بسم
الله الرحمن الرحيم
Sifat-Sifat Para Sahabat radhiyallahu anhum (1)
Segala
puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan
tentang sifat para sahabat sehingga mereka memperoleh kemuliaan di dunia dan
akhirat, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Para sahabat radhiyallahu anhum adalah hasil didikan
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam langsung, sehingga mereka menjadi
generasi terbaik. Hal ini dibuktikan dengan keadaan mereka yang menjadi teladan
dalam ibadah, dalam zuhud terhadap dunia, kesabaran, akhlak yang mulia, jihad,
pengorbanan dan sebagainya sehingga melalui mereka dakwah Islam tersebar, Al
Qur’an dan As Sunnah tersampaikan, wilayah Islam meluas, dan manusia merasakan
rahmat Islam terhadap alam semesta.
Belum pernah ada dalam sejarah umat manusia seperti sejarah
para sahabat dimana dalam waktu yang singkat (kurang lebih 30 tahun masa
Khulafaurrasyidin, dari 11-40 H/632-661 M) mereka dapat menguasai beberapa
wilayah secara luas di dunia seperti Irak, Persia, Syam, Mesir, dan lain-lain,
bahkan negara adidaya dunia ketika itu, yaitu Persia dan Romawi luluh lantak
oleh mereka.
Coba
perhatikan salah seorang murid hasil didikan Rasulullah shallahu alaihi wa
sallam yang kemudian menjadi gubernur Basrah, yaitu Utbah bin Ghazwan
radhiyallahu ‘anhu, ia pernah berkhutbah setelah memuji Allah dan
menyanjung-Nya, “Amma ba’du, sesungguhnya dunia telah memberitahukan akan
kefanaannya dan akan pergi dengan segera, dan tidak tersisa kecuali seperti
sisa air dari wadah yang dikumpulkan pemiliknya. Sesungguhnya kalian akan
berpindah dari dunia ke tempat yang tidak akan binasa, maka pindahlah dengan
membawa amal yang terbaik yang bisa kalian siapkan. Sesungguhnya telah
diberitahukan kepada kami, bahwa batu jika dijatuhkan dari tepi neraka Jahannam
akan jatuh selama tujuh puluh tahun, namun belum sampai ke dasarnya. Demi
Allah, neraka itu akan dipenuhi. Apakah kalian heran? Sesungguhnya telah disampaikan
kepada kami bahwa jarak antara dua daun pintu surga sejauh jarak perjalanan 40
tahun. Pada suatu saat akan tiba hari ia didatangi oleh banyak orang dengan
berdesakan. Sungguh, aku melihat diriku adalah salah seorang dari tujuh orang
yang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, kami tidak
mempunyai makanan selain dedaunan pohon sehingga rahang kami terluka. Aku
pernah menemukan kain selimut, lalu aku belah menjadi dua bagian; untukku dan
untuk Sa’ad bin Malik; aku pakai separuhnya, sedangkan Sa’ad bin Malik memakai
separuhnya lagi. Namun pada hari ini, tidak ada seorang pun dari kami kecuali
telah menjadi salah seorang gubernur di beberapa negeri. Aku berlindung kepada
Allah merasa besar dalam diriku, namun hina di sisi Allah.”
(Diriwayatkan oleh Muslim)
Sifat-Sifat
Para Sahabat radhiyallahu anhum
1.
Memuliakan perintah Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa
sallam
Para sahabat adalah orang-orang yang bersegera menyambut
perintah Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam.
Berikut contohnya:
Setelah para sahabat banyak yang terluka dalam perang Uhud,
dan kaum musyrik pulang ke negeri mereka, tetapi dalam perjalanan pulang,
mereka merasa menyesal karena tidak menuntaskan perang terhadap penduduk
Madinah dan menghabiskannya. Saat berita itu sampai ke telinga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau menganjurkan kaum muslim untuk
mengejar mereka dari belakang untuk menakut-nakuti mereka serta memperlihatkan
kepada mereka, bahwa mereka masih mampu dan kuat melawan mereka, maka para sahabat menyambut seruan itu
sebagaimana yang disebutkan kisahnya di ayat berikut,
الَّذِينَ
اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ (172) الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ
إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (173) فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ
وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ
عَظِيمٍ (174)
“(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan
Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam perang Uhud). bagi orang-orang
yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang
besar.--(yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka
ada orang-orang yang mengatakan, "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan
pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka," maka perkataan
itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah
menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung."--Maka
mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak
mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah, dan Allah mempunyai
karunia yang besar.” (Qs. Ali Imran: 172-174)
Contoh lainnya adalah saat istri Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam Aisyah radhiyallahu anha dituduh oleh orang-orang munafik
dalam kisah Ifki, sehingga sebagian kaum muslimin termakan tuduhan itu, di
antaranya Misthah bin Utsatsah seorang yang biasa mendapatkan santunan dari Abu
Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu anhu, maka Abu Bakar bersumpah tidak akan
memberikan santunan lagi kepada Misthah, maka Allah menurunkan ayat
memerintahkan untuk memaafkan Misthah dan memberikan santunan lagi kepadanya,
Dia berfirman,
وَلَا
يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ
وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ
أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan
kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan)
kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang
berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada.
Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nuur: 22)
Ketika Abu Bakar mendengar ayat ini, ia berkata, “Demi
Allah, wahai Rabb kami, kami ingin Engkau mengampuni kami.” Lalu Abu Bakar
memberikan santunan lagi seperti biasanya (Lihat Shahih Bukhari 8/347).
2. Kejujuran
iman, ucapan, dan perbuatan mereka
Imam Bukhari
meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Anas radhiyallahu 'anhu ia
berkata, “Pamanku Anas bin An Nadhr tidak hadir dalam perang Badar. Ia berkata,
“Wahai Rasulullah, aku pernah tidak hadir dalam peperangan pertama yang engkau
lakukan terhadap orang-orang musyrik. Sungguh, jika Allah menghadirkan aku
dalam peperangan dengan kaum musyrik, tentu Allah akan melihat apa yang aku
lakukan.” Ketika tiba perang Uhud, dan kaum muslimin terpukul mundur, ia
berkata, “Ya Allah, aku meminta uzur kepadamu terhadap perbuatan mereka ini
–yakni kawan-kawannya-, dan aku berlepas diri kepada-Mu dari mereka ini,” yakni
kaum musyrik. Ia kemudian maju, lalu ditemui Sa’ad bin Mu’adz, kemudian ia
berkata kepadanya, “Wahai Sa’ad bin Mu’adz! Surga. Demi Tuhan si Nadhr,
sesungguhnya aku mencium wanginya di balik Uhud.” Sa’ad berkata, “Aku tidak
sanggup melakukan seperti yang dilakukannya.” Anas berkata, “Ketika itu kami
dapati dirinya dipenuhi 80 lebih sabetan pedang, tusukan tombak, atau lemparan
panah. Kami temukan dia telah terbunuh dan dicincang oleh kaum musyrik. Tidak
ada yang mengetahuinya selain saudarinya berdasarkan jari-jamarinya.” Anas
melanjutkan kata-katanya, “Kami mengira atau menyangka bahwa ayat (tersebut)
ini turun berkenaan dengan dirinya dan orang yang semisalnya,
مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang
menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah…dst.” (Terj. QS. Al Ahzaab: 23).
3.
Zuhudnya mereka terhadap dunia
Disebutkan
dalam kitab Az Zuhd karya Ibnul Mubarak, telah menceritakan kepada kami
Ma’mar dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya, ia berkata, “Umar pernah datang ke
Syam, lalu disambut oleh para gubernur dan kaum bangsawan, Beliau bertanya, “Di
mana saudaraku Abu Ubaidah?” Mereka menjawab, “Sekarang ia akan datang.” Lalu
Abu Ubaidah datang mengendarai unta yang bertali kekang sambil memberi salam,
kemudian ia berkata kepada orang banyak, “Silahkan kalian meninggalkan kami.”
Lalu Umar pergi bersama Abu Ubaidah hingga tiba di rumahnya dan tinggal di
sana. Ternyata Umar hanya melihat di rumahnya pedang, perisai, dan pelana.”
Umar berkata, “Seandainya saja engkau memiliki perabot atau sesuatu di
rumahmu?” Abu Ubaidah menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, semua inilah yang
mengantarkan kita ke tempat peristirahatan (kuburan).” (Siyar A’lamin Nubala
1/16).
4. Keberanian
Dalam perang Badar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, “Bangkitlah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi!”
Maka Umair bin Al Hammam Al Anshariy berkata, “Wahai Rasulullah, apakah surga
itu seluas langit dan bumi?” Beliau menjawab, “Ya.” Ia pun berkata, “Wah! Wah!”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam balik bertanya, “Apa yang membuatmu
mengatakan ‘wah-wah’?” Ia menjawab, “Tidak apa-apa wahai Rasulullah, demi
Allah, saya hanya berharap termasuk penghuninya.” Beliau bersabda, “Engkau
termasuk penghuninya.” Lalu ia pun mengeluarkan beberapa butir kurma dari
kantong anak panah dan memakan kurma itu, kemudian berkata, “Jika aku masih
hidup sampai habis kurma-kurma ini, berarti hal itu adalah kehidupan yang
panjang,” ia pun melempar kurma yang ada padanya lalu maju berperang hingga
tewas.” (Hr. Muslim)
Dalam perang Yamamah, Bani Hanifah para pembela Musailmah
Al Kadzdzab menutup benteng mereka, lalu para sahabat mengepungnya, maka Barra
bin Malik (saudara Anas bin Malik) radhiyallahu anhu berkata, “Wahai kaum muslimin, jatuhkanlah aku
ke dalam benteng mereka!” Lalu kaum muslimin menaikkannya ke atas tameng dan
mengangkatnya dengan tombak dan berhasil menjatuhkannya ke dalam benteng dari
atas pagarnya, ia pun melawan mereka di dekat pintu benteng hingga berhasil
membuka pintu itu dan kaum muslimin berhasil masuk ke dalamnya dan membunuh
penduduk Yamamah yang murtad hingga akhirnya mereka berhasil membunuh
Musailamah Al Kadzdzab la’natullah alaihi.
Imam Adz Dzahabiy rahimahullah berkata, “Sampai
berita kepada kami bahwa Al Barra pada saat memerangi pasukan Musailamah
meminta kawan-kawannya menaikkannya ke atas tameng di atas tombak-tombak mereka
dan menjatuhkannya ke dalam benteng, lalu ia menyerang musuh dan memerangi
mereka hingga berhasil membuka pintu benteng, sehingga ia terluka ketika itu
delapan puluh lebih luka, sehingga Khalid bin Walid mengobatinya selama
sebulan.” (Siyar A’lamin Nubala 1/196).
Bersambung…
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’:
At
Tarbiyah Ala Manhaj Ahlissunnah wal Jama’ah (Dr. Ahmad Farid), Maktabah Syamilah
versi 3.45, Untaian Mutiara Hadits (Penulis), Hidayatul Insan
bitafsiril Qur’an
(Penulis), dll.
0 komentar:
Posting Komentar