بسم
الله الرحمن الرحيم
Syarah Kitab Tauhid (20)
(Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam Tidak Dapat Memberi Hidayah Taufik Kecuali Dengan Kehendak Allah Azza
wa Jalla)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak
kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya
Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
**********
Firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ
أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS.
Al Qashash: 56)
**********
Pada
bab ini, penyusun (Syaikh Muhammad At Tamimi) menyebutkan ayat di atas untuk
membantah para penyembah kubur yang berkeyakinan bahwa para nabi dan orang-orang
saleh dapat memberikan manfaat dan menghilangkan madharat (bahaya) sehingga
mereka dimintakan permohonan. Hal itu, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang berusaha memberikan hidayah kepada pamannya Abu Thaib, namun
ternyata Beliau tidak mampu, dan saat Beliau hendak mendoakan pamannya yang
wafat dalam keadaan kafir, maka Beliau pun dilarang melakukannya. Hal ini
menunjukkan, bahwa Beliau tidak berkuasa memberikan manfaat dan menghindarkan
madharat, sebagaimana firman Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
قُلْ
لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ
كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ
السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah,
"Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula)
menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku
mengetahui yang gaib, tentulah aku melakukan kebajikan sebanyak-banyaknya dan
aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi
peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman." (QS.
Al A’raaf: 188)
Dan
pada ayat sebelumnya (QS. Al Qashash: 56), Allah Subhaanahu wa Ta’ala
menerangkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mampu
memberikan hidayah taufik kepada orang yang Beliau cintai untuk masuk ke dalam
Islam. Bahkan hidayah taufik hanyalah di Tangan Allah Azza wa Jalla. Hal ini juga
menunjukkan, bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkuasa
memberikan manfaat dan menghindarkan madharat. Oleh karena itu, tidak benar
bergantung kepada Beliau dan memohon kepadanya untuk mendatangkan manfaat dan
menolak madharat seperti yang dilakukan oleh kaum Quburiyyun (para
penyembah kubur).
Jika
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam saja sebagai manusia terbaik, tidak mampu
melakukan hal itu, apalagi selain Beliau.
Kesimpulan:
1.
Bantahan terhadap
orang-orang yang beranggapan bahwa para nabi atau para wali yang telah wafat
dapat memberikan manfaat dan menghindarkan madharat.
2.
Hidayah taufiq (mau
mengikuti petunjuk) hanyalah di Tangan Allah Azza wa Jalla.
3.
Menetapkan kebijaksanaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
4.
Membatalkan ketergantungan
kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
**********
Dalam kitab Shahih, dari Ibnul Musayyib, dari
ayahnya, ia berkata, “Ketika Abu Thalib akan wafat, Rasulullah shallallauhu ‘alaihi
wa sallam datang kepadanya, sedangkan di sana sudah hadir Abdullah bin Abi Umayyah
dan Abu Jahal, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada pamannya,
“Wahai paman! Ucapkanlah Laailaahaillallah sebuah kalimat
yang dapat kugunakan untuk membelamu di hadapan Allah.” Tetapi keduanya
(Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahal) menimpali, “Apakah engkau benci dengan
agama Abdul Muththalib?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengulangi
kalimat itu, dan ditimpali lagi oleh kedua orang itu, sehingga akhir ucapan Abu
Thalib adalah, “Di atas agama Abdul Muththalib,” dan ia enggan mengucapkan Laailaahaillallah.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku akan memintakan ampunan
untukmu selama tidak dilarang,” maka Allah menurunkan ayat,
مَا
كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَن يَسْتَغْفِرُواْ لِلْمُشْرِكِينَ
وَلَوْ كَانُواْ أُوْلِي قُرْبَى
“Tidaklah
sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya.” (QS.
At Taubah: 113)
Dan Dia
menurunkan ayat berkenaan dengan Abu Thalib,
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ
أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS.
Al Qashash: 56)
**********
Hadits
di atas disebutkan oleh Bukhari no. 1360, Muslim no. 24, dan Ahmad dalam Al Musnad
5/168, 443.
Ibnul
Musayyib bernama Sa’id bin Al Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb. Ia adalah tokoh
tabi’in, salah seorang ulama besar di kalangan mereka. Menurut Al Hafizh, para
muhadditsin sepakat, bahwa riwayat mursalnya adalah riwayat mursal yang paling
shahih. Ibnul Madini berkata, “Aku tidak mengetahui di kalangan tabi’in orang
yang lebih dalam ilmunya dibanding beliau.” Qatadah berkata, “Aku tidak
mengetahui seorang pun yang lebih mengetahui yang halal dan yang haram daripada
Sa’id bin Al Musayyib.” Adz Dzahabiy berkata, “Beliau seorang imam, tokoh besar,
sayyidut tabi’in, tsiqah (terpercaya), hujjah, faqih, namanya tinggi, dan
pemimpin dalam ilmu dan amal.” Beliau wafat setelah tahun 90 H.
Ayah Sa’id
adalah Al Musayyib seorang sahabat yang wafat pada masa khilafah Utsman bin
Affan radhiyallahu ‘anhu.
Paman
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Thalib, ia adalah seorang yang
selalu melindungi Beliau dari gangguan kaumnya. Oleh karena itu, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin sekali pamannya mendapatkan hidayah, dan
pada saat Abu Thalib akan wafat, Beliau mendatanginya sambil mengajaknya masuk
Islam agar ia memperoleh kebahagiaan, akan tetapi di sana telah hadir tokoh-tokoh
kaum musyrik yang menghalangi Beliau sehingga Abu Thalib tetap di atas agama
Abdul Muththalib dan meninggal dunia di atasnya. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam menyatakan akan memintakan ampunan untuknya, namun Allah menurunkan
ayat yang melarang memintakan ampunan untuk orang-orang musyrik.
Hadits
di atas menerangkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak kuasa
memberikan manfaat kepada manusia yang paling dekat dengan Beliau, dimana hal
ini menunjukkan batilnya bergantung kepada Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam mendatangkan manfaat dan menghilangkan madharat.
Kesimpulan:
1. Bolehnya menjenguk non muslim yang sakit jika dapat diharapkan masuk
Islam.
2. Pengaruh negatif akibat bergaul dan berteman dengan orang-orang buruk.
3. Ucapan Laailaahaillallah menghendaki untuk meniadakan sesembahan
selain Allah apa pun bentuknya, dan menetapkan bahwa peribadatan hanya
ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Kaum musyrik mengerti
konsekwensi ini, sehingga mereka menolak mengucapkannya.
4. Barang siapa yang mengucapkan Laailaahaillallah dengan mengetahui maknanya
dan meyakininya, maka ia masuk ke dalam Islam.
5. Amalan tergantung akhir hayatnya.
6. Haramnya memintakan ampunan untuk kaum musyrik, dan haramnya berwala
(setia dan loyal) kepada mereka.
7. Bantahan terhadap orang yang mengatakan, bahwa Abu Thalib masuk Islam.
8. Bahaya mengikuti nenek moyang dan para tokoh dengan menjadikan
pendapat mereka sebagai hujjah ketika berselisih.
Bersambung...
Marwan
bin Musa
Maraji’:
Al
Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan
Al Fauzan), Mausu’ah Ruwathil Hadits (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani
was Sunnah), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar