بسم الله الرحمن الرحيم
Kisah Zubair bin Awwam
radhiyallahu 'anhu
Segala puji bagi
Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada
keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga
hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut kisah Zubair bin Awwam radhiyallahu
'anhu, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas
karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Mengenal Zubair bin Awwam radhiyallahu anhu
Beliau termasuk di antara sepuluh orang sahabat yang
dijamin masuk surga.
Beliau juga orang yang pertama menghunus pedangnya di
jalan Allah untuk membela Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Beliau adalah ksatria pemberani yang tidak pernah
absen dalam semua peperangan yang dihadiri Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam.
Beliau juga
pahlawan yang menjadi sebab ditaklukkannya Mesir dan masuk penduduknya ke dalam
Islam.
Masuk
Islamnya Zubair bin Awwam
Ketika Nabi
shallallahu alaihi wa sallam diutus, maka orang yang pertama didakwahkan Beliau
kepada Islam dan tauhid adalah keluarga dan kerabat Beliau. Lalu sebagian besar
mereka menyatakan keislaman, yang di antaranya adalah Shafiyyah binti Abdul
Muththalib bibi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berikut anaknya yaitu
Zubair bin Awwam yang ketika itu usianya masih muda belia. Meskipun masih
sangat muda, namun beliau sangat mencintai Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Pembelaannya
terhadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam
Suatu hari
tersebar berita bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dibunuh, maka Zubair
segera menghunus pedangnya dan keluar ke tengah-tengah manusia seperti badai
yang hendak menghancurkan segala sesuatu yang ada di hadapannya seraya
memastikan kabar yang beredar, maka ia bertemu dengan Nabi shallallahu alaihi
wa sallam, lalu Beliau bersabda, “Ada apa denganmu wahai Zubair?” Ia menjawab,
“Aku mendapat kabar bahwa engkau dibunuh.” Beliau bersabda, “Lalu apa yang
engkau lakukan?” Ia menjawab, “Aku akan tebas dengan pedang ini orang yang
menangkapmu.” Maka Beliau mendoakan Zubair dan pedangnya. (Diriwayatkan oleh
Hakim, menurut Al Arnauth para perawinya tsiqah).
Kesabaran
Zubair saat mendapatkan gangguan di jalan Allah
Meskipun
kedudukan Zubair di tengah kaumnya sangat dihormati, hanyasaja beliau tetap
mendapatkan gangguan dan penindasan. Namun anehnya, yang melakukan penindasan
terhadapnya adalah pamannya sendiri. Ketika pamannya tahu Zubair masuk Islam,
maka ia menyekap Zubair dan menyalakan api dan asap di bawahnya sehingga asap
itu membuat Zubair merasakan sesak nafas yang dahsyat. Meskipun begitu, ia
tetap bersabar dan memikul cobaan itu seraya berkata, “Aku tidak akan kembali
kepada kekafiran selamanya.”
Zubair terus
mendapatkan penganiayaan dan penindasan sampai Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menyuruh para sahabat hijrah ke Habasyah. Zubair pun turut hijrah bersama
mereka baik pada hijrah pertama maupun kedua, namun ia tidak sanggup jauh dari
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sehingga menghendakinya untuk kembali
dan berada dalam penindasan.
Sikap mulia
Zubair saat di Habasyah
Saat kaum
muslimin berada di Habasyah, maka mereka mendapatkan keamanan dari rajanya yang
adil yaitu Najasyi.
Ketika itu
kaum muslimin merasakan keamanan sampai ada peristiwa tentang seorang dari
Habasyah yang hendak mengambil kekuasaan Najasyi. Di saat itu, kaum muslimin
sangat bersedih sekali karena khawatir orang itu mengalahkan Najasyi.
Di tengah
suasana seperti itu, maka para sahabat ingin mengetahui peristiwa yang terjadi
antara Najasyi dengan orang itu di dekat sungai Nil.
Maka para
sahabat berkata, “Siapa yang siap keluar untuk menyaksikan peperangan itu agar
dia dapat menyampaikan berita itu kepada kami?”
Zubair
menjawab, “Saya.” Padahal ia orang yang paling muda usianya. Ketika itu para
sahabat meniupkan geriba untuk Zubair (agar tidak tenggelam), lalu Zubair
menaruh geriba itu di dadanya dan berenang hingga ke tepi sungai nil yang di
sana berkumpul pasukan, lalu ia terus beranjak dan menyaksikan peperangan itu.
Saat itu para sahabat berdoa kepada Allah agar Dia memberikan kemenangan kepada
Najasyi dan doa mereka pun dikabulkan Allah Azza wa Jalla. Najasyi tetap
memimpin negerinya. Ummu Salamah yang ketika itu turut berhijrah berkata, “Demi
Allah, kami sangat menantikan kabar yang terjadi, tiba-tiba Zubair muncul
dengan bergegas sambil berisyarat dengan bajunya dan berkata, “Bergembiralah!
Sesungguhnya Najasyi menang, dan Allah membinasakan musuh-Nya serta memberikan
kekuasaan kepada Najasyi di negerinya.” (Sirah Ibnu Hisyam 1/279)
Menemani
Nabi shallallahu alaihi wa sallam kembali
Zubair bin
Awwam meskipun telah merasakan kenyamanan di negeri Habasyah, namun ia lebih
memilih kembali menemani Nabi shallallahu alaihi wa sallam, ia pun kembali ke
Mekkah dan merasakan berbagai penderitaan di jalan Allah di sana sampai Nabi
shallallahu alaihi wa sallam mengizinkan para sahabatnya hijrah ke Madinah,
lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam hijrah setelah mereka. Ketika itu Zubair
termasuk orang yang berhijrah ke Madinah dan tinggal di sana menemani Nabi
shallallahu alaihi wa sallam dan mengambil banyak kebaikan dari Beliau.
Nabi
shallallahu alaihi wa sallam sangat mencintai Zubair sampai-sampai Beliau
bersabda,
«إِنَّ
لِكُلِّ نَبِيٍّ حَوَارِيًّا وَإِنَّ حَوَارِيَّ الزُّبَيْرُ بْنُ العَوَّامِ»
“Sesungguhnya
setiap nabi memiliki sahabat setia, dan sesungguhnya sahabat setiaku adalah
Zubair bin Awwam.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Jihad yang
dilakukan Zubair bin Awwam radhiyalllahu anhu
Zubair telah
mengorbankan jiwa dan raganya di jalan Allah, ia menjadikan jiwa, raga, dan
hartanya sebagai waqaf untuk Allah Azza wa Jalla, sehingga Allah memuliakan dan
meninggikannya di dunia dan di akhirat.
Beliau
berperang dengan gigihnya sehingga tidak ada yang siap berhadapannya. Saking
gigihnya dalam berperang, ia mendapatkan banyak luka yang parah dan dalam di
tubuhnya. Siapa saja yang memperhatikan bagaimana para sahabat menyebutkan luka
yang menimpa Zubair, tentu dia akan tahu bagaimana Zubair berperang.
Urwah
berkata, “Pada diri Zubair terdapat tiga sayatan pedang; salah satunya di
pundaknya yang aku dapat memasukkan jari-jariku ke dalamnya; ia ditebas dua
kali dalam perang Badar dan satu kali dalam perang Yarmuk.” (As Siyar
karya Adz Dzahabi 1/52)
Ali bin Zaid
berkata, “Telah mengabarkan kepadaku orang-orang yang pernah melihat Zubair,
bahwa di dadanya terdapat seperti mata air-mata air karena tusukan pedang dan
lemparan panah.” (Shifatush Shafwah 1/141)
Jihad Zubair
dalam perang Badar
Dalam perang
Badar Zubair berperang seperti singa-singa yang menerkam. Ketika itu ia memakai
sorban berwarna kuning, bahkan malaikat Jibril turun menyerupai Zubair bin
Awwam.
Dalam perang
Uhud
Dalam perang
Uhud Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat seorang yang membunuh kaum
muslimin dengan bengisnya, lalu Beliau bersabda, “Bangun wahai Zubair, lawanlah
dia!” Maka Zubair naik ke atas bukit, lalu lompat menyerang dan mencengkramnya,
hingga keduanya jatuh dan berguling di tanah, lalu Zubair membunuh orang itu.
Zubair
termasuk orang yang menyambut panggilan Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi
wa sallam
Ketika kaum
musyrik pulang meninggalkan area Uhud, sedangkan Nabi shallallahu alaihi wa
sallam dan para sahabatnya mendapatkan luka-luka, dan Beliau khawatir mereka
kembali menyerang, maka Beliau bersabda, “Siapa yang siap mengikuti jejak
mereka untuk melawan, agar mereka mengetahui bahwa kita masih kuat. Lalu Abu
Bakar dan Zubair beserta tujuh puluh orang yang menyatakan kesiapannya,
kemudian mereka keluar membuntuti kaum musyrik. Saat kaum musyrik mengetahui
bahwa kaum muslimin mengejar mereka, maka mereka segera pergi. Allah Ta’ala
berfirman,
فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ
لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ
“Maka mereka
kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak
mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar.” (Qs. Ali Imran: 174)
Ketika itu
mereka tidak menemukan musuh sama sekali. (Sebagaimana dalam Shahih Bukhari dan
Muslim)
Oleh karena
itu, Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu anha berkata kepada putera saudarinya,
yaitu Urwah bin Az Zubair, “Wahai putera saudariku! Sesungguhnya kedua ayahmu –Zubair
dan Abu Bakar- termasuk orang-orang yang menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya setelah
ditimpa luka-luka.” (Lihat Ali Imran: 172)
Dalam perang
Khandaq
Dalam perang
Khandaq kaum muslimin ditimpa cobaan yang berat, dimana pihak musuh berkumpul
sehingga jumlah mereka sampai 10.000 orang mengepung Madinah untuk menghabisi
Islam dan kaum muslimin. Di saat yang sama, orang-orang Yahudi Bani Quraizhah membatalkan
perjanjian dengan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan hendak membuka
pintu masuk kaum musyrik agar mereka dapat masuk ke Madinah menghabisi kaum
muslimin.
Ketika itu
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang siap menyampaikan
kepada kami berita Bani Quraizhah?”
Zubair
berkata, “Saya.” Maka dia menaiki kudanya dan membawa berita tentang mereka,
lalu Beliau bersabda yang kedua kalinya, ternyata Zubair lagi yang siap, sampai
ketiga kalinya Beliau bersabda demikian, dan ternyata Zubair juga yang siap,
maka Beliau bersabda, “Setiap Nabi memiliki sahabat setia, dan sahabat setiaku
adalah Zubair.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu anhu berkata, “Manusia paling berani adalah Zubair, dan
tidak ada yang mengetahui kedudukan seorang laki-laki besar kecuali laki-laki besar
juga.”
Ketika Zubair
bin Awwam hendak memerangi orang-orang Yahudi Bani Quraizhah karena telah
berkhianat kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, ternyata ia telah
mendapati ibunya yaitu Shafiyyah binti Abdul Muththalib telah membunuh seorang
Yahudi yang naik ke banteng untuk memata-matai wanita kaum muslimin.
Saat Nabi
shallallahu alaihi wa sallam wafat
Hari berlalu
dan tibalah hari yang paling berat dialami para sahabat radhiyallahu anhum,
yaitu hari wafatnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itu Zubair sangat
bersedih sekali, akan tetapi kesedhan ini terobati karena Nabi shallallahu
alaihi wa sallam wafat dalam keadaan ridha kepada Zubair.
Setelah Nabi
shallallahu alaihi wa sallam wafat maka tampuk khilafah dipegang oleh Abu Bakar
Ash Shddiq radhiyallahu anhu, dan setelah ia wafat, maka tampuk khilafah dipegang
oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu.
Zubair bin
Awwam sebagai ksatria Islam tidak pernah mundur dari menunaikan kewajibannya
dengan hadir di setiap medan pertempuran untuk menaklukkan wilayah musuh. Ia selalu
berada di posisi terdepan dalam pasukan yang keluar untuk mengajak manusia masuk
ke dalam Islam dan mewujudkan tauhid kepada Allah Azza wa Jalla.
Jihad Zubair
bin Awwam dalam perang Yarmuk
Zubair bin
Awwam termasuk sahabat yang hadir dalam perang Yarmuk, bahkan yang terbaiknya. Beliau
ksatria Islam dan seorang yang pemberani. Ketika itu sekumpulan ksatria Islam
berkumpul di hadapan beliau dan berkata, “Tidakkan engkau menyerang musuh sehingga
kami ikut menyerang juga bersamamu?” Beliau menjawab, “Kalian tidak akan kuat.”
Mereka mengatakan, “Bahkan kami kuat.” Maka ia pun menghadapi musuh diikuti
oleh ksatria Islam lainnya, dan saat kaum muslimin berhadapan dengan barisan
bangsa Romawi, maka para ksatria itu menahan diri, namun Zubair tetap maju
seorang diri lalu menembus barisan pasukan Romawi sehingga keluar dari arah
yang lain dan kembali kepada kawan-kawannya, kemudian mereka datang lagi, lalu
Zubair melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Ketika itu ia terluka dua
luka di antara kedua bahunya.” (Al BIdayah wan Nihayah 7/11)
Saat
penaklukan Mesir
Ketika Amr
bin Ash hendak menaklukkan Mesir yang ketika itu jumlah pasukannya hanya berjumlah
3.500 prajurit, maka Amr menulis surat kepada Umar meminta tambahan pasukan, dan
karena Umar kasihan kepada mereka, disiapkanlah 4.000 prajurit di bawah pimpinan
para sahabat utama, yaitu: Zubair, Miqdad bin Al Aswad, Ubadah bin Ash Shamit, dan
Maslamah bin Mukhlad radhiyalahu anhum. Umar radhiyallahu anhu berkata, “Saya
bantu engkau dengan 4.000 prajurit, dimana setiap seribu prajurit dipimpin oleh
seorang yang seimbang dengan seribu prajurit.” Ketika itu Zubair termasuk
komandannya. (Futuh Mishr wal Maghrib hal. 61, Mu’jamul Buldan 6/376,
Qadah Fathisy Syam wa Mishr hal. 208, 226)
Ketika
Zubair datang, dilihatnya Amr bin Ash bersama pasukannya mengepung benten Babilonia,
maka Zubair segera menunggangi kudanya dan mengelilingi parit yang ada di
sekitar banteng, kemudian memisahkan pasukan di sekeliling parit dan terus melakukan
pengepungan selama tujuh bulan, lalu ada yang berkata kepada Zubair, “Di sana
terdapat wabah Thau’un,” Zubair menjawab, “Kami datang untuk menikam dan untuk wabah
Tha’un.” (Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/107)
Ketika itu penaklukkan
Mesir agak lambat bagi Amr bin Ash, maka Zubair berkata, “Saya sudah serahkan
diri ini untuk Allah, saya berharap agar Allah memberikan kemenangan kepada
kaum muslimin.” Lalu disiapkan tangga dan disandarkan beliau di samping banteng
dari arah pasar Al Hammam, lalu beliau naik, dan beliau menyuruh mereka ketika
mendengar takbirnya untuk ikut bertakbir. Mereka tidak tahu Zubair kecuali setelah
ia berada di atas banteng sambil bertakbir dengan membawa pedangnya, lalu yang
lain ingin ikut naik tangga namun Amr bin Ash mencegah mereka karena khawatir
akan dikalahkan. Saat pasukan Romawi melihat bahwa bangsa Arab telah menguasai banteng,
maka mereka menarik pasukannya, maka ketika itulah banteng Babilonia terbuka
pintunya untuk kaum muslimin, dan dengan terbukanya banteng itu berhentilah
peperangan dalam menaklukan Mesir. Bahkan keberanian Zubair juga yang menjadi
penyebab menangnya kaum muslimin terhadap Muqauqis. (Qadah Fathisy Syam wa Mishr
hal. 209, 227)
Penaklukan
itu merupakan sebab masuk Islamnya penduduk Mesir, sehingga Zubair memiliki
jasa yang besar bagi penduduk Mesir sampai hari Kiamat.
Zubair
menamai anak-anaknya dengan nama para syuhada
Zubair ingin
sekali mati syahid, sehingga beliau mencari tempat-tempat kesyahidan dalam
medan peperangan, bahkan ia sampai menamai anak-anaknya dengan nama para
syuhada. Zubair berkata, “Sesungguhnya Thalhah bin Ubaidillah At Taimi menamai anak-anaknya
dengan nama para nabi, dan ia tahu tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam. Sedangkan aku menamai anak-anakku dengan nama para
syuhada agar mereka juga menjadi para syuhada.” Ia menamai anaknya dengan nama ‘Abdullah’
seperti Abdullah bin Jahsy yang syahid, dengan nama ‘Al Mundzir’ seperti Al
Mundzir bin Amr, dengan nama ‘Urwah’ seperti Urwah bin Mas’ud, dengan nama ‘Hamzah’
seperti Hamzah bin Abdil Muththalib, dengan nama ‘Ja’far’ seperti Ja’far bin
Abi Thalib, dengan nama ‘Mush’ab’ seperti Mush’ab bin Umair, dengan nama ‘Ubaidah’
seperti Ubaidah bin Harits, dengan nama ‘Khalid’ seperti Khalid bin Sa’id, dan
dengan nama ‘Amr’ seperti Amr bin Sa’id bin Ash. (Thabaqat Ibn Sa’ad 3/74)
Saatnya
meninggalkan dunia
Setelah
hidupnya dipenuhi zuhud, wara, dan pengorbanan kini tiba saatnya beliau harus
meninggalkan dunia dalam perang Jamal.
Ketika
Utsman bin Affan radhiyallahu anhu dibunuh, maka Zubair, Thalhah, dan ibunda
kita Aisyah radhiyallahu anhum keluar untuk menuntut darah Utsman dan tidak ada
maksud untuk memerangi Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Akan tetapi setelah
terjadi kesepakatan shulh (damai), ternyata para pengikut Abdullah bin Saba
meniup api fitnah di pasukan Ali dari satu sisi, dan meniup api fitnah pula di rombongan
Thalhah, Zubair, dan Aisyah di sisi lain sehingga terjadilah perang Jamal.
Akan tetapi
Thalhah dan Zubair segera menyingkirkan diri dalam perang itu dan tidak ikut
berperang saat dilihatnya Ammar berperang di pihak Ali radhiyallahu anhu. Keduanya
ingat sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam kepada Ammar, “Engkau akan
dibunuh oleh kelompok yang durhaka.” (Hr. Muslim)
Saat itu Thalhah
dan Zubair berada dalam pasukan Muawiyah yang memerangi Ammar, lalu keduanya
khawatir masuk dalam perang itu, apalagi Ali bin Abi Thalib telah menyampaikan
kepada Zubair, “Wahai Zubair, saya bertanya kepadamu dengan nama Allah, “Apakah
engkau mendengar sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, “Engkau akan
memeranginya sedangkan engkau dalam keadaan zalim.” Zubair menjawab, “Ya, aku
ingat.” Lalu Zubair pergi meninggalkan pasukan itu. Demikian pula Thalhah ikut
menarik diri, namun keduanya (Thalhah dan Zubair) dibunuh saat memisahkan diri
dari pasukan itu.
Zubair dibuntuti
oleh seorang bernama Amr bin Jurmuz yang ternyata siap-siap membunuhnya secara
diam-diam. Sedangkan Thalhah, maka terkena lemparan panah yang tidak jelas dari
siapa. Ada yang mengatakan, bahwa lemparan panah itu berasal dari Marwan bin
Hakam.
Pembunuh
Zubair akan masuk neraka
Nabi
shallallahu alaihi wa sallam telah menyampaikan bahwa pembunuh Zubair akan
masuk neraka, dan bahwa Zubair akan wafat sebagai syahid.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah
berada di atas bukit bukit Hira, lalu bukit itu bergetar, maka Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«اسْكُنْ حِرَاءُ فَمَا عَلَيْكَ إِلَّا نَبِيٌّ، أَوْ صِدِّيقٌ، أَوْ
شَهِيدٌ»
“Diamlah
wahai Hira! Karena di atasmu ada nabi, seorang yang shiddiq, atau orang yang
akan mati syahid.”
Ketika itu
di atas bukit Hira terdapat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Sa’ad bin Abi Waqqash.” (Hr. Muslim)
Suatu ketika
Ibnu Jurmuz si pembunuh Zubair meminta izin untuk menemui Ali, beliau bertanya,
“Siapa orang ini?” Diberitahukan kepadanya, “Dia Ibnu Jurmuz meminta izin
masuk.” Ali berkata, “Izinkan dia masuk, agar si pembunuh Zubair masuk neraka. Sesungguhnya
aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
setiap nabi memiliki sahabat setia. Dan sahabat setiaku adalah Zubair.” (Hr.
Hakim, ia menshahihkannnya dan disepakati oleh Adz Dzahabi)
Demikianlah perjalanan
seorang syahid yang diberkahi untuk menyusul kekasihnya Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya di surga Ar Rahman.
Semoga Allah
meridhai Zubair dan mengumpulkan kita bersamanya di surga Firdaus. Aaamin.
Wallahu a'lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa
Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
0 komentar:
Posting Komentar