Kisah Abdurrahman bin Auf

 بسم الله الرحمن الرحيم



Kisah Abdurrahman bin Auf

radhiyallahu 'anhu

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut kisah Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhu, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, aamin.

Mengenal Abdurrahman bin Auf radhiyallahu anhu

Beliau termasuk di antara sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk surga.

Beliau seorang yang Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat di belakangnya dalam perang Tabuk.

Beliau seorang yang disaksikan Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagai seorang yang jujur lagi berbakti.

Beliau seorang yang menginfakkan hartanya untuk melayani Islam dan kaum muslimin.

Beliau seorang yang dicatat Allah termasuk orang yang memperoleh kebahagiaan dan ampunan dalam perut ibu mereka.

Beliau itulah Abdurrahman bin Auf.

Masuk Islamnya Abdurrahman bin Auf

Saat Nabi shallallahu alaihi wa sallam diutus dengan membawa nikmat Islam dan tauhid untuk mengeluarkan manusia dari berbagai kegelapan kepada cahaya Islam, maka Nabi shallallahu alaihi wa salla mendakwahi kerabat terdekatnya, lalu keluarga dan sebagian sahabat Beliau masuk Islam, yang di antaranya adalah Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu anhu yang ketika ia masuk Islam segera memikul amanah agama ini dan mengajak orang-orang di sekitarnya masuk ke dalam agama Islam.

Abu Bakar Ash Shiddiq di awal dakwahnya mencari orang-orang yang berakhlak mulia lalu beliau ajak mereka ke dalam Islam. Di antara mereka yang beliau dakwahi adalah seorang yang bernama Abdurrahman bin Auf dari Bani Zuhrah (dimana bani Zuhrah termasuk paman-paman Nabi shallallahu alaihi wa sallam dari pihak ibu).

Abu Bakar pun mengajak Abdurrahman bin Auf masuk Islam, maka dengan segera Abdurrahman bin Auf masuk Islam dan segera menyatakan keislamannya. Ketika itu Abdurrahman masuk Islam dua hari setelah masuk Islamnya Abu Bakar Ash Shiddiq.

Saat itu nama Abdurrahman bin Auf adalah Abdu Amr, ia juga segera meminta kepada Abu Bakar untuk mengantarnya menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka Abu Bakar membawanya menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Ketika Abdu Amr melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka ia segera menangis karena saking gembiranya melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Saat itulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya tentang namanya, maka Abdurrahman menjawab, “Namaku Abdu Amr bin Auf.” Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Bahkan namamu adalah Abdurrahman bin Auf.”

Ketika itu Abdu Amr pun bergembira dengan nama yang baru ini ‘Abdurrahman’.  Nama yang lama kemudian dilupakan.

Demikianlah Abdurrahman bin Auf, ia termasuk orang-orang yang pertama menerima Islam (As Sabiqunal Awwalun), beliau orang ke-8 yang masuk Islam di tengah umat ini.

Selanjutnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam memperluas dakwahnya sehingga beberapa orang penduduk Mekkah masuk Islam, dan Beliau ingin berkumpul dengan mereka di sebuah tempat yang tidak diketahui oleh seorang Quraisy pun agar Beliau dapat mengajarkan mereka ajaran agama Islam, namun Beliau tidak mendapati rumah yang lebih utama daripada rumah Al Arqam bin Abil Arqam.

Ketika itulah Beliau pergi secara sembunyi ke tempat itu dan diikuti pula oleh sebagian sahabat-sahabat Beliau tanpa diketahui kaum Quraisy sehingga Beliau dapat mengajarkan ajaran Islam kepada mereka.

Saat itu Abdurrahman bin Auf termasuk mereka yang hadir di tempat itu sehingga ia dapat belajar banyak kebaikan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Kesabaran Abdurrahman bin Auf menerima gangguan di jalan Allah

Saat kaum musyrik mengetahui keislaman Abdurrahman bin Auf, maka mereka segera menyakiti dan menimpakan berbagai sikaan kepadanya, maka beliau pun berhijrah ke Habasyah baik yang pertama maupun yang kedua untuk menyelamatkan agamanya.

Akan tetapi, ia tidak kuat berpisah lama dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, karena ia lebih mencintai Beliau daripada dirinya, sehingga ia pun kembali ke Mekkah dan mendapatkan gangguan kembali.

Akan tetapi semua gangguan itu menjadi ringan ketika ia dapat mendampingi Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Ketika gangguan dan penyiksaan semakin dahsyat, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengizinkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib (Madinah), dan Abdurrahman bin Auf termasuk orang yang berhijrah ke Madinah. Tidak berapa lama, Nabi shallallahu alaihi wa sallam berhijrah, sehingga Abdurrahman pun sangat bergembira sekali karena dapat mendampingi Nabi shallallahu alaihi wa sallam.      

Dipersaudarakan dengan orang Anshar

Setelah berada di Madinah, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Ketika itu Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa’ad bin Ar Rabi.

Sa’ad bin Ar Rabi termasuk orang kaya, ia pun segera membawa Abdurrahman bin Auf ke rumahnya dan menyiapkan harta yang banyak untuknya, ia berkata, “Wahai Abdurrahman, aku adalah orang Anshar yang paling banyak hartanya, maka ambillah harta ini dan bagilah dua bagian antara aku dan engkau. Aku juga punya dua istri, maka lihatlah lalu pilihlah di antara keduanya, agar aku dapat mentalaknya untukmu. Ketika telah berlalu masa iddahnya, maka nikahilah olehmu.”

Saat Abdurrahman melihat semua kedermawanan ini, maka ia berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad bin Ar Rabi, semoga Allah memberkahi keluarga dan hartamu. Aku tidak menginginkannya sama sekali, tetapi tunjukkanlah kepadaku di mana pasar.” Maka Sa’ad pun menunjukkan di mana pasar berada.

Abdurrahman pun mulai berdagang di pasar dan menjalaninya dengan sungguh-sungguh. Tidak lama kemudian, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendengar bahwa ia sekarang telah memiliki harta yang banyak dan telah menikah.

Lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam pergi mendatanginya untuk mengucapkan selamat untuknya seraya bersabda, “Apakah engkau telah menikah?” Ia menjawab, “Ya wahai Rasulullah.” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Berapa mahar yang engkau berikan kepada istrimu?” Abdurrahman menjawab, “Dengan emas seberat biji kurma wahai Rasulullah.” Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sembelihlah walaupun seekor kambing untuk saudaramu kaum muslimin, semoga Allah memberkahi hartamu.”

Maka Abdurrahman melakukan hal itu, ia menyembelih seekor kambing, memasaknya, dan mengumpulkan saudara-saudaranya kaum muslimin untuk acara walimah itu, lalu mereka makan, mendoakan dia dan istrinya dengan kebaikan.

Allah mengabulkan doa Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk Abdurrahman bin Auf sehingga setelahnya ia menjadi penduduk Madinah yang sangat kaya.

Jihad Abdurrahman bin Auf

Abdurrahman bin Auf hadir dalam semua perang yang dilakukan bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan tidak pernah absen.

Dalam perang Badar, Abdurrahman bin Auf keluar berjihad mencari kemenangan atau syahid. Ia berperang dengan beraninya sampai selesai peperangan itu hingga kaum muslimin memperoleh kemenangan.

Dalam perang Uhud, ia termasuk pahlawan yang tetap berada di tempat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan terus membela Nabi shallallahu alaihi wa sallam hingga mendapatkan banyak luka pada tubuhnya, dan yang demikian tidak aneh, karena ia termasuk orang yang ingin menebus Nabi shallallahu alaihi wa sallam dengan dirinya.

Oleh karena itu, setelahnya tidak ada satu peperangan pun melainkan ia termasuk pasukan terdepan yang mengorbankan jiwa, raga dan hartanya di jalan Allah Azza wa Jalla.

Dalam perang Tabuk tampak keutamaan Abdurrahman bin Auf, yaitu ketika pasukan kaum muslimin menuju Tabuk dan shalat ditegakkan, sedangkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam sedang pergi bersuci terlebih dulu. Ketika kembali, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendapati pasukan kaum muslimin mengedepankan Abdurrahman bin Auf sebagai imam mereka, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam datang dan shalat di belakangnya. Saat Abdurrahman bin Auf mengucapkan salam, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bangkit menyempurnakan shalatnya sehingga membuat pasukan kaum muslimin kaget, lalu mereka bertasbih. Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam selesai shalat, maka Beliau menghadap mereka dan bersabda, “Ahsantum (Bagus!).” (Sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim)   

Pernyataan bagus dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam karena mereka melakukan shalat pada waktunya. Dari kejadian itu tampak keutamaan Abdurrahman bin Auf, sampai-sampai Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat di belakangnya.

Infak Abdurrahman bin Auf di jalan Allah

Para sahabat radhiyallahu anhum hidup mengukuti tuntunan Al Qur’anul Karim dan petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Ketika Abdurrahman bin Auf menyimak firman Allah Ta’ala,

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Qs. Ali Imran: 92)

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Quran. Siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (Qs. At Taubah: 111)

Maka ia pun segera menginfakkan hartanya di jalan Allah karena menginginkan pahala dari-Nya dan karena zuhud terhadap dunia yang fana yang tidak seimbang di sisi Allah meskipun dengan satu sayap nyamuk.

Kita akan takjub dengan Abdurrahman bin Auf ini ketika kita tahui bahwa ternyata beliau telah menginfakkan hartanya untuk mayoritas penduduk Madinah; sepertiga penduduknya ia nafkahi, sepertiga lagi ia bayarkan utang mereka, dan sepertiga lagi ia berikan pinjaman, sehingga sebagian besar hartanya ia infakkan untuk penduduk Madinah. Ia juga mewasiatkan hartanya untuk diberikan secara khusus kepada para sahabat yang hadir dalam perang Badar.

Bahkan  di zaman Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam, Abdurrahman bin Auf telah menyedekahkan separuh hartanya, lalu setelah itu ia sedekahkah 40.000 dinar. Ia juga menanggung 500 kuda di jalan Allah dan 500 unta. Hartanya kebanyakan berasal dari perdagangan yang ia lakukan. Disebutkan, bahwa ia sampai memerdekan dalam sehari 30 orang budak. (Lihat Al Ishabah karya Ibnu hajar 4/91)

Suatu ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

خِيَارُكُمْ خَيْرُكُمْ لِنِسَائِي مِنْ بَعْدِي

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada keluargaku setelahku nanti.” (Hr. Al Bazzar, dan dinyatakan isnadnya hasan oleh Al Haitsami)

Ketika itu Abdurrahman bin Auf berwasiat untuk memberikan harta kepada istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu dijual kebunnya seharga 40.000 dinar dan ia bagikan untuk mereka.

Dari Al Miswar bin Makhramah, bahwa Abdurrahman bin Auf pernah menjual kebunnya kepada Utsman dengan harga 40.000 dinar, lalu Utsman menyuruh Abdullah bin Sa’ad  bin Abis Sarh untuk menyerahkan pembayarannya, kemudian Abdurrahman membagikannya kepada Bani Zuhrah dan fakir-miskin kaum muslimin serta kepada istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Al Miswar berkata, “Aku datang kepada Aisyah membawa harta itu, lalu ia bertanya, “Dari mana ini?” Aku menjawab, “Dari Abdurrahman (bin Auf).” Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَا يَحْنُو عَلَيْكُنَّ بَعْدِي إِلَّا الصَّابِرُونَ، سَقَى اللَّهُ ابْنَ عَوْفٍ مِنْ سَلْسَبِيلِ الْجَنَّةِ

“Tidak ada yang berbuat baik kepada kalian (wahai istri Nabi) kecuali orang-orang yang sabar. Semoga Allah memberikan minum kepada Ibnu Auf dari  mata air surga yaitu Salsabil.” (Hr. Thabrani dalam Al Awsath, dan dinyatakan isnadnya hasan oleh A Haitsami)

Bahkan dalam perang Tabuk, ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat untuk berinfak agar dapat menyiapkan pasukan di saat sulit (Jaisyul Usrah) untuk perang Tabuk, maka Abu Bakar memberikan seluruh hartanya, Umar memberikan separuh hartanya, Utsman bin Affan dengan harta yang sangat banyak sehingga Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada lagi amalan yang dapat merugikan Utsman setelah ini.” Sedangkan Abdurrahman bin Auf membawa 200 uqiyah emas dan menaruhnya di pangkuan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sehingga orang-orang yang menyaksikannya sampai takjub karena kedermawanannya. (1 Uqiyah kurang lebih 119 gram).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam wafat dalam keadaan ridha kepada Abdurrahman bin Auf. Beliau juga mendoakan keberkahan pada hartanya, sehingga hartanya terus bertambah berkat doa Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Suatu ketika datang beberapa kafilah dagang milik Abdurrahman bin Auf dari Yaman dan Syam yang jumlahnya mencapai 900 ekor unta yang membawa barang-barang dagangan. Ketika melewati rumah ibunda kita Aisyah radhiyallahu anha  maka rumah pun bergetar sehingga Aisyah mengira sedang terjadi gempa, lalu diberitahukan oleh kaum wanita bahwa itu adalah suara kafilah dagang Abdurrahman bin Auf, maka Aisyah berkata, “Ya. Demi Allah, inilah orang yang masuk surga dengan membawa hartanya.”

Ketika perkataan itu didengar oleh Abdurrahman  bin Auf, maka ia segera mendatangi ibunda Aisyah radhiyallahu anha dan berkata, “Wahai ibu! Engkaukah yang mengatakan ini dan itu?” Aisyah menjawab, “Ya.” Abdurrahman  bin Auf berkata, “Aku angkat engkau sebagai saksi bahwa aku jadikan harta ini semuanya untuk Allah Azza wa Jalla.”  

Kezuhudan Abdurrahman bin Auf

Meskipun ia memiliki harta yang banyak, namun ia tetap zuhud terhadap dunia. Ia jadikan harta di tangannya; tidak di hatinya.

Suatu hari Abdurrahman bin Auf berpuasa, lalu dipersiapkan makanan untuknya ketika berbuka. Saat ia melihat makanan, maka ia pun menangis dan berkata, “Mush’ab bin Umair terbunuh padahal ia lebih baik dariku. Ia dikafankan dengan satu kain burdah yang jika ditutup kepalanya, maka akan tampak kedua kakinya, tetapi jika ditutup kedua kakinya maka akan tampak kepalanya. Hamzah juga terbunuh padahal ia lebih baik dariku, kemudian dilapangkan kepada kami dunia ini, atau ia berkata, “Kami diberikan dunia ini, kami khawatir kebaikan kami disegerakan saat ini.” Ia pun menangis dan meninggalkan makanan itu. (Sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari)

Bukan hanya zuhud dalam harta, Abdurrahman juga zuhud dalam kekuasaan. Ketika Utsman bin Affan sakit, maka ia panggil seseorang yang bernama Humran dan berkata kepadanya, “Tulislah pesan untuk Abdurrahman, bahwa khalifah bagi kaum muslimin setelahku adalah Abdurrahman.” Lalu Humran menulis surat itu dan pergi mendatangi Abdurrahman sambil berkata, “Aku datang kepadamu dengan membawa kabar gembira.” Abdurrahman menjawab, “Apa itu?” Humran menjawab, “Amirul mukminin telah menulis pesan, yang isinya bahwa engkau akan menjadi khalifah kaum muslimin setelahnya.”

Maka Abdurrahman bangkit di antara kubur dan mimbar sambil berdoa dengan berkata, “Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak menginginkan sedikit pun hal itu. Jika Utsman menginginkanku agar menjadi khalifah bagi kaum muslimin, maka wafatkanlah aku sebelumnya.” Tidak lama kemudian Abdurrahman pun meninggal dunia, yakni setelah kurang lebih enam bulan dari wasiat itu, sehingga Allah menenangkannya dari menyaksikan berbagai fitnah setelah terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu anhu.

Saatnya meninggalkan dunia

Setelah hidupnya dipenuhi oleh jihad, pengorbanan, zuhud, wara, santun, dan tawadhu, maka Abdurrahman tidur di atas pembaringannya dan ruhnya pun keluar menghadap Allah Azza wa Jalla.

Sebelum meninggalnya ada sebuah kisah menarik seperti yang diceritakan anaknya bernama Ibrahim, ia berkata, “Abdurrahman bin Auf pingsan ketika sakitnya sehingga orang-orang menyangka bahwa ia telah wafat. Orang-orang pun telah berdiri meninggalkannya dan menutupinya dengan kain, namun ternyata ia pun sadar dan bertakbir, sehingga keluarganya bertakbir, lalu Abdurrahman berkata, “Tadi aku pingsan.” Keluarganya berkata, “Ya.” Abdurrahman berkata, “Kalian benar. Ketika aku pingsan ada dua orang yang memiliki sifat keras dan kasar dan berkata, “Ayo kita bawa orang ini untuk kita adili di hadapan Allah Yang Mahaperkasa lagi terpercaya.” Maka keduanya membawa Abdurrahman hingga bertemu dengan seseorang lalu ia berkata, “Ke mana kalian mau bawa orang ini?” Keduanya menjawab, “Kami akan adili di hadapan Allah Yang Mahaperkasa lagi terpercaya.” Orang itu berkata, “Pulanglah! Sesungguhnya orang ini termasuk orang-orang yang dicatat Allah memperoleh kebahagiaan dan ampunan sewaktu dalam perut ibu mereka. Sesungguhnya anak-anaknya akan nyaman bersamanya sampai waktu yang dikehendaki Allah,” maka ia hidup setelahnya sampai sebulan. (Diriwayatkan oleh Hakim, Bushairi berkata, “Isnadnya shahih.”)

Abdurrahman kemudian wafat, akan tetapi kisahnya tidak wafat, semoga Allah meridhainya dan mengumpulkan kita bersamanya di surga Firdaus.

Marwan bin Musa

Maraji: Maktabah Syamilah versi 3.45, Ashabul Rasul Lil Athfal (Mahmud Al Mishri), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger