بسم الله الرحمن الرحيم
Membela Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam (Bagian
1)
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, para sahabatnya dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:
Berikut pembahasan
tentang pembelaan terhadap
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Semoga
Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamin.
Keagungan
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
1. Nama
Beliau ‘Muhammad’ shallallahu alaihi wa sallam menunjukkan kemuliaan Beliau.
Yang demikian karena sifat dan akhlak Beliau yang terpuji. Oleh karena itu, walaupun di antara
manusia ada yang lancang mencela Beliau, maka dalam nama Beliau terdapat bantahan
kepada mereka, bahwa Beliau adalah orang yang terpuji. Bahkan Allah Azza wa
Jalla memuji Beliau dengan firman-Nya,
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Dan
sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Qs. Al Qalam: 4)
2.
Memuliakan Beliau menunjukkan adanya kecintaan dan pengagungan terhadap Beliau
dalam hati, serta menunjukkan adanya ketakwaan dan keimanan di hati.
Sebaliknya, merendahkan Beliau menunjukkan tidak ada kecintaan dan pengagungan
terhadap Beliau dalam hati, serta menunjukkan tidak adanya ketakwaan dan
keimanan di hati. Allah Azza wa Jalla berfirman,
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا
مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan barang
siapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan di hati.” (lihat Qs. Al Hajj:
32)
3.
Melecehkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam meskipun bercanda
merupakan kekafiran apalagi sengaja. Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا
نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ
(65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ
مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)
“Dan jika
kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah
mereka akan manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah bersenda gurau dan
bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya
dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?"--Tidak usah kamu minta maaf,
karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka
taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka
adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (Qs. At Taubah: 65-66)
Sebab
turunnya ayat di atas adalah sebagaimana yang disampaikan Ibnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam,
dan Qataadah dalam hadits berikut–hadits-hadits mereka dirangkum-:
Bahwa
dalam perang Tabuk ada seorang yang berkata, “Kami tidak pernah melihat
orang-orang seperti halnya para pembaca Al Qur’an ini, dimana mereka adalah
orang yang paling besar perutnya (rakus), paling dusta lisannya dan paling
pengecut ketika bertemu musuh (yang dimaksud adalah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan para sahabatnya).”
Maka ‘Auf bin Malik mengatakan,
“Kamu dusta! Kamu adalah munafik. Sungguh saya akan laporkan (kamu) kepada Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam.”
‘Auf pun pergi menghadap
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melaporkan hal itu, namun
ternyata Al Qur’an telah turun lebih dulu memberitahukan hal tersebut.
Orang itu kemudian datang
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan Beliau sudah
beranjak dari tempatnya dan menunggangi untanya. Orang itu berkata, “Wahai
Rasulullah! Kami hanya bersendagurau dan berbincang-bincang saja sebagaimana
berbincangnya sebuah kafilah untuk melupakan kelelahan dalam perjalanan.”
Ibnu Umar berkata, “Sepertinya
aku melihat orang itu berpegangan dengan tali pelana unta Rasulullah, dan kedua
kakinya tersandung bebatuan hingga terluka, sambil berkata, “Sesungguhnya
kami hanya bersendagurau dan bermain-main saja”, Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya,
"Apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu berolok-olok?"
Beliau tidak menoleh
kepadanya dan tidak berkata lebih dari itu.” (Hadits Hasan, diriwayatkan oleh
Ibnu Abi Hatim, Ibnu Jarir, Ibnu Mardawaih, dan
Abusy Syaikh)
4. Orang
yang merendahkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang
bodoh atau tidak mengenal siapa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam,
padahal Beliau adalah kekasih Allah, pemimpin para nabi dan rasul, dan
jasa-jasanya terhadap umat manusia tiada terhingga, sehingga Allah memberinya
pahala yang tidak akan putus. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنَّ لَكَ لَأَجْرًا غَيْرَ مَمْنُونٍ
“Dan
sesungguhnya engkau benar-benar memperoleh pahala yang besar yang tidak
putus-putusnya.” (Qs. Al Qalam: 3).
Melalui
Beliau, Allah keluarkan manusia dari berbagai kegelapan kepada cahaya. Allah Ta’ala berfirman,
الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ
النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ
الْحَمِيدِ
“Alif, laam
raa. (Ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan
manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan
mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Qs. Ibrahim: 1),
dan melalui
Beliau Allah perbaiki dunia. Abu Bakar Syu’bah bin Ayyasy rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam kepada penduduk bumi sedangkan mereka berada dalam kerusakan, maka Allah
memperbaiki kondisi mereka dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, barang siapa yang mengajak untuk mengikuti selain petunjuk
yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia
termasuk orang-orang yang mengadakan kerusakan.”
Bahkan
Allah mengutus Beliau sebagai rahmat bagi alam semesta. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan Kami tidak
mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.” (Qs. Al Anbiya: 107).
Kehadiran
Beliau membuat alam ini bergembira, sedangkan kepergiannya membuat alam ini
menangis.
Melalui
Beliau, kita mengetahui mana yang hak dan mana yang batil, mana petunjuk dan
mana kesesatan. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan
sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Qs. Asy Syuura: 52)
Demikian
pula melalui Beliau kita menjadi tahu siapa Tuhan kita, untuk apa kita
diciptakan di dunia, dan jalan mana yang harus kita tempuh dalam kehidupan di
dunia.
Inilah Sifat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Allah
Ta’ala berfirman,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ
حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
"Sungguh telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, sangat belas kasihan
lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
(Qs. At Taubah: 128)
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau
bersabda,
«إِنَّمَا مَثَلِي وَمَثَلُ أُمَّتِي كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَوْقَدَ
نَارًا، فَجَعَلَتِ الدَّوَابُّ وَالْفَرَاشُ يَقَعْنَ فِيهِ، فَأَنَا آخِذٌ
بِحُجَزِكُمْ وَأَنْتُمْ تَقَحَّمُونَ فِيهِ»
“Sesungguhnya
perumpamaan aku dengan umatku adalah seperti seorang yang menyalakan api, lalu
serangga-serangga dan laron berjatuhan ke dalamnya, aku berusaha menarik
kalian, namun kalian malah menjatuhkan diri ke dalamnya.”
(Hr.
Bukhari dan Muslim)
Pantaskah
seorang yang demikian keadaannya dibalas dengan keburukan; direndahkan dan
dilecehkan? Demi Allah, tentu tidak pantas. Bahkan sepantasnya kita memuliakan
Beliau dan beradab kepadanya.
Oleh
karenanya Allah perintahkan kita beradab kepada Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam agar tidak seperti kaum Yahudi yang tidak beradab kepada Rasul
mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman,
لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ
وَرَسُولِهِ وَتُعَزِّرُوهُ وَتُوَقِّرُوهُ وَتُسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
“Supaya kamu
sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, memuliakan
Beliau. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Qs. Al Fath: 9)
Dia juga
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
"Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-nya, dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (QS. Al Hujurat: 1)
Maksud ayat ini
adalah, bahwa orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum
ada ketetapan dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa
sallam. Hal ini termasuk adab kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Dalam ayat lain,
Allah Ta'ala berfirman,
لَا تَجْعَلُوا دُعَاء
الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاء بَعْضِكُم بَعْضًا
"Janganlah
kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu
kepada sebagian (yang lain)."
(QS. An Nuur: 63)
Maksud ayat ini
adalah jangan memanggil Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seperti
memanggil antara sesama, misalnya memanggil Beliau dengan mengatakan, “Wahai
Muhammad,” tetapi katakanlah, “Wahai Nabiyullah,” atau “Wahai Rasulullah,”
dengan ucapan yang lembut dan tawadhu’ dan dengan merendahkan suara.
Ada pula yang
menafsirkan, bahwa kita tidak boleh menjadikan panggilan (seruan) Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam seperti seruan antara sesama kita yang bisa
dipenuhi dan bisa tidak. Oleh karena itu, apabila Beliau memanggil kita, maka
kita wajib mendatangi.
Qatadah berkata,
“Allah memerintahkan agar Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam disegani,
dimuliakan, dibesarkan dan ditinggikan.”
Di antara
adab terhadap Beliau adalah menaati perintahnya, menjauhi larangannya,
beribadah kepada Allah sesuai contohnya, mencintainya melebihi kecintaan kepada
anak, ayah, dan manusia semuanya, mengedepankan sabda Beliau di atas semua
perkataan manusia, berhukum dengan syariatnya, memuliakannya, menghidupkan
sunnahnya, menjadikannya sebagai teladan, membelanya dan membela syariatnya, bershalawat
kepadanya, dsb.
Tidak ada
Seorang Pun Yang Sebanding Dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam
Sebagian
manusia karena kebodohannya membandingkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam dengan orang lain seperti yang dilakukan seorang bernama Busuk Mawati
yang membandingkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dengan ayahnya
Ir. Sukarno. Dia menganggap bahwa ayahnya lebih berjasa terhadap kemerdekaan
Indonesia daripada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Terhadap
pernyataan ini, kami menyanggahnya dengan mengatakan:
Pertama, perbandingan yang dilakukannya tidak sebanding,
seharusnya kalau mau membandingkan, dia membandingkan dengan orang yang sezaman
dan berasal dari Indonesia, bukan dengan yang tidak sezaman dan bukan dari
Indonesia. Ini namanya qiyas ma’al fariq (qiyas yang tidak sebanding), dan
hasilnya sama saja merendahkan, seperti pernyataan lebih tajam mana antara
pedang dengan bambu?
Kedua, sikapnya membanggakan ayahnya karena telah berjasa terhadap
kemerdekaan Indonesia namun dirinya tidak mau beramal saleh mengikuti kebiasaan
kaum Jahiliyyah terdahulu yang membanggakan nenek moyangnya.
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ
أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ، لَا يَتْرُكُونَهُنَّ: الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ،
وَالطَّعْنُ فِي الْأَنْسَابِ، وَالْاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ، وَالنِّيَاحَةُ
“Ada empat
perkara di tengah umatku yang termasuk perkara Jahiliyah, namun mereka belum meninggalkannya,
yaitu berbangga dengan nenek moyang, mencela nasab, menisbatkan turunnya hujan
kepada bintang, dan meratap.” (Hr. Muslim)
Seorang
yang sejati adalah orang yang mengatakan ‘Inilah saya’ tidak mengatakan ‘inilah
bapak saya’ atau ‘saya adalah keturunan seorang tokoh’. Oleh karena itu, Allah
mencela Bani Israil karena membanggakan nenek moyang dan berfirman,
تِلْكَ أُمَّةٌ قَدْ خَلَتْ
لَهَا مَا كَسَبَتْ وَلَكُمْ مَا كَسَبْتُمْ وَلَا تُسْأَلُونَ عَمَّا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
“Itu adalah
umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu apa yang sudah
kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang
telah mereka kerjakan.” (Qs. Al
Baqarah: 134)
Ketiga, tampaknya Busuk Mawati tidak membaca sejarah, padahal
yang berjasa terhadap kemerdekaan Indonesia bukan hanya bapaknya, tetapi mayoritas
umat Islam yang terdiri dari para ulama dan santri serta rakyat bangsa
Indonesia yang mayoritas muslim.
Mereka
(para ulama, santri, dan rakyat yang mayoritas muslim) tidaklah rela
mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya kecuali berkat petunjuk dan bimbingan
Nabi mereka Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang mengajarkan kepada
mereka sikap pengorbanan.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَمَا لَكُمْ لَا
تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ
وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ
هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ أَهْلُهَا وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا
وَاجْعَلْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ نَصِيرًا
“Mengapa
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah
baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa, "Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan
berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi
Engkau!.” (Qs. An Nisaa: 75)
Keempat, mencintai dan mendahulukan yang lain di atas Nabi Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam menunjukkan cacat pada imannya.
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ
حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ
أَجْمَعِينَ
“Tidak sempurna
keimanan salah seorang di antara kamu sampai aku lebih dicintainya daripada
anaknya, ayahnya, dan manusia semua.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kelima, orang kafir saja sampai mengakui keutamaan Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, seperti yang dilakukan oleh Michael Hart
penulis buku “100 Orang Yang Paling Berpengaruh di Dunia” dimana dirinya
menempatkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pada urutan pertama. Namun
sangat disayangkan ada orang yang mengaku muslim, tetapi tidak memuliakan
Beliau, innaa lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Bersambung...
Marwan bin Musa
Maraji: Mukhtashar Asy
Syifa bi Ta’rif Huquqil Mushthafa (Al Qadhi Iyadh, diringkas oleh Dr. Ahmad Al Mazid), Ash
Sharimul Maslul ala Syatimmir Rasul (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah), As
Saiful Battar alaa Man Sabban Nabiyyal Mukhtar (Abdullah bin Muhammad
bin Ash Shiddiq), Maktabah Syamilah, dll.
0 komentar:
Posting Komentar