7 Dosa Besar Yang Membinasakan

بسم الله الرحمن الرحيم
Hasil gambar untuk ‫اجتنبوا السبع الموبقات‬‎
7 Dosa Besar Yang Membinasakan
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut pembahasan tentang tujuh dosa besar yang membinasakan seseorang di dunia dan akhirat, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Hadits Tujuh Dosa Besar Yang Membinasakan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ :« الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ » . 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, "Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa saja itu?" Beliau menjawab, "Syirik kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh berzina wanita yang suci mukminah yang tidak tahu-menahu." (HR. Bukhari-Muslim)
Penjelasan:
Sabda Beliau, "Jauhilah" lebih keras daripada kata-kata "Jangan kalian mengerjakan", karena larangan mendekati lebih keras daripada larangan melakukan suatu perbuatan, dimana dalam kata-kata "jauhilah" mencakup larangan segala yang dapat mendekatkan kepada perbuatan itu.
Sabda Beliau "tujuh dosa yang membinasakan" adalah tujuh dosa besar. Dikatakan "membinasakan", karena dosa-dosa tersebut menjadi sebab binasa pelakunya di dunia karena hukuman yang diakibatkan darinya dan di akhirat ia akan memperoleh azab.
Dosa besar adalah perbuatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, dimana perbuatan tersebut ada hadnya (hukumannya) di dunia, atau adanya ancaman berupa azab dan kemurkaan di akhirat atau adanya laknat terhadap pelakunya.
Syirik
Syirik adalah dosa yang paling besar. Allah mengharamkan surga bagi orang yang meninggal di atas perbuatan syirk dan mengekalkan orang itu di neraka, Dia berfirman,
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya adalah neraka, tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al Maa’idah : 72).
Syirik terbagi dua:
1. Syirk Akbar (besar),
Syirik ini bisa terjadi dalam Rububiyyah maupun dalam Uluhiyyah. Syirik dalam Rububiyyah misalnya menganggap bahwa di samping Allah Ta’ala ada juga yang ikut serta menguasai dan mengatur alam semesta. Sedangkan syirik dalam Uluhiyyah adalah dengan mengarahkan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala (baik selain Allah itu para malaikat, para nabi, orang-orang yang telah mati, kuburan, batu, keris, matahari, bulan, jin, hewan, maupun lainnya). Misalnya berdoa dan meminta kepada selain Allah, ruku dan sujud kepada selain Allah, berkurban untuk selain Allah (seperti membuat sesaji untuk jin atau penghuni kubur), bertawakkal kepada selain Allah, dan segala bentuk penyembahan/ibadah yang ditujukan kepada selain Allah Ta’ala.
2. Syirik Ashghar (kecil),
Syirik kecil adalah niat, ucapan, dan perbuatan yang dihukumi syirik oleh Islam, karena bisa mengarah kepada Syirik Akbar dan mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang. Contoh: riya, bersumpah dengan nama selain Allah, merasa sial dengan sesuatu, menisbatkan turunnya hujan karena bintang ini atau itu, tahun ini dan tahun itu.
Contoh syirik lainnya adalah meyakini ramalan bintang (zodiak), melakukan pelet, sihir atau santet, mencari (ngalap) berkah pada benda-benda yang dikeramatkan, memakai jimat, dan membaca jampi-jampi syirik. Demikian pula mengatakan “Hanya Allah dan kamu saja harapanku”, “Aku dalam lindungan Allah dan kamu”, “Dengan nama Allah dan nama fulan” dan kalimat lain yang terkesan menyamakan dengan Allah Ta’ala. Ini semua adalah syirk. Termasuk pula menaati ulama atau umara (pemerintah) ketika mengharamkan apa yang Allah halalkan atau menghalalkan apa yang Allah haramkan.
Sihir
Sihir adalah sejumlah pekerjaan setan yang dilakukan oleh pesihir berupa mantera-mantera, bertawassul (mengadakan perantara) kepada setan-setan, dan berupa kalimat yang diucapkan pesihir dengan ditambah dupa/kemenyan dan buhul-buhul yang ditiup-tiup. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul." (Terj. QS. Al Falaq: 4)
Pelaku sihir apabila hendak melakukan prakteknya, biasanya membuat buhul-buhul dari tali lalu membacakan jampi-jampi dengan meniup-niup buhul tersebut sambil meminta bantuan kepada para setan sehingga sihir itu menimpa orang yang disihirnya dengan izin Allah Ta'ala. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
"Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi madharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah." (Terj. QS. Al Baqarah: 102)
Maksud izin Allah di sini bukan berarti Allah meridhai perbuatan tersebut, karena izin itu ada dua; izin syar'i dan izin kauni. Izin syar'i adalah izin yang diridhai Allah, sedangkan izin kauniy (terkait dengan taqdir-Nya di alam semesta) yang tidak mesti diridhai Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Beberapa bentuk sihir
Sihir mempunyai pengaruh pada hati dan badan. Sihir bisa membuat orang sakit, membunuh seseorang, dan memisahkan antara suami dengan istrinya. Sungguh buruk perbuatan ini, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggolongkannya ke dalam dosa besar.
Di antara sihir ada pula yang hanya berupa tipuan, khayalan dan sulapan yang tampak oleh mata manusia padahal tidak ada hakikatnya, seperti yang dilakukan para pesulap, dan seperti yang dilakukan para pesihir Fir'aun. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى
"Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka." (Terj. QS. Thaahaa: 66)
Hukum sihir
Pada umumnya sihir tidak dapat dilakukan kecuali dengan mengerjakan perbuatan syirik, karena setan yang mengajarkan sihir kepada manusia biasanya meminta orang yang belajar sihir atau mempraktekkannya untuk melakukan perbuatan syirk, seperti berkurban untuk selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala atau beribadah kepada selain-Nya. Oleh karena itu, jumhur (mayoritas) para ulama berpendapat bahwa sihir adalah sebuah kekafiran, demikian pula mempelajarinya. Alasannya adalah firman Allah Ta'ala di surah Al Baqarah ayat 102. Hal ini jika sihirnya mengandung syirk, seperti melalui perantaraan setan, meminta bantuan kepadanya dan menggunakan bintang-bintang, dimana di dalamnya pelakunya mendekatkan diri kepada setan dengan berkurban untuk mereka atau beribadah kepada mereka.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اَلرُّقَى وَالتَّمَائِمُ وَالتِّوَلَةُ شِرْكٌ
"Ruqyah (jampi-jampi yang mengandung syirk)[i], tamimah (jimat) dan pelet adalah syirk." (Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Ash Shahiihah 331)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman had bagi pelaku sihir? Jika dalam sihirnya terdapat kesyirkkan, maka ia dibunuh sebagai murtad. Jundab berkata, "Had bagi penyihir adalah dibunuh dengan pedang (dipancung)." Bajaalah bin 'Abdah berkata, "Kami pernah menerima surat Umar radhiyallahu 'anhu setahun sebelum wafatnya yang isinya, "Bunuhlah setiap pesihir laki-laki maupun wanita."
Tetapi jika sihirnya tidak mengandung kesyirikkan, maka di antara ulama ada yang berpendapat bahwa orang tersebut dibunuh untuk mencegah bahaya yang diakibatkannya dan untuk menghindarkan gangguannya terhadap kaum muslimin, tentunya dengan memperhatikan maslahat.
Ibnu Hubairah dalam kitabnya Al Isyraaf 'alaa madzaahibil asyraaf berkata, "Apakah pelaku sihir dibunuh karena melakukan hal itu dan menggunakannya?" Imam Malik dan Ahmad mengatakan "Ya.", Imam Syafi'i dan Abu Hanifah mengatakan "Tidak.", namun jika sihir yang dilakukannya mengakibatkan tewasnya seseorang, maka menurut Imam Malik, Syafi'i dan Ahmad bahwa pelakunya dibunuh. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat, tidak dibunuh sampai ia melakukan berulang kali atau mengakui tindakan (kejahatannya) terhadap orang tertentu. Jika sudah dibunuh, maka menurut mereka semua selain Imam Syafi'i adalah sebagai hukuman had, sedangkan Imam Syafi'i berpendapat bahwa ia dibunuh karena sebagai qishas."
Jika pesihirnya adalah seorang Ahli Kitab, maka menurut Abu Hanifah bahwa ia dibunuh sebagaimana pesihir yang muslim, namun Imam Malik, Ahmad dan Syafi'i berpendapat bahwa ia tidak dibunuh karena ada kisah Lubaid bin Al A'sham yang melakukan sihir (tetapi tidak dibunuh). Para ulama juga berselisih tentang wanita muslimah yang melakukan sihir? Abu Hanifah berpendapat bahwa wanita tersebut tidak dibunuh, akan tetapi dipenjarakan. Sedangkan Imam Malik, Ahmad dan Syafi'i berpendapat bahwa ia seperti laki-laki (dibunuh). Wallahu a'lam.
Riba
Riba secara bahasa artinya bertambah. Sedangkan secara syara’ adalah penambahan pada ra'sul maal (harta pokok) sedikit atau banyak. Riba bisa juga diartikan dengan kelebihan antara nilai barang yang diberikan dengan nilai barang yang diterima.
Riba terbagi dua; Riba Nasii’ah dan Riba Fadhl.
Riba Nasii'ah artinya tambahan yang disyaratkan oleh pemberi pinjaman dari si peminjam sebagai ganti dari penundaan.
Riba Fadhl artinya terjadinya kelebihan di salah satu barang pada barang-barang yang terkena hukum riba (ribawi), yakni menjual uang dengan uang atau makanan dengan makanan dengan adanya kelebihan.
Di dalam hadits disebutkan lebih jelas pengharaman riba pada enam barang; emas, perak, bur/gandum, sya’ir, kurma dan garam. Jika barang-barang ini dijual dengan barang yang sejenis, diharamkan adanya kelebihan di antara keduanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ مِثْلٌ بِمِثْلٍ مَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الْآخِذُ وَالْمُعْطِي سَوَاءٌ
"Emas dengan emas, perak dengan perak, kurma dengan kurma, sya’ir dengan sya’ir, gandum dengan gandum, garam dengan garam, sama dan sebanding. Barang siapa menambah-nambah atau minta ditambah maka ia telah melakukan riba, baik yang mengambil atau yang meminta hukumnya sama." (HR. Ahmad dan Bukhari)
Hadits ini jelas sekali tentang haramnya menjual emas dengan emas; apa pun macamnya, perak dengan perak apa pun macamnya kecuali secara sama di samping langsung serah terima. 
Tentang riba, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Al Baqarah: 275)
Di ayat tersebut Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberitahukan bahwa orang yang bermu’amalah dengan riba tidak dapat bangkit dari kuburnya pada hari kebangkitan melainkan seperti berdirinya orang yang terkena penyakit ayan, hal ini disebabkan mereka memakan riba ketika di dunia.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam neraka kepada orang yang memakan riba. Mencabut keberkahan pada harta yang bercampur riba, yaitu pada firman-Nya “Yamhaqullahurr ribaa,” sehingga harta itu hanyalah membuat kelelahan baginya ketika di dunia, azab baginya ketika di akhirat dan ia tidak dapat mengambil manfaatnya.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga melaknat semua yang ikut serta dalam akad riba, dilaknat-Nya orang yang memberi pinjaman (yang mengambil riba), orang yang meminjam (yang akan memberikan riba), penulis yang mencatatnya dan dua saksinya. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberinya, dua saksinya dan penulisnya. Beliau juga bersabda, “Mereka sama (dosanya).”
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
اَلرِّبَا اِثْنَانِ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَدْنَاهَا مِثْلُ إِتْيَانِ الرَّجُلِ أُمَّهُ
"Riba itu memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling ringannya adalah seperti seseorang mendatangi (menggauli) ibunya." (Shahih dengan semua jalannya, diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Awsath dan lainnya dari hadits Al Barraa' bin 'Azib, hadits ini memiliki syahid-syahid dari Abu Hurairah, Sa'ad bin Zaid dan lainnya, lihat Ash Shahiihah (1871, 1433))
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Pengharaman riba lebih keras daripada pengharaman maisir, yaitu judi.”
Bahkan memakan riba adalah sifat orang-orang Yahudi yang mendapatkan laknat, lihat surat An Nisaa’: 161.
Hikmah diharamkan riba
Hikmah diharamkannya riba adalah karena di dalamnya:
    1.    Sama saja memakan harta orang lain dengan cara yang batil,
    2.    Menimbulkan peremusuhan di antara sesama dan menghilangkan ruh ta'awun (tolong-menolong)
    3.    Memadharratkan kaum fakir dan orang-orang yang membutuhkan,
    4.    Tidak bermuamalah dengan orang lain secara baik,
    5.    Menutup rapat-rapat pintu pemberian pinjaman secara baik,
    6.    Menghilangkan kerja dan usaha di mana pemakan riba bertambah hartanya tanpa kerja, padahal Islam sangat memuliakan bekerja dan menjadikannya sebagai wasilah (sarana) utama dalam mencari rizki,
    7.    Menimbulkan kemalasan bekerja.
    8.    Di dalam riba, harta bertambah berlipat ganda tanpa ada kerja atau tanpa ada ganti terhadap penambahan harta.
    9.    Wasilah yang menjadikan suatu negeri mudah dijajah.
 10.    Dll.
Memakan harta anak yatim
Tentang memakan harta anak yatim, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)." (Qs. An Nisaa': 10)
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
"Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa." (Qs. Al Israa': 34)
Para ulama berkata, "Setiap wali bagi anak yatim, jika ia fakir, lalu memakan hartanya secara ma'ruf (wajar); sesuai kepengurusannya terhadapnya untuk hal yang bermaslahat baginya dan mengembangkan hartanya, maka tidak mengapa. Adapun jika lebih di atas ma'ruf, maka sebagai suht; harta yang haram, berdasarkan firman Allah Ta'ala,
وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ
"Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. " (Qs. An Nisaa': 10)
Ada empat pendapat ulama tentang contoh memakan harta anak yatim secara ma'ruf (wajar), yaitu:
1.    Ia mengambilnya, namun sifatnya hanya sebagai pinjaman.
2.    Ia memakannya sesuai kebutuhan tanpa berlebihan.
3.    Ia mengambilnya ketika melakukan sesuatu untuk anak yatim.
4.    Ia mengambilnya ketika terpaksa. Jika ia sudah mampu, nanti akan dibayarnya, namun jika ia tidak mampu, maka menjadi halal (Lihat kitab Zaadul Masir karya Ibnul Jauzi pada tafsir ayat di atas).
Tentang keutamaan mengurus anak yatim, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
« كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِى الْجَنَّةِ » . 
"Pengurus anak yatim di surga seperti dua jari ini, baik miliknya atau milik yang lain" (HR. Muslim)
Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Mengurus anak yatim adalah dengan mengurus dan berusaha memberikan hal yang bermaslahat baginya, baik memberinya makan, pakaian dan mengembangkan hartanya jika ia memiliki harta dan mendidiknya. Namun jika ia tidak memiliki harta, maka diberi infak dan pakaian sambil mengharap keridhaan Allah Ta'ala. Keutamaan ini akan diperoleh bagi orang yang mengurus dengan hartanya sendiri atau dengan harta anak yatim dengan kewalian yang syar’i.
Maksud "miliknya atau milik yang lain" dalam hadits di atas adalah baik anak yatim itu kerabatnya atau orang lain. Contoh kerabatnya adalah jika yang mengurusnya kakeknya, saudaranya, ibunya, neneknya, pamannya, bibinya, suami ibunya, saudara laki-laki ibunya atau kerabatnya yang lain. Sedangkan maksud "orang lain" adalah orang yang tidak memiliki hubungan kerabat dengannya.
Melarikan diri dari peperangan
Ketika bertemu musuh wajib tetap bertahan dan haram melarikan diri. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Al Anfaal: 45)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ (15) وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (16)
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur).---Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan sangat buruklah tempat kembalinya. (Al Anfaal: 15-16)
Ayat-ayat di atas mewajibkan kita untuk tetap bertahan dan haramnya melarikan diri kecuali dalam salah satu di antara dua keadaan berikut:
1.       Berbalik untuk berperang lagi, yakni menarik diri mengambil posisi lain yang lebih tepat. Yakni dibolehkan pindah dari posisi yang sempit menuju posisi yang lebih luas dan dari tempat yang terbuka ke tempat yang tertutup, atau dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi dsb. yang memang bermaslahat baginya di medan perang.
2.       Bergabung dengan pasukan lain kaum muslimin, yakni bisa berperang bersama mereka atau meminta bantuan kepada mereka, baik pasukan ini dekat atau jauh. Sa’id bin Manshur meriwayatkan bahwa Umar radhiyallahu 'anhu berkata: “Kalau sekiranya Abu Ubaidah bergabung kepadaku tentu ia akan mendapatkan pasukan”, ketika itu Abu Ubaidah di Iraq, sedangkan Umar di Madinah, Umar juga berkata: “Saya pasukan bagi setiap muslim”.
Dalam dua keadaan di atas boleh bagi orang yang berperang lari dari musuh, meskipun zhahirnya merupakan melarikan diri, namun sebenarnya hal itu merupakan usaha mencari posisi yang lebih tepat untuk menghadapi musuh. Namun jika tidak karena dua hal di atas, maka melarikan diri merupakan dosa yang besar, yakni mengharuskan pelakunya mendapatkan azab yang pedih.
Menuduh wanita mukminah yang suci berzina
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ    
"Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah[ii] lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, (An Nuur: 23)
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan bahwa siapa saja yang menuduh berzina kepada wanita yang baik-baik, yang merdeka lagi suci, maka ia mendapatkan laknat di dunia dan akhirat, serta baginya azab yang besar. Di samping adanya had di dunia, yaitu 80 kali dera dan persaksiannya tidak dianggap meskipun sebagai orang yang adil.
Contoh menuduh adalah seseorang berkata kepada wanita yang merdeka, suci lagi muslimah, "Wahai pezina!" "Wahai pelacur!" atau berkata kepada suaminya, "Wahai suami pelacur!", atau berkata kepada anaknya, "Wahai anak pezina.” Jika ada yang berkata seperti itu laki-laki maupun wanita, maka ia wajib didera 80 kali, kecuali jika ia mendatangkan bukti. Buktinya adalah dengan menghadirkan empat orang saksi seperti yang difirmankan Allah Ta'ala di surat An Nuur: 4. Jika ternyata si penuduh tidak mampu mendatangkan bukti, maka ia didera apabila orang yang dituduh "laki-laki maupun wanita" menuntut hukuman dera.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah 3.45, Untaian Mutiara Hadits (Penyusun) dll.




[i] Al Khaththabiy rahimahullah berkata, "Adapun jika jampi-jampi dengan Al Qur'an atau nama-nama Allah, maka ia adalah mubah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meruqyah Hasan dan Husain radhiyallahu 'anhuma, dengan berkata:
أُعِيْذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
"Aku melindungi kamu berdua dengan kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan, burung hantu dan dari setiap mata yang membuat sakit (jasad)." (HR. Bukhari)
[ii] Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang lengah ialah wanita-wanita yang tidak pernah sekali juga teringat oleh mereka akan melakukan perbuatan yang keji itu.

0 komentar:

 

ENSIKLOPEDI ISLAM Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger