بسم الله الرحمن الرحيم
Membela Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (Bagian 2)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang pembelaan terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah
ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Mengapa Tidak Ada Seorang Pun Yang
Sebanding Dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam?
Adakah
yang sebanding dengan Nabi kita Muhammad shallallahu alaihhi wa sallam yang memiliki
banyak kelebihan, seperti kenabian, kerasulan, sebagai kekasih Allah, manusia plihan-Nya,
didekatkan dengan-Nya, dinaikkan ke hewan Buraq yang sangat cepat,
diisra-mi’rajkan, diberi hak memberi syafaat, mendapatkan wasilah (kedudukan
yang tinggi di sisi Allah Azza wa Jalla), ditempatkan di maqam Mahmud (posisi
yang terpuji), diutus kepada semua manusia, shalat mengimami para nabi, menjadi
saksi bagi nabi dan umatnya, menjadi pemimpin manusia semuanya, memegang panji
pujian, sebagai rahmat bagi alam semesta, diridhai Allah dan dikabulkan permintaannya,
diberikan sungai Al Kautsar, disempurnakan nikmat, diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu dan yang akan datang, dilapangkan dadanya, diangkat beban berat dari
Beliau, ditinggikan namanya, diberikan pertolongan dan kemenangan, diperkuat
oleh para malaikat, diberikan kitab dan hikmah (sunnah), diberikan shalawat dari
Allah Ta’ala dan para malaikat-Nya, dipakai sumpah namanya oleh Allah,
dikabulkan doanya, dijadikan benda mati dan hewan dapat berbicara untuknya,
dijadikan bulan terbelah untuknya sebagai mukjizat dan keluar air dari
jari-jemarinya, ditolong dengan dijadikan musuh takut terhadapnya, diberi
naungan awan, kerikil sampai bertasbih, dijaga dari usaha manusia untuk membunuhnya,
dan lain-lain. Maka adakah orang yang setara dengan Belliau? Adakah yang setara
dengan seorang yang di malam harinya berdiri shalat malam berjam-jam, di siang
harinya berpuasa, berdzikir, berjihad, dan memimpin manusia? Demi Allah, tidak
ada yang setara dengan Beliau. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam
untuknya.
Hukuman
Bagi Orang Yang Mencela dan Menghina Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأَعَدَّ
لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatnya di dunia
dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan. (QS. Al Ahzaab: 57)
Para ulama
sepakat, bahwa orang yang mencela dan menghina Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam dihukum bunuh oleh pemerintah. Hal itu, karena sudah tidak
berharganya nyawa orang yang mencela Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam.
Pendapat
Para Ulama Tentang Orang-Orang Yang Melecehkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam
Al Qadhiy
Iyadh rahimahullah berkata, “Umat Islam sepakat tentang dibunuhnya orang
yang mencela dan mencaci-maki Nabi shallallahu alaihi wa sallam.”
Demikian
pula telah dinukil dari lebih dari seorang tentang ijma dibunuh dan dikafirkan
orang yang menghina Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam (Lihat Ash
Sharimul Maslul di Masalah Pertama).
Ishaq bin
Rahawaih rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat, bahwa siapa pun yang
menghina Allah atau menghina Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
atau menolak sesuatu yang telah Allah Azza wa Jalla turunkan, atau membunuh
nabi di antara nabi-nabi Allah, bahwa dia kafir dengan hal itu walaupun
mengakui semua kitab yang telah Allah turunkan.”
Imam
Muhammad bin Sahnun rahimahullah berkata, “Para ulama bersepakat
bahwa orang yang mencela Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
kafir, ancaman berlaku baginya dengan azab Allah, dan hukumnya menurut
kesepakatan umat ini adalah dibunuh. Dan barang siapa yang ragu terhadap
kekafiran dan azab untuknya maka dia telah kafir.”
Imam Ibnul
Mundzir rahimahullah berkata, “Mayoritas Ahli Ilmu sepakat bahwa had (hukuman) orang
yang mencela Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah dibunuh. Ini juga
merupakan pendapat Imam Malik, Al Laits bin Sa’ad, Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan
yang mengikutinya.”
Al
Khaththabi rahimahullah berkata, “Aku tidak
tahu dari salah seorang kaum muslimin yang berbeda pendapat tentang wajibnya
hukum ‘bunuh’ (bagi orang yang melecehkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam).”
Imam Ibnu
Abdil Bar Al Maliki berkata, “Siapapun yang menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, maka dibunuh dalam keadaan
bagaimana pun. Baik ia seorang muslim ataupun kafir
dzimmi,”
Syaikhul
Islam membuat beberapa poin berikut dalilnya dalam kitabnya Ash Sharimul
Maslul yang intinya sebagai berikut:
1. Orang
yang menghina Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam baik muslim atau
kafir, maka wajib dibunuh.
2.
Hukumannya adalah dibunuh, dan tidak boleh dijadikan budak, dibebaskan, atau
diterima tebusan.
3. Orang
yang menghina Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dibunuh dan tidak
perlu disuruh bertobat, baik ia muslim atau kafir.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Allah akan membalas
orang yang mencela dan memaki Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam ketika
manusia tidak menegakkan hukuman had kepadanya." (Ash
Sharimul Maslul 1/117).
Dalil
Dalam As Sunnah Tentang Hukuman Mati Bagi Orang Yang Menghina Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam
Imam
Bukhari meriwayatkan dari Amr, ia berkata, “Aku mendengar Jabir bin Abdullah radhiyallahu
anhuma berkata,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«مَنْ لِكَعْبِ بْنِ الأَشْرَفِ، فَإِنَّهُ قَدْ آذَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ» ، فَقَامَ
مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَتُحِبُّ أَنْ أَقْتُلَهُ؟
قَالَ: «نَعَمْ» ، قَالَ: فَأْذَنْ لِي أَنْ أَقُولَ شَيْئًا، قَالَ: «قُلْ» ، فَأَتَاهُ
مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ فَقَالَ: إِنَّ هَذَا الرَّجُلَ قَدْ سَأَلَنَا صَدَقَةً،
وَإِنَّهُ قَدْ عَنَّانَا وَإِنِّي قَدْ أَتَيْتُكَ أَسْتَسْلِفُكَ، قَالَ: وَأَيْضًا
وَاللَّهِ لَتَمَلُّنَّهُ، قَالَ: إِنَّا قَدِ اتَّبَعْنَاهُ، فَلاَ نُحِبُّ أَنْ نَدَعَهُ
حَتَّى نَنْظُرَ إِلَى أَيِّ شَيْءٍ يَصِيرُ شَأْنُهُ، وَقَدْ أَرَدْنَا أَنْ تُسْلِفَنَا
وَسْقًا أَوْ وَسْقَيْنِ - وحَدَّثَنَا عَمْرٌو غَيْرَ مَرَّةٍ فَلَمْ يَذْكُرْ وَسْقًا
أَوْ وَسْقَيْنِ أَوْ: فَقُلْتُ لَهُ: فِيهِ وَسْقًا أَوْ وَسْقَيْنِ؟ فَقَالَ: أُرَى
فِيهِ وَسْقًا أَوْ وَسْقَيْنِ - فَقَالَ: نَعَمِ، ارْهَنُونِي، قَالُوا: أَيَّ شَيْءٍ
تُرِيدُ؟ قَالَ: ارْهَنُونِي نِسَاءَكُمْ، قَالُوا: كَيْفَ نَرْهَنُكَ نِسَاءَنَا وَأَنْتَ
أَجْمَلُ العَرَبِ، قَالَ: فَارْهَنُونِي أَبْنَاءَكُمْ، قَالُوا: كَيْفَ نَرْهَنُكَ
أَبْنَاءَنَا، فَيُسَبُّ أَحَدُهُمْ، فَيُقَالُ: رُهِنَ بِوَسْقٍ أَوْ وَسْقَيْنِ،
هَذَا عَارٌ عَلَيْنَا، وَلَكِنَّا نَرْهَنُكَ اللَّأْمَةَ - قَالَ سُفْيَانُ: يَعْنِي
السِّلاَحَ - فَوَاعَدَهُ أَنْ يَأْتِيَهُ، فَجَاءَهُ لَيْلًا وَمَعَهُ أَبُو نَائِلَةَ،
وَهُوَ أَخُو كَعْبٍ مِنَ الرَّضَاعَةِ، فَدَعَاهُمْ إِلَى الحِصْنِ، فَنَزَلَ إِلَيْهِمْ،
فَقَالَتْ لَهُ امْرَأَتُهُ: أَيْنَ تَخْرُجُ هَذِهِ السَّاعَةَ؟ فَقَالَ إِنَّمَا
هُوَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ، وَأَخِي أَبُو نَائِلَةَ، وَقَالَ غَيْرُ عَمْرٍو،
قَالَتْ: أَسْمَعُ صَوْتًا كَأَنَّهُ يَقْطُرُ مِنْهُ الدَّمُ، قَالَ: إِنَّمَا هُوَ
أَخِي مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ وَرَضِيعِي أَبُو نَائِلَةَ إِنَّ الكَرِيمَ لَوْ
دُعِيَ إِلَى طَعْنَةٍ بِلَيْلٍ لَأَجَابَ، قَالَ: وَيُدْخِلُ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ
مَعَهُ رَجُلَيْنِ - قِيلَ لِسُفْيَانَ: سَمَّاهُمْ عَمْرٌو؟ قَالَ: سَمَّى بَعْضَهُمْ
- قَالَ عَمْرٌو: جَاءَ مَعَهُ بِرَجُلَيْنِ، وَقَالَ: غَيْرُ عَمْرٍو: أَبُو عَبْسِ
بْنُ جَبْرٍ، وَالحَارِثُ بْنُ أَوْسٍ، وَعَبَّادُ بْنُ بِشْرٍ، قَالَ عَمْرٌو: جَاءَ
مَعَهُ بِرَجُلَيْنِ، فَقَالَ: إِذَا مَا جَاءَ فَإِنِّي قَائِلٌ بِشَعَرِهِ فَأَشَمُّهُ،
فَإِذَا رَأَيْتُمُونِي اسْتَمْكَنْتُ مِنْ رَأْسِهِ، فَدُونَكُمْ فَاضْرِبُوهُ، وَقَالَ
مَرَّةً: ثُمَّ أُشِمُّكُمْ، فَنَزَلَ إِلَيْهِمْ مُتَوَشِّحًا وَهُوَ يَنْفَحُ مِنْهُ
رِيحُ الطِّيبِ، فَقَالَ: مَا رَأَيْتُ كَاليَوْمِ رِيحًا، أَيْ أَطْيَبَ، وَقَالَ
غَيْرُ عَمْرٍو: قَالَ: عِنْدِي أَعْطَرُ نِسَاءِ العَرَبِ وَأَكْمَلُ العَرَبِ، قَالَ
عَمْرٌو: فَقَالَ أَتَأْذَنُ لِي أَنْ أَشُمَّ رَأْسَكَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَشَمَّهُ
ثُمَّ أَشَمَّ أَصْحَابَهُ، ثُمَّ قَالَ: أَتَأْذَنُ لِي؟ قَالَ: نعَمْ، فَلَمَّا اسْتَمْكَنَ
مِنْهُ، قَالَ: دُونَكُمْ، فَقَتَلُوهُ، ثُمَّ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَأَخْبَرُوهُ
“Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Siapa yang siap menghadapi Ka’ab
bin Al Asyraf, karena dia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya shallallahu
alaihi wa sallam?” Maka Muhammad bin Maslamah bangkit dan berkata, “Wahai
Rasulullah, apakah engkau suka jika aku membunuhnya?” Beliau bersabda, “Ya.”
Muhammad bin Maslamah berkata, “Kalau begitu, izinkan aku berkata sesuatu
(terhadapnya).” Maka Beliau mengizinkan aku berkata sesuatu terhadapnya seraya
bersabda ‘katakanlah’, lalu Muhammad bin Maslamah mendatangi Ka’ab bin Al
Asyraf dan berkata, “Sesungguhnya orang ini telah meminta kami mengeluarkan
sedekah padahal kami kesusahan. Oleh karena itu aku datang kepadamu agar engkau
mau memberikan pinjaman kepadaku.” Ka’ab berkata, “Demi Allah, demikian juga
kalian akan bosan terhadapnya.” Muhammad bin Maslamah berkata, “Kami telah
mengikutinya, maka kami tidak suka meninggalkannya sampai kami mengetahui akhir
kesudahannya, dan kami hendak meminjam darimu satu (60 sha) atau dua wasaq,”
–Amr menyampaikan lebih dari sekali namun tanpa menyebutkan satu atau dua
wasaq, lalu aku (perawi) bertanya kepadanya, “Bukankah disebutkan satu atau dua
wasaq?” Ia menjawab, “Seingatku disebutkan satu atau dua wasaq.” Ia (Ka’ab) pun
berkata, “Baiklah, akan tetapi kalian harus siapkan jaminan kepadaku!” Mereka
mengatakan, “Apa jaminan yang kalian inginkan?” Ia menjawab, “Gadaikanlah
istri-istri kalian!” Kami mengatakan,
“Bagaimana kami menggadaikan istri-istri kami, sedangkan engkau orang Arab yang
paling tampan?” Ia menjawab, “Kalau begitu, gadaikanlah putri-putri kalian.”
Mereka mengatakan, “Bagaimana kami akan menggadaikan putri-putri kami hingga
putri-putri kami dicaci-maki dan dikatakan “Mengapa anak-anak digadai dengan
satu atau dua wasaq makanan. Ini akan menjadi cacat bagi kami. Akan tetapi,
kami siap menggadaikan kepadamu La’mah kami –Sufyan (perawi hadits) berkata,
“Maksudnya adalah senjata,”- kemudian mereka mengadakan perjanjian untuk
bertemu kembali, lalu Muhammad bin Maslamah datang di malam hari bersama Abu
Nailah yang merupakan saudara sepersusuan Ka’ab, lalu Ka’ab mengundangnya ke
benteng. Ka’ab pun turun menemui mereka, kemudian istrinya berkata, “Ke mana
engkau keluar di waktu ini?” Ia menjawab, “Itu ada Muhammad bin Maslamah dan
Abu Nailah saudara sepersusuanku –Perawi selain ‘Amr berkata, “Aku mendengar
seperti darah menetes.” Ka’ab menjawab,
“Itu adalah Muhammad bin Maslamah dan Abu Nailah saudara sepersusuanku.
Sesungguhnya orang terhormat apabila dipanggil, maka dia akan menemuinya
meskipun di malam hari.” Perawi berkata, “Kemudian Muhammad bin Maslamah
memasukkan (ke dalam benteng) pula dua orang bersamanya, dikatakan kepada
Sufyan, “Apakah Amr menyebut nama mereka?” Ia menjawab, “Ia menyebutkan
sebagiannya.” Amr berkata, “Muhammad bin Maslamah datang dengan dua orang.”
Selain Amr berkata, “Yang bersama Muhammad bin Maslamah adalah Abu Abs bin
Jabr, Harits bin Aus, dan Abbad bin Basyar.” Amr kembali berkata, “Muhammad bin
Maslamah datang dengan dua orang sambil berkata, “Apabila dia datang, maka saya
akan melakukan hal ini terhadap rambutnya dan menciumnya. Ketika kalian telah
melihat aku telah menguasai kepalanya, maka silahkan pancung lehernya.”
Sesekali Muhammad bin Maslamah berkata, “Kemudian aku berikan kesempatan kepada
kalian mencium kepalanya.” Maka Ka’ab pun turun menemui mereka dengan mengenakan
pakaian dan senjatanya dalam keadaan bau harum tercium daripadanya. Muhammad
bin Maslamah berkata, “Aku belum pernah mencium wangi yang lebih wangi daripada
sekarang ini.” Selain ‘Amr (perawi hadits ini) berkata, “Aku memiliki minyak
wangi wanita Arab dan paling sempurnanya.” Amr berkata, “Maka Muhammad bin
Maslamah berkata, “Apakah engkau mengizinkan aku mencium kepalamu?” Ka’’ab
berkata, “Silahkan.” Lalu Muhammad bin Maslamah menciumnya dan diikuti oleh
kawan-kawannya. Ketika ia telah menguasai kepalanya, Muhammad berkata,
“Silahkan.” Ketika itulah mereka menebas lehernya, lalu mereka datang kepada
Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan menyampaikan kejadian itu.”
Ketika itu
Ka’ab telah melanggar perjanjian dan mengajak kaum Quraisy memerangi
kaum muslimin setelah kaum muslimin menang dalam perang Badar.
Imam
Bukhari juga meriwayatkan dalam Shahihnya dari Barra bin Azib ia
berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mengirim beberapa
orang Anshar untuk menemui orang Yahudi yang bernama Abu Rafi. Ketika itu,
Beliau mengangkat Abdullah bin Atik sebagai pemimpinnya. Dan Abu Rafi adalah
seorang yang menyakiti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu Abdullah
bin Atik masuk menemuinya di malam hari saat Abu Rafi dalam keadaan tidur, lalu
dibunuhnya.”
Pembunuhan
terhadap Abu Rafi terjadi setelah dibunuh Ka’ab bin Al Asyraf.
Imam Abu
Dawud dan Nasa’i meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata,
أَنَّ أَعْمَى كَانَتْ لَهُ أُمُّ وَلَدٍ تَشْتُمُ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَتَقَعُ فِيهِ، فَيَنْهَاهَا، فَلَا
تَنْتَهِي، وَيَزْجُرُهَا فَلَا تَنْزَجِرُ، قَالَ: فَلَمَّا كَانَتْ ذَاتَ لَيْلَةٍ،
جَعَلَتْ تَقَعُ فِي النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَتَشْتُمُهُ، فَأَخَذَ
الْمِغْوَلَ فَوَضَعَهُ فِي بَطْنِهَا، وَاتَّكَأَ عَلَيْهَا فَقَتَلَهَا، فَوَقَعَ
بَيْنَ رِجْلَيْهَا طِفْلٌ، فَلَطَّخَتْ مَا هُنَاكَ بِالدَّمِ، فَلَمَّا أَصْبَحَ
ذُكِرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَمَعَ النَّاسَ
فَقَالَ: «أَنْشُدُ اللَّهَ رَجُلًا فَعَلَ مَا فَعَلَ لِي عَلَيْهِ حَقٌّ إِلَّا قَامَ»
، فَقَامَ الْأَعْمَى يَتَخَطَّى النَّاسَ وَهُوَ يَتَزَلْزَلُ حَتَّى قَعَدَ بَيْنَ
يَدَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ،
أَنَا صَاحِبُهَا، كَانَتْ تَشْتُمُكَ، وَتَقَعُ فِيكَ، فَأَنْهَاهَا فَلَا تَنْتَهِي،
وَأَزْجُرُهَا، فَلَا تَنْزَجِرُ، وَلِي مِنْهَا ابْنَانِ مِثْلُ اللُّؤْلُؤَتَيْنِ،
وَكَانَتْ بِي رَفِيقَةً، فَلَمَّا كَانَ الْبَارِحَةَ جَعَلَتْ تَشْتُمُكَ، وَتَقَعُ
فِيكَ، فَأَخَذْتُ الْمِغْوَلَ فَوَضَعْتُهُ فِي بَطْنِهَا، وَاتَّكَأْتُ عَلَيْهَا
حَتَّى قَتَلْتُهَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَلَا اشْهَدُوا
أَنَّ دَمَهَا هَدَرٌ»
“Ada seorang
yang buta yang memiliki ummul walad (budak yang melahirkan anak daripadanya).
Suatu hari wanita ini mencela dan mencaci-maki Nabi shallallahu alaihi wa
sallam, laki-laki ini kemudian melarangnya namun tidak digubris. Suatu hari,
wanita ini mencela dan mencaci-maki Nabi shallallahu alaihi wa sallam, maka
diambillah pisau dan diletakkan di perutnya dan ditikamnya. Ternyata wanita ini
tengah mengandung bayi, maka darah pun berceceran banyak. Pada pagi harinya,
peristiwa itu disampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan
Beliau kemudian mengumpulkan manusia sambil berkata, “Aku memohon kepada Allah
dan bersumpah atas nama-Nya terkait apa yang dilakukan seseorang untuk
membelaku lalu ia melakukannya,” maka laki-laki yang buta itu bangkit dalam
keadaan berjalan gontai hingga duduk di hadapan Nabi shallallahu alaihi wa
sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah pemiliki wanita itu. Ia malah
mencela dan mencaci-makimu. Aku telah melarangnya namun tidak mau berhenti. Aku
telah mencegahnya, namun tidak juga digubrisnya. Dari wanita ini aku memiliki
dua wanita yang seakan seperti dua mutiara, dan wanita ini bagiku seperti
sahabat setiaku, namun tadi malam ia mencela dan mencaci-makimu, maka aku ambil
semacam pisau dan kuletakkan di perutnya, kemudian aku tekan hingga ia mati.”
Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah dan sasikanlah,
sessungguhnya darahnya sia-sia.” (Dishahihkan oleh Al
Albani)
Wallahu
a’lam, wa shallallahu ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa
sallam wal hamdulillahi Rabbil alamin
Marwan bin Musa
Maraji: Mukhtashar Asy
Syifa bi Ta’rif Huquqil Mushthafa (Al Qadhi Iyadh, diringkas oleh Dr. Ahmad Al Mazid), Ash
Sharimul Maslul ala Syatimmir Rasul (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah), As
Saiful Battar alaa Man Sabban Nabiyyal Mukhtar (Abdullah bin Muhammad
bin Ash Shiddiq), Maktabah Syamilah, dll.
0 komentar:
Posting Komentar