بسم
الله الرحمن الرحيم
Pembatal-Pembatal Puasa Kontemporer (2)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan
pembahasan tentang pembatal-pembatal puasa kontemporer, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pembahasan Tentang
Pembatal-Pembatal Puasa Kontemporer
9. Tetes mata
Dalam hal ini terdapat
khilaf di antara ulama didasari atas khilaf sebelumnya, yakni yang terkait
dengan bercelak; apakah ia membatalkan atau tidak?
Pendapat pertama, bahwa bercelak tidak membatalkan puasa. Ini
adalah madzhab ulama Hanafi dan ulama syafi’i. mereka beralasan bahwa antara
mata dengan perut tidak ada saluran yang menghubungkan antara keduanya,
sehingga tidak membatalkan.
Pendapat kedua, menurut ulama Maliki dan Hanbali, bahwa
bercelak membatalkan puasa, karena menurut mereka adanya saluran yang menghubungkan
antara mata dan perut.
Dengan demikian, para
ulama berbeda pendapat tentang tetes mata:
Pendapat pertama, tetes mata tidak membatalkan puasa. Inilah
pendapat yang dipegang oleh Syaikh Ibnu Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahumallah,
dan lainnya.
Di antara alasannya
adalah karena satu tetes hanya 0.06 cm kubik yang tidak mungkin sampai ke
perut, karena tetesan ini saat melewati saluran air mata langsung terserap dan
tidak sampai ke lubang tenggorokan. Kalau pun kita katakan bahwa tetesan itu
bisa sampai ke perut, maka sangat sedikt sekali, sedangkan sesuatu yang sedikit
dimaafkan sebagaimana dimaafkan sisa air setelah berkumur-kumur. Selain itu,
tidak ada nash yang menyatakan bahwa tetes mata membatalkan puasa.
Pendapat kedua, bahwa tetes mata mata membatalkan puasa
karena diqiaskan dengan bercelak.
Namun yang rajih (kuat)
adalah bahwa tetesan tidak membatalkan puasa meskipun kedokteran menetapkan
bahwa antara mata dengan perut ada saluran yang menghubungkan melalui hidung.
Akan tetapi kita katakan, bahwa tetesan ini langsung terserap saat melalui
saluran air mata, sehingga tidak ada yang sampai ke tenggorokan sedikit pun,
apalagi ke perut. Kalau pun sampai, maka sangat sedikit sekali dan itu
dimaafkan sebagaimana dimaafkan air yang masih tersisa setelah kumur-kumur.
Sedangkan mengqiyaskan
dengan bercelak tidak tepat, karena tentang bercelak tidak shahih bahwa ia
membatalkan puasa dan karena haditsnya dhaif. Di samping itu, ini juga qiyas
pada saat terjadi khilaf.
10. Suntik Pengobatan
Suntik pengobatan
terbagi tiga: (1) suntik pada kulit, (2) suntik pada otot, (3) suntik pada
pembuluh darah.
Suntik pada kulit dan
otot yang tidak mengandung zat makanan, maka tidak membatalkan puasa menurut
para ulama kontemporer. Hal ini sebagaimana dinyatakan Syaikh Ibnu Baz dan Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahumallah.
Alasannya adalah karena
hukum asalnya adalah tetap sah puasanya sampai ada dalil yang menyatakan
batalnya. Di samping hal itu juga bukan sebagai makanan, minuman, atau semisal
dengan keduanya.
Adapun suntik pada
pembuluh darah yang mengandung zat makanan (injeksi makanan), maka para ulama
berbeda pendapat.
Pendapat pertama, hal itu dapat membatalkan puasa. Ini adalah
pendapat Syaikh As Sa’diy, Syaikh Ibnu Baz, dan Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahumullah, juga menjadi pendapat yang dipilih Majma Fiqh Islami. Alasannya
karena hal itu semisal makanan dan minuman, dimana orang yang menggunakannya
sudah cukup dengannya tanpa perlu makan dan minum lagi.
Pendapat kedua, bahwa ia tidak membatalkan puasa, karena
tidak masuk ke perut melalui saluran pada umumnya. Kalau pun masuk, maka hanya
masuk melaui pori-pori, dan itu bukan perut atau dihukumi perut.
Yang rajih (kuat) insya
Allah adalah bahwa suntikan yang mengandung zat makanan dapat membatalkan
puasa, karena illat(sebab)nya bukan hanya sekedar masuk ke perut, tetapi karena
adanya zat makanan untuk badan yang terwujud karena adanya suntikan semacam
ini.
Catatan:
Jarum suntik yang
dipakai oleh penderita penyakit gula tidaklah membatalkan puasa.
11. Mengolesi minyak,
salep, dan perekat untuk pengobatan pada kulit
Di dalam kulit terdapat
pembuluh darah yang menyerap apa saja yang diletakkan di atasnya melalui
filamen (semacam serat) darah. Penyerapan ini sangat lambat sekali.
Lalu, apakah penyerapan
ini dapat menyebabkan puasa batal?
Syaikhul Islam membahas
masalah ini, dan ia berpendapat, bahwa hal itu tidak membatalkan. Dan ini pula
yang menjadi pendapat Majma Fiqh Islami.
Bahkan sebagian ulama
berpendapat adanya ijma dari kalangan ulama kontemporer bahwa hal ini tidak
membatalkan puasa.
12. Kateterisasi arteri
Yaitu semacam pipa lentur
yang tipis yang dapat dimasukkan melalui arteri (pembuluh nadi) untuk
pengobatan atau untuk memfoto bagian yang dibutuhkan.
Majma Fiqh Islami berpendapat bahwa hal ini tidak membatalkan
puasa, karena ia bukan makanan maupun minuman, dan tidak seperti keduanya,
serta tidak masuk ke dalam perut.
13. Cuci ginjal
Cuci ginjal dapat
dilakukan dengan dua cara:
Pertama, melalui alat ‘ginjal buatan’ (mesin
dialisis), dimana darah dialirkan ke alat ini, lalu alat tersebut bekerja
menyaring darah dari zat-zat berbahaya, lalu dikembalikan ke tubuh melalui
pembuluh nadi.
Saat diedarkan darah,
terkadang membutuhkan cairan-cairan berisi zat makanan yang diberikan melalui
pembuluh nadi.
Kedua, melalui membran peritoneal (lapisan perut)
yang ada di dalam perut, yaitu dengan cara memasukkan pipa kecil ke dinding
perut di atas pusar, kemudian dimasukkan dua liter cairan yang mengandung
glukosa tinggi ke dalam perut, dan tetap berada dalam perut dalam beberapa
waktu, lalu ditarik lagi dan diulangi lagi proses ini beberapa kali dalam
sehari.
Para ulama kontemporer
berbeda pendapat dalam masalah ini; apakah dapat membatalkan puasa atau tidak?
Pendapat pertama, hal ini membatalkan puasa. Demikianlah yang
difatwakan Syaikh Ibnu Baz dan Lajnah Daimah.
Alasannya karena cuci
ginjal menambahkan darah dengan darah bersih yang terkadang ditambah darah yang
mengandung zat makanan, sehingga terdapat dua pembatal.
Pendapat kedua, hal
ini tidak membatalkan puasa. Alasannya karena tidak ada dalil yang tegas atau
semakna dengan itu.
Namun pendapat yang
lebih dekat kepada kebenaran adalah bahwa hal ini dapat membatalkan puasa, wallahu
a’lam.
Catatan:
Kalau dilakukan proses
pembersihan darah saja maka tidak membatalkan, akan tetapi jika pada prakteknya
diberikan zat-zat makanan, garam, dan sebagainya untuk proses tersebut maka
membatalkan puasa.
14. Obat Suppositoria yang dipakai melalui vagina
Termasuk dalam hal ini pencucian vagina. Apakah hal semacam ini dapat membatalkan puasa?
Para ulama telah membicarakan masalah ini sejak dahulu hingga sekarang.
Para ulama madzhab Maliki dan Hanbali berpendapat, bahwa wanita ketika memasukkan cairan ke dalam qubul(vagina)nya, maka tidak membatalkan puasa. Alasannya, karena vagina tidak bersambung ke organ perut (lambung).
Namun para ulama madzhab Hanafi dan Syafi’i berpendapat, bahwa hal itu dapat membatalkan puasa. Alasannya karena antara vagina dengan rahim bersambung.
Namun ilmu kedokteran modern menyatakan, bahwa tidak ada saluran yang menghubungkan antara organ reproduksi dengan organ perut, sehingga itu semua tidak membatalkan puasa.
15. Obat Suppositoria yang dipakai melalui dubur
Obat-obatan ini dipakai untuk tujuan pengobatan, seperti untuk mengurangi panas yang tinggi atau mengurangi rasa sakit pada ambien. Termasuk ke dalam hal ini adalah penyuntikan melalui anal atau anus.
a. Penyuntikan melalui anus
Para ulama telah membahas tentang penyuntikan melalui anus.
Menurut imam yang empat, bahwa hal itu dapat membatalkan puasa, karena bersambung antara anus dengan organ perut.
Menurut ulama Zhahiri dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa hal itu tidak membatalkan puasa, karena penyuntikan ini tidak memberikan zat makanan, bahkan mengggunakan kemampuan badan sebagaimana ketika ia mencium obat pencahar (obat untuk mengatasi sembelit), di samping itu cairan ini tidak masuk ke organ perut.
Selanjutnya, apakah antara anus dengan organ perut ada saluran yang menghubungkan?
Mereka yang berpendapat, bahwa hal ini membatalkan karena menganggap ada saluran yang menghubungkan antara anus dengan perut, yakni lubang anus bersambung dengan rektum, sedangkan rektum bersambung ke kolon (usus besar), dan zat makanan terserap secara sempurna melalui usus kecil, dan terkadang melalui usus besar terserap sebagian garam dan gula.
Adapun jika yang diserap bukan zat makanan seperti obat-obatan, maka tidak membatalkan puasa, karena tidak mengandung zat makanan atau cairan. Rincian ini tampak lebih dekat kepada kebenaran, wallahu a’lam.
b. Obat-obatan yang dimasukkan melalui anus
Dalam hal ini ada dua pendapat.
Pendapat yang mengatakan tidak batal, ini adalah pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin, karena hanya mengandung zat-zat pengobatan tanpa cairan zat makanan, sehingga bukan sebagai makanan, minuman, atau semakna dengan keduanya. Inilah yang benar, insya Allah.
16. Apa saja yang dimasukkan melalui kemaluan baik teropong kecil, obat, atau larutan (mahlul)
Apakah hal ini membatalkan?
Para ulama telah membicarakan hal ini sejak zaman dulu. Dalam hal ini ada beberapa pendapat,
Pertama, menurut madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali, bahwa memasukkan cairan ke dalam saluran kencing tidaklah membatalkan puasa meskipun sampai ke kandung kemih. Mereka berdalih, bahwa tidak ada saluran yang menghubungkan antara bagian dalam kemaluan dengan perut.
Kedua, menurut pendapat yang shahih di kalangan ulama madzhab Syafi’i, bahwa hal itu dapat membatalkan puasa. Hal itu karena ada saluran yang menghubungkan antara kandung kemih dengan perut besar.
Dalam ilmu kedokteran modern dinyatakan, bahwa tidak ada hubungan antara organ kencing dengan organ pencernaan, sehingga tidak membatalkan puasa.
17. Menggunakan teropong kecil untuk mengetahui bagian dalam tubuh melalui anus
Teropong ini dalam bahasa Arab disebut Minzhar Syarji. Pembahasan tentang hal ini sudah dibahas pada poin tiga tentang memasukkan endoskop ke dalam tubuh melalui mulut.
18. Donor Darah
Masalah ini ada kaitannya dengan berbekam.
Pendapat yang masyhur adalah bahwa berbekam membatalkan puasa. Ini adalah pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Namun jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan puasa.
Menurut Syaikh Khalid Al Musyaiqih, bahwa yang rajih, berbekam membatalkan puasa, sehingga tidak boleh melakukan donor darah kecuali karena darurat, wallahu a’lam.
19. Mengambil darah untuk dianalisa (cek darah)
Hal ini tidaklah membatalkan puasa karena tidak sama dengan berbekam, sedangkan berbekam dapat melemahkan badan.
20. Menggosok gigi dengan odol
Menggosok gigi dengan odol tidaklah membatalkan puasa, karena mulut masih bagian luar. Akan tetapi yang utama adalah tidak menggunakannya kecuali setelah berbuka, karena daya tembusnya begitu kuat, dan hal ini dapat digantikan oleh bersiwak atau menggosok gigi tanpa odol, wallahu a’lam.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Al Mufthirat Al Mu’ashirah (Syaikh
Khalid bin Ali Al Musyaiqih), https://rumaysho.com/
, Maktabah Syamilah, dll.
0 komentar:
Posting Komentar