بسم
الله الرحمن الرحيم
Mengenal Para Sahabat dan Para Tabi’in
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut
pembahasan tentang mengenal para sahabat dan tabi’in yang kami ambil dari kitab
Taisir Musthalah Hadits karya Dr. Mahmud Ath Thahhan, semoga Allah
menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma
aamin.
Ta’rif
(definisi) sahabat
Sahabat
secara istilah adalah orang yang bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam keadaan muslim dan wafat di atas Islam.
Cara
mengenal sahabat
Ada beberapa cara
untuk mengenal sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, di antaranya:
Pertama, berdasarkan
keterangan mutawatir, seperti Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman
bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sepuluh orang lainnya yang dijamin masuk
surga, yaitu Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id
bin Zaid, Abu Ubaidah Ibnul Jarrah, dan Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhum.
Kedua, berdasarkan
keterangan yang masyhur, seperti Dhimam bin Tsa’labah dan Ukkasyah bin Mihshan
radhiyallahu ‘anhuma.
Ketiga, berdasarkan keterangan seorang sahabat.
Keempat, berdasarkan keterangan seorang tsiqah (terpercaya) dari
kalangan Tabi’in.
Kelima, berdasarkan pernyataan dirinya jika ia seorang yang
adil, dan pernyataannya masih memungkinkan.
Misalnya
seseorang mengaku bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum abad
pertama Hijriah setelah wafatnya Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun jika
ada orang yang mengaku sebagai sahabat di abad-abad setelahnya, maka tidak
diterima pernyataannya, seperti pernyataan Ratan Al Hindiy yang mengaku sebagai
sahabat pada abad keenam hijriah, padahal ia pada hakikatnya adalah seorang
pendusta sebagaimana yang dikatakan oleh Adz Dzahabi dalam Mizanul I’tidal
juz 2 hal. 45.
Keadilan
para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Para sahabat
radhiyallahu ‘anhum semuanya adil, baik mereka yang terjatuh dalam fitnah
(perang saudara karena salah ijtihad) maupun tidak. Demikianlah ijma para
ulama.
Maksud “Adil”
di sini adalah jauhnya mereka dari berdusta dalam meriwayatkan dan melakukan
penyelewengan di dalamnya dengan melakukan sesuatu yang mengharuskan ditolak
riwayatnya. Dengan demikian, semua riwayat para sahabat adalah diterima tanpa
perlu susah payah membahas tentang keadilan mereka, karena mereka adalah para
pengemban syariat dan sebagai sebaik-baik generasi.
Imam Abu Zur’ah –guru
Imam Muslim- berkata, “Jika engkau melihat ada seorang yang mencacatkan salah
seorang sahabat, maka ketahuilah, bahwa ia zindik. Hal itu, karena Al Qur’an
adalah hak (benar), Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hak, apa yang
Beliau bawa juga hak, dan tidak ada yang menyampaikan kepada kita semua itu
selain para sahabat.”
Di samping itu, mereka (para sahabat)
memiliki kebaikan dan keutamaan yang banyak yang menghilangkan keburukan yang
terjadi di antara mereka jika terjadi, sebagaimana ombak mengikis kotoran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
«لَا تَسُبُّوا
أَصْحَابِي، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ
ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ»
“Janganlah kalian mencela para sahabatku!
Demi Allah yang jiwaku di Tangan-Nya, kalau sekiranya salah seorang di antara
kalian berinfak emas sebesar gunung Uhud, maka infak itu tidak akan menyamai
satu mud maupun separuhnya infak mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh
Al Albani)
Para
sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits
Ada enam
orang sahabat yang banyak meriwayatkan hadits, yaitu:
1. Abu
Hurairah, ia meriwayatkan 5374 hadits, dan yang mengambil riwayat darinya ada
lebih dari tiga ratus orang.
2. Abdullah
bin Umar, ia meriwayatkan 2630 hadits.
3. Anas bin
Malik, ia meriwayatkan 2286 hadits.
4. Aisyah
Ummul Mu’minin, ia meriwayatkan 2210 hadits.
5. Abdullah
bin Abbas, ia meriwayatkan 1660 hadits.
6. Jabir bin
Abdullah, ia meriwayatkan 1540 hadits.
Para
sahabat yang paling banyak berfatwa
Sahabat yang
paling banyak berfatwa adalah Abdullah bin Abbas, kemudian para ulama besar
dari kalangan sahabat yang berjumlah enam orang sebagaimana yang dikatakan
Masruq, “Ilmu para sahabat berpulang kepada enam orang, yaitu Umar, Ali, Ubay
bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Darda’, dan Ibnu Mas’ud. Selanjutnya enam orang
itu kembali kepada Ali dan Abdullah bin Mas’ud.”
Sebutan
‘Abadilah
‘Abadilah
adalah para sahabat yang
bernama Abdullah. Jumlah mereka ada 300 sahabat. Akan tetapi maksud ‘Abadilah
di sini tertuju kepada empat orang sahabat yang bernama Abdullah, yaitu:
Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Az Zubair, dan Abdullah bin
‘Amr bin Ash.
Mereka ini
termasuk para ulama di kalangan sahabat yang wafat terakhir. Jika mereka
bersama dalam suatu fatwa, maka diistilahkan denga fatwa Abadilah.
Jumlah
para sahabat
Tidak
disebutkan jumlah mereka secara detail, akan tetapi ada beberapa pendapat di
kalangan Ahli Ilmu yang dapat disimpulkan, bahwa jumlah mereka lebih dari
seratus ribu orang. Di antara pendapat yang ada, yang paling masyhurnya adalah
pendapat Imam Abu Zur’ah Ar Raziy, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
wafat meniggalkan 114.000 sahabat yang meriwayatkan dan mendengar dari Beliau.”
(At Taqrib ma’a At Tadrib Juz 2 hal. 220)
Tingkatan
(Thabaqah) para sahabat
Para ulama
berbeda pendapat tentang tingkatan para sahabat, di antara mereka ada yang
membagi berdasarkan urutan yang lebih dulu masuk Islam, ada pula yang membagi
berdasarkan urutan yang lebih dulu hijrahnya, ada pula yang membagi berdasarkan
kehadiran dalam beberapa peristiwa dan peperangan, dan ada yang membagi
berdasarkan sisi yang lain, masing-masing ulama membagi berdasarkan ijtihadnya.
Misalnya Ibnu Sa’ad membagi tingkatan para sahabat menjadi lima, sedangkan Al
Hakim membagi tingkatan para sahabat menjadi dua belas tingkatan.
Siapakah
para sahabat yang paling utama?
Para sahabat
yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib, selanjutnya para sahabat lainnya yang dijamin masuk surga,
kemudian para sahabat yang hadir dalam perang Badar, para asahabat yang hadir
dalam perang Uhud, kemudian para sahabat yang hadir dalam Bai’atur Ridhwan.
Para
sahabat yang lebih dulu masuk Islam
Dari kalangan
laki-laki merdeka, yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Dari kalangan
anak-anak, yaitu Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Dari kalangan
wanita, yaitu Khadijah Ummul Mu’minin radhiyallahu ‘anha.
Dari kalangan
budak yang dimerdekakan, yaitu Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu.
Dari kalangan
budak, yaitu Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu.
Sahabat
yang terakhir wafat
Sahabat yang
terakhir wafat adalah Abu Thufail Amir bin Watsilah Al Laitsiy yang wafat pada
tahun 100 H di Mekkah, ada yang berpendapat lebih dari 100 tahun. Dan
sebelumnya telah wafat Anas bin Malik pada tahun 93 H di Basrah.
Karya
ulama yang paling masyhur tentang biografi para sahabat
1. Al
Ishabah fi Tamyizis Shahabah karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani.
2. Usudul
Ghabah fii Ma’rifatish Shahabah karya Ali bin Muhammad Al Jazariy yang
dikenal dengan nama Ibnul Atsir.
3. Al
Isti’ab fi Asma’il As-hab karya Ibnu Abdil Bar.
Ta’rif
Tabi’in
Tabi’in
secara istilah adalah orang yang bertemu dengan sahabat dan wafat di atas
Islam.
Tingkatan
(Thabaqah) Tabi’in
Para ulama
berbeda pendapat dalam menyebutkan tingkatan tabi’in. Masing-masing mereka
membagi sesuai ijtihadnya.
Imam Muslim
membagi tingkatan tabi’in ke dalam tiga tingkatan, sedangkan Ibnu Sa’ad membagi
ke dalam empat tingkatan. Adapun Al Hakim, maka ia membagi ke dalam lima belas
tingkatan, tingkatan pertama adalah para tabi’in yang bertemu dengan sepuluh
orang sahabat yang dijamin masuk surga.
Mukhadhramun
Mukhadhramun
adalah mereka yang hidup di masa Jahiliyah dan masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
namun tidak sempat bertemu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mukhadhramun
menurut pendapat yang shahih termasuk tabi’in.
Jumlah mereka
kurang lebih 20 orang sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Muslim. Namun yang
benar, bahwa jumlah mereka lebih dari itu. Di antara Mukhadhramun itu adalah
Abu Utsman An Nahdiy dan Al Aswad bin Yazid An Nakha’iy.
Fuqaha
(Ahli Fiqh) yang tujuh
Fuqaha (Ahli
Fiqh) yang tujuh dari kalangan tabi’in, dimana mereka semua termasuk penduduk
Madinah adalah Sa’id bin Al Musayyib, Al Qasim bin Muhammad, Urwah bin Az
Zubair, Kharijah bin Zaid, Abu Salamah bin Abdurrahman, Ubaidullah bin Abdullah
bin Utbah, dan Sulaiman bin Yasar.
Namun Ibnul
Mubarak menjadikan Salim bin Abdullah bin Umar sebagai ganti Abu Salamah,
sedangkan Abuz Zanad menjadikan Abu Bakar bin Abdurrahman sebagai ganti Salim
dan Abu Salamah.
Para
tabi’in yang paling utama
Pendapat yang
masyhur tentang tabi’in yang paling utama adalah, bahwa ia adalah Sa’id bin Al
Musayyib. Namun Abu Abdillah Muhammad bin Khafif Asy Syirazi menyatakan,
“Penduduk Madinah mengatakan, bahwa tabi’in yang paling utama adalah Sa’id bin
Al Musayyib. Penduduk Kufah mengatakan, bahwa tabi’in yang paling utama adalah
Uwais Al Qarniy. Sedangkan penduduk Basrah mengatakan, bahwa tabi’in yang
paling utama adalah Al Hasan Al Basri.
Tabi’in
wanita yang paling utama
Abu Bakar bin
Abu Dawud berkata, “Dua pemimpin wanita tabi’in adalah Hafshah binti Sirin dan
Amrah binti Abdurrahman, selanjutnya Ummu Darda.”
Ummu Darda di
sini adalah Ummu Darda Shughra yang nama aslinya Hujaimah atau Hujaimah; bukan
Ummu Darda Kubra istri Abu Darda seorang sahabat, dimana nama aslinya adalah
Khairah dan ia termasuk shahabiyah.
Karya
ulama yang paling masyhur tentang Tabi’in
Karya ulama
yang paling masyhur tentang Tabi’in adalah kitab Ma’rifatut Tabi’in
karya Abul Mutharrif bin Fathis Al Andalusiy (Lihat Ar Risalah Al Mustathrafah
hal. 105)
Wallahu
a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa alihi wa shahbihi wa
sallam.
Marwan
bin Musa
Maraji’: Taisir Musthalah Hadits
(Dr. Mahmud Ath Thahhan), Minhajul Muslim (Abu Bakar Al Jazairiy), Maktabah Syamilah
versi 3.45, dll.
0 komentar:
Posting Komentar