بسم
الله الرحمن الرحيم
Fatwa-Fatwa Ulama Seputar Kurban
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Allah Subhaanahu
wa Ta’ala memerintahkan kita bertanya kepada para ulama jika kita tidak
mengetahui, Dia berfirman,
فَاسْأَلُوا
أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika
kamu tidak mengetahui,” (Qs. An Nahl: 43 dan Al Anbiya: 7)
Berikut kami
hadirkan fatwa-fatwa ulama seputar kurban, semoga Allah menjadikan penerjemahan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Fatwa-fatwa ulama seputar kurban
1. Hukum kurban
Menurut Syaikh Ibnu Baz
(Majmu Fatawa 18/38) dan Syaikh Ibnu Utsaimin (Majmu Fatawa
10/25) hukumnya adalah sunnah mu’akkadah (yang ditekankan) bagi yang mampu.
Yang lain berpendapat,
bahwa hukumnya wajib bagi yang mampu. Untuk kehati-hatian, hendaknya orang yang
mampu berkurban untuk melakukannya.
2. Menyertakan pahala
kurban
Satu kambing cukup untuk
satu keluarga (Ibnu Baz, Majmu Fatawa 18/38). Dan orang yang
berkurban boleh menyertakan siapa saja yang ia mau dalam pahalanya baik orang itu
masih hidup atau sudah meninggal dunia (Ibnu Baz, Majmu Fatawa 18/37).
3. Jika masing-masing
anak sudah bekerja, apakah masing-masing mereka perlu berkurban?
Satu keluarga cukup satu
kurban, meskipun anak-anak dalam keluarga itu sudah bekerja dan menikah namun
dengan syarat dapurnya sama. Tetapi jika masing-masing dari mereka memiliki
dapur sendiri-sendiri, maka kurbannya masing-masing (Ibnu Utsaimin).
Jika seorang anak sudah
memiliki rumah sendiri, maka si anak hendaknya berkurban bagi diri dan
keluarganya, dan tidak mengandalkan kurban ayahnya, karena ia tidak serumah
dengan ayahnya (Ibnu Baz, Majmu Fatawa 18/37).
Demikian pula ketika
dalam satu rumah dibagi-bagi, yakni anak yang sudah menikah punya bagian
sendiri dalam rumah itu, maka masing-masing dari mereka berkurban untuk diri dan
keluarganya (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 25-38).
4. Berhutang untuk
kurban
Tidak mengapa berhutang
untuk kurban jika ia mampu membayarnya (Ibnu Baz, Majmu Fatawa 18/38).
5. Waktu Berkurban
Hari nahar (10
Dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) setiap tahunnya
adalah hari-hari berkurban (Ibnu Baz, Majmu Fatawa 18/38)
Dimulai dari seusai
shalat Idul Adh-ha sampai tenggelam matahari tanggal 13 Dzulhijjah, sehingga
waktunya ada empat hari, yakni hari Ied dan tiga hari setelahnya (Ibnu Utsaimin,
Majmu Fatawa 12/25)
Jika disembelih sebelum
shalat Ied, maka ia harus siapkan gantinya untuk kurban (Ibnu Utsaimin,
Majmu Fatawa 12/25).
6. Syarat hewan kurban
Syaratnya adalah termasuk
hewan ternak berikut ini; unta, sapi, dan kambing. Demikian pula telah mencapai
usianya, yaitu: biri-biri atau domba berusia minimal enam bulan, kambing
minimal setahun, sapi berusia dua tahun, dan unta berusia lima tahun. Di
samping itu, hewan tersebut harus selamat dari cacat berikut: buta sebelah
matanya dengan jelas, sakit yang tampak jelas, pincang yang tampak jelas, dan
kurus tidak bersumsum (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 12/25).
7. Berkurban dengan
kerbau
Dr. Wahbah Az Zuhailiy
memasukkan kerbau ke dalam jenis sapi. Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin, bahwa
memang kerbau termasuk jenis sapi, akan tetapi Allah Azza wa Jalla ketika
menyebutkan (hewan ternak) dalam Al Qur’an, maka maksudnya adalah hewan yang
dikenal oleh bangsa Arab, sedangkan kerbau tidak termasuk yang mereka kenal.
Intinya, dimasukkannya
kerbau ke dalam jenis sapi adalah berdasarkan qiyas, karena tidak ada dalil
yang menyebutkan tentang kerbau, wallahu a’lam (Lihat: http://www.alsalafeyah.com/fatawa/view/fatawa2012b226
)
8. Hukum berkurban
dengan hewan yang tanduknya patah atau telinganya robek
Hukumnya boleh dan sah,
namun makruh, karena ada kekurangan pada fisiknya (Ibnu Utsaimin, Majmu
Fatawa 25/40).
9. Hukum berkurban
dengan hewan yang dikebiri
Hukumnya boleh. (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 25/50).
10. Cara membagikan
hewan kurban
Dimakan oleh orang yang
berkurban, dihadiahkan kepada kerabat dan tetangga (meskipun kaya), dan
disedekahkan (kepada kaum fakir) (Ibnu Baz, Majmu Fatawa 18/38)
Pendistribusian hewan
kurban adalah dalam keadaan mentah (belum dimasak). (Ibnu Utsaimin, Majmu
Fatawa 25/132)
Yang utama adalah
membagi kurban menjadi tiga bagian; sepertiganya dimakan, sepertiganya
dihadiahkan, dan sepertiga lagi disedekahkan. Namun ini tidak wajib, bahkan
boleh memakan sebagiannya dan sebagian lagi dihadiahkan dan disedekahkan (Ibnu
Utsaimin).
11. Kurban yang paling
utama
Jika melihat kepada
manfaat, maka yang banyak dagingnya tentu lebih utama. Jika melihat kepada
kejujuran hati kita dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, tentu yang mahal
harganya lebih utama, tetapi coba perhatikan mana yang lebih bermaslahat bagi
hati kita. Jika imanmu bertambah dengan membeli hewan kurban yang mahal
harganya, maka silahkan (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 25/35).
12. Para tetangga
patungan untuk berkurban seekor kambing
Tidak benar, karena
syarat berkurban harus sesuai syariat, dan tidak ada dalam syariat patungan dua
orang atau lebih untuk berkurban seekor kambing
(Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa
25/44)
13. Patungan suami dan
istri dari hartanya masing-masing untuk berkurban
Jika suami dan istri
patungan untuk berkurban seekor kambing, maka tidak benar, karena tidak boleh
dua orang berpatungan pada satu kambing. Berpatungan hanyalah pada unta dan
sapi, yakni unta dari tujuh orang, demikian pula sapi (Ibnu Utsaimin, Majmu
Fatawa 25/46)
14. Dalam satu keluarga
berkurban lebih dari seekor kambing
Yang utama adalah
membatasi hanya satu kambing (untuk satu keluarga). Jika ia memiliki harta
lebih, maka ia bisa bersedekah dengan uang atau makanan ke wilayah lain yang
membutuhkan (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 25/46).
15. Yang diharamkan bagi
orang yang akan berkurban
Tidak boleh bagi orang
yang akan berkurban mencabut/memotong rambut dan kukunya ketika memasuki awal
bulan Dzulhijjah hingga ia berkurban (Ibnu Baz, Majmu Fatawa 18/38)
Larangan ini hanya
tertuju kepada orang yang berkurban, bukan bagi keluarganya; anak dan istri (Ibnu
Utsaimin 25/140) tidak termasuk pula wakilnya (Ibnu Utsaimin, Majmu
Fatawa 25/155)
16. Bolehkah memberikan
daging kurban kepada orang kafir?
Boleh, dengan syarat
bukan kafir harbi, seperti kafir musta’man (yang meminta jaminan keamanan) atau
mu’ahad (mengikat perjanjian) (Lihat Ibnu Baz, Majmu Fatawa 18/47, dan Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 25/133).
17. Orang yang berhaji
apakah perlu berkurban?
Orang yang berhaji tidak
berkurban. Akan tetapi, jika ia memiliki keluarga, maka ia bisa menyiapkan uang
kepada mereka untuk berkurban. Adapun orang yang berhaji hanyalah menyiapkan
hewan hadyu (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 19/25).
18. Orang yang ingin
haji dan berkurban, bolehkah baginya mencabut rambutnya?
Tidak mengapa ia
mencabut rambutnya jika selesai dari umrahnya, karena itu adalah manasik.
Larangan itu tertuju bagi orang yang tidak manasik. (Ibnu Utsaimin, Majmu
Fatawa 25/20).
Ia tidak memotong kuku,
tidak mencabut bulu ketiak dan kumis, serta tidak memotong bulu kemaluan selama
ia hendak berkurban. Adapun mencukur rambut; baik menghabiskan atau memendekkan
dalam haji atau umrah, maka tidak mengapa karena ini bagian manasik yang harus
dilakukan (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 25/149)
19. Di tempat mana
berkurban?
Yang paling utama adalah
di negeri kita jika keluarga kita bersama kita. Tetapi jika keluarga kita di
tempat lain dan tidak ada yang berkurban di sana, maka engkau boleh mengirim
uang agar mereka dapat berkurban (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 24/208)
20. Hewan kurban yang
cacat kemudian; seperti sakit atau patah kakinya yang sebelumnya tidak
Jika disebabkan oleh
kita, maka tidak sah dan harus membeli lagi sebagai gantinya atau beli yang lebih
baik daripadanya. Namun jika bukan karena sebab kita, maka sah (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 25/99).
21. Ucapan ketika
menyembelih
Ketika menyembelih kita
mengucapkan,
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ,
اَللَّهُمَّ هَذَا مِنْكَ وَلَكَ, اَللَّهُمَّ هَذِهِ عَنِّيْ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِي
Artinya: “Dengan nama
Allah. Ya Allah, ini dari-Mu dan untuk-Mu. Ya Allah, ini adalah kurbanku dan
kurban keluargaku.” (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 25/55).
22. Haruskah disebut
nama fulan ketika menyembelih hewan kurban?
Jika disebutkan lebih
utama, namun jika tidak, maka niat sudah cukup (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa
25/59).
23. Cara menyembelih
unta
Yaitu menahar unta
(menusuk bagian libbah/tempat kalung di dada unta paling atas) dalam keadaan
berdiri, terikat bagian kaki kiri depannya, dan boleh dalam keadaan menderum
ketika kesulitan (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 16/250).
24. Cara menyembelih
kambing
Membaringkannya ke
sebelah kiri, meletakkan kaki kita di dekat lehernya, memegang kepalanya dengan
tangan kiri kita agar tampak jelas tenggorokannya, lalu kita jalankan pisau
pada bagian tenggorokannya (saluran nafas), kerongkongan (saluran makan), dan dua urat lehernya dengan kuat
hingga darah mengalir. (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa 25/55).
25. Bolehkah wanita
menyembelih hewan kurban?
Boleh. Karena pada
dasarnya ibadah itu berlaku baik bagi laki-laki maupun wanita (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa hal. 25/81).
26. Perbedaan antara
hadyu, kurban, dan fidyah
Kurban (udh-hiyyah) adalah hewan yang disembelih pada hari raya
Idul Adh-ha untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla di mana saja. Hadyu
adalah hewan yang dihadiahkan ke tanah haram berupa unta, sapi, dan kambing,
yang disembelih di Mekah, dan dibagikan kepada kaum fakir yang berada di tanah
haram, atau ia bisa mewakilkan kepada orang lain untuk membeli dan
menyembelihnya. Sedangkan fidyah adalah hewan yang disembelih
karena meninggalkan kewajiban (seperti melempar jumrah) atau mengerjakan larangan
(seperti mencukur rambutnya pada saat ihram) (Ibnu Utsaimin, Majmu Fatawa
9/25)
27. Apakah orang yang
berkurban harus menyembelih sendiri atau menghadiri penyembelihan hewan
kurbannya?
Yang utama adalah
seseorang menyembelih hewan kurbannya sendiri, karena ia sedang dalam ibadah yang
mendekatkan diri kepada Allah. Tetapi tidak mengapa mewakilkan kepada orang
yang terpercaya untuk menyembelih dan membagikannya, dan tidak disyaratkan
harus menyaksikan proses penyembelihan hewan kurbannya. (Ibnu Utsaimin,
Majmu Fatawa 35/60)
28. Bolehkah menjual
bagian dari hewan kurban seperti daging, lemak, dan kulit?
Haram menjual sesuatu
dari hewan kurban karena kurban adalah harta yang dikeluarkannya untuk Allah
Ta’ala, sehingga tidak boleh ditarik lagi sebagaimana sedekah. (Ibnu
Utsaimin, Majmu Fatawa 25/161).
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam.
Penerjemah:
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah versi 3.45,
https://saaid.net/mktarat/hajj/273.htm dll.
0 komentar:
Posting Komentar