diserahkan kepada gajah-gajah lalu ia terinjak
oleh gaja (Al A’laam 8/ 43), namun Hani menolak hingga terjadilah peperangan
antara bangsa Persia dengan kabilah Hani yaitu Bakr di sebuah tempat dekat
Basrah di Irak bernama Dzu Qar. Ketika itu, kabilah Hani menang melawan
orang-orang Persia, dan pada saat itu Hani menyemangati kaumnya untuk berperang
dengan berkata,
يَا مَعْشَرَ بَكْرٍ، هَالِكٌ مَعْذُوْرٌ خَيْرٌ
مِنْ نَاجٍ فَرُوْرٍ.
إِنَّ الْحَذَرَ لاَ يُنْجِي مِنَ الْقَدَرِ، وَإِنَّ
الصَّبْرَ مِنْ أَسْبَابِ الظَّفَرِ.
الْمَنِيَّةُ وَلاَ الدَّنِيَّةُ، اِسْتِقْبَالُ
الْمَوْتِ خَيْرٌ مِنِ اسْتِدْبَارِهِ، الَطَّعْنُ فِي ثُغَرِ النُّحُوْرِ أَكْرَمُ
مِنْهُ فِي الْأَعْجَازِ وَالظُّهُوْرِ.
يَا آلَ بَكْرٍ، قَاتِلُوْا فَمَا لِلْمَنَايَا
مِنْ بُدٍّ.
“Wahai kabilah
Bakr! Mati dalam keadaan mulia lebih baik daripada selamat dalam keadaan
melarikan diri. Sesungguhnya sikap waspada tidak dapat meloloskan diri dari
takdir, dan sesungguhnya kesabaran termasuk sebab-sebab kemenangan. Mati mulia
lebih baik daripada hidup terhina. Mendatangi maut lebih baik daripada
melarikan diri. Tertusuk di bawah leher lebih baik daripada tertusuk di punggung.
Wahai kabilah Bakr, berperanglah karena kematian pasti datang juga!”
Dalam khutbah
ini terdapat ungkapan yang ringkas, adanya kesamaan huruf akhirnya pada dua
kalimat atau lebih, sesuainya pokok fikiran dengan peristiwa yang terjadi, dan dalam khutbah ini memuat nasihat
dan hikmah.
2.
Wasiat (Pesan)
Dzul Ushbu Al
‘Adwani, nama aslinya Hurtsan bin Harits seorang penyair Arab di masa
Jahiliyah, dikenal dengan Dzul Usbu karena suatu ketika ada ular yang menggigit
jarinya hingga buntung, atau karena ia memiliki jari lebih dari biasanya. Saat
ia merasa akan meninggal dunia, maka ia memanggil anaknya yaitu Usaid dan
memberinya nasihat agar anaknya memperoleh kedudukan tinggi di tengah-tengah masyarakat
serta dicintai mereka, ia berkata.
أَلِنْ جَانِبَكَ لِقَوْمِكَ يُحِبُّوْكَ، وَتَوَاضَعْ
لَهُمْ يَرْفَعُوْكَ، وَابْسُطْ لَهُمْ وَجْهَكَ يُطِيْعُوْكَ، وَلاَ تَسْتَأْثِرْ
عَلَيْهِمْ بِشَيْءٍ يُسَوِّدُوْكَ، وَأَكْرِمْ صِغَارَهُمْ كَمَا تُكْرِمُ كِبَارَهُمْ،
يُكْرِمُكَ كِبَارُهُمْ، وَيَكْبُرْ عَلَى مَوَدَّتِكَ صِغَارُهُمْ، وَاسْمَحْ بِمَالِكَ، وَأَعْزِزْ جَارَكَ، وَأَعِنْ مَنِ اسْتَعَانَ
بِكَ، وَأَكْرِمْ ضَيْفَكَ، وَصُنْ وَجْهَكَ عَنْ مَسْأَلَةِ أَحَدٍ شَيْئًا، فَبِذَلِكَ
يَتِمُّ سُؤْدَدُكَ.
“Bersikap
lembutlah kepada kaummu, niscaya mereka akan mencintaimu. Bersikap tawadhulah,
niscaya mereka akan meninggikanmu. Tampakkanlah wajah senyummu, niscaya mereka
akan menaatimu. Janganlah engkau bersikap egois, niscaya mereka akan
mengangkatmu sebagai pemimpin. Muliakanlah yang muda di antara mereka sebagaimana
yang tua juga dimuliakan, maka yang tua akan memuliakanmu, sedangkan yang muda
akan tumbuh besar dalam keadaan mencintaimu. Berilah hartamu secara sukarela. Bantulah
tetanggamu, tolonglah orang yang meminta bantuan kepadamu. Muliakanlah tamumu.
Jagalah dirimu dari meminta-minta kepada seseorang, maka kedudukanmu semakin
sempurna.” (Al Aghani karya Abul Farj Al Ashbahani 3/98-99, cet. Darul
Kutub Al Mishriyyah)
Dalam wasiat ini
terdapat ketajaman pandangan, menggunakan berbagai uslub (jalan bahasa) nasihat
terkadang memerintah dan terkadang melarang, menggunakan penyerupaan,
singkatnya kalimat dan kesamaannya, menggunakan sajak, ajakan berakhlak mulia,
dsb.
3. Hikmah
(Kalimat Bijak)
Berikut
contoh-contoh kalimat bijak:
آفَةُ الرَّأْيِ الْهَوَى
Malapetaka
pendapat adalah ketika mengikuti hawa nafsu
Kalimat ini
disampaikan agar seseorang tidak menuruti hawa nafsu.
آخِرُ الدَّوَاءِ الْكَيُّ
Obat
terakhir adalah menggunakan besi panas
Kalimat ini
disampaikan agar seseorang melakukan hal yang lebih ringan dulu sebelum yang
berat.
مَصَارِعُ الرِّجَالِ تَحْتَ بُرُوْقِ الطَّمَعِ
Kebinasaan
seseorang terjadi ketika berada di bawah cahaya kilat tamak (mengikuti sifat
tamaknya)
Kalimat ini
disampaikan agar menjauhi sifat tamak atau rakus.
4. Amtsal/Matsal
(Perumpamaan)
Berikut contoh
amtsal:
سَبَقَ السَّيْفُ الْعَذْلَ
Pedang
telah mendahului penyesalan (sehingga penyesalan tidak berguna lagi).
kita menyebutnya
nasi sudah jadi bubur.
Awal mula
munculnya matsal ini adalah bahwa ada orang Arab yang mengirim anaknya untuk
mecari unta yang hilang, lalu anaknya pergi ke padang sahara sambil membawa
pedangnya, kemudian ayahnya menunggunya dalam waktu lama namun anaknya tidak
kunjung kembali. Suatu hari ayah ini pergi bersama seseorang dan di tengah
perjalanan keduanya sampai di sebuah tempat, lalu orang itu berkata, “Sungguh,
di tempat ini beberapa hari yang lalu aku temui seorang pemuda yang begini dan
begitu sifatnya, lalu aku bunuh dia dan kuambil darinya pedang ini.” Lalu
ayahnya berfikir tentang apa yang disampaikan orang itu, maka ayahnya pun tahu
bahwa pemuda yang dibunuh itu adalah anaknya, sedangkan orang yang bersamanya
adalah pembunuh anaknya, maka ayah ini berkata kepadanya, “Berikanlah kepadaku
pedang itu agar aku perhatikan,” maka pedang itu pun diserahkan dan ayah ini
pun tahu bahwa pedang ini adalah pedang anaknya, maka ayah ini membunuh orang
itu dengan pedang itu, lalu orang-orang berkata, “Mengapa engkau membunuhnya di
bulan haram?” Ia pun menyampaikan kalimat ini,
سَبَقَ السَّيْفُ الْعَذْلَ
Pedang
telah mendahului celaan (sehingga celaan tidak berguna lagi).
Sehingga
ungkapan ini menjadi matsal yang disampaikan kepada orang yang mencela
seseorang terhadap sesuatu yang telah terjadi.
Contoh lainnya
adalah ungkapan,
اَلصَّيْفَ ضَيَّعْتِ اللَّبَنَ
Pada
musim panas engkau telah menghilangkan susu
Munculnya matsal
ini adalah ketika ada seorang yang sudah lanjut usia menikahi wanita muda yang
cantik di musim panas. Orang tua ini memiliki unta dan kambing yang banyak yang
memiliki susu yang banyak, dimana ia dan istrinya biasa meminumnya. Akan tetapi
wanita ini tidak suka dengan orang tua ini dan menuntut cerai, maka orang tua
ini mencerainya dan wanita muda ini pun menikah dengan pemuda yang miskin yang
tidak memiliki unta dan kambing. Suatu ketika wanita ini meminta susu kepada
mantan suaminya, tetapi mantan suaminya menolaknya dan menyampaikan matsal tersebut,
اَلصَّيْفَ ضَيَّعْتِ اللَّبَنَ
Pada
musim panas engkau telah menghilangkan susu
Matsal ini biasa
disampaikan kepada seseorang yang memperoleh sesuatu yang baik, lalu
ditinggalkannya, maka saat ia butuh dan meminta, ia pun tidak diberi.
Contoh
Syair
Terjadi
peperangan dahsyat antara dua kabilah di antara kabilah Arab, yaitu Abs dan
Dzubyan karena masalah pertandingan kuda. Perang ini terus berlanjut selama 40
tahun, lalu beberapa pemuka kabilah itu berusaha melakukan shulh (damai) antara
dua kabilah itu serta siap membayarkan diyat orang-orang yang terbunuh di
antara dua kabilah itu. Saat itu ada seorang penyair bernama Zuhair bin Abi
Salma yang merasa takjub dengan tindakan para pemuka itu, maka ia menyampaikan
syair di bawah ini yang di dalamnya ia memuji Haram bin Sinan dan Harits bin
Auf sebagai dua orang yang melakukan shulh (perjanjian damai) ini:
سَئِمْتُ تَكَالِيْفَ الحَيَاةِ
وَمَنْ يَعِشُ ..... ثَمَانِينَ حَوْلاً
لا أَبَا لَكَ يَسْأَمِ
Aku
sudah bosan merasakan berbagai masalah hidup
Siapa
saja yang sudah menjalani hidup selama 80 tahun tentu merasakan kebosanan
وأَعْلَمُ مَا فِي الْيَوْمِ
وَالأَمْسِ قَبْلَهُ ….. وَلكِنَّنِي
عَنْ عِلْمِ مَا فِي غَدٍ عَمِ
Aku
hanya tahu hari ini dan sebelumnya, namun tidak tahu tentang yang akan terjadi
keesokan harinya
وَمَنْ هَابَ أَسْبَابَ
المَنَايَا يَنَلْنَهُ ..... وَلَوْ نَالَ أَسْبَابَ السَّمَاءِ بِسُلَّمِ
Siapa
saja yang takut terhadap sebab-sebab kematian, maka kematian itu tetap akan
menghampirinya
Bahkan
sekalipun ia berhasil memperoleh tali-tali ke langit dengan tangga
وَمَنْ يَجْعَلِ المَعْرُوفَ فِي
غَيْرِ أَهْلِهِ ..... يَعُدْ حَمْدُهُ ذَماًّ عَلَيْهِ
وَيَنْدَمِ
Barang
siapa yang meletakkan perbuatan baik kepada bukan tempatnya, maka pujian akan
berbalik menjadi celaan dan ia akan menyesal
وَمَهْمَا تَكُنْ عِنْدَ امْرِئٍ
مَنْ خَلِيقَةٍ .... وَلَو خَالَهَا تَخْفَى
عَلَى النَّاسِ تُعْلَمِ
Apa
pun akhlak yang engkau miliki pada seseorang
Maka
tetap akan diketahui walaupun engkau mengira dapat menyembunyikan
لِأَنَّ لِسَانَ الْمَرْءِ
مِفْتَاحُ قَلْبِهِ ..... إِذَا هُوَ أَبْدَى مَا يَقُوْلُ مِنَ الْفَمِ
Hal
itu karena lisan seseorang adalah kunci bagi hatinya, jika ia menampakkan
ucapan itu dari mulutnya
لِسَانُ الفَتَى نِصْفٌ
وَنِصْفٌ فُؤَادُهُ ..... فَلَمْ يَبْقَ إَلا صُورَةُ
اللَّحْمِ وَالدَّمِ
Lisan seorang pemuda adalah
separuhnya, sedangkan separuhnya lagi adalah hatinya
Oleh karena itu, tidak
tersisa lagi selain gambaran daging dan darah
Syair di atas
memuat pandangan yang bagus yang menunjukkan kebijaksanaan Zuhair dan
keinginannya agar masyarakat menjadi baik. Dia menyampaikan bahwa seseorang
tidak tahu yang gaib, kematian pasti datang, dan bahwa kebaikan tidak patut
diberikan kecuali kepada yang berhak. Di samping itu lafaznya mudah, maknanya
jelas, dan memberikan gambaran yang bagus.
Kesimpulan
Kondisi Sastra di Masa Jahiliyyah
Natsr
(Karya Bebas)
Berdasarkan
contoh-contoh di atas semakin jelas bagi kita bahwa natsr di masa Jahiliyyah
ada beberapa macam, di antaranya: khutbah, wasiat, hikmah, dan amtsal.
Sebab munculnya khutbah
atau pidato adalah karena beberapa sebab, di antaranya:
(1) sering terjadinya peperangan antara kabilah, (2) terjadi aktfitas sosial
seperti ucapan selamat, ta’ziyah (menghibur), dsb. (3) meminta bantuan, (4)
kebebasan dan kekacauan poilitik yang menimpa masyarakat jahiliyyah, (5)
banyaknya yang buta huruf, (6) manusia berbangga dengan nasab dan akhlak yang
mulia.
Karakteristik
khutbah ketika itu adalah singkat kalimatnya,
fasih atau jelas lafaznya, maknanya dalam, kalimat akhir; baik dua kalimat atau
lebih hurufnya sama (sajak), memuat kalimat bijak, amtsal, dan bait syair di dalamnya.
Sebab munculnya wasiat
adalah karena beberapa sebab, di antaranya: (1) merasakan akan wafat, dan (2)
berpisah atau safar.
Karakteristik
wasiat ketika itu adalah singkat kalimatnya, sebagian
besar akhir kalimatnya baik dua kalimat atau lebih akhir hurufnya sama (sajak),
memuat kalimat bijak dan amtsal, biasanya tidak ada hubungan antara kalimat
satu dengan kalimat berikutnya, benar isi pandangannya. Sifatnya hampir sama
dengan khutbah, tetapi lebih singkat.
Karakteristik
Hikmah (Kalimat bijak) adalah menggambarkan kebiasaan
bangsa-bangsa, singkat kalimatnya, lafaznya fasih, maknanya jelas, dan pandangannya
tajam.
Perbedaan antara
hikmah dengan amtsal atau matsal adalah bahwa hikmah mengarahkan kepada akhlak
terpuji, atau melarang akhlak tercela, sedangkan matsal atau amtsal tidak
demikian. Hikmah tidak terkait dengan kisah atau peristiwa, sedangkan matsal
ada kisah atau kesesuaian. Hikmah tidak harus terkenal, sedangkan matsal harus
terkenal.
Adaun syair,
maka maksud dari pembuatnya adalah untuk memuji, mencela, berbangga,
menyampaikan sikap semangat, merayu, meminta maaf, meratap, menyifati, dsb.
Ada pula yang
disebut dengan mu’allaqat, yaitu kasidah (syair panjang yang disampaikan
untuk maksud tertentu dan dalam acara atau kesempatan tertentu).
Untuk
selanjutnya Islam mengarahkan agar maksud dan tujuan tadi sejalan dengan
prinsip-prinsip Islam dalam memperbaiki akhlak masyarakat yang insya Allah akan
kita terangkan setelah pembahasan ini.
Bersambung….
Wallahu
a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa
Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.35, Silsilah Ta’limil Lughatil Arabiyyah (Adab), dll.
[i] Golongan yang mengingkari Allah Ta’ala berada
di atas ‘Arsy, mereka mengatakan bahwa Allah Ta’ala ada di setiap tempat.
Mereka juga menolak sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
0 komentar:
Posting Komentar