Sifat-Sifat Para Sahabat radhiyallahu anhum (3)

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫محمد رسول الله والذين معه‬‎
Sifat-Sifat Para Sahabat radhiyallahu anhum (3)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan pembahasan tentang sifat para sahabat sehingga mereka memperoleh kemuliaan di dunia dan akhirat, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
10. Merasa diri mereka kurang dan masih jauh dari kesempurnaan
Suatu ketika Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu anhu menarik lisannya, sedangkan Umar masuk menemuinya, Umar berkata, “Berhentilah! Semoga Allah mengampunimu,” maka Abu Bakar balik berkata, “Inilah yang membuatku masuk ke tempat yang buruk.”
Saat Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu ditikam, maka Abdullah puteranya meletakkan kepalanya di pangkuannya. Ketika Umar sadar, maka Umar berkata, “Taruhlah kepalaku! Celaka diriku, celaka ibu Umar jika Tuhannya tidak mengampuninya.”
Ketika Abu Darda sakit dan dijenguk oleh kawan-kawannya, mereka pun berkata kepadanya, “Apa yang engkau rasakan?” Abu Darda menjawab, “Dosa-dosaku.” Mereka bertanya lagi, “Apa yang engkau inginkan?” Ia menjawab, “Surga.”
Saat Asma binti Abu Bakar pusing, maka ia menaruh tangannya di kepalanya sambil berkata, “Ini karena dosaku, namun yang Allah ampuni jauh lebih banyak.” (Semua atsar ini disebutkan tanpa sanad dalam kitab At Tarbiyah ala Manhaj Ahlissunnah wal Jama’ah karya Dr. Ahmad Farid hal. 52-53)
Imam Hakim meriwayatkan dalam Mustadraknya, bahwa Abdullah bin Rawahah radhiyallahu ‘anhu ketika berada di rumahnya dalam kondisi sakit ditemani istrinya, maka ia pun menangis, lalu istrinya ikut menangis, maka Abdullah bin Rawahah bertanya kepada istrinya tentang sebab dirinya menangis, istrinya menjawab, “Aku melihat engkau menangis, maka aku pun ikut menangis,” lalu istrinya balik bertanya kepada suaminya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis?” Abdullah bin Rawahah menjawab, “Aku ingat firman Allah Ta’ala,
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا (71) ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا (72)
“Dan tidak ada seorang pun darimu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.- Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut. (QS. Maryam: 71)
Abdullah bin Rawahah melanjutkan kata-katanya, “Aku tidak tahu, apakah aku termasuk mereka yang bertakwa atau bukan?”
Dari Ibnu Syaudzab ia berkata, “Ketika Abu Hurairah akan meninggal dunia, maka ia menangis, lalu ia ditanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab, “Jauhnya perjalanan, sedikitnya perbekalan, dan banyaknya rintangan, sementara tempat kembali, bisa ke surga atau ke neraka.” (Shifatush Shofwah 1/694)
11. Tingginya keimanan dalam hati mereka
Abul Hasan An Nadwiy berkata, “Sepertinya keimananan mereka kepada Allah membuat kepala mereka tegak dan mengangkat leher mereka sehingga membuat mereka tidak tunduk selain kepada Allah. Mereka tidak tunduk kepada raja maupun tokoh yang disegani; baik tokoh agama maupun tokoh dunia. Hati dan pandangan mereka telah dipenuhi kebesaran Allah dan keagungan-Nya, sehingga wajah-wajah makhluk menjadi rendah, demikian pula perhiasan dan kenikmatannya serta  fenomena kebesaran menjadi rendah. Ketika mereka melihat para raja dan pengawalnya serta kemewahan dan perhiasan yang menyertai mereka, maka mereka melihat seakan-akan memandang ke gambar-gambar dan boneka-boneka yang dipakaikan pakaian manusia.”
Dari Abu Musa Al Asy’ariy ia berkata, “Ketika kami sampai di hadapan Raja Najasyi yang ketika itu sedang duduk di majlisnya, sedang Amr di sebelah kanannya dan Amarah di sebelah kirinya, dan para pastur duduk sebaris, lalu Amr dan Amarah berkata kepada raja, “Sesungguhnya mereka (pengikut Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam) tidak mau sujud kepadamu.” Ketika kami berada di sana, maka para pendeta dan rahib yang berada di dekatnya menyuruh untuk sujud kepada raja, akan tetapi Ja’far berkata, “Kami tidak akan sujud kepada selain Allah.” (At Tarbiyah ala Manhaj Ahlissunnah wal Jama’ah karya Dr. Ahmad Farid hal. 53)
12. Mereka sucikan diri mereka dengan ibadah
Contohnya adalah Umar bin Khathtahb radhiyallahu anhu yang shalat malam cukup lama, dan ketika akhir malam tiba, ia pun membangunkan keluarganya sambil membacakan ayat ini,
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (Qs. Thaha: 132)
Nafi menceritakan, bahwa Ibnu Umar shalat malam, lalu ia berkata kepada Nafi, “Wahai Nafi, sudah tibakah waktu sahur?” Nafi menjawab, “Belum,” maka Ibnu Umar kembali melakukan shalat, setelah itu bertanya lagi kepada Nafi, “Wahai Nafi, sudah tibakah waktu sahur?” Nafi menjawab, “Sudah,” maka Ibnu Umar duduk, meminta ampun kepada Allah dan berdoa hingga tiba waktu Subuh.
Abdullah bin Amr bin Ash biasa mengkhatamkan Al Qur’an tiga hari dan terus seperti itu hingga lanjut usia dan meninggal dunia.
13. Kuatnya pendirian mereka di hadapan fitnah (godaan) dunia
Dari Urwah bin Zubair dan Sa’id bin Al Musayyib, bahwa Hakim bin Hizam berkata, “Aku pernah meminta sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau memberiku, kemudian aku meminta lagi, lalu beliau memberiku, dan meminta lagi lalu beliau memberiku juga. Kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Hakim, sesungguhnya harta ini hijau (indah) dan manis. Barang siapa yang mengambilnya dengan hati yang puas maka harta itu akan diberikan keberkahan, namun barang siapa yang mengambilnya dengan hati yang tamak, maka harta itu tidak akan diberikan keberkahan perumpamaannya seperti orang yang makan tetapi tidak kenyang, dan tangan yang di atas (memberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (meminta).” Hakim pun berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku sungguh tidak akan meminta sesuatu kepada seorang pun setelahmu sampai aku meninggal.”
Maka ketika tiba zaman Abu Bakar, dipanggilnya Hakim untuk diberikan sesuatu lalu ia menolak. kemudian ketika di zaman Umar, Umar sama memanggilnya untuk memberikan sesuatu kepadanya lalu dia pun menolak juga, maka Umar berkata, “Wahai kaum muslimin, saya jadikan kalian saksi terhadap Hakim, sesungguhnya saya telah tawarkan kepadanya haknya yang Allah berikan dalam harta fai’ (harta yang didapat tanpa melalui peperangan) ini, namun ia enggan mengambilnya.” Hakim pun tetap terus tidak mau mengambilnya dari seorang pun setelah wafat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ia (Hakim) meninggal.” (HR. Bukhari)
14. Berusaha memiliki kekuatan agar dapat beribadah dan berjihad fi sabilillah
Mereka melakukan demikian karena hendak mengamalkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجَزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَّرَ اللَّهُ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, namun pada keduanya ada kebaikan. Bersegeralah untuk mengerjakan yang memberikan manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah. Janganlah bersikap lemah, jika kamu tertimpa sesuatu maka jangan katakan, “Kalau seandainya aku mengerjakan ini dan itu, tentu akan jadi begini dan begitu,” tetapi katakalah, “Allah telah takdirkan dan apa yang dikehendaki-Nya Dia lakukan,” karena (kata) “Seandainya,” membuka pintu amal seitan.” (HR. Muslim)
Beliau juga pernah bersabda,
ارْمُوا بَنِي إِسْمَاعِيلَ فَإِنَّ أَبَاكُمْ كَانَ رَامِيًا
“Memanahlah wahai Bani Ismail, karena nenek moyang kalian adalah seorang pemanah.” (Hr. Bukhari)
Sa’ad bin Abi Waqqash pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, pelajarilah memanah, karena itu permainan terbaikmu.”
Uqbah bin Amir masih terus latihan memanah padahal usianya telah tua, lalu ia ditanya, “Apakah engkau masih melakukan hal ini (latihan memanah) padahal engkau telah tua dan itu menyusahkan dirimu?” Uqbah menjawab, “Kalau bukan karena hadits yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentu aku tidak akan bersusah payah terhadapnya, Beliau bersabda,
«مَنْ عَلِمَ الرَّمْيَ، ثُمَّ تَرَكَهُ، فَلَيْسَ مِنَّا» أَوْ «قَدْ عَصَى»
“Barang siapa yang telah belajar memanah, lalu ditinggalkan, maka bukan termasuk golongan kami,” atau Beliau bersabda, “Dia telah durhaka.” (Hr. Muslim)
Hadits ini menunjukkan sangat makruhnya melupakan memanah setelah mengetahuinya jika tidak ada udzur.
Umar pernah menuliskan surat kepada Abu Ubaidah ibnul Jarrah yang isinya, “Ajarilah anak-anakmu berenang dan para prajuritmu memanah.”
Ketika itu mereka berlatih memanah, lalu ada panah yang tidak diketahui salah sasaran dan mengena kepada seorang anak yang tinggal di paman (dari ibu) dan tidak diketahui keluarganya, maka Abu Ubaidah menulis surat kepada Umar, “Kepada siapa aku serahkan diyatnya?” Umar pun menuliskan surat yang isinya, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah dan Rasul-Nya adalah wali bagi yang tidak punya wali, dan paman (dari Ibu) adalah ahli waris bagi yang tidak punya ahli waris.” (Hr. Ahmad, dishahihkan oleh Ahmad Syakir, dan diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Al Kubra  (10/14))
Bersambung…
 Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: At Tarbiyah Ala Manhaj Ahlissunnah wal Jama’ah (Dr. Ahmad Farid), Maktabah Syamilah versi 3.45, Untaian Mutiara Hadits (Penulis), Hidayatul Insan bitafsiril Qur’an (Penulis), dll.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger