بسم الله الرحمن الرحيم
7 Dosa Besar Yang Membinasakan
Segala puji bagi Allah Rabbul
'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya,
para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma
ba'du:
Berikut pembahasan tentang tujuh dosa besar yang membinasakan
seseorang di dunia dan akhirat, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
Hadits Tujuh Dosa
Besar Yang Membinasakan
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه
- عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : « اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ
» . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ ؟ قَالَ :« الشِّرْكُ بِاللَّهِ
، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ،
وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ
، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ » .
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau
bersabda, "Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan!" Para
sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa saja itu?" Beliau menjawab,
"Syirik kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah
untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta
anak yatim, melarikan diri dari peperangan, dan menuduh berzina wanita yang
suci mukminah yang tidak tahu-menahu." (HR. Bukhari-Muslim)
Penjelasan:
Sabda
Beliau, "Jauhilah" lebih keras daripada kata-kata "Jangan
kalian mengerjakan", karena larangan mendekati lebih keras daripada
larangan melakukan suatu perbuatan, dimana dalam kata-kata "jauhilah"
mencakup larangan segala yang dapat mendekatkan kepada perbuatan itu.
Sabda Beliau
"tujuh dosa yang membinasakan" adalah tujuh dosa besar. Dikatakan
"membinasakan", karena dosa-dosa tersebut menjadi sebab binasa
pelakunya di dunia karena hukuman yang diakibatkan darinya dan di akhirat ia
akan memperoleh azab.
Dosa besar
adalah perbuatan yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, dimana perbuatan tersebut ada
hadnya (hukumannya) di dunia, atau adanya ancaman berupa azab dan kemurkaan di
akhirat atau adanya laknat terhadap pelakunya.
Syirik
Syirik adalah dosa yang paling besar. Allah mengharamkan surga bagi orang yang
meninggal di atas perbuatan syirk dan mengekalkan orang itu di neraka, Dia
berfirman,
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, dan tempatnya adalah neraka, tidak ada bagi orang-orang zalim itu
seorang penolongpun.” (QS. Al Maa’idah : 72).
Syirik terbagi dua:
1. Syirk Akbar (besar),
Syirik ini
bisa terjadi dalam Rububiyyah maupun dalam Uluhiyyah. Syirik
dalam Rububiyyah misalnya menganggap bahwa di samping Allah Ta’ala ada juga
yang ikut serta menguasai dan mengatur alam semesta.
Sedangkan syirik dalam Uluhiyyah adalah dengan mengarahkan ibadah kepada selain
Allah Subhanahu wa Ta’ala (baik selain Allah itu para malaikat, para nabi,
orang-orang yang telah mati, kuburan, batu, keris, matahari, bulan, jin, hewan, maupun
lainnya). Misalnya berdoa dan meminta kepada selain Allah, ruku dan sujud kepada
selain Allah, berkurban untuk selain Allah (seperti membuat sesaji untuk jin
atau penghuni kubur), bertawakkal kepada selain Allah, dan segala
bentuk penyembahan/ibadah yang ditujukan kepada selain Allah Ta’ala.
2. Syirik Ashghar (kecil),
Syirik kecil adalah niat, ucapan, dan
perbuatan yang dihukumi syirik oleh Islam, karena bisa mengarah kepada Syirik
Akbar dan mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang. Contoh: riya, bersumpah
dengan nama selain Allah, merasa sial dengan sesuatu, menisbatkan turunnya
hujan karena bintang ini atau itu, tahun
ini dan tahun itu.
Contoh syirik lainnya adalah meyakini
ramalan bintang (zodiak), melakukan pelet, sihir atau santet, mencari (ngalap)
berkah pada benda-benda yang dikeramatkan, memakai jimat, dan membaca jampi-jampi syirik. Demikian pula mengatakan
“Hanya Allah dan kamu saja harapanku”, “Aku dalam lindungan Allah dan kamu”,
“Dengan nama Allah dan nama fulan” dan kalimat lain yang terkesan menyamakan
dengan Allah Ta’ala. Ini semua adalah syirk. Termasuk pula menaati ulama atau
umara (pemerintah) ketika mengharamkan apa yang Allah halalkan atau
menghalalkan apa yang Allah haramkan.
Sihir
Sihir adalah sejumlah pekerjaan setan yang dilakukan oleh
pesihir berupa mantera-mantera, bertawassul (mengadakan perantara) kepada
setan-setan, dan berupa kalimat yang diucapkan pesihir dengan ditambah
dupa/kemenyan dan buhul-buhul yang ditiup-tiup. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
"Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang
menghembus pada buhul-buhul." (Terj. QS. Al Falaq: 4)
Pelaku sihir apabila hendak melakukan prakteknya,
biasanya membuat buhul-buhul dari tali lalu membacakan jampi-jampi dengan
meniup-niup buhul tersebut sambil meminta bantuan kepada para setan sehingga
sihir itu menimpa orang yang disihirnya dengan izin Allah Ta'ala. Allah
Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ
إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
"Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi madharat
dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allah."
(Terj. QS. Al Baqarah: 102)
Maksud izin Allah di sini bukan berarti Allah meridhai
perbuatan tersebut, karena izin itu ada dua; izin syar'i dan izin kauni. Izin
syar'i adalah izin yang diridhai Allah, sedangkan izin kauniy (terkait dengan
taqdir-Nya di alam semesta) yang tidak mesti diridhai Allah Subhaanahu wa
Ta'ala.
Beberapa bentuk sihir
Sihir mempunyai pengaruh pada hati dan badan. Sihir bisa
membuat orang sakit, membunuh seseorang, dan memisahkan antara suami dengan
istrinya. Sungguh buruk perbuatan ini, sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam menggolongkannya ke dalam dosa besar.
Di antara sihir ada pula yang hanya berupa tipuan,
khayalan dan sulapan yang tampak oleh mata manusia padahal tidak ada
hakikatnya, seperti yang dilakukan para pesulap, dan seperti yang dilakukan
para pesihir Fir'aun. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ
إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى
"Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat
mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir
mereka." (Terj. QS. Thaahaa: 66)
Hukum sihir
Pada umumnya sihir tidak dapat dilakukan kecuali dengan
mengerjakan perbuatan syirik, karena setan yang mengajarkan sihir kepada
manusia biasanya meminta orang yang belajar sihir atau mempraktekkannya untuk
melakukan perbuatan syirk, seperti berkurban untuk selain Allah Subhaanahu wa
Ta'aala atau beribadah kepada selain-Nya. Oleh karena itu, jumhur (mayoritas)
para ulama berpendapat bahwa sihir adalah sebuah kekafiran, demikian pula
mempelajarinya. Alasannya adalah firman Allah Ta'ala di surah Al Baqarah ayat
102. Hal ini jika sihirnya mengandung syirk, seperti melalui perantaraan setan,
meminta bantuan kepadanya dan menggunakan bintang-bintang, dimana di dalamnya
pelakunya mendekatkan diri kepada setan dengan berkurban untuk mereka atau
beribadah kepada mereka.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
اَلرُّقَى وَالتَّمَائِمُ
وَالتِّوَلَةُ شِرْكٌ
"Ruqyah (jampi-jampi yang mengandung
syirk)[i],
tamimah (jimat) dan pelet adalah syirk." (Shahih, diriwayatkan oleh Ahmad,
Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Ash Shahiihah 331)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukuman had bagi
pelaku sihir? Jika dalam sihirnya terdapat kesyirkkan, maka ia dibunuh sebagai
murtad. Jundab berkata, "Had bagi penyihir adalah dibunuh dengan pedang
(dipancung)." Bajaalah bin 'Abdah berkata, "Kami pernah menerima
surat Umar radhiyallahu 'anhu setahun sebelum wafatnya yang isinya, "Bunuhlah
setiap pesihir laki-laki maupun wanita."
Tetapi jika sihirnya tidak mengandung kesyirikkan, maka
di antara ulama ada yang berpendapat bahwa orang tersebut dibunuh untuk
mencegah bahaya yang diakibatkannya dan untuk menghindarkan gangguannya
terhadap kaum muslimin, tentunya dengan memperhatikan maslahat.
Ibnu Hubairah dalam kitabnya Al Isyraaf 'alaa
madzaahibil asyraaf berkata, "Apakah pelaku sihir dibunuh karena
melakukan hal itu dan menggunakannya?" Imam Malik dan Ahmad mengatakan
"Ya.", Imam Syafi'i dan Abu Hanifah mengatakan "Tidak.",
namun jika sihir yang dilakukannya mengakibatkan tewasnya seseorang, maka
menurut Imam Malik, Syafi'i dan Ahmad bahwa pelakunya dibunuh. Sedangkan Imam
Abu Hanifah berpendapat, tidak dibunuh sampai ia melakukan berulang kali atau
mengakui tindakan (kejahatannya) terhadap orang tertentu. Jika sudah dibunuh,
maka menurut mereka semua selain Imam Syafi'i adalah sebagai hukuman had,
sedangkan Imam Syafi'i berpendapat bahwa ia dibunuh karena sebagai
qishas."
Jika pesihirnya adalah seorang Ahli Kitab, maka menurut
Abu Hanifah bahwa ia dibunuh sebagaimana pesihir yang muslim, namun Imam Malik,
Ahmad dan Syafi'i berpendapat bahwa ia tidak dibunuh karena ada kisah Lubaid
bin Al A'sham yang melakukan sihir (tetapi tidak dibunuh). Para ulama juga
berselisih tentang wanita muslimah yang melakukan sihir? Abu Hanifah
berpendapat bahwa wanita tersebut tidak dibunuh, akan tetapi dipenjarakan.
Sedangkan Imam Malik, Ahmad dan Syafi'i berpendapat bahwa ia seperti laki-laki
(dibunuh). Wallahu a'lam.
Riba
Riba secara bahasa artinya bertambah. Sedangkan secara syara’
adalah penambahan pada ra'sul maal (harta pokok) sedikit atau banyak. Riba bisa juga diartikan dengan kelebihan antara nilai barang yang
diberikan dengan nilai barang yang diterima.
Riba terbagi dua; Riba Nasii’ah dan Riba Fadhl.
Riba Nasii'ah artinya tambahan yang disyaratkan oleh pemberi
pinjaman dari si peminjam sebagai ganti dari penundaan.
Riba Fadhl artinya terjadinya kelebihan di salah satu barang pada
barang-barang yang terkena hukum riba (ribawi), yakni menjual uang dengan uang
atau makanan dengan makanan dengan adanya kelebihan.
Di dalam hadits disebutkan lebih jelas pengharaman riba pada enam
barang; emas, perak, bur/gandum, sya’ir, kurma dan garam. Jika barang-barang
ini dijual dengan barang yang sejenis, diharamkan adanya kelebihan di antara
keduanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ
وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ
وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ مِثْلٌ بِمِثْلٍ مَنْ زَادَ أَوْ
اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الْآخِذُ وَالْمُعْطِي سَوَاءٌ
"Emas dengan emas,
perak dengan perak, kurma dengan kurma, sya’ir dengan sya’ir, gandum dengan
gandum, garam dengan garam, sama dan sebanding. Barang siapa menambah-nambah
atau minta ditambah maka ia telah melakukan riba, baik yang mengambil atau yang
meminta hukumnya sama." (HR. Ahmad dan Bukhari)
Hadits ini jelas sekali tentang haramnya menjual emas dengan emas;
apa pun macamnya, perak dengan perak apa pun macamnya kecuali secara sama di
samping langsung serah terima.
Tentang riba, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا
يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
“Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena (tekanan) penyakit gila. (Al Baqarah: 275)
Di ayat tersebut Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memberitahukan bahwa orang yang bermu’amalah dengan riba tidak dapat bangkit
dari kuburnya pada hari kebangkitan melainkan seperti berdirinya orang yang
terkena penyakit ayan, hal ini disebabkan mereka memakan riba ketika di dunia.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengancam neraka
kepada orang yang memakan riba. Mencabut keberkahan pada harta yang bercampur
riba, yaitu pada firman-Nya “Yamhaqullahurr ribaa,” sehingga harta itu
hanyalah membuat kelelahan baginya ketika di dunia, azab baginya ketika di
akhirat dan ia tidak dapat mengambil manfaatnya.
Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga melaknat semua
yang ikut serta dalam akad riba, dilaknat-Nya orang yang memberi pinjaman (yang
mengambil riba), orang yang meminjam (yang akan memberikan riba), penulis yang
mencatatnya dan dua saksinya. Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir bin Abdillah
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
"Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberinya, dua saksinya dan
penulisnya. Beliau juga bersabda, “Mereka sama (dosanya).”
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga
bersabda:
اَلرِّبَا اِثْنَانِ وَسَبْعُوْنَ
بَابًا أَدْنَاهَا مِثْلُ إِتْيَانِ الرَّجُلِ أُمَّهُ
"Riba itu memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling
ringannya adalah seperti seseorang mendatangi (menggauli) ibunya." (Shahih
dengan semua jalannya, diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Awsath dan lainnya
dari hadits Al Barraa' bin 'Azib, hadits ini memiliki syahid-syahid dari Abu
Hurairah, Sa'ad bin Zaid dan lainnya, lihat Ash Shahiihah (1871, 1433))
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
“Pengharaman riba lebih keras daripada pengharaman maisir, yaitu judi.”
Bahkan memakan riba adalah sifat orang-orang
Yahudi yang mendapatkan laknat, lihat surat An Nisaa’: 161.
Hikmah diharamkan riba
Hikmah diharamkannya riba adalah karena di
dalamnya:
1. Sama saja
memakan harta orang lain dengan cara yang batil,
2. Menimbulkan
peremusuhan di antara sesama dan menghilangkan ruh ta'awun (tolong-menolong)
3. Memadharratkan
kaum fakir dan orang-orang yang membutuhkan,
4. Tidak bermuamalah
dengan orang lain secara baik,
5. Menutup
rapat-rapat pintu pemberian pinjaman secara baik,
6. Menghilangkan
kerja dan usaha di mana pemakan riba bertambah hartanya tanpa kerja, padahal
Islam sangat memuliakan bekerja dan menjadikannya sebagai wasilah (sarana)
utama dalam mencari rizki,
7. Menimbulkan
kemalasan bekerja.
8. Di dalam riba,
harta bertambah berlipat ganda tanpa ada kerja atau tanpa ada ganti terhadap
penambahan harta.
9. Wasilah yang
menjadikan suatu negeri mudah dijajah.
10.
Dll.
Memakan
harta anak yatim
Tentang
memakan harta anak yatim, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ
الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ
سَعِيرًا
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan
harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)."
(Qs. An Nisaa': 10)
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّى يَبْلُغَ أَشُدَّهُ وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ
الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا
"Dan janganlah kamu mendekati harta anak
yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa."
(Qs. Al Israa': 34)
Para ulama berkata, "Setiap wali bagi anak yatim, jika ia
fakir, lalu memakan hartanya secara ma'ruf (wajar); sesuai kepengurusannya
terhadapnya untuk hal yang bermaslahat baginya dan mengembangkan hartanya, maka
tidak mengapa. Adapun jika lebih di atas ma'ruf, maka sebagai suht; harta yang
haram, berdasarkan firman Allah Ta'ala,
وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَنْ
كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ
"Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka
hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa
yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. " (Qs. An
Nisaa': 10)
Ada empat pendapat ulama tentang contoh memakan harta anak yatim
secara ma'ruf (wajar), yaitu:
1.
Ia mengambilnya, namun sifatnya hanya sebagai pinjaman.
2.
Ia memakannya sesuai kebutuhan tanpa berlebihan.
3.
Ia mengambilnya ketika melakukan sesuatu untuk anak yatim.
4.
Ia mengambilnya ketika terpaksa. Jika ia sudah mampu, nanti akan
dibayarnya, namun jika ia tidak mampu, maka menjadi halal (Lihat kitab Zaadul
Masir karya Ibnul Jauzi pada tafsir ayat di atas).
Tentang keutamaan mengurus anak yatim, Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
«
كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِى الْجَنَّةِ
» .
"Pengurus anak yatim di surga seperti dua jari ini, baik
miliknya atau milik yang lain" (HR. Muslim)
Beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Mengurus anak yatim adalah dengan mengurus dan berusaha memberikan
hal yang bermaslahat baginya, baik memberinya makan, pakaian dan mengembangkan
hartanya jika ia memiliki harta dan mendidiknya. Namun jika ia tidak memiliki
harta, maka diberi infak dan pakaian sambil mengharap keridhaan Allah Ta'ala.
Keutamaan ini akan diperoleh bagi orang yang mengurus dengan hartanya sendiri
atau dengan harta anak yatim dengan kewalian yang syar’i.
Maksud "miliknya atau milik yang lain" dalam hadits di
atas adalah baik anak yatim itu kerabatnya atau orang lain. Contoh kerabatnya
adalah jika yang mengurusnya kakeknya, saudaranya, ibunya, neneknya, pamannya,
bibinya, suami ibunya, saudara laki-laki ibunya atau kerabatnya yang lain.
Sedangkan maksud "orang lain" adalah orang yang tidak memiliki
hubungan kerabat dengannya.
Melarikan diri dari peperangan
Ketika bertemu musuh wajib tetap bertahan dan haram melarikan
diri. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu memerangi pasukan
(musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Al Anfaal: 45)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا
لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا زَحْفًا فَلَا تُوَلُّوهُمُ الْأَدْبَارَ (15)
وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ
مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ
جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ (16)
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan
orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu
membelakangi mereka (mundur).---Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur)
di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan
diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan
membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan sangat
buruklah tempat kembalinya. (Al Anfaal: 15-16)
Ayat-ayat di atas mewajibkan kita untuk tetap bertahan dan haramnya
melarikan diri kecuali dalam salah satu di antara dua keadaan berikut:
1.
Berbalik untuk berperang lagi, yakni menarik
diri mengambil posisi lain yang lebih tepat. Yakni dibolehkan pindah dari
posisi yang sempit menuju posisi yang lebih luas dan dari tempat yang terbuka
ke tempat yang tertutup, atau dari tempat yang rendah ke tempat yang tinggi
dsb. yang memang bermaslahat baginya di medan
perang.
2.
Bergabung dengan pasukan lain kaum muslimin,
yakni bisa berperang bersama mereka atau meminta bantuan kepada mereka, baik
pasukan ini dekat atau jauh. Sa’id bin Manshur meriwayatkan bahwa Umar
radhiyallahu 'anhu berkata: “Kalau sekiranya Abu Ubaidah bergabung kepadaku
tentu ia akan mendapatkan pasukan”, ketika itu Abu Ubaidah di Iraq,
sedangkan Umar di Madinah, Umar juga berkata: “Saya pasukan bagi setiap
muslim”.
Dalam dua keadaan di atas boleh bagi orang yang berperang lari
dari musuh, meskipun zhahirnya merupakan melarikan diri, namun sebenarnya hal
itu merupakan usaha mencari posisi yang lebih tepat untuk menghadapi musuh.
Namun jika tidak karena dua hal di atas, maka melarikan diri merupakan dosa
yang besar, yakni mengharuskan pelakunya mendapatkan azab yang pedih.
Menuduh wanita mukminah yang suci berzina
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ
الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَلَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ
"Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang
baik-baik, yang lengah[ii]
lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi
mereka azab yang besar, (An Nuur: 23)
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menerangkan bahwa siapa saja yang
menuduh berzina kepada wanita yang baik-baik, yang merdeka lagi suci, maka ia
mendapatkan laknat di dunia dan akhirat, serta baginya azab yang besar. Di
samping adanya had di dunia, yaitu 80 kali dera dan persaksiannya tidak
dianggap meskipun sebagai orang yang adil.
Contoh menuduh adalah seseorang berkata kepada wanita yang
merdeka, suci lagi muslimah, "Wahai pezina!" "Wahai pelacur!"
atau berkata kepada suaminya, "Wahai suami pelacur!", atau
berkata kepada anaknya, "Wahai anak pezina.” Jika ada yang berkata
seperti itu laki-laki maupun wanita, maka ia wajib didera 80 kali, kecuali jika
ia mendatangkan bukti. Buktinya adalah dengan menghadirkan empat orang saksi
seperti yang difirmankan Allah Ta'ala di surat
An Nuur: 4. Jika ternyata si penuduh tidak mampu mendatangkan bukti, maka ia
didera apabila orang yang dituduh "laki-laki maupun wanita" menuntut
hukuman dera.
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa
shahbihi wa sallam.
Marwan bin Musa
Maraji’: Maktabah Syamilah 3.45, Untaian Mutiara Hadits (Penyusun) dll.
[i] Al Khaththabiy rahimahullah berkata,
"Adapun jika jampi-jampi dengan Al Qur'an atau nama-nama Allah, maka ia
adalah mubah, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meruqyah Hasan dan
Husain radhiyallahu 'anhuma, dengan berkata:
أُعِيْذُكُمَا
بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ
عَيْنٍ لاَمَّةٍ
"Aku
melindungi kamu berdua dengan kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan,
burung hantu dan dari setiap mata yang membuat sakit (jasad)." (HR.
Bukhari)
[ii] Yang dimaksud dengan wanita-wanita yang lengah ialah wanita-wanita
yang tidak pernah sekali juga teringat oleh mereka akan melakukan perbuatan
yang keji itu.
0 komentar:
Posting Komentar