بسم
الله الرحمن الرحيم
Fatwa Ulama Seputar Zakat (2)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah,
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari
kiamat, amma ba'du:
Allah Subhaanhu wa Ta’ala berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا
تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui,” (Qs. An Nahl: 43)
Berikut kami hadirkan fatwa ulama seputar zakat, semoga Allah menjadikan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma amin.
Menyerahkan Zakat Kepada Seseorang Tanpa
Memberitahukan bahwa Itu adalah Zakat
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
pernah ditanya tentang hukum seseorang menyerahkan zakat tanpa memberitahukan
bahwa itu adalah zakat?
Beliau menjawab, ”Tidak mengapa seseorang
memberikan zakat kepada mustahiknya tanpa memberitahukan bahwa yang
diberikannya itu zakat jika pengambilnya biasa mengambil dan menerimanya.
Tetapi jika pihak penerima tidak termasuk orang yang biasa menerima zakat, maka
harus disampaikan agar ia mengetahui sehingga ia menerima atau menolaknya.” (Majmu
Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 18/312)
Memindahkan Zakat Dari Tempat Wajibnya
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
pernah ditanya tentang hukum memindahkan zakat dari tempat wajibnya?
Ia menjawab, ”Boleh bagi seseorang
memindahkan zakat dari daerahnya ke daerah lain jika ada maslahatnya. Apabila
seseorang memiliki kerabat yang berhak menerima zakat di daerah lain, lalu ia
kirim ke sana, maka tidak mengapa. Demikian pula jika biaya hidup di suatu
daerah tinggi, lalu seseorang mengirimkan ke daerah yang lebih fakir itu, maka
tidak mengapa. Tetapi jika tidak ada maslahatnya memindahkan zakat dari satu
daerah ke daerah lain, maka tidak bisa dipindahkan.” (Majmu Fatawa wa Rasail
Ibni Utsaimin 18/313)
Pertanyaan: Bolehkah memindahkan zakat mal dari satu
daerah ke daetah lain?
Jawab: Yang paling utama adalah membagikan
zakat mal di daerah setempat karena itu lebih memudahkan bagi orang yang
menyerahkan zakat, di samping untuk menutupi rasa kecemburuan kaum fakir yang
ada di daerah orang kaya ini. Selain itu, mereka juga lebih dekat keberadaannya
daripada yang lain, sehingga lebih utama diberikan zakat daripada yang lain.
Akan tetapi jika ada kebutuhan atau maslahat dengan memindahkan zakat ke daerah
lain, maka tidak mengapa. Oleh karena itu, ketika diketahui, bahwa ada di suatu
tempat ada kaum muslimin yang kelaparan, kekurangan pakaian, dan sebagainya,
atau ada kaum muslimin yang berjihad di jalan Allah untuk menegakkan
kalimat-Nya agar menjadi tinggi, atau seseorang memiliki kerabat yang
membutuhkan di daerah lain yang terdiri dari paman baik dari pihak ayah maupun
ibu, saudara atau saudari, atau lainnya, maka pada saat ini tidak mengapa
memindahkan zakat kepada mereka. Hal itu karena maslahat yang kuat, walllahul
muwaffiq. (Majmu Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 18/313)
Bagaimana Mengeluarkan Zakat Ketika Seseorang
Bermukim di Luar Daerahnya?
Pertanyaan:
Seseorang
bermukim di luar daerah, lalu bagaimana ia mengeluarkan zakat malnya?
Apakah ia mesti mengirimnya ke daerahnya atau cukup di daerah dimana ia
bermukim? Atau ia meminta keluarganya di daerahnya untuk membayarkan zakatnya
mewakili dirinya?
Jawab: Hendaknya ia memperhatikan hal yang lebih
bermaslahat bagi pembayar zakat; yakni apakah sebaiknya ia memberikan zakat di
daerahnya atau mengirimnya ke daerah lain yang terdapat kaum fakir? Jika
keadaannya sama, maka ia keluarkan zakat di tempat ia berada berada.” (Majmu
Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 18/312)
Kaum Fakir Perokok
Jika orang fakir itu seorang perokok, maka
bisa diberikan zakat kepada istrinya agar ia yang membelikan kebutuhan rumah
tangganya
Pertanyaan: Jika seseorang tidak dapat memenuhi
kebutuhannya, namun ia mengeluarkan sebagian gajinya untuk membeli rokok, maka
apakah sah bagi seseorang memberikan zakat malnya kepadanya atau melunasi utangnya?
Jawab: Tidak diragukan lagi, bahwa
mengkonsumsi rokok adalah haram, dan bahwa orang terus-menerus merokok sama
saja terus-menerus berbuat maksiat, dan seseorang yang terus-menerus melakukan
dosa kecil dapat menjadikannya jatuh ke dalam dosa besar. Oleh karena itu, saya
sampaikan nasihat dari tempat ini –Masjidil Haram- kepada saudara-saudara kita
yang jatuh ke dalam perbuatan merokok agar bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla
serta menjaga kesehatan dan harta mereka dengan menjauhi rokok, karena merokok membuat
harta habis sangat jelas sekali, dan membahayakan kesehatan juga sangat jelas.
Jangan kalian katakan, ”Sebagian orang yang merokok tidak mendapatkan bahaya
apa-apa,” bahkan orang yang meninggalkan rokok akan menjadi lebih sehat
badannya, lebih semangat, dan lebih banyak hartanya. Meskipun begitu, kami
katakan, bahwa orang yang merokok jika ia miskin, maka masih bisa kita berikan
zakat kepada istrinya dan agar istrinya yang membelikan kebutuhan rumah
tangganya. Bisa juga kita katakan kepadanya, ”Kita memiliki harta zakat, maukah
engkau kami belikan kebutuhan primermu berupa ini dan itu?” Lalu kita minta dia
menyerahkan kepada kita membelikan sesuatu, sehingga dengan cara ini tujuan
tercapai dan terhindar dari larangan, yaitu tolong-menolong di atas dosa,
karena jika seseorang memberikan kepada orang lain beberapa dirham yang ia
gunakan untuk merokok, maka sama saja telah membantunya atas dosa dan jatuh ke
dalam larangan Allah dalam firman-Nya,
وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيدُ آلْعِقَابِ
”Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah sangat
berat siksa-Nya.” (Qs.
Al Maidah: 2)
Adapun membayarkan utangnya dari zakat, maka
tidak mengapa.” (Majmu Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 18/350)
Menggugurkan Utang Dari Orang Yang Berutang
Sebagai zakatnya
Pertanyaan: Bolehkah menggugurkan utang dari seorang yang
berutang dan hal itu menjadi zakatnya?
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
menjawab, ”Hal ini tidak diperbolehkan, karena Allah Ta’ala berfirman,
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صلاتَكَ سَكَنٌ
لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (Qs. At Taubah: 103)
Mengambil mengharuskan adanya pemberian dari
orang yang terkena zakat. Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, ”Beritahukan
kepada mereka, bahwa Allah mewajibkan mereka zakat yang diambil dari
orang-orang yang kaya di kalangan mereka lalu diserahkan...dst.” Kalimat ”yang
diambil dari orang-orang yang kaya di kalangan mereka lalu diserahkan,” menunjukkan adanya pengambilan dan
penyerahan, sedangkan pada pengguguran utang tidak ada demikian. Di samping
itu, jika seseorang menggugurkan utang sebagai zakat dari harta yang ada di
tangannya, maka seakan-akan ia mengeluarkan yang buruk dari yang baik, karena
nilai utang dalam jiwa tidak seperti nilai harta yang ada, karena harta yang
ada dalam miliknya dan ada di tangannya, sedangkan utang ada pada tanggungan
orang lain yang terkadang bisa diperoleh dan bisa tidak, sehingga menjadi utang
dan bukan harta. Jika keadaannya tidak demikian, maka tidak sah mengeluarkan
zakat darinya karena kekurangannya,
sedangkan Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلاَ تَيَمَّمُواْ الْخَبِيثَ
مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِأَخِذِيهِ إِلاّ" أَن تُغْمِضُواْ فِيهِ
وَاعْلَمُو"اْ أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
”Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk
lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs.
Al Baqarah: 267)
Contoh terhadap masalah yang ditanyakan
adalah jika seseorang harus mengeluarkan zakat 10.000 riyal, lalu ia hendak menagih
utang dari seorang yang fakir 10.000 riyal, kemudian ia pergi ke orang fakir
itu dan berkata, ”Saya sudah gugurkan darimu utang 10.000 riyal yang merupakan
zakatku tahun ini.” kita katakan, ”Zakat ini tidak sah,” karena tidak sah
menggugurkan utang dan menjadikannya sebagai zakat harta sebagaimana yang telah
kami tunjukkan sebelumnya. Dalam masalah ini sebagian manusia keliru dan
berlebihan karena ketidaktahuannya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata, ”Tidak sah menggugurkan utang sebagai zakat harta tanpa ada lagi
perselisihan.” (Majmu Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 18/377)
Bersambung...
Wallahu
a’lam wa shallallau ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa
sallam wal
hamdulillahi Rabbil alamin.
Penerjemah:
Marwan bin Musa
Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.45, https://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=40463 dll.
0 komentar:
Posting Komentar