Khutbah Jumat: Bulan Rajab Dalam Sorotan

 بسم الله الرحمن الرحيم



Khutbah Jum'at

Bulan Rajab Dalam Sorotan

Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I

Khutbah I

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا --يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فقَدْ فَازَ فوْزًا عَظِيمًا.

 أَمَّا بَعْدُ: فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَيُ مُحَمَّدٍ وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاثُهَا وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

 

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Pertama-tama kita panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kepada kita berbagai nikmat, terutama nikmat Islam dan nikmat taufiq sehingga kita dapat melangkahkan kaki kita menuju rumah-Nya melaksanakan salah satu perintah-Nya yaitu shalat Jumat berjamaah.

Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti Sunnahnya hingga hari Kiamat.

Khatib berwasiat baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian; marilah kita tingkatkan terus takwa kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takwa dalam arti melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya, karena orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia di di akhirat.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Saat ini kita telah berada di bulan Rajab. Bulan Rajab termasuk di antara empat bulan haram, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّموَاتِ وَاْلأَرْضِ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ .

"Sesungguhnya zaman itu beredar seperti biasanya sejak Allah menciptakan langit dan bumi, setahun ada dua belas bulan, di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah dan Muharram. Sedangkan Rajab Mudhar pertengahan antara Jumada (Tsaniyah) dan Sya'ban." (Hr. Bukhari-Muslim)

Disebut bulan Rajab dengan Rajab Mudhar oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah karena di antara sekian kabilah bangsa Arab, kabilah Mudhar-lah yang sangat memuliakannya.

Para ulama berbeda pendapat tentang mengapa empat bulan itu dinamakan bulan haram. Ada yang mengatakan, "Karena tingginya kemuliaan bulan itu dan sangat haramnya melakukan dosa di bulan-bulan itu",

Ibnu Abi Thalhah meriwayatkan –dari Ibnu Abbas-, ia berkata, "Allah mengkhususkan empat bulan dan menjadikannya haram (terpelihara) serta meninggikan kemuliaannya, menjadikan berbuat dosa di bulan-bulan itu lebih besar dosanya dan menjadikan amal saleh (di bulan-bulan itu) lebih besar pahalanya."

Di antara ulama ada juga yang mengatakan, bahwa dinamakan sebagai bulan haram, karena haramnya melakukan peperangan di bulan-bulan itu.

Adapun mengapa bulan ini disebut "Rajab" menurut Ibnu Rajab adalah karena bulan itu "Yurjab", yakni dimuliakan, dikatakan "Rajaba fulaanun maulaah" yakni 'azh-zhamah' (si fulan memuliakan tuannya). Ada juga yang mengatakan bahwa hal itu karena para malaikat memuliakan dengan bertasbih dan bertahmid di bulan itu, namun hadits tentang hal ini palsu.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Dahulu kaum Jahiliah memuliakan bulan Rajab, terlebih kabilah Mudhar, oleh karena itu dalam hadits di atas disebutkan "Wa Rajab mudhara…dst"

Ibnul Atsir dalam An Nihayah berkata, "Diidhafatkan (dihubungkan) kata-kata Rajab dengan Mudhar, karena mereka (kabilah Mudhar) memuliakannya berbeda dengan lainnya.”

Di antara bentuk penghormatan mereka terhadap bulan itu adalah dengan mengharamkan perang di bulan itu, sampai-sampai mereka menamakan perang yang terjadi di bulan itu dengan nama "Harbul Fajaar"  (perang pelanggaran).

Mereka juga melakukan penyembelihan di bulan itu dengan nama "Al 'Atiirah", berupa kambing yang mereka sembelih untuk berhala mereka lalu darah tersebut dituangkan ke kepalanya. Kemudian Islam datang membatalkan perbuatan itu sebagaimana dalam hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim,

لَا فَرَعَ وَلَا عَتِيْرَةَ

"Tidak ada lagi fara' (penyembelihan kepada berhala) dan 'Atiirah."

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Sebagaian kaum salaf berkata, "Bulan Rajab adalah bulan menanam, Sya'ban adalah bulan menyiram tanaman, sedangkan bulan Ramadhan adalah bulan memetik hasilnya."

Dalam sebuah doa yang disandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam padahal bukan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (dha'if) disebutkan,

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

"Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami pada bulan Rajab dan Sya'ban serta sampaikanlah kami hingga bulan Ramadhan."

Untuk lebih rincinya mari kita bedah hal-hal yang berkaitan dengan bulan Rajab.

?  Keutamaan bulan Rajab

Ibnu Hajar rahimahullah pernah berkata, "Tidak ada hadits shahih yang bisa dijadikan hujjah tentang keutamaan bulan Rajab, maupun berpuasa di bulan itu dan hari-harinya, demikian juga tidak ada (keutamaan) melakukan qiyamul lail khusus di bulan itu…dst.” (Tabyiinul 'ajab fiimaa warada fii fadhli Rajab hal. 9)

Ia juga mengatakan di kitab yang sama hal. 8, "Adapun hadits-hadits tegas yang datang tentang keutamaan Rajab ataupun keutamaan berpuasa di bulan itu dan hari-harinya dapat disimpulkan menjadi dua bagian; bisa dha'if, bisa juga maudhu' (palsu)…dst."

Demikian juga tentang Umrah di bulan Rajab, sama sekali tidak ada asal-usulnya tentang keistimewaan umrah di bulan ini, bahkan yang ada keterangannya adalah berumrah di bulan Ramadhan sebagaimana dalam hadits yang shahih,

عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً

"Berumrah di bulan Ramadhan itu seperti hajji."

Abu Bakar ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya (no. 9758) meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Kharasyah bin Hur ia berkata, “Aku melihat Umar memukul telapak tangan manusia pada bulan Rajab sehingga mereka meletakkan tangannya di mangkuk besar, lalu Umar berkata, “Makanlah, karena Rajab hanyalah bulan yang dimuliakan oleh kaum Jahiliyah.”

Dalam riwayat Thabrani dalam Al Awsath (no. 7636) disebutkan, bahwa Kharasyah bin Hur berkata, “Aku melihat Umar bin Kahththab memukul tangan manusia yang berpuasa pada bulan Rajab sehingga mereka terpaksa meletakkan tangannya pada makanan, lalu Umar berkata, “Apa itu Rajab? Rajab adalah bulan yang dimuliakan kaum Jahiliyyah. Setelah Islam datang, maka ditinggalkan.”

Dalam Al Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah (no. 9761) dengan sanad yang shahih juga disebutkan, “Dari Ashim bin Muhammad, dari ayahnya ia berkata, “Ibnu Umar saat melihat orang-orang mempersiapkan diri untuk menyambut bulan Rajab, maka ia membencinya.”

Sedangkan dalam Mushannaf Abdurrazzaq (no. 7854) dengan sanad yang shahih juga dari Ibnu Juraij, dari Atha ia berkata, “Ibnu Abbas melarang berpuasa Rajab agar hal itu tidak dijadikan sebagai perayaan.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Adapun puasa Rajab secara lebih khusus, maka hadits-haditsnya; semuanya dhaif bahkan maudhu (palsu), dimana Ahli Ilmu sama sekali tidak bersandar kepadanya, dan kedhaifannya tidak termasuk ke dalam golongan dhaif yang masih bisa diriwayatkan dalam Fadhailul a’mal, bahkan pada umumnya adalah palsu yang dibuat secara dusta.” (Al Majmu 25/290)

Ibnu Taimiyah melanjutkan kata-katanya, “Suatu ketika Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallahu anhu melihat keluarganya membeli beberapa cangkir untuk air dan bersiap-siap puasa, maka ia berkata, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Menyambut Rajab.” Abu Bakar berkata, “Apakah kalian ingin menyamakannya dengan bulan Ramadhan?" Lalu ia memecahkan cangkir itu.” 

?  Shalat Raghaa'ib

Memang ada hadits yang menjelaskan tentang sifat shalat Raghaa'ib dan keutamaannya seperti yang disebutkan dalam kitab Ihyaa' Uluumiddiin karya Al Ghazaaliy rahimahullah 1/202 berikut:

عن أنس عن النبي -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: "ما من أحد يصوم يوم الخميس (أول خميس من رجب) ثم يصلي فيما بين العشاء والعتمة يعني ليلة الجمعة اثنتي عشرة ركعة ، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب مرة و((إنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ القَدْرِ)) ثلاث مرات، و((قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)) اثنتي عشرة مرة ، يفصل بين كل ركعتين بتسليمة ، فإذا فرغ من صلاته صلى عليّ سبعين، فيقول في سجوده سبعين مرة: (سبوح قدوس رب الملائكة والروح) ، ثم يرفع رأسه ويقول سبعين مرة: رب اغفر وارحم وتجاوز عما تعلم ، إنك أنت العزيز الأعظم ، ثم يسجد الثانية فيقول مثل ما قال في السجدة الأولى ، ثم يسأل الله (تعالى) حاجته ، فإنها تقضى".. قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: "والذي نفسي بيده ، ما من عبد ولا أَمَة صلى هذه الصلاة إلا غفر الله له جميع ذنوبه ، ولو كانت مثل زبد البحر ، وعدد الرمل ، ووزن الجبال ، وورق الأشجار ، ويشفع يوم القيامة في سبعمئة من أهل بيته ممن قد استوجب النار

Dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda, "Tidak ada seorang pun yang berpuasa pada hari Kamis (Kamis pertama bulan Rajab), kemudian melakukan shalat antara setelah Isya dengan permulaan malam yakni pada malam Jumat sebanyak 12 rakaat, dimana pada setiap rakaat dibacanya Al Fatihah sekali, Innaa anzalnaahu fii lailatil qadr 3 kali, Qulhuwallahu ahad 12 kali, setiap antara dua rakaat dipisah dengan salam, setelah selesai shalat bershalawat kepadaku 70 kali, ketika sujudnya mengucapkan "Suubuhun qudduusun Rabbul malaaikati war ruuh" 70 kali, lalu mengangkat kepalanya dan membaca sebanyak 70 kali "Rabbighfir warham, wa tajaawaz 'ammaa ta'lam, innaka antal 'aziizul a'zham", kemudian sujud kedua dan mengucapkan seperti di sujud pertama. Setelah itu, ia meminta kepada Allah Ta'ala hajatnya, maka akan ditunaikan…Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan (sabdanya), "Demi Allah, yang diriku di tangan-Nya, tidaklah seorang hamba laki-laki maupun wanita melakukan shalat ini sekali saja kecuali Allah akan mengampuni semua dosanya meskipun sebanyak buih di lautan, sebanyak jumlah pasir, seberat gunung, sebanyak daun di pohon dan akan diberikan syafaat untuk 700 orang keluarganya yang seharusnya masuk neraka."

Namun hadits ini menurut para ulama adalah hadits yang maudhu' (palsu).

Ibnun Nuhaas mengatakan, "Perbuatan itu adalah bid'ah, hadits yang menyebutkan tentang hal itu palsu dengan kesepakatan ahli hadits." (Tanbiihul Ghaafiliin hal. 496)

Di antara ulama lain yang menjelaskan kepalsuan hadits di atas adalah Ibnul Jauziy dalam Al Maudhuu'aat, Al Haafizh Abul Khaththab dan Abu Syaamah (lihat kitab Al Baa'its 'alaa inkaaril bida' wal hawaadits).

Demikian juga Ibnul Haaj dalam Al Madkhal (1/211), juga Ibnu Rajab dan para ulama lainnya.

Oleh karena itu Imam Nawawi berkata, "Perbuatan itu adalah bid'ah yang buruk, perlu diingkari dengan keras, isinya mengandung banyak kemungkaran, sudah tentu harus ditinggalkan dan dijauhi serta mengingkari pelakunya." (Fatawa Al Imam An Nawawiy hal. 57)

Pencantuman hadits tersebut di kitab Ihyaa' Uluumiddin, karena Imam Al Ghazaali -rahimanillah wa iyyah- memang mengakui bahwa dirinya tidak ahli dalam masalah hadits, ia sendiri berkata,

اَنَا مُزْجَى اْلبِضَاعَةِ فِيْ عِلْمِ الْحَدِيْثِ

"Perbendaharaan saya dalam ilmu hadits sangat kurang."

Demikian juga tidak ada dasarnya shalat "Alfiyyah" yang dilakukan pada hari pertama bulan Rajab dan pada pertengahan bulan Sya'ban. Termasuk juga shalat "Ummu Daawud" yang dilakukan pada pertengahan Rajab, ini semua adalah diada-adakan, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌ

"Barang siapa yang mengerajakan amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak." (HR. Muslim)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ

Khutbah II

الْحَمْدُ للهِ عَظِيْمِ الْإِحْسَانِ ، وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْجُوْدِ وَالْإِمْتِنَانِ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأَتْبَاعِهِ وَجُنْدِهِ أَمَّا بَعْدُ:

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Termasuk mukjizat besar Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah diperjalankan Beliau oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian dinaikkan ke langit, namun tidak ada riwayat yang shahih bahwa peristiwa ini terjadi pada tanggal 27 bulan Rajab. Ibnu Hajar menukil dari Ibnu Dihyah, bahwa sebagian tukang cerita menyebutkan bahwa kejadian Israa' itu pada bulan Rajab", lalu ia (Ibnu Hajar) mengomentari dengan mengatakan, "Itu adalah dusta." (Tabyiinul 'Ajab hal.6)

Ibnu Rajab berkata, "Diriwayatkan pernyataan itu dengan isnad yang tidak shahih dari Al Qaasim bin Muhammad bahwa Isra'nya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada tanggal 27 Rajab, namun hal itu diingkari oleh Ibrahim Al Harbiy dan lainnya." (Zaadul Ma'aad karya Ibnul Qayyim 1/275)

Kalau pun diketahui kapan terjadinya, namun tetap tidak disyariatkan memperingatinya, karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat dan para tabi'in tidak memperingatinya.

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Selanjutnya, adakah peristiwa besar di bulan Rajab?

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, "Ada riwayat bahwa di bulan Rajab ada peristiwa-peristiwa besar, namun sama sekali tidak shahih, ada (juga) riwayat bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lahir di malam pertamanya, Beliau diutus pada malam ke-27-nya atau 25-nya, namun semua itu tidak ada yang shahih…dst." (Lathaa'iful Ma'aarif hal. 233)

Ma'asyiral muslimin sidang shalat Jum'at rahimakumullah

Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata,

اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ , كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

“Ikutilah (Sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam) dan jangan mengada-ada, karena kalian sudah dicukupi. Setiap bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Waki dalam Az Zuhd 1/357, dan Ahmad dalam Az Zuhd hal. 162. Haitsami dalam Majmauz Zawaid (1/181) berkata, “Para perawinya adalah perawi kitab shahih.”)

Sufyan Ats Tsauriy pernah mengatakan,

كَانَ اْلفُقَهَاءُ يَقُوْلُوْنَ: لاَ يَسْتَقِيْمُ قَوْلٌ إِلاَّ بِعَمَلٍ ، وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ ، وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَنِيَّةٌ إِلاَّ بِمُوَافَقَةِ السُّنَّةِ

“Dahulu kalangan para ahli fiqh berkata, "Ucapan itu tidak akan lurus tanpa amal, ucapan dan amal pun tidak akan lurus tanpa niat, demikian juga ucapan, amal dan niat tidak akan lurus tanpa sesuai dengan As Sunnah." (Al Ibaanah Al Kubraa karya Ibnu Baththah 1/333)

Dengan demikian, hendaknya amal yang kita lakukan didasari dalil yang shahih dari Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam agar amal kita diterima.

Demikianlah yang bisa khatib sampaikan, semoga bermanfaat. Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat menempuhnya, aamin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ، اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الْكُفْرَ وَالْكَافِرِيْنِ، وَأَعْلِ رَايَةَ الْحَقِّ وَالدِّيْنِ، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِعِزٍّ فَاجْعَلْ عِزَّ الْإِسْلاَمَ عَلَى يَدَيْهِ، وَمَنْ أَرَادَنَا وَالْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ بِكَيْدٍ فَكِدْهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، وَرُدَّ كَيْدَهُ فِي نَحْرِهِ، وَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ فِي تَدْمِيْرِهِ، وَاجْعَلِ الدَّائِرَةَ تَدُوْرُ عَلَيْهِ، اَللَّهُمَّ اهْدِنَا وَاهْدِ بِنَا وَانْصُرْنَا وَلاَ تَنْصُرْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.

 وَصلِّ اللَّهُمَّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى محمد وَعَلَى آلهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا.

Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger