بسم
الله الرحمن الرحيم
Adab Terhadap Hewan
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
pembahasan tentang adab terhadap hewan, semoga Allah menjadikan penyusunan
risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Pengantar
Allah
Subhanahu wa Ta’ala melebihkan manusia di atas sekalian makhluk-Nya, Dia
berfirman,
وَلَقَدْ
كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ
مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.”
(Qs. Al Isra: 70)
Demikian
pula menundukkan hewan-hewan untuk memenuhi kebutuhannya. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
وَالْأَنْعَامَ
خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ (5) وَلَكُمْ
فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ (6) وَتَحْمِلُ
أَثْقَالَكُمْ إِلَى بَلَدٍ لَمْ تَكُونُوا بَالِغِيهِ إِلَّا بِشِقِّ الْأَنْفُسِ
إِنَّ رَبَّكُمْ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ (7) وَالْخَيْلَ وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ
لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (8)
“Dia
telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang
menghangatkan dan berbagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan.--Kamu
memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke
kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan.--Dan ia memikul
beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya,
melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang menyusahkan) diri. Sesungguhnya
Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,-- Dia telah menciptakan
kuda, bagal, dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya)
perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.” (Qs. An Nahl: 5-8)
Imam
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah
radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَا رَجُلٌ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا قَالَ فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْر
”Ketika
seseorang sedang berjalan, ia pun merasakan kehausan, lalu turun ke sumur dan
meminum airnya. Kemudian keluar darinya, ternyata dilihatnya ada seekor anjing
yang menjulurkan lidahnya; menjilat-jilati tanah karena kehausan. Orang itu
berkata, “Sungguh, binatang ini kehausan seperti yang aku rasakan,” maka orang itu
mengisi air ke dalam sepatunya dan menahannya dengan mulutnya, lalu memanjat ke
atas dan memberi minum anjing itu, Allah pun berterima kasih kepadanya dan
mengampuni dosanya.” Lalu
para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami akan mendapatkan pahala
dalam (mengasihi) binatang?” Beliau menjawab, “Pada setiap yang berhati basah
ada pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam
hadits di atas terdapat perintah berbuat baik kepada hewan, dan bahwa hal
tersebut dapat mendatangkan ampunan Allah.
Adab
Terhadap Hewan
1.
Bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla atas nikmat diciptakan dan ditundukkan-Nya
hewan-hewan itu untuk kita.
Oleh
karena itu, ia gunakan nikmat itu untuk ketaatan kepada-Nya, bukan untuk
kemaksiatan, dan tidak membuatnya lalai dari menjalankan kewajiban yang
dibebankan kepadanya, serta mengeluarkan haknya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ
عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Wahai
orang-orang beriman! Janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang rugi.” (Qs. Al Munafiqun: 9)
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
الْخَيْلُ
ثَلَاثَةٌ: هِيَ لِرَجُلٍ وِزْرٌ، وَهِيَ لِرَجُلٍ سِتْرٌ، وَهِيَ لِرَجُلٍ
أَجْرٌ، فَأَمَّا الَّتِي هِيَ لَهُ وِزْرٌ، فَرَجُلٌ رَبَطَهَا رِيَاءً وَفَخْرًا
وَنِوَاءً عَلَى أَهْلِ الْإِسْلَامِ، فَهِيَ لَهُ وِزْرٌ، وَأَمَّا الَّتِي هِيَ
لَهُ سِتْرٌ، فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ، ثُمَّ لَمْ يَنْسَ حَقَّ
اللهِ فِي ظُهُورِهَا وَلَا رِقَابِهَا، فَهِيَ لَهُ سِتْرٌ وَأَمَّا الَّتِي هِيَ
لَهُ أَجْرٌ، فَرَجُلٌ رَبَطَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ لِأَهْلِ الْإِسْلَامِ، فِي
مَرْجٍ وَرَوْضَةٍ، فَمَا أَكَلَتْ مِنْ ذَلِكَ الْمَرْجِ، أَوِ الرَّوْضَةِ مِنْ
شَيْءٍ، إِلَّا كُتِبَ لَهُ، عَدَدَ مَا أَكَلَتْ حَسَنَاتٌ، وَكُتِبَ لَهُ،
عَدَدَ أَرْوَاثِهَا وَأَبْوَالِهَا، حَسَنَاتٌ، وَلَا تَقْطَعُ طِوَلَهَا
فَاسْتَنَّتْ شَرَفًا، أَوْ شَرَفَيْنِ، إِلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ عَدَدَ
آثَارِهَا وَأَرْوَاثِهَا حَسَنَاتٍ، وَلَا مَرَّ بِهَا صَاحِبُهَا عَلَى نَهْرٍ،
فَشَرِبَتْ مِنْهُ وَلَا يُرِيدُ أَنْ يَسْقِيَهَا، إِلَّا كَتَبَ اللهُ لَهُ،
عَدَدَ مَا شَرِبَتْ، حَسَنَاتٍ
“Kuda
itu ada tiga macam, yaitu: (1) kuda yang pemiliknya mendapatkan dosa, (2) kuda
yang menjadi perisai (dari neraka) bagi pemiliknya, dan (3) kuda yang
pemiliknya mendapatkan pahala. Kuda yang pemiliknya mendapatkan dosa adalah
kuda yang ditambat karena riya, sombong, dan untuk memusuhi Islam, maka kudanya
itu membuat dirinya mendapatkan dosa. Kuda yang menjadi perisai (dari neraka)
bagi pemiliknya adalah kuda yang ditambat di jalan Allah, ia tidak melupakan
hak Allah baik sebagai kendaraan angkutan maupun sebagai tunggangan, maka
kudanya itu menjadi perisainya dari neraka. Adapun kuda yang menghasilkan
pahala adalah kuda yang ditambat di jalan Allah untuk membela kaum muslimin,
yang diberi makan di padang rumput dan di taman. Tidaklah kuda itu memakan
rerumputan di padang rumput atau di taman melainkan akan dicatat beberapa
kebaikan sesuai rerumputan yang dimakannya, demikian pula akan dicatat beberapa
kebaikan sebanyak kotoran dan kencing yang dikeluarkannya, dan tidaklah ia
menaiki satu atau dua bukit, melainkan Allah akan mencatat beberapa kebaikan
sebanyak jejak-jejak dan kotoran yang dikeluarkannya, demikian pula tidaklah
kuda itu melewati sungai, lalu meminum airnya meskipun pemiliknya tidak
bermaksud memberinya minum melainkan Allah akan mencatat beberapa kebaikan sejumlah
air yang diminumnya.” (Hr. Muslim)
2.
Mengasihi binatang dengan memberinya makan dan minum,
atau mengobatinya ketika sakit.
Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
“Pada setiap
yang berhati basah ada pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
اِرْحَمُوْا
مَنْ فِي الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Sayangilah makhluk yang ada di bumi, maka Dzat yang ada
di atas langit (Allah) akan menyayangimu.” (Hr. Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 3522)
«دَخَلَتِ امْرَأَةٌ النَّارَ فِي هِرَّةٍ
رَبَطَتْهَا، فَلَمْ تُطْعِمْهَا، وَلَمْ تَدَعْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ
الأَرْضِ»
“Ada seorang wanita yang masuk neraka karena seekor
kucing yang diikatnya; ia tidak memberinya makan dan tidak melepasnya memakan
serangga bumi.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ
يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ،
إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ»
“Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau tumbuhan,
lalu dimakan burung, manusia, atau hewan melainkan menjadi sedekah baginya.”
(Hr. Muslim)
Seorang sahabat mulia, Abu Qatadah Al Anshari pernah
melihat seekor kucing hendak meminum air, maka ia memiringkan bejananya agar
kucing itu dapat meminum airnya.
3. Tidak membebaninya di luar kesanggupannya.
Suhail
bin Al Hanzhaliyyah berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
melewati seekor unta yang punggung dan perutnya dekat (kurus), maka Beliau
bersabda,
اتَّقُوا اللَّهَ فِي هَذِهِ الْبَهَائِمِ الْمُعْجَمَةِ فَارْكَبُوهَا صَالِحَةً وَكُلُوهَا صَالِحَةً *
“Bertakwalah
kepada Allah terhadap binatang yang tidak bisa bicara ini, tunggangilah dengan cara yang
baik dan makanlah dengan cara yang baik.” (HR. Abu Dawud dan dihasankan
sanadnya oleh Al Arnaa’uth)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّ
اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ، وَيَرْضَى بِهِ،
وَيُعِينُ عَلَيْهِ مَا لَا يُعِينُ عَلَى الْعُنْفِ، فَإِذَا رَكِبْتُمْ هَذِهِ
الدَّوَابَّ الْعُجْمَ فَأَنْزِلُوهَا مَنَازِلَهَا، فَإِنْ كَانَتِ الْأَرْضُ
جَدْبَةً فَانْجُوا عَلَيْهَا بِنِقْيِهَا، وَعَلَيْكُمْ بِسَيْرِ اللَّيْلِ،
فَإِنَّ الْأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ، مَا لَا تُطْوَى بِالنَّهَارِ،
وَإِيَّاكُمْ وَالتَّعْرِيسَ عَلَى الطَّرِيقِ، فَإِنَّهَا طُرُقُ الدَّوَابِّ،
وَمَأْوَى الْحَيَّاتِ»
“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala Mahalembut dan
menyukai kelembutan, meridhainya, serta memberinya bantuan tidak seperti
terhadap sikap kasar. Jika kalian menunggangi hewan yang tidak bisa bicara ini,
maka istirahatkanlah di tempat yang tepat. Jika kamu berada di tanah gersang,
maka percepatlah perjalananmu (sebelum hewanmu lapar). Lakukanlah perjalanan di
malam hari, karena bumi dilipat di malam harinya tidak seperti di siang hari.
Jauhilah olehmu berhenti di akhir malam di tengah jalan, karena itu jalan hewan
dan tempat tinggal ular.” (Hr. Malik dan Thabrani dalam Al Kabir,
dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 1770).
Suatu
hari Aisyah radhiyallahu anha menaiki unta dan merasakan kesulitan terhadapnya,
lalu ia menarik-narik unta itu, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda kepadanya,
«عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ»
“Hendaknya
engkau bersikap lembut kepadanya.” (Hr. Muslim)
4.
Tidak menyiksa hewan atau menyakitinya.
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَانْطَلَقَ لِحَاجَتِهِ فَرَأَيْنَا حُمَّرَةً مَعَهَا فَرْخَانِ فَأَخَذْنَا فَرْخَيْهَا فَجَاءَتِ الْحُمَرَةُ فَجَعَلَتْ تُفَرِّشُ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَنْ فَجَعَ هَذِهِ بِوَلَدِهَا رُدُّوا وَلَدَهَا إِلَيْهَا وَرَأَى قَرْيَةَ نَمْلٍ قَدْ حَرَّقْنَاهَا فَقَالَ مَنْ حَرَّقَ هَذِهِ قُلْنَا نَحْنُ قَالَ إِنَّهُ لَا يَنْبَغِي أَنْ يُعَذِّبَ بِالنَّارِ إِلَّا رَبُّ النَّارِ *
Dari
Abdurrahman bin ‘Abdullah dari ayahnya, ia berkata, “Kami pernah bersafar
bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu Beliau pergi karena
suatu keperluan, tiba-tiba kami melihat seekor induk burung bersama dua
anaknya, kemudian kami mengambil dua anaknya itu (ketika burung itu tidak ada),
lalu burung itu datang (mencari anaknya) dengan mengepak-ngepakkan sayapnya,
ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang, Beliau bersabda, “Siapa yang
menyakiti burung ini karena diambil anaknya, kembalikanlah anak-anaknya
kepadanya!” Beliau juga pernah
melihat sarang semut yang kami bakar, maka Beliau bersabda, “Siapa yang
membakarnya?” kami menjawab, “Kami”,
lalu Beliau bersabda, “Sesungguhnya tidak berhak menyiksa dengan api kecuali Rabb
pemilik api (Allah).” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan dishahihkan isnadnya oleh Al
Arnaa’ut).
5. Boleh memberi
tanda pada hewan ternak untuk suatu maslahat, namun tidak di bagian wajahnya.
Imam Muslim
meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Jabir radhiyallahu anhu ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam
pernah melewati seekor
keledai yang ditandai (dengan besi panas) pada bagian wajahnya, maka Beliau
bersabda,
«لَعَنَ اللهُ الَّذِي
وَسَمَهُ»
“Allah
melaknat orang yang memberi tanda dengan besi panas (di wajah hewan).”
Syaikh Abu
Bakar Al Jazairiy berkata, “Boleh memberi tanda pada telinga hewan ternak
karena suatu maslahat, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah memberi tanda
pada unta-unta zakat. Adapun selain hewan ternak, yakni selain unta, sapi, dan
kambing, maka tidak boleh diberi tanda (dengan besi panas) berdasarkan sabda
Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat
melihat keledai yang diberi tanda dengan besi panas di wajahnya, “Allah
melaknat orang yang memberi tanda hewan ini di wajahnya.” (Minhajul
Muslim hal. 92).
6. Tidak
menjadikan hewan sebagai sasaran lemparan
Imam Muslim
meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Sa’id bin Jubair ia berkata, “Ibnu
Umar pernah melewati remaja-remaja Quraisy yang telah mengikat burung sambil
mereka lempari panah. Mereka juga menjadikan permainan tersebut sebagai ajang
taruhan. Ketika mereka melihat Ibnu Umar, maka mereka pergi berpencar, lalu
Ibnu Umar berkata, “Siapakah yang melakukan perbuatan ini? Allah melaknat
orang yang melakukan perbuatan ini! Sesungguhnya Allah melaknat orang yang
menjadikan sesuatu yang memiliki ruh sebagai sasaran!”
Hisyam bin
Zaid bin Anas bin Malik berkata, “Aku bersama kakekku Anas bin Malik pernah
masuk ke area Al Hakam bin Ayyub. Di sana terdapat orang-orang yang mengikat
ayam dan menjadikannya sebagai sasaran. Anas pun berkata, “Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam melarang hewan dipancang (untuk dijadikan
sasaran).” (Hr. Muslim)
7. Bersikap
lembut kepada hewan ketika menyembelihnya
Seorang muslim
tidak menyembelih hewan dan memburunya kecuali dengan sebab syar’i. Ia juga bersikap lembut dan bebuat ihsan kepadanya. Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ كَتَبَ
اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ
وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ
وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ .
"Sesungguhnya Allah telah
menetapkan berbuat baik dalam segala sesuatu. Jika kamu membunuh, maka bunuhlah
dengan cara yang baik. Jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang
baik, dan hendaklah salah seorang di antara kamu mengasah pisaunya dan
menyenangkan hewan sembelihannya." (HR. Muslim dari Syaddad bin Aus)
مَنْ رَحِمَ وَ لَوْ ذَبِيْحَةَ عُصْفُوْرٍ رَحِمَهُ اللهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang bersikap sayang meskipun dalam
menyembelih burung kecil, maka Allah akan merahmatinya pada hari Kiamat.” (Hr.
Bukhari dalam Al Adab, Thabrani dalam Al Kabir, dan Adh Dhiya
dari Abu Umamah, dihasankan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 6261)
8. Bolehnya membunuh hewan-hewan yang mengganggu,
seperti anjing galak (suka menggigit), srigala, ular, kalajengking, tikus dsb. Demikian
pula disyariatkan membunuh cicak atau tokek.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
خَمْسٌ فَوَاسِقُ، يُقْتَلْنَ فِي الْحِلِّ وَالْحَرَمِ:
الْحَيَّةُ، وَالْغُرَابُ الْأَبْقَعُ، وَالْفَأْرَةُ، وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ،
وَالْحُدَيَّا
“Ada lima hewan fasik yang boleh dibunuh di tanah halal
dan tanah haram (suci), yaitu: ular, burung gagak belang (yang di punggung dan
perutnya ada warna putih), tikus, anjing galak, dan hudayya (burung sejenis rajawali).”
(Hr. Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat Bukhari (no. 3314) disebutkan kalajengking.
Dari Ummu Syuraik, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menyuruhnya membunuh cicak. (Hr. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,
«مَنْ قَتَلَ وَزَغَةً
فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً، وَمَنْ قَتَلَهَا فِي
الضَّرْبَةِ الثَّانِيَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً، لِدُونِ الْأُولَى،
وَإِنْ قَتَلَهَا فِي الضَّرْبَةِ الثَّالِثَةِ فَلَهُ كَذَا وَكَذَا حَسَنَةً،
لِدُونِ الثَّانِيَةِ»
“Barang siapa yang membunuh cicak sekali pukul, maka ia
mendapatkan sekian kebaikan dan sekian kebaikan. Barang siapa yang membunuh cicak
dua kali pukul, maka ia mendapatkan sekian kebaikan dan sekian kebaikan kurang
dari yang pertama. Barang siapa yang membunuh cicak tiga kali pukul, maka ia
mendapatkan sekian kebaikan dan sekian kebaikan, kurang dari yang kedua.” (Hr.
Muslim)
Di antara sebab dibunuhnya cicak adalah karena sebagai
hewan kecil yang fasik dan karena dahulu, cicak pernah membantu meniup api
untuk memperbesar apinya untuk membakar Nabi Ibrahim alaihis salam.
9. Tidak bolehnya membunuh semut, lebah, burung Hudhud,
dan burung Shurad.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata,
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى
عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ: النَّمْلَةُ، وَالنَّحْلَةُ،
وَالْهُدْهُدُ، وَالصُّرَدُ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang
membunuh empat binatang, yaitu: semut, lebah, burung Hudhud, dan burung Shurad.”
(Hr. Abu Dawud dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
Imam Malik memakruhkan membunuh semut kecuali jika
mengganggu dan tidak dapat ditolak kecuali dengan dibunuh.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
نَزَلَ نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ تَحْتَ شَجَرَةٍ،
فَلَدَغَتْهُ نَمْلَةٌ، فَأَمَرَ بِجَهَازِهِ فَأُخْرِجَ مِنْ تَحْتِهَا، ثُمَّ
أَمَرَ بِبَيْتِهَا فَأُحْرِقَ بِالنَّارِ، فَأَوْحَى اللَّهُ إِلَيْهِ: فَهَلَّا نَمْلَةً
وَاحِدَةً
“Ada seorang nabi yang singgah di bawah pohon, lalu ia
digigit semut, kemudian ia memerintahan agar barang-barangnya diangkut dan
dikeluarkan, kemudian ia perintahkan rumah semut itu dibakar, maka Allah
mewahyukan kepadanya, “Mengapa tidak engkau hukum satu semut saja?!” (Hr.
Bukhari dan Muslim).
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa
‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Mausu’ah
Haditsiyyah Mushaghgharah (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’an was
Sunnah), Maktabah Syamilah versi 3.45, http://islam.aljayyash.net
, Minhajul Muslim (Abu Bakr Jabir Al Jazairiy), Modul
Akhlak kelas 7 (Penulis), Aunul Ma’bud (Al Azim Abadi), dll.
0 komentar:
Posting Komentar