Kiat Memaksimalkan Bulan Ramadhan

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن‬‎
Kiat Memaksimalkan Bulan Ramadhan
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah; amal saleh yang dilakukan pada bulan ini dilipatgandakan pahalanya. Bulan ini hanya setahun sekali. Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita memaksimalkan bulan Ramadhan dengan berbagai ketaatan dan amal saleh. Berikut kiat memaksimalkan bulan Ramadhan, semoga Allah memudahkan kita semua melakukannya, aamiin.
Keutamaan Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan, di antaranya: sebagai bulan diturunkan Al Qur’an, pintu surga dibuka pada bulan itu dan pintu neraka ditutup, setan-setan durhaka dibelenggu, bulan penuh ampunan, bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari Kiamat daripada wangi minyak kesturi, terdapat malam Lailatul Qadr yang lebih baik daripada seribu bulan, doa-doa dikabulkan, dan lain-lain.
Kiat Memaksimalkan Bulan Ramadhan
Menghadapi bulan Ramadhan kita memerlukan persiapan. Persiapan itu di antaranya:
1. Berdoa
Imam Abu Nu’aim Al Ashbahani meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Amr Al Auza’iy ia berkata, “Yahya bin Abi Katsir pada saat menjelang bulan Ramadhan berdoa,
اللهُمَّ سَلِّمْنِي لِرَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِي رَمَضَانَ، وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلًا
"Ya Allah, jaga diriku hingga aku dapat memasuki bulan Ramadhan. Jagalah bulan Ramadhan itu untukku (hingga aku tidak merusak puasa di bulan itu), dan terimalah dariku amal-amalku."
(Hilyatul Awliya 3/69)
Ikhwah sekalian, jika kita perhatikan doa tersebut, maka kita akan mengetahui, bahwa doa yang kita panjatkan kepada Allah Ta’ala meliputi tiga hal:
Pertama, meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar disampaikan ke bulan Ramadhan.
Mengapa demikian? Karena betapa banyak manusia yang mengira bahwa usianya masih panjang, namun ternyata ia tidak sampai ke bulan Ramadhan berikutnya.
Kedua, meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar diberi taufik dan bantuan untuk dapat mengisi bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya.
Mengapa demikian? Karena betapa banyak orang yang telah memasuki bulan Ramadhan, namun ia tidak memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Ia jadikan bulan Ramadhan seperti bulan-bulan lainnya; dimana dirinya tidak meningkatkan amal di bulan itu.
Ketiga, meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar diterima amal ibadah yang dilakukannya pada bulan Ramadhan.
Mengapa demikian? Karena betapa banyak orang yang beramal pada bulan itu, namun amalnya tidak diterima.
Mungkin amal yang dilakukannya tidak ikhlas, tidak didasari dalil dari Al Qur’an maupun As Sunnah, ujub, atau mengiringi dengan perbuatan buruk yang menghapuskan amalnya, dan sebagainya, nas’alullahas salamah wal ‘afiyah.
2. Membiasakan diri beramal saleh
Jangan tunda beramal saleh nanti, bahkan mulailah membiasakan sebelum bulan Ramadhan. Seperti membiasakan membaca Al Qur’an, melakukan shalat sunah, berpuasa Sya’ban, dsb.
3. Mengetahui amal apa saja yang disyariatkan pada bulan Ramadhan
Semua amal saleh disyariatkan pada bulan Ramadhan, terutama sekali adalah:
a. Berpuasa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barang siapa berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari, Muslim, dll.)
b. Shalat Tarawih. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
“Barang siapa yang melakukan qiyamullail (shalat tarawih) karena iman dan mengharapkan pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
c. Bersedekah, termasuk juga memberi makan untuk berbuka orang yang berpuasa.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barang siapa memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa itu tanpa mengurangi sedikit pun dari pahala orang yang berpuasa itu.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dll. Shahihul Jaami' no. 6415)
d. Banyak membaca Al Qur’an
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Kedermawanan Beliau lebih tampak lagi di bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Jibril biasa menemui Beliau di setiap malam bulan Ramadhan lalu Beliau bertadarus Al Qur'an dengannya. Sungguh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dermawan terhadap kebaikan melebihi angin yang berhembus." (HR. Bukhari)
e. Berumrah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عُمْرَةٌ في رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً - أَوْ حَجَّةً مَعِي
“Berumrah di bulan Ramadhan (pahalanya) seperti berhajji atau berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari-Muslim).
f. Beri’tikaf
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf selama sepuluh hari pada setiap bulan Ramadhan. Namun pada tahun dimana Beliau akan wafat, Beliau melakukannya selama dua puluh hari." (HR. Bukhari no. 2044)
g. Meningkatkan ibadah di sepuluh terakhir bulan Ramadhan dan mencari malam Lailatul Qadr
Dari Aisyah  radhiyallahu 'anha ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memasuki sepuluh (terakhir bulan Ramadhan), menghidupkan malamnya, membangungkan keluarganya, sungguh-sungguh beribadah dan mengencangkan sarungnya." (HR., Muslim)
h. Memperbanyak dzikir, doa, dan istighfar
4. Melihat bagaimana kaum Salaf mengisi bulan Ramadhan
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Termasuk petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam di bulan Ramadhan adalah memperbanyak berbagai macam ibadah. Ketika itu malaikat Jibril alaihish shalatu was salam menyimak Al Qur’an yang dibacakan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan Beliau ketika ditemui malaikat Jibril lebih dermawan dengan kebaikan melebihi angin yang berhembus, sedangkan Beliau adalah orang yang paling dermawan, dan lebih dermawan lagi di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat ihsan, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir, dan I’tikaf. Pada bulan Ramadhan, Beliau mengkhususkan dengan ibadah yang tidak dilakukannya pada bulan yang lain. Bahkan Beliau terkadang menyambung puasanya karena hendak memaksimalkan waktu-waktunya siang dan malam untuk beribadah.” (Zaadul Ma’aad fi Hadyi Khairil Ibaad 2/30).
Imam Bukhari rahimahullah ketika di awal bulan Ramadhan, maka kawan-kawannya berkumpul bersamanya, lalu ia mengimami mereka dan membaca pada setiap rakaatnya 20 ayat sampai ia khatamkan Al Qur’an. (Shifatush Shofwah 4/170).
Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa ia biasa mengkhatamkan Al Qur’an di bulan Ramadhan sebanyak 60 kali di luar shalat. Ar Rabi berkata, “Syafi’i biasa mengkhatamkan Al Qur’an dalam setiap bulannya 30 kali, dan pada bulan Ramadhan, Beliau mengkhatamkan sebanyak 60 kali di luar shalat.” (Shifatush Shofwah 2/255)
Mungkin seorang berkata, “Bukankah ada larangan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengkhatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari, namun mengapa sebagian ulama melakukannya?” Jawab: Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Larangan mengkhatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari tertuju kepada orang yanng merutikannya. Adapun jika dilakukan pada waktu-waktu utama seperti bulan Ramadhan khususnya malam-malam yang diharapkan terjadi malam Lailatul Qadr atau tempat-tempat utama seperti Mekkah bagi orang yang mendatanginya yang bukan termasuk penduduknya, maka dianjurkan memperbanyak membaca Al Qur’an saat itu sebagai bentuk memanfaatkan waktu dan tempat utama. Inilah pendapat Ahmad, Ishaq, dan para imam lainnya, dan inilah yang ditunjukkan oleh praktek para ulama yang lain.” Yakni di kalangan kaum salaf ada yang mengkhatamkan Al Qur’an kurang dari tiga hari, dan itu dilakukan pada bulan Ramadhan, terutama pada sepuluh terakhirnya.
Al Hafizh Adz Dzahabi menyebutkan tentang Abu Muhammad Al Labban, bahwa ia mendapatkan bulan Ramadhan pada tahun 427 H di Bagdad. Ia shalat tarawih mengimami manusia di setiap malamnya. Seusai shalat ia masih saja shalat sampai tiba waktu fajar. Setelah selesai shalat, ia mengajarkan ilmu keada kawan-kawannya. Ia berkata, “Aku tidak meletakkan lambungku di bulan ini siang maupun malam.”
Thawus biasa lompat dari tempat tidurnya lalu bersuci, menghadap kiblat dan shalat hingga Subuh, ia berkata, “Mengingat neraka Jahannam membuat kaget tidur orang-orang yang biasa beribadah.”
As Sa’ib bin Yazid berkata, “Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Dariy radhiyallahu anhuma mengimami manusia pada bulan Ramadhan. Ketika itu, bacaan imam sampai ratusan ayat, sehingga kami bersandar dengan tongkat karena lamanya berdiri, dan kami tidak selesai daripadanya kecuali beberapa saat menjelang fajar.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)
Dari Malik, dari Abdullah bin Abi Bakar ia berkata, “Aku mendengar ayahku berkata, “Kami selesai dari shalat tarawih pada bulan Ramadhan, lalu para pelayan bersegera menyiapkan makanan karena khawatir tiba waktu fajar.” (Diriwayatkan oleh Malik dalam Al Muwaththa)
Abu Utsman An Nahdi berkata, “Umar memerintahkan tiga qari untuk mengimami manusia pada bulan Ramadhan. Yang tercepatnya bacaannya disuruh membaca tiga puluh ayat (dalam satu rakaat), yang sedang disuruh membaca dua puluh lima ayat, sedangkan yang lambat disuruhnya membaca dua puluh ayat (dalam satu rakaat).” (Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf)
Dari Dawud bin Al Hushain, dari Abdurrahman bin Hurmuz, ia berkata, “Dahulu para imam membaca surah Al Baqarah dalam delapan rakaat. Ketika seorang imam membaca surah Al Baqarah dalam dua belas rakaat, maka manusia menganggapnya telah ringan.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)
Nafi berkata, “Ibnu Umar radhiyallahu anhuma melakukan shalat malam di rumahnya pada bulan Ramadhan. Ketika orang-orang telah selesai dari masjid, maka ia mengambil seeember air, lalu keluar ke masjid Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan tidak pulang sampai shalat Subuh.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi)
Dari Nafi bin Umar bin Abdullah, ia berkata, “Aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku mengimami manusia di bulan Ramadhan dan membaca dalam satu rakaat surah Al Hamdulillahi Fathiris samaawaati (surah Al Fathir) dan semisalnya, namun tidak ada yang menyampaikan kepadaku bahwa hal itu berat bagi mereka.”
Dari Abdush Shamad ia berkata, “Telah menceritakan kepada kami Al Asyhab, ia berkata, “Abu Raja mengimami shalat kami pada bulan Ramadhan dan mengkhatamkan Al Qur’an setiap sepuluh hari.”
Ibnu Umar radhiyallahu anhuma biasanya ketika berpuasa dan tidak berbuka kecuali bersama orang-orang miskin, dan ketika ada yang meminta-minta, maka ia bangun dan memberi bagian makanannya.
Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma berkata, “Apabila engkau berpuasa, maka hendaknya pendengaran dan penglihatanmu ikut berpuasa, demikian pula lisanmu dari berjata dusta dan perkara-perkara yang haram. Jauhilah menyakti tetangga. Hendaknya engkau tetap sopan dan tenang pada saat puasa, dan jangan jadikan antara hari puasamu dengan hari-hari biasanya sama.”
5. Menghadirkan perasaan, bahwa Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir kita
Hal itu karena betapa banyak orang yang tidak berjumpa lagi dengan bulan Ramadhan berikutnya, dan bahwa Ramadhan sebelumnya ternyata sebagai Ramadhan terakhirnya. Akhirnya ia pun menyesal karena tidak memanfaatkan bulan Ramadhan sebelumnya dengan sebaik-baiknya.
6. Akhiri dengan Istighfar
Ikhwani fillah, istighfar adalah penutup berbagai amal saleh. Dengannya ditutup shalat, qiyamullail, majlis, dan lain-lain. Oleh karenanya, sudah sepatutnya kita akhiri puasa kita dengan istighfar. Umar bin Abdul Aziz pernah menulis surat ke berbagai negeri dan memerintahkan mereka untuk mengakhiri Ramadhan dengan istighfar dan zakat fitri, karena zakat fitri membersihkan orang yang berpuasa dari hal yang sia-sia dan kata-kata kotor, sedangkan istighfar menambal puasa yang bolong karena hal yang sia-sia dan kata-kata kotor.”
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa ghibah adalah perkara yang membuat puasa seseorang bolong, sedangkan istighfar itu yang menambalnya. Oleh karena itu, barang siapa yang mampu datang pada hari Kiamat dengan membawa puasa yang telah ditambal, maka hendaklah ia lakukan. Maksudnya seperti yang dinyatakan Ibnul Munkadir, yaitu bahwa puasa itu perisai dari neraka selama tidak dibolongi, dan ucapan yang buruk itulah yang membuat perisai itu bolong, sedangkan istighfar itulah yang menambalnya.
7. Hadirkan perasaan khauf dan raja
Abdul Aziz bin Abi Dawud rahmahullah berkata, “Aku mendapati kaum salaf bersungguh-sungguh dalam beramal saleh, namun ketika mereka telah melakukannya, maka mereka merasa gelisah; apakah amal mereka diterima atau tidak?”
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah berkhutbah pada hari raya Idul Fitri, “Wahai manusia, kalian telah berpuasa karena Allah selama tiga puluh hari, melakukan qiyamullail selama tiga puluh hari, dan sekarang kalian keluar meminta kepada Allah agar Dia menerima amalmu. Dahulu sebagian kaum salaf tampak bersedih pada hari raya, lalu dikatakan kepadanya, “Ini adalah hari bergembira dan bersuka ria!” Maka ia menjawab, “Engkau benar, akan tetapi aku adalah seorang hamba yang diperintah oleh Tuhanku untuk beramal karena-Nya, namun aku tidak tahu; apakah Dia menerima amalku atau tidak?”
Demikianlah kiat memaksimalkan bulan Ramadhan, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membantu kita untuk terus mengingat-Nya, bersyukur kepada-Nya, dan memperbaiki ibadah kita kepada-Nya, aamiin.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam wal hamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah, Hilyatul Awliya (Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah Al Ashbahani), Latha’iful Ma’arif (Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab Al Hanbali),           Haalus Salaf fi Ramadhan (dari situs https://www.saaid.net/mktarat/ramadan/156.htm), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger