بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (26)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Bahjatun
Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, Syarh Riyadhush Shalihin karya
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya merujuk kepada
kitab Riyadhush Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya
dari kitab-kitab hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ حُذَيْفَةَ، قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ
عِنْدَ الْمِائَةِ، ثُمَّ مَضَى، فَقُلْتُ: يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ، فَمَضَى،
فَقُلْتُ: يَرْكَعُ بِهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ، فَقَرَأَهَا، ثُمَّ
افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ، فَقَرَأَهَا، يَقْرَأُ مُتَرَسِّلًا، إِذَا مَرَّ
بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ، وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ
بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ، ثُمَّ رَكَعَ، فَجَعَلَ يَقُولُ: «سُبْحَانَ رَبِّيَ
الْعَظِيمِ» ، فَكَانَ رُكُوعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ، ثُمَّ قَالَ: «سَمِعَ
اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ» ، ثُمَّ قَامَ طَوِيلًا قَرِيبًا مِمَّا رَكَعَ، ثُمَّ
سَجَدَ، فَقَالَ: «سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى» ، فَكَانَ سُجُودُهُ قَرِيبًا
مِنْ قِيَامِهِ.
(102) Dari Hudzaifah
bin Al Yaman radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Pada suatu malam, aku shalat
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Beliau memulai dengan surat Al
Baqarah (setelah Al Fatihah). Dalam hati aku berkata, “Mungkin Beliau akan ruku
setelah sampai seratus ayat,” namun ternyata Beliau melanjutkan. Dalam hati aku
berkata, “Mungkin Beliau melakukan shalat ini membaca surat Al Baqarah,” namun Beliau
melanjutkan dengan surat An Nisa dan menyelesaikannya, kemudian membaca surat
Ali Imran dan menyelesaikannya. Beliau membacanya dengan perlahan. Ketika
sampai pada ayat tentang tasbih, maka Beliau bertsabih, dan ketika sampai pada
ayat tentang permohonan,
maka Beliau memohon. Ketika sampai pada ayat permohonan perlindungan, maka
Beliau berlindung. Setelah itu Beliau ruku dan mengucapkan, “Subhaana
Rabbiyal ‘azhiim” (artinya: Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung). Ketika itu
rukunya hampir sama dengan berdirinya, lalu Beliau mengucapkan “Sami’allahu
liman hamidah,” (artinya: Allah mendengar orang yang memuji-Nya). Beliau
berdiri lama seperti ketika ruku, lalu Beliau sujud dan mengucapkan, “Subhaana
Rabbiyal A’laa,” (artinya: Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi). Ketika itu
sujud Beliau hampir sama dengan berdirinya.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan
qiyamullail dan memperlama melakukannya.
2. Kekhusyuan
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat, dimana Beliau
menggabung antara membaca dan mentadabburi, serta memperlama ibadah.
3. Kesungguhan
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah.
4. Bolehnya
melakukan qiyamullail dengan berjamaah, namun jarang-jarang; tidak
terus-menerus.
5. Hendaknya
seseorang ketika melewati ayat tentang rahmat, maka ia meminta rahmat Allah,
dan ketika melewati ayat tentang ancaman Allah, maka ia meminta perlindungan
daripadanya. Hal ini dilakukan dalam shalat malam.
6. Bolehnya
mendahulukan surat yang satu daripada surat yang lain.
7. Memperbanyak
tasbih ketika ruku dan sujud.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - قَالَ: صَلَّيْتُ
مَعَ النَّبيِّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَيْلَةً، فَأَطَالَ الْقِيَامَ
حَتَّى هَمَمْتُ بِأَمْرِ سُوْءٍ! قِيْلَ: وَمَا هَمَمْتَ بِهِ؟ قَالَ: هَمَمْتُ
أَنْ أجْلِسَ وَأَدَعَهُ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
(103) Dari Ibnu Masud radhiyallahu ‘anhu ia berkata,
“Pada suatu malam aku pernah shalat (tahajjud) bersama Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, lalu Beliau memperlama berdiri (dengan membaca surat panjang), sehingga
aku hendak berniat buruk.” Lalu ia ditanya, “Apa niat burukmu?” Ibnu Mas’ud
menjawab, “Aku ingin duduk dan meninggalkan Beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Hendaknya seseorang memiliki adab terhadap para imam
atau pemimpin, yaitu dengan tidak menyelisihinya baik dengan ucapan maupun
perbuatan, selama sikapnya tidak diharamkan.
2. Tidak ada seorang pun yang sanggup menyaingi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kesungguhan beribadah.
3. Keutamaan Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu yang tetap
bersabar beribadah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4. Jika seseorang tidak memahami pembicaraan orang lain,
sebaiknya bertanya agar lebih jelas.
5. Memperpanjang bacaan ketika shalat malam.
عَنْ أَنَسٍ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - عَنْ رَسُولِ اللهِ - صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَالَ: «يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ، فَيَرْجِعُ
اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ، يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَعَمَلُهُ،
فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ وَيَبْقَى عَمَلُهُ» . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
(104) Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Ada tiga yang mengantarkan
mayit; yang dua kembali, sedangkan yang satu tetap bersamanya. Keluarganya,
hartanya, dan amalnya akan mengantarkannya, namun keluarga dan hartanya
kembali, sedangkan amalnya tetap bersamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Dorongan untuk memperbaiki amal, karena amal itulah
yang menemaninya di kubur.
2. Tidak berlebihan terhadap dunia, karena harta yang
dikejarnya, diperolehnya, dan dijaganya akan ditinggalkan.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الجَنَّةُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ
شِرَاكِ نَعْلِهِ، وَالنَّارُ مِثْلُ ذَلِكَ»
(105) Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia
berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Surga lebih dekat
dengan seseorang di antara kamu daripada tali sandalnya, demikian pula keadaan
neraka.” (HR. Bukhari)
Fawaid:
1. Mudahnya masuk surga bagi mereka yang taat kepada
Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mudahnya masuk neraka
bagi mereka yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Tidak
meremehkan perbuatan maksiat meskipun kecil.
3. Dorongan
mengerjakan ketaatan meskipun kecil.
عَنْ أَبِي فِرَاسٍ رَبِيْعَةَ بْنِ كَعْبٍ الْأَسْلَمِيِّ خَادِمِ
رَسُوْلِ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَمِنْ أَهْلِ الصُّفَّةِ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ - قَالَ: كُنْتُ
أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ
وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي: «سَلْ» فَقُلْتُ: أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي
الْجَنَّةِ. قَالَ: «أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ» قُلْتُ: هُوَ ذَاكَ. قَالَ: «فَأَعِنِّي
عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ»
(106) Dari Abu Firas Rabi’ah bin Ka’ab Al Aslami
radhiyalahu ‘anhu pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan termasuk
Ahlush Shuffah[i],
ia berkata, “Aku pernah bernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, lalu aku membawakan air wudhu dan menyiapkan kebutuhan Beliau,
kemudian Beliau bersabda kepadaku, “Mintalah,” aku menjawab, “Aku meminta
kepadamu agar dapat menemanimu di surga,” Beliau bersabda, “Apakah tidak ada
yang selain itu?” Aku berkata, “Itu saja.” Beliau bersabda, “Bantulah aku untuk
dirimu dengan banyak melakukan sujud (shalat sunah).” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Dorongan untuk memperbanyak shalat sunah, dan bahwa
hal itu dapat mendekatkan diri kepada Allah serta dapat menemani Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam di surga.
2. Surga diperoleh dengan kesungguhan jiwa dalam
mengerjakan ketaatan; tidak mengikuti selera hawa nafsu, dan tidak cukup hanya
dengan berangan-angan saja.
3. Kecintaan para sahabat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, dan keutamaan mereka.
4. Pada umumnya teman dan para sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah orang-orang miskin, dan seperti itulah pengikut para
nabi ‘alaihimush shalatu was salam.
5. Termasuk akhlak mulia adalah membalas secara seimbang
kebaikan orang lain yang berbuat baik kepada kita. Jika tidak menemukan sesuatu
untuk membalasnya, maka ucapkanlah “Jazakallahu khaira,” (artinya:
semoga Allah balas engkau dengan kebaikan), karena orang yang mengucapkan
demikian berarti telah membalas lebih dan memujinya.
عَنْ مَعْدَانَ بْنِ أَبِي طَلْحَةَ
الْيَعْمَرِيُّ، قَالَ: لَقِيتُ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقُلْتُ: أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْخِلُنِي اللهُ
بِهِ الْجَنَّةَ؟ أَوْ قَالَ قُلْتُ: بِأَحَبِّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ،
فَسَكَتَ. ثُمَّ سَأَلْتُهُ فَسَكَتَ. ثُمَّ سَأَلْتُهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ:
سَأَلْتُ عَنْ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «عَلَيْكَ
بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ، فَإِنَّكَ لَا تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً، إِلَّا
رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً» قَالَ مَعْدَانُ:
ثُمَّ لَقِيتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ فَسَأَلْتُهُ فَقَالَ لِي: مِثْلَ مَا قَالَ
لِي: ثَوْبَانُ
(107) Dari Ma’dan bin Abi Thalhah Al Ya’mariy ia berkata,
“Aku pernah bertemu Tsauban maula (budak yang dimerdekakan) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku bertanya, “Beritahukanlah kepadaku
amalan yang jika aku lakukan, Allah akan memasukkanku ke surga?” atau ia
berkata, “Sebagai amalan yang paling dicintai Allah?” Maka Tsauban diam, laku
aku bertanya lagi, namun ia diam juga, kemudian aku bertanya lagi yang ketiga
kalinya, maka dia berkata, “Aku pernah bertanya tentang hal itu kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Beliau bersabda, “Hendaknya
engkau banyak bersujud kepada Allah, karena tidaklah engkau bersujud kepada
Allah sekali saja, melainkan Allah akan mengangkat derajatmu dengannya dan
menggugurkan kesalahanmu.” Ma’dan berkata, “Kemudian aku bertemu dengan Abu
Darda, lalu aku bertanya kepadanya hal yang sama, maka ia menjawab dengan
jawaban yang sama dengan ucapan Tsauban.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Amalan sunah
dan ketaatan dapat menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat.
2. Hendaknya
seorang muslim menambahkan amalan sunah setelah yang wajib.
3. Seorang ulama
hendaknya mentarbiyah umat dengan sebaik-baiknya dan memberikan wasiat yang
dapat memperbaiki dunia dan akhirat mereka.
4. Perhatian para sahabat dan tabi’in terhadap amalan
yang dapat memasukkan mereka ke surga.
5. Banyak melakukan shalat sunah merupakan sebab yang
dapat memasukkan seseorang ke surga, meninggikan derajat, dan mendatangkan
kecintaan Allah Azza wa Jalla.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa
alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin
Abdul Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin), Bahjatun
Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah
versi 3.45, dll.
[i] Ahlush
Shuffah adalah kaum muhajirin yang fakir yang tidak memiliki rumah, dimana mereka
tinggal di tempat yang teduh di bagian belakang dalam masjid Nabawi.
0 komentar:
Posting Komentar