بسم
الله الرحمن الرحيم
Hal-Hal Yang Dibolehkan Bagi Orang Yang Shalat (3)
Segala puji bagi Allah
Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut lanjutan
pembahasan tentang hal-hal yang dibolehkan bagi orang yang shalat, semoga Allah
menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
aamin.
Hal-Hal Yang Dibolehkan
Bagi Orang Yang Shalat
8. Mengingatkan imam
yang lupa bacaan
Apabila ada ayat yang
terlupakan oleh imam, maka makmum mengingatkan dengan menyebutkan ayat itu,
baik ia membacakan ukuran yang wajib atau tidak.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu
anhuma, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat dan membaca ayat
di dalamnya, lalu ada ayat yang tersamarkan oleh Beliau. Seusai shalat, maka
Beliau bertanya kepada Ubay, “Apakah engkau hadir bersama kami?” Ia menjawab,
“Ya.” Beliau bersabda, “Apa yang menghalangimu untuk mengingatkanku?” (Hr. Abu
Dawud dan lainnya, Haitsami dalam Al Majma’ menyatakan bahwa para
perawinya ditsiqahkan, dan dinyatakan isnadnya shahih oleh Al Albani dalam Shifatush
Shalah hal. 128)
9. Memuji Allah ketika
bersin atau ketika mendapatkan nikmat[i]
Dari Rifa’ah bin Rafi ia
berkata, “Aku pernah shalat di belakang Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, lalu aku bersin dan mengucapkan “Alhamdulillahi hamdan katsiran
thayyiban mubarakan fiih kamaa yuhibbu Rabbunaa wa yardhaa,” (artinya:
segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, dan penuh berkah
sebagaimana yang dicintai Rabb kami dan diridhai-Nya). Setelah Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam selesai shalat, maka Beliau bersabda, “Siapa yang
mengucapkan kalimat tadi dalam shalat?” Ketika itu tidak ada yang menjawab,
lalu Beliau bertanya lagi yang kedua kalinya, namun tidak juga ada yang
menjawab, pada saat Beliau bertanya yang ketiga kalinya, maka Rifa’ah berkata,
“Aku wahai Rasulullah,” Beliau bersabda, “Demi Allah yang jiwa Muhammad di
Tangan-Nya. Sungguh ada tiga puluh malaikat lebih yang berebut hendak
membawanya ke atas langit.” (Hr. Nasa’i, Tirmidzi, dan diriwayatkan pula oleh
Bukhari namun dengan lafaz yang lain. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Al
Albani).
10. Bersujud di atas
pakaian orang yang shalat atau sorbannya karena ada uzur.
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu anhuma, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam shalat mengenakan
satu pakaian, dimana dengan kelebihan pakaian itu Beliau menjaga dirinya dari
panas dan dinginnya tanah. (Hr. Ahmad, dan dinyatakan hasan lighairihi oleh
pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah)
Jika tidak ada uzur,
maka hukumnya makruh.
11. Beberapa amal
lainnya yang boleh dilakukan dalam shalat.
Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan beberapa amal lainnya yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam dalam shalat, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam pernah shalat sedangkan Aisyah radhiyallahu anha melintang di antara
Beliau dengan kiblat. Ketika Beliau sujud, maka Beliau menyentuhkan tangannya
kepada Aisyah, lalu ia menarik kakinya, dan ketika Beliau bangun, maka Aisyah
melepas kembali kakinya. Demikian pula pernah Beliau shalat, lalu datang setan
untuk memutuskan shalatnya, maka Beliau segera menangkap dan mencekiknya hingga
mengalir air liurnya di tangan Beliau. Beliau juga pernah shalat di atas mimbar[ii]
dan ruku di atasnya. Ketika hendak sujud, maka Beliau mundur ke belakang dan
sujud di tanah, lalu naik lagi. Beliau juga pernah shalat ke dinding, kemudian
ada hewan yang hendak lewat di hadapan Beliau, maka Beliau berusaha menolaknya
sehingga perut Beliau menempel dengan dinding dan hewan itu lewat di belakang
Beliau. Beliau juga pernah shalat, lalu datang dua anak perempuan Bani Abdul
Muththalib yang berkelahi, maka Beliau memegang tangan keduanya dan memisahkannya
ketika shalat. Dalam lafaz Ahmad disebutkan, bahwa kedua anak perempuan itu
memegang lutut Nabi shallallahu alaihi wa sallam, lalu Beliau melerai atau
memisahkan keduanya tanpa berpaling. Beliau juga pernah shalat, lalu ada anak
yang hendak lewat di hadapannya, maka Beliau berisyarat dengan tangannya agar
kembali, maka anak itu pun kembali. Demikian pula ada anak perempuan yang
hendak lewat di hadapan Beliau, maka Beliau berisyarat begini atau begitu, lalu
anak itu tetap lewat. Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selesai
shalat, maka Beliau bersabda, “Wanita itu lebih unggul.” Hal itu disebutkan
Imam Ahmad, dan ada dalam kitab Sunan.
Beliau juga pernah
meniup dalam shalat. Adapun hadits bahwa meniup dalam shalat adalah sebuah
ucapan, maka tidak ada dasarnya dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
disebutkan oleh Sa’id dalam Sunannya dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu namun
itu perkataannya saja –jika shahih-.
Beliau juga pernah
menangis dalam shalat dan pernah berdehem.
Ali bin Abi Thalib
pernah berkata, “Aku punya waktu khusus menemui Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam. Ketika aku menemuinya, maka aku meminta izin. Jika aku mendapatkan
Beliau dalam keadaan shalat, maka Beliau berdehem, lalu aku masuk, dan jika aku
mendapatkan Beliau dalam keadaan senggang, maka Beliau mengizinkanku masuk.”
(Disebutkan oleh Nasa’i dan Ahmad. Dalam lafaz Ahmad disebutkan, “Aku punya
waktu di malam dan siang hari untuk menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam. Ketika aku menemuinya dalam keadaan shalat, maka Beliau berdehem.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad. Oleh karenanya ia (Imam Ahmad) juga berdehem dalam
shalatnya dan tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang membatalkan shalat).
Nabi shallalahu alaihi
wa sallam terkadang shalat tanpa sandal dan terkadang mengenakan sandal,
demikian yang dikatakan Ibnu Umar. Beliau juga memerintahkan shalat mengenakan
sandal untuk menyelisihi orang-orang Yahudi.
Terkadang Beliau shalat
dengan satu pakaian, terkadang dengan dua pakaian, dan inilah yang lebih sering.
12. Membaca dari mushaf.
Dzakwan maula (budak
yang dimerdekakan) Aisyah pernah mengimami Aisyah pada bulan Ramadhan dengan
melihat mushaf. (Diriwayatkan oleh Malik. Kebolehan tentang hal ini juga
merupakan pendapat ulama madzhab Syafi’i).
Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Kalau seseorang terkadang membalik lembaran mushaf dalam shalat, maka
shalatnya tidak batal, dan kalau sekiranya ia melihat tulisan selain Al Qur’an
dan mengulang-ulang yang ada di sana dalam dirinya, maka tidak batal shalatnya
meskipun lama, akan tetapi makruh. Demikian yang dinyatakan Imam Syafi’i dalam Al
Imla.”
13. Sibuknya hati dengan
perkara di luar shalat
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
إِذَا نُودِيَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ،
وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعَ الأَذَانَ، فَإِذَا قُضِيَ الأَذَانُ أَقْبَلَ،
فَإِذَا ثُوِّبَ بِهَا أَدْبَرَ، فَإِذَا قُضِيَ التَّثْوِيبُ، أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطِرَ
بَيْنَ المَرْءِ وَنَفْسِهِ، يَقُولُ: اذْكُرْ كَذَا وَكَذَا، مَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ،
حَتَّى يَظَلَّ الرَّجُلُ إِنْ يَدْرِي كَمْ صَلَّى، فَإِذَا لَمْ يَدْرِ أَحَدُكُمْ
كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَوْ أَرْبَعًا، فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ
“Apabila
azan dikumandangkan, maka setan pergi dengan cepat sampai buang angin sehingga
tidak mendengar suara azan. Ketika azan selesai, ia datang kembali. Saat Iqamat
dikumandangkan, maka setan pergi dengan cepat, dan ketika iqamat selesai ia
datang kembali hingga membisikkan sesuatu ke dalam hatinya dengan mengingatkan
ini dan itu yang sebelumnya ia tidak ingat, sehingga seseorang menjadi tidak
ingat berapa rakaat shalat yang sudah dikerjakannya. Jika seseorang tidak ingat
berapa jumlah rakaat shalatnya; apakah masih tiga atau sudah empat, maka
sujudlah dua kali ketika duduk.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Umar pernah berkata,
“Saya sempat (memikirkan) untuk menyiapkan pasukan ketika shalat.”
Meskipun shalatnya dalam
keadaan di atas sah (namun pahalanya sesuai kekhusyuan), tetapi sepatutnya
seorang yang shalat menghadapkan hatinya kepada Rabbnya dan menyingkirkan
berbagai fikiran; menggantinya dengan mentadabburi ayat yang dibacanya,
meresapi dzikir yang dibacanya dan memahami hikmah setiap gerakan shalat,
karena tidaklah dicatat pahala pada shalat seseorang selain yang ia khusyu di
dalamnya.
Dalam Sunan Abu Dawud,
Nasa’i, dan Ibnu Hibban dari Ammar bin Yasir ia berkata, “Aku mendengar
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلَّا عُشْرُ صَلَاتِهِ
تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا»
“Sesungguhnya
seseorang ketika selesai shalat, maka pahala yang dicatat untuknya bisa
sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima,
seperempat, sepertiga, atau separuhnya.” (Dihasankan oleh Al Albani)
Abu Dawud juga
meriwayatkan dari Zaid bin Khalid, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
«مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا
يَسْهُو فِيهِمَا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»
“Barang
siapa yang berwudhu, lalu ia memperbaiki wudhunya, kemudian shalat dua rakaat
yang di dalamnya ia tidak lalai, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu.” (Dihasankan oleh Al Albani)
Imam Muslim meriwayatkan
dari Utsman bin Abil Ash ia berkata, “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya setan menghalangi diriku dengan shalatku dan bacaanku, ia
membuatku samar terhadapnya, maka Beliau bersabda,
ذَاكَ شَيْطَانٌ يُقَالُ لَهُ خَنْزَبٌ، فَإِذَا
أَحْسَسْتَهُ فَتَعَوَّذْ بِاللهِ مِنْهُ، وَاتْفِلْ عَلَى يَسَارِكَ ثَلَاثًا
“Itu
adalah setan Khinzib. Jika engkau merasakan demikian, maka berlindunglah kepada
Allah daripadanya dan meludahlah ke kirimu tiga kali.”
Utsman berkata, “Maka
aku lakukan hal itu, lalu Allah menghilangkan gangguan itu dariku.”
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
“Allah Azza wa Jalla berfirman,
قَسَمْتُ
الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ فَنِصْفُهَا لِي وَنِصْفُهَا
لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ يَقْرَأُ الْعَبْدُ فَيَقُولُ{ الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ } فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَمِدَنِي
عَبْدِي فَيَقُولُ{ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ } فَيَقُولُ اللَّهُ أَثْنَى عَلَيَّ
عَبْدِي فَيَقُولُ{ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ } فَيَقُولُ مَجَّدَنِي عَبْدِي
وَهَذَا لِي وَبَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي{ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِينُ } وَآخِرُ السُّورَةِ لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ يَقُولُ{
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ}
“Aku membagi shalat (Al Fatihah) antara Aku
dan hamba-Ku menjadi dua bagian, separuhnya untuk-Ku dan separuhnya untuk
hamba-Ku, dan hamba-Ku berhak mendapat apa yang ia minta. Jika seorang hamba
membaca, Al Hamdulillahi Rabbil ‘aalamiin, Allah Tabaraka wa Ta'ala
berfirman, “Hamba-Ku memuji-Ku.” Jika hamba membaca, "Ar Rahmaanir
Rahiim," Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "Hamba-Ku
memujaku." Jika hamba membaca, "Maaliki yaumiddin, "
Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman, "HambaKu mengagungkanKu, dan ini
untuk-Ku, sedangkan antara Aku dan hamba-Ku, “Iyyaaka na’budu wa iyyaka
nasta’iin,” dan hingga akhir surat untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku berhak
mendapatkan apa yang ia minta, ia membaca, “Ihdinash shiraathal
mustaqiim-Shiraathalladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhuubi ‘alaihim
waladh dhaalliin." (HR. Tirmidzi dan ia menghasankannya, dan
dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Ibnu Majah no. 838)
Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Fiqhus Sunnah (Syaikh
Sayyid Sabiq), Maktabah Syamilah versi 3.45, Mausu’ah
Haditsiyyah (http://hdith.com
), Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud (Muhammad Asyraf Al Azhim Abadi), dll.
[i] Adapun menahan
nguap, maka dianjurkan. Dalam Shahih Bukhari dari Abu Hurairah
radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila
salah seorang di antara kamu menguap dalam shalat, maka tahanlah semampunya,
dan jangan katakan “Haa” karena hal itu dari setan, ia tertawa karenanya.
[ii] Ketika itu mimbar Beliau terdiri dari tiga
tangga. Beliau shalat di atas mimbar adalah agar terlihat oleh orang-orang yang
shalat di belakangnya, sehingga mereka dapat belajar shalat dari Beliau.
0 komentar:
Posting Komentar