بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (21)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab
Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya merujuk kepada kitab Riyadhush
Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab
hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ عُمَرَ - رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - قَالَ: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللهِ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقُوْلُ: «لَوْ أَنَّكُمْ
تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ
الطَّيْرَ، تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا» .
(79)
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Kalau sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah
dengan sebenar-benarnya, tentu Dia akan memberikan rezeki kepada kalian
sebagaimana Dia berikan rezeki kepada burung yang berangkat pagi dalam keadaan
perutnya kosong dan pulang di sore harinya dalam keadaan perutnya kenyang.”
(HR. Tirmidzi, ia berkata, “Hadits hasan.”)
Fawaid:
1. Dorongan untuk bertawakkal kepada Allah Azza
wa Jalla.
2. Tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla termasuk
kunci rezeki.
3. Tawakkal mengharuskan seseorang berusaha,
sebagaimana burung berusaha mencari makan; tidak diam di tempatnya.
عَنِ البَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَا فُلاَنُ إِذَا
أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَقُلْ: اللَّهُمَّ أَسْلَمْتُ
نَفْسِي إِلَيْكَ، وَوَجَّهْتُ وَجْهِي إِلَيْكَ، وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ،
وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ، رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ، لاَ مَلْجَأَ وَلاَ
مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ، آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ،
وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ،
فَإِنَّكَ إِنْ مُتَّ فِي لَيْلَتِكَ مُتَّ عَلَى الفِطْرَةِ، وَإِنْ أَصْبَحْتَ
أَصَبْتَ أَجْرًا " (متفق عليه.
وَفِي رِوَايَةٍ فِي الصَّحِيْحَيْنِ، عَنِ الْبَرَّاءِ
قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا
أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ، فَتَوَضَّأْ وَضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى
شِقِّكَ الأَيْمَنِ، وَقُلْ: ...وذَكَرَ نَحْوَهُ ثُمَّ قَالَ: وَاجْعَلْهُنَّ
آخِرَ مَا تَقُولُ»
(80) Dari Barra’ bin Azib ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai fulan! Jika engkau
ke tempat tidurmu, maka ucapkanlah, “Allahumma aslamtu…sampai arsalta.”
(artinya: Ya Allah, aku serahkan diriku kepada-Mu, aku hadapkan wajahku
kepada-Mu, aku serahkan urusanku kepada-Mu, aku meminta perlindungan kepada-Mu
terhadap punggungku dengan rasa harap dan cemas kepada-Mu, tidak ada tempat
berlindung dan tempat keselamatan selain kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab
yang Engkau turunkan dan Nabi-Mu yang engkau utus). Jika engkau wafat pada
malam harimu itu, maka engkau wafat di atas fitrah, dan jika engkau berada di
pagi hari, maka engkau akan mendapatkan pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat dalam Shahih Bukhari
dan Muslim dari Barra’ pula ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda kepadaku, “Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu, maka
wudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat, kemudian berbaringlah ke sisimu
sebelah kanan, dan ucapkanlah…(sama seperti doa di atas), selanjutnya Beliau
bersabda, “Jadikanlah kalimat itu sebagai kalimat terakhir yang engkau
ucapkan.”
Fawaid:
1. Keutamaan pasrah dan menyerahkan diri kepada
Allah Azza wa Jalla.
2. Tiga sunah sebelum tidur, yaitu berwudhu,
berbaring miring ke sebelah kanan, dan berdzikr kepada Allah Subhaanahu wa
Ta’ala agar perbuatan itu sebagai penutup amalnya.
3. Anjuran menjadikan dzikr di atas sebagai
dzikr yang terakhir diucapkan.
4. Keutamaan membaca dzikr di atas sebelum
tidur.
5. Orang mukmin kembali kepada Allah Ta’ala
dalam semua urusannya.
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ عَبْدِ اللهِ بْنِ
عُثْمَانَ بْنِ عَامِرِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: نَظَرتُ إِلَى أَقْدَامِ الْمُشْرِكِيْنَ
وَنَحْنُ فِي الْغَارِ وَهُمْ عَلَى رُؤُوسِنَا، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ،
لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ نَظَرَ تَحْتَ قَدَمَيهِ لَأَبْصَرَنَا. فَقَالَ: «مَا
ظَنُّكَ يَا أَبا بَكْرٍ بِاثْنَيْنِ اللهُ ثَالِثُهُمَا» . مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
(81) Dari Abu Bakar Ash Shiddiq Abdullah bin
Utsman bin Amir radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku melihat kaki kaum musyrik saat
kami berada di gua (Tsur), sedangkan mereka berada di atas kami, lalu aku
berkata, “Wahai Rasulullah, kalau sekiranya salah seorang di antara mereka
melihat ke bawah kakinya, tentu ia akan melihat kita,” maka Beliau bersabda,
“Bagaimana menurutmu wahai Abu Bakar terhadap dua orang yang ketiganya adalah
Allah?” (HR. Bukhari dan Muslim)
Fawaid:
1. Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah,
maka Dia akan mencukupkannya dan menolongnya.
2. Keutamaan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu
‘anhu dan cintanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Wajibnya yakin kepada Allah Azza wa Jalla
dan tenang terhadap penjagaan-Nya setelah berusaha berhati-hati.
4. Perhatian Allah kepada para nabi dan para
wali-Nya, dan janji-Nya akan menolong mereka sebagaimana firman-Nya, “Sesungguhnya
Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan
dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat),” (Terj. QS. Al
Mu’min: 51).
5. Barang siapa yang ditolong Allah, maka tidak
ada yang mengalahkannya.
6. Bolehnya seorang da’i bersembunyi dari
orang-orang kafir dan orang-orang zalim jika mengkhawatirkan keselamatan
dirinya atau akan mendapatkan cobaan.
7. Wajibnya hijrah dari negeri kufur ke negeri
Islam.
8. Hijrah bisa dilakukan secara sembunyi-sembunyi
dan terang-terangan.
9. Sepatutnya bagi pemimpin tidak mempersiapkan
dirinya untuk dibunuh tanpa ada buah yang dihasilkannya, dan hendaknya ia
berhati-hati agar dapat menyampaikan risalah Allah kepada manusia.
عَنْ أُمِّ الْمُؤمِنِيْنَ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهَا: أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - كَانَ إِذَا
خَرَجَ مِنْ بَيتِهِ، قَالَ: «بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ
عَلَى اللهِ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ
أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ
عَلَيَّ»
(82) Dari Ummul Mu’minin Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika keuar dari
rumahnya mengucapkan, “Bismillah tawakkaltu ‘alallah…dst.” (artinya: Dengan
nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Ya Allah, aku meminta perlindungan
kepada-Mu dari tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan,
berbuat zalim atau dizalimi, bersikap bodoh atau dibodohi.” (Hadits shahih, diriwayatkan
oleh Abu Dawud, Tirmidzi, dan lain-lain dengan sanad yang shahih. Tirmidzi
berkata, Hadits hasan shahih.” Namun ini adalah lafaz Abu Dawud)
Fawaid:
1. Hendaknya seorang hamba ketika keluar rumah,
mengawali tindakannya dengan dzikrullah (menyebut nama Allah), bertawakkal
kepada-Nya, dan menyerahkan urusan kepada-Nya.
2. Seorang mukmin hendaknya senantiasa meminta
perlindungan kepada Allah dari kesesatan, kezaliman, ketergelinciran, dan sikap
bodoh.
3. Sumber kesesatan bisa dari diri, orang lain,
atau setan.
4. Anjuran membaca dzikr di atas ketika
seseorang hendak keluar rumah agar senantiasa mendapatkan penjagaan dari Allah
Azza wa Jalla.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنْ قَالَ - يَعْنِي - إِذَا
خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ: بِسْمِ اللَّهِ،
تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، يُقَالُ لَهُ: كُفِيتَ، وَوُقِيتَ، وَتَنَحَّى
عَنْهُ الشَّيْطَانُ "
(83) Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia
berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang
mengucapkan –yakni ketika hendak keluar rumah-, “Bismillah…sampai ilaa
billah (artinya: Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada
daya dan upaya melainkan dengan pertolongan Allah), maka akan dikatakan,
“Engkau telah dicukupi dan dijaga,” setan pun menjauh darinya.” (HR. Abu Dawud,
Tirmidzi, Nasa’i, dan lainnya. Tirmidzi berkata, “Hadits hasan,” Abu Dawud
menambahkan, “Maka setan akan berkata setan yang lain,
كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ
وَوُقِيَ؟
“Bagaimana engkau dapat menggoda seseorang yang
telah ditunjuki, dicukupi, dan dijaga?”)
Takhrij Salim Al Hilali: Isnad ini shahih, para perawinya tsiqah,
hanya saja Ibnu Juraij seorang mudallis dan telah melakukan ‘an’anah
(menyebutkan kata “dari”), tetapi ia menyebutkan kata tahdzits (haddatsana)
sebagaimana yang dinyatakan Daruquthni menurut nukilah Al Hafizh dalam Nata’ijul
Afkar (1/164-165).
Fawaid:
1. Keutamaan tawakkal kepada Allah Azza wa
Jalla dan meminta perlindungan kepada-Nya, dimana hal tersebut merupakan
benteng paling kuat bagi seorang muslim dari tipu daya setan.
2. Tidak ada daya untuk melaksanakan perintah
Allah dan upaya menjauhi larangan-Nya kecuali dengan pertolongan Allah.
3. Lemahnya setan dari menyesatkan seorang yang
telah mendapat petunjuk dari Allah.
4. Kerjasama antara sesama setan untuk
menyesatkan seorang hamba.
5. Anjuran mengucapkan doa ini sebelum keluar
rumah agar memperoleh keutamaan sebagaimana yang disebutkan.
6. Butuhnya seorang hamba kepada pertolongan
Allah dalam melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul
Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin), Bahjatun Nazhirin
(Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar