بسم الله الرحمن الرحيم
Terjemah Matan Rahabiyyah
(Ilmu Faraidh/Waris Dalam Bentuk Syair)
Pengantar Penerjemah
؛الْحَمْدُ
للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
الْأَمِيْن وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّابَعْدُ:
فَهَذِهِ تَرْجَمَةُ منْظُوْمَةِ
الرَّحْبِيَّة فِي عِلْمِ الْفَرَائِضِ لِلْإِمَامِ أَبِي عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدِ بْنِ
الْحَسَن بْنِ مُحَمَّد بْنِ عَلِي الْمَشْهُوْر بِالرَّحْبِي الْمُسَمَّى بِ
بُغْيَةِ الْبَاحِثِ عَنْ جُمَلِ الْمَوَارِيْث, تَرْجَمْتُهَا إِلَى اللُّغَةِ اْلإِنْدُوْنِيْسِيَّةِ
تَسْهِيْلاً لِطُلاَّبِ الْعِلْمِ اْلِإنْدُوْنِيْسِيِّيْنَ دِرَاسَتُهاَ وَفَهْمُهَا
فَلَعَلَّ هُنَاكَ مَنْ يَكْتُبُ شَرْحَهَا بِاللُّغَةِ اْلإِنْدُوْنِيْسِيَّة.
وَأَسْأَلُ اللهَ الْعَظِيْمَ أَنْ يَجْعَلَهَا خَالِصًا لِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ
وَأَنْ يَنْفَعَ بِهَا إِنَّهُ وَلِيُّ ذَلِكَ وَالْقَادِرُ عَلَيْهِ.
Segala puji bagi Allah Rabbul
‘alamin, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi kita Muhammad Al Amin,
kepada keluarganya dan para sahabatnya semua. Amma ba’du:
Berikut terjemah manzhumah
(matan ilmu dalam bentuk syair) Rahbiyyah tentang ilmu Faraidh karya Imam Abu
Abdillah Muhammad bin Hasan bin Muhammad bin Ali yang dikenal dengan nama Ar
Rahbiy, dimana kitabnya berjudul Bughyatul Bahits ‘an Jumalil Mawarits.
Saya terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia untuk memudahkan para penuntut Ilmu
orang-orang Indonesia dalam mengkaji dan memahaminya, semoga saja ada orang
yang mau menulis syarahnya dalam bahasa Indonesia.
Saya meminta kepada Allah Yang Maha Agung agar menjadikan
terjemah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan menjadikannya bermanfaat,
sesungguhnya Allah yang mampu dan berkuasa melakukan hal itu.
Marwan
Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Mekkah Al Mukarramah
Blog: http://wawasankeislaman.blogspot.com/
Telegram : https://t.me/wawasan_muslim
Daftar Isi
Pengantar
Penerjemah.................... .................... 2
Daftar Isi ....................
.................... 3
Mukadimah....................
.................... 5
Bab Sebab Mewarisi ………….................... 7
Bab Penghalang Mewarisi ………..................... 7
Bab Laki-Laki Yang Menjadi Ahli Waris ………..................... 8
Bab Wanita Yang Menjadi Ahli Waris ………..................... 9
Bab Bagian Yang Ditentukan Dalam Kitab Allah
Ta’ala ………..................... 10
Bab Setengah .......... .................... 11
Bab Seperempat ………..................... 12
Bab Seperdelapan ………..................... 12
Bab Duapertiga ………..................... 13
Bab Sepertiga ………..................... 14
Bab
Seperenam ………..................... 15
Bab Warisan Nenek ……….................... 17
Bab Ashabah ………..................... 19
Bab Hajb (Menghalangi) ……….................... 21
Bab Musytarikah ……….................... 23
Bab Kakek dan Saudara ……….................... 25
Bab Akdariyyah ……….................... 28
Bab Perhitungan Warisan ………..................... 27
Bab Pengesahan Masalah ……….................... 31
Bab Munasakhat ………..................... 34
Bab Warisan Khuntsa Musykil, Orang Hilang,
dan Janin ………. 35
Bab Warisan Orang Yang Tenggelam, Tertimpa
Reruntuhan, dan Orang-Orang Yang terbakar ………..................... 36
Penutup ……….................... 36
الْمُقَدِّمَة
1-
أَوَّلُ مَا نَسْتَفْتِحُ الْمَقَالاَ بِذِكْرِ
حَمْدِ رَبِّنا تَعَالَى
2-
فَالْحَمْدُ للهِ عَلَى مَا أَنْعَمَا حَمْداً بِهِ يَجْلُو عَنِ القَلْبِ العَمَى
3-
ثُمَّ الصَّلاةُ بَعْدُ وَالسَّلامُ عَلَى نَبِيٍّ دينُهُ الإِسْلامُ
4-
مُحَمَّدٌ خَاتَمِ رُسْلِ رَبِّهْ وَآلِهِ مِنْ بَعْدِهِ وَصَحْبِهْ
5-
ونَسْأَلُ اللهَ لَنا الْإِعَانَهْ فِيما تَوخَّيْنَا مِنَ الإِبانَهْ
6-
عَنْ مَذْهَبِ الْإِمامِ زَيْدِ الفَرَضِي إِذْ
كَانَ ذاكَ مِنْ أَهَمِّ الغَرَضِ
7-
عِلْماً بِأَنَّ العِلْمَ خَيْرُ مَا سُعِيْ
فِيْهِ وَأَوْلَى مَالَهُ العَبْدُ
دُعِيْ
8-
وَأَنَّ هَذَا الْعِلْمَ مَخْصُوْصٌ بِمَا قَدْ شَاعَ فِيْهِ عِنْدَ كُلِّ الْعُلَمَا
9-
بِأَنَّهُ أَوَّلُ عِلْمٍ يُفْقَدُ فِي الْأَرْضِ حَتَّى لاَ يَكَادُ
يُوجَدُ
10-
وَأَنَّ زَيْداً خُصَّ لاَ مَحالَهْ بِمَا حَبَاهُ خَاتَمُ الرِّسالَهْ
11-
مِنْ قَوْلِهِ فِي فَضْلِهِ مُنَبِّهَا "أَفْرَضُكُمْ زَيْدٌ" وَنَاهِيْكَ
بِهاَ
12-
فَكَانَ أَوْلَى باتِّباعِ التَّابِعيْ لاَ سِيَّمَا وَقَدْ نَحَاهُ الشَّافِعِيْ
13-
فَهَاكَ فِيْهِ القَوْلَ عَنْ إِيْجَازِ مُبَرَّءاً عَنْ وَصْمَةِ الأَلْغازِ
Mukadimah
1. Ucapan pertama sebagai
pembukaan kami adalah memuji Allah Tuhan kami yang Mahatinggi
2. Segala puji
bagi Allah atas nikmat-nikmat-Nya dengan pujian yang menghilangkan kebutaan
dari hati
3. Selanjutnya
shalawat dan salam kepada Nabi yang agamanya adalah Islam
4.
Beliau adalah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang menjadi penutup para
rasul, demikian juga shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada keluarganya
dan para sahabatnya
5.
Kami memohon pertolongan kepada Allah dalam menjelaskan apa yang kami ingin
terangkan
6.
Tentang pendapat Imam Zaid bin Tsabit sang Ahli Faraidh, karena penjelasan tentang
hal itu termasuk perkara yang sangat penting
7. Di
samping keadaan ilmu yang merupakan sesuatu yang paling berhak dicari dan
paling berhak didakwahi
8. Ilmu Faraidh
juga dikhususkan dengan sesuatu yang sudah masyhur di kalangan ulama
9. Ilmu ini
juga merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari bumi sehingga hampir tidak
ditemukan lagi
10. Tidak
diragukan lagi, bahwa Zaid adalah seorang yang mendapatkan keistimewaan dengan
ilmu yang diberikan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang
merupakan penutup para rasul
11.
Melalui sabda Beliau yang menerangkan tentang keutamaannya, yaitu bahwa orang
yang paling mengerti faraidh adalah Zaid[1] dan
cukuplah yang demikian sebagai persaksian bagimu
12. Oleh karena itu, ia lebih berhak diikuti,
apalagi Imam Syafii cenderung memilih pendapatnya
13.
Maka ambillah pendapatnya yang sederhana yang terlepas dari cacat kesamaran.
بَابُ أَسْبَابِ الْمِيْرَاث
14-
أَسْبَابُ مِيْرَاثِ الْوَرَى ثَلاَثَهْ كُلٌّ يُفِيدُ رَبَّهُ الوِرَاثَهْ
15-
وَهْيَ: نِكَاحٌ، وَوَلاَءٌ ، وَنَسَبْ مَا بَعْدَهُنَّ لِلمَوَارِيْثِ سَبَبْ
Bab
Sebab Mewarisi
14. Sebab mewarisi orang
lain ada tiga, dimana masing-masingnya memberikan kewarisan kepada pemiliknya
15. Itulah
nikah, wala[2],
dan nasab, yang tidak ada lagi sebab setelahnya
بَابُ مَوَانِعِ الْإِرْث
16-
وَيَمْنَعُ الشَّخْصَ مِنَ الْمِيْرَاثِ وَاحِدَةٌ مِنْ عِلَلٍ ثَلاَثِ
17-رِقٌّ، وَقَتْلٌ، وَاخْتِلافُ
دِيْنِ فَافْهَمْ ؛
فَلَيْسَ الشَّكُّ كَاليَقِيْنِ
Bab
Penghalang Mewarisi
16. Seseorang tidak
mendapatkan warisan karena salah satu di antara tiga sebab ini
17. Perbudakan,
pembunuhan, dan berbeda agama, maka fahamilah hal ini karena yang masih ragu
berbeda dengan yang sudah diyakini
بَابُ الْوَارِثِيْنَ مِنَ الرِّجَال
18- وَالْوَارِثُوْنَ مِنْ
الرِّجَالِ عَشَرَةْ أَسْماؤُهُمْ
مَعْرُوْفَةٌ مُشْتَهِرَهْ
19- الْاِبْنُ وابْنُ الْاِبْنِ
مَهْمَا نَزَلاَ وَالْأَبُ
وَالْجَدُّ لَهُ وإِنْ عَلاَ
20- وَالْأَخُ مِنْ أَيِّ
الْجِهَاتِ كَانَا قَدْ
أَنْزَلَ اللهُ بِهِ القُرْآنَا
21- وَابْنُ الأَخِ
الْمُدْلِي إِلَيْهِ بِالْأَبِ فَاسْمَعْ
مَقَالاً لَيْسَ بِالْمُكَذَّبِ
22- وَالْعَمُّ وَابْنُ
العَمِّ مِنْ أَبيهِ فَاشْكُرْ
لِذِي الإِيْجَازِ وَالتَّنْبِيْهِ
23- وَالزَّوْجُ وَالْمُعْتِقُ
ذُو الْوَلاَءِ فُجُمْلَةُ
الذُّكُوْرِ هَؤُلاَءِ
Bab
Laki-Laki Yang Menjadi Ahli Waris
18. Ada sepuluh ahli waris
dari kalangan laki-laki, nama-namanya sudah maklum dan dikenali
19. Yaitu
anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
Demikian juga ayah, kakeknya, dan seterusnya ke atas.
20.
Lalu saudara dari pihak mana saja[3],
karena Allah menurunkan Al Qur’an dengan menerangkan demikian
21.
Juga anak laki-laki saudara laki-laki seayah[4],
maka dengarlah ucapan yang bukan dusta ini.
22.
Demikian juga paman, anak laki-laki paman seayah[5],
maka syukurilah orang yang memiliki ringkasan dan mengingatkan ini.
23.
Juga suami, orang yang memerdekakan yang memiliki hak wala, oleh karenanya
laki-laki yang disebutkan itulah yang berhak mewarisi.
بَابُ الْوَارِثاَتِ مِنَ النِّسَاءِ
24- وَالْوَارِثَاتُ مِنْ
النِّسَاءِ سَبْعُ لَمْ
يُعطِ أُنْثَى غَيْرَهُنَّ الشَّرْعُ
25- بِنْتٌ وبِنْتُ ابْنٍ
وأُمٌّ مُشْفِقَهْ وَزوْجَةٌ
وَجَدَّةٌ ومُعتِقَهْ
26- والأُخْتُ مِنْ أيِّ
الْجِهَاتِ كَانَتْ فَهذِهِ
عِدَّتُهُنَّ بَانَتْ
Bab
Wanita Yang Menjadi Ahli Waris
24. Ada tujuh wanita yang
menjadi ahli waris, dimana syariat tidak memberikan warisan kepada wanita
selain mereka.
25. Yaitu
anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan ibu yang menyayangi.
Demikian juga wanita, nenek, dan wanita yang memerdekakan.
26. Juga
saudari dari pihak mana saja[6],
inilah jumlah mereka sesungguhnya.
بَابُ الْفُرُوْضِ الْمُقَدَّرًةِ فِي كِتَابِ اللهِ تَعَالَى
27- وَاعْلَمْ بِأَنَّ الْإِرْثَ
نَوْعَانِ هُمَا فَرْضٌ وَتَعْصِيْبٌ
عَلَى مَا قُسِّمَا
28- فَالْفَرْضُ فِي
نَصِّ الْكِتاَبِ سِتَّهْ لاَ
فَرْضَ فِي اْلإِرْثِ سِوَاهَا البَتَّهْ
29- نِصْفٌ وَرُبْعٌ
ثُمَّ نِصْفُ الرُّبْعِ وَالثُّلْثُ
والسُّدْسُ بِنَصِّ الشَّرعِ
30- والثُّلُثَانِ وَهُمَا
التَّمَامُ فَاحْفَظْ
فكُلُّ حَافِظٍ إِمامُ
Bab
Bagian Yang Ditentukan Dalam Kitab Allah Ta’ala
27. Ketahuilah, bahwa kewarisan itu ada dua macam; yaitu dengan
jalan fardh dan jalan ‘Ashabah.
28. Dengan jalan fardh dalam Al Qur’an ada enam, tidak ada yang
lain selain itu[7].
29. Setengah, seperempat,
seperdelapan, sepertiga, dan seperenam berdasarkan nash syariat.
30. Demikian juga dua pertiga yang
menjadi penyempurna, maka hafalkanlah karena setiap orang yang hafal akan
menjadi imam (pemimpin).
بَابُ النِّصْف
31- والنِّصْفُ فَرْضُ خَمْسَةٍ
أَفْرادِ الزَّوجُ وَالْأُنْثَى
مِنَ الْأَوْلَادِ
32- وَبِنْتُ الْاِبْنِ عِنْدَ
فقْدِ الْبِنْتِ وَالْأُخْتُ
فِي مَذْهَبِ كُلِّ مُفْتِ
33- وَبَعْدَهَا الْأُخْتُ
الَّتِي مِنَ الْأَبِ عِنْدَ
انْفِرَادِهِنَّ عَنْ مُعَصِّبِ
Bab
Setengah
31. Setengah diwarisi oleh lima orang, yaitu suami, sesorang
puteri
32. Cucu perempuan dari anak laki-laki ketika tidak ada puteri,
dan saudari[8] menurut madzhab setiap
mufti.
33. Selanjutnya adalah saudari
seayah ketika sendiri dan tidak ada yang mengashabahkannya.
بَابُ الرُّبُع
34- والرُّبْعُ فَرْضُ
الزَّوْجِ إِنْ كَانَ مَعَهْ مِنْ وَلَدِ الزَّوْجَةِ مَنْ قَدْ
مَنَعَهْ
35- وَهْوَ لِكُلِّ زَوْجَةٍ
أَوْ أَكْثَرَا مَعْ
عَدَمِ الْأَوْلاَدِ فِيْمَا قُدِّرَا
36- وَذِكْرُ أَوْلاَدِ اْلبَنِيْنِ
يُعْتَمَدْ حَيْثُ
اعْتَمَدْنا الْقَوْلَ في ذِكْرِ الْوَلَدْ
Bab
Seperempat
34. Seperempat adalah bagian untuk suami jika ada anak, karena
anak itulah yang menghalangi dari mendapatkan separuhnya
35. Seperempat juga bagian istri;
seorang atau lebih saat tidak ada anak berdasarkan ketetapan Allah Azza wa
Jalla
36. Cucu laki-laki dari anak
laki-laki juga dianggap (seperti anak), saat kita menganggap cucu seperti anak (dapat
mengurangi bagian suami/istri).
بَابُ الثُّمُن
37- والثُّمْنُ
لِلزَّوْجَةِ والزَّوْجَاتِ مَعَ
الْبَنِيْنَ أَوْ مَعَ الْبَنَاتِ
38- أَوْ مَعَ أَوْلاَدِ
الْبَنِيْنَ فَاعْلَمِ وَلاَ
تَظُنَّ الْجَمْعَ شَرْطاً فافْهَمِ
Bab
Seperdelapan
37. Seperdelapan adalah bagian untuk seorang istri atau lebih jika
ada anak laki-laki atau anak perempuan
38. Atau jika ada cucu dari anak
laki-laki, dan jangan engkau mengira harus disyaratkan anak lebih dari satu
baru berlaku, maka fahamilah.
بَابُ الثُّلْثَيْن
39- وَالثُّلُثَانِ لِلبَنَاتِ
جَمْعَا مَا زَادَ
عَنْ وَاحِدَةٍ فَسَمْعَا
40- وَهْوَ كَذَاكَ لِبَنَاتِ
الْاِبْنِ فَافْهَمْ مَقَالِي
فَهْمَ صَافِي الذِّهْنِ
41- وَهْوَ لِلْأُخْتَينِ
فَمَا يَزِيْدُ قَضَى
بهِ الْأحْرَارُ وَالْعَبِيْدُ
42- هَذَا إِذَا كُنَّ لِأُمٍّ
وَأَبِ أَوْ لِأَبٍ فَاعْمَلْ
بِهذَا تُصِبِ
Bab Duapertiga
39. Dua pertiga adalah bagian untuk anak-anak perempuan jika
banyak, yakni lebih dari satu, maka dengarkanlah
40. Demikian juga bagi cucu-cucu perempuan dari anak laki-laki,
maka fahamilah ucapanku seperti pemahaman orang yang jernih akalnya
41. Duapertiga juga berlaku bagi
dua saudari atau lebih, dimana hal itu telah disepakati oleh semua orang baik
yang merdeka maupun yang budak.
42. Yang demikian jika
saudari-saudari itu sekandung atau seayah, maka putuskanlah demikian niscaya
engkau akan berada di atas kebenaran.
بَابُ الثُلُث
43- والثُّلْثُ فَرْضُ الْأُمِّ
حَيْثُ لاَ وَلَدْ وَلاَ
مِنَ الْإِخْوَةِ جَمْعٌ ذُوْ عَدَدْ
44- كَاثْنَيْنِ أَوْ
ثِنْتَيْنِ أوْ ثَلاثِ حُكْمُ
الذُّكُورِ فيْهِ كَالْإِنَاثِ
45- وَلاَ ابْنُ ابْنٍ
مَعَهَا أَوْ بِنْتُهُ فَفَرْضُهَا
الثُّلْثُ كَمَا بيَّنْتُهُ
46- وَإنْ يَكُنْ زَوْجٌ
وَأمٌ وَأَبُ فَثُلُثُ
الْبَاقِى لَهَا مُرَتَّبُ
47- وَهَكَذَا مَعْ
زوْجَةٍ فَصَاعِدَا فَلاَ
تَكُنْ عَنِ الْعُلُوْمِ قَاعِدَا
48- وَهُوَ لِاثْنَيْنِ أَوِ
اثْنَتَيْنِ مِنْ
وَلَدِ الْأُمِّ بِغَيْرِ مَيْنِ
49- وَهَكَذَا إِنْ
كَثُرُوا أَوْ زَادُوْا فَمَا
لَهُمْ فِيْمَا سِوَاهُ زَادُ
50- وَيَسْتَوِي اْلإِنَاثُ
وَ الذُّكُوْرُ فِيْهِ
كَمَا أوْضَحَ الْمَسْطُورُ
Bab Sepertiga
43. Sepertiga adalah bagian buat
ibu ketika tidak ada anak dan tidak ada sejumlah saudara
44. Baik jumlahnya dua saudara atau dua saudari, atau tiga orang
saudara, dimana yang laki-laki dan perempuannya sama
45. Di samping tidak ada cucu
laki-laki atau cucu perempuan dari anak laki-laki, sehingga bagiannya adalah sepertiga
seperti yang telah kuterangkan
46. Jika ada suami, ibu, dan ayah,
maka ada bagian sepertiga dari sisa (untuk ibu)
47. Demikian juga ketika bersama
seorang istri atau lebih, maka janganlah engkau malas menuntut ilmu.
48. Sepertiga juga diperoleh untuk
dua orang saudara atau saudari seibu tanpa dusta
49. Mereka juga mendapatkan
seperti itu (1/3) meskipun jumlah mereka banyak; tanpa memperoleh bagian lagi
selebihnya
50. Sama saja dalam hal ini baik
keadaan saudara itu laki-laki maupun wanita sebagaimana yang diterangkan oleh
Al Qur’an.
بَابُ السُّدُس
51- وَالسُّدْسُ فَرْضُ
سَبْعَةٍ مِنَ العَدَدْ أَبٍ وَأمٍّ ثُمَّ بِنْتِ ابْنٍ وَجَدْ
52- وَالْأُخْتُ بِنْتُ اْلأَبِ
ثُمَّ الْجَدَّهْ وَوَلدُ
الْأُمِّ تَمامُ العِدَّهْ
53- فَالْأَبُ
يَسْتَحِقُّهُ مَعَ الْوَلَدْ وَهَكَذَا
الْأُمُّ بِتَنْزِيْلِ الصَّمَدْ
54- وَهَكَذَا مَعْ
وَلَدِ الْابْنِ الَّذِي مَا
زَالَ يَقْفُوْ إِثْرَهُ وَيَحْتَذِي
55- وَهْوَ لَهَا أَيْضاً
مَعَ الْاِثْنَيْنِ مِنْ
إِخْوَةِ الْمَيْتِ فَقِسْ هَذَيْنِ
56- وَالْجَدُّ مِثْلُ الْأَبِ
عِنْدَ فَقْدِهِ فِي حَوْزِ
مَا يُصِيبُهُ ومَدِّهِ
57- إِلاَّ إِذَا كَانَ
هُنَاكَ إِخْوَهْ لِكَوْنِهِمْ
فِي القُرْبِ وَهْوَ أُسْوَهْ
58- أوْ أَبَوَانِ
مَعْهُمَا زوْجٌ وَرِثْ فَالْأُمُّ
لِلثُّلْثِ مَعَ الجَدِّ تَرِثْ
59- وَهَكَذا لَيْسَ
شَبِيْهاً بِالْأَبِ فِي
زَوْجَةِ الْمَيْتِ وأُمٍّ وَأَبِ
60- وَحُكْمُهُ
وحُكْمُهُمْ سَيَأْتِي مُكَمَّلَ
الْبَيَانِ فِي الْحَالاَتِ
61-وبِنْتُ الابْنِ تَأْخُذُ
السُّدْسَ إِذَا كَانَتْ
مَعَ الْبِنْتِ مِثَالاً يُحْتَذَى
62-وَهَكَذَا الْأُخْتُ مَعَ
الْأُخْتِ الَّتِي
بِالْأَبَوَيْنِ يَا أُخَيَّ أَدْلَتِ
63-وَالسُّدْسُ فَرْضُ
جَدَّةٍ في النَّسَبِ وَاحِدَةً كَانَتْ لِأُمٍّ أَوْ لِأَبِ
64- ووَلَدُ الْأُمِّ يَنَالُ
السُّدْسَا وَالشَّرْطُ
فِي إِفْرَادِهِ لاَ يُنْسَى
Bab
Seperenam
51. Seperenam adalah bagian untuk
tujuh orang, yaitu ayah, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan kakek.
52. Saudari seayah (ketika bersama
saudari kandung), nenek, dan anak ibu (saudara/i seibu) sehingga jumlahnya
sempurna menjadi tujuh.
53. Ayah berhak mendapatkan 1/6
bersama anak, demikian pula ibu berdasarkan keterangan kitab yang diturunkan Allah
Ash Shamad
54. Demikian pula ketika bersama
cucu dari anak laki-laki yang biasanya mengikuti anak laki-laki dalam hal
mewarisi
55. Ibu juga mendapatkan seperenam
ketika bersama dua orang saudara si mayit, maka qiyaskan yang lain dengannya
56. Kakek juga seperti ayah saat
ayah tidak ada; dalam memperoleh bagian.
57. Kecuali jika bersama
saudara-saudara (maka keadaannya tidak seperti ayah) karena keadaan mereka yang
dekat dengan mayit sama dengan kakek
58. Atau ayah dan ibu bersama
suami yang mewarisi[9], dan ibu juga mewarisi
sepertiga[10] di samping kakek juga
mewarisi (sisanya).
59. Demikian juga kakek tidak sama
dengan ayah ketika ahli warisnya istri si mayit, bersama ibu dan ayah[11].
60. Hukum antara dia (kakek) dengan mereka (saudara-saudara) akan
dijelaskan nanti dan akan diterangkan secara lengkap dalam beberapa kesempatan.
61. Cucu perempuan dari anak
laki-laki mendapatkan seperenam ketika bersama anak perempuan, yang demikian adalah
contoh yang patut diikuti.
62. Juga saudari seayah (seorang
atau lebih) bersama saudari kandung mendapatkan seperenam wahai saudaraku
63. Seperenam juga bagian untuk
nenek secara nasab meskipun hanya seorang, baik dari pihak ibu maupun ayah
64. Anak-anak ibu (saudara/i
seibu) mendapatkan 1/6 namun syaratnya jika seorang diri. Ini adalah syarat
yang tidak dilupakan.
بَابُ مِيْرَاثِ
الْجَدَّات
65- وَإِنْ تَسَاوَى
نَسَبُ اْلجَدَّاتِ وَكُنَّ
كُلُّهُنَّ وَارِثاَتِ
66- فَالسُّدْسُ
بيْنَهُنَّ بِالسَّوِيَّهْ فِي الْقِسْمَةِ الْعَادِلَةِ الشَّرْعِيَّهْ
67- وَإِنْ تَكُنْ
قُرْبَى ِلأُمٍّ حَجَبَتْ أُمَّ
أَبٍ بُعْدَى وَسُدْساً سَلَبَتْ
68- وَإِنْ تَكُنْ بِالْعَكْسِ
فَالْقَوْلاَنِ فِي
كُتْبِ أهْلِ العِلْمِ مَنْصُوْصَانِ
69- لاَ تَسْقُطُ
البُعْدَى عَلَى الصَّحيْحِ وَاتَّفَقَ الْجُلُّ عَلَى
التَّصْحيْحِ
70- وَكُلُّ مَنْ
أَدْلَتْ بِغَيْرِ وَارِثِ فَمَا لَهَا حَظٌّ مِنَ الْمَوَارِثِ
71- وَتَسْقُطُ البُعْدَى
بِذَاتِ القُرْبِ فِي الْمَذْهَبِ الأَوْلَى فَقُلْ
لِي حَسْبِي
72- وَقَدْ تَنَاهَتْ
قِسْمَةُ الفُرُوْضِ مِنْ
غِيْرِ إِشْكَالٍ وَلاَ غُمُوْضِ
Bab
Warisan Nenek
65. Jika nasab nenek sama, dimana mereka
semua sebagai ahli waris[12]
66. Maka bagian 1/6 dibagi rata
antara sesama mereka dalam pembagian syara yang adil.
67. Jika ada nenek yang terdekat dengan ibu (seperti ibunya ibu)
maka ia menghajb (menghalangi) ibu ayah yang jauh[13], dan seperenam pun diambilnya
68. Jika yang terjadi kebalikannya[14], maka ada dua pendapat
yang termaktub dalam kitab-kitab Ahli Ilmu
69. Nenek yang jauh tidaklah gugur menurut pendapat yang sahih[15], bahkan sebagian besar
ulama sepakat mensahihkan (pendapat pertama ini).
70. Nenek yang bersambung dengan
bukan ahli waris[16], maka dia tidak
memperoleh jatah waris[17].
71. Nenek yang jauh gugur karena nenek yang lebih dekat menurut
madzhab yang lebih utama[18], maka katakanlah
‘cukuplah yang demikian bagiku’
72. Dan selesailah pembagian
warisan berdasarkan fardh(jatah)nya tanpa menyisakan masalah dan kesamaran.
بَابُ التَّعْصِيْب
73- وَحُقَّ أَنْ
نَشْرَعَ فِي التَّعْصِيْبِ بِكُلِّ قَوْلٍ مُوجَزٍ
مُصِيبِ
74- فَكُلُّ مَنْ أحْرَزَ
كُلَّ الْمَالِ مِنَ
الْقَرَابَاتِ أَوِ الْمَوَالِي
75- أَوْ كَانَ مَا
يَفْضُلُ بَعْدَ الفَرْضِ لَهْ فَهُوَ أَخُو الْعُصُوبَةِ
الْمُفَضَّلَهْ
76- كَالْأَبِ وَالْجَدِّ
وَجَدِّ الْجَدِّ وَاْلاِبْنِ
عِنْدَ قُرْبِهِ والْبُعْدِ
77- وَالْأَخِ وَابْنِ اْلأَخِ
وَالْأَعْمَامِ وَالسَّيِّدِ
الْمُعْتِقِ ذِي اْلإنْعَامِ
78- وَهَكَذا بَنُوهُمُ
جَمِيعَا فَكُنْ
لِما أَذْكُرُهُ سَمِيعَا
79- وَمَا لِذِي اْلبُعْدَى
مَعَ القَرِيبِ فِي اْلإرْثِ مِنْ حَظٍّ وَلا نَصِيبِ
80- وَالأخُ والعَمُّ
لأُمٍّ وَأَبِ أَوْلَى
مِنَ الْمُدْلِي بِشَطْرِ النَّسَبِ
81- وَالْاِبْنُ وَالْأَخُ
مَعَ الإِنَاثِ يُعَصِّبَانِهِنَّ
فِي الْمِيْرَاثِ
82- وَالْأَخَوَاتُ إِنْ
تَكُنْ بَنَاتُ فَهُنَّ
مَعْهُنَّ مُعَصَّبَاتُ
83- وَلَيْسَ فِي النِّسَاءِ
طُرًّا عَصَبَهْ إِلاَّ الَّتِي مَنَّتْ بِعِتْقِ
الرَّقَبَهْ
Bab
Ashabah
73. Sudah sepatutnya kami masuk
membahas ashabah dengan semua uraian yang singkat namun tepat.
74. Yaitu setiap yang mewarisi
semua harta (ketika sendiri) dari kalangan kerabat dan maula (orang yang memerdekakan).
75. Atau sisanya setelah ashabul
furudh mengambil bagian, itulah pemilik ashabah yang didahulukan (yaitu ashabah
bi nafsihi, sedangkan ashabah bighairihi dan ashabah ma’a ghairihi maka seperti
ashabah bi nafsihi).
76. Misalnya adalah ayah, kakek,
kakeknya kakek dan seterusnya ke atas, serta anak laki-laki baik dekat maupun
jauh[19] dan seterusnya ke bawah.
77. Termasuk juga saudara[20], anak laki-laki saudara,
dan paman, demikian juga orang yang memerdekakan yang memiliki nikmat
78. Termasuk pula anak-anak mereka
(paman) semua (menjadi ashabah), maka jadilah engkau pendengar yang baik
terhadap apa yang kusampaikan.
79. Namun yang jauh tidaklah
memperoleh bagian ketika masih ada yang dekat.
80. Saudara dan paman seayah dan seibu
(sekandung) lebih didahulukan daripada yang bersambung dengan separuh nasab[21]
81. Anak laki-laki dan saudara
laki-laki ketika ada perempuannya, maka keduanya mengashabahkan yang perempuan.
82. Demikian pula saudari[22] bersama anak perempuan,
maka saudari diashabahkan olehnya.
83. Untuk wanita tidak tidak ada
ashabah dengan sendirinya (binafsihi) kecuali wanita yang memerdekakan budak.
بَابُ الْحَجْب
84- وَالْجَدُّ مَحْجُوبٌ
عَنِ الْمِيرَاثِ بِالْأَبِ فِي أَحْوَالِهِ الثَّلاَثِ
85- وَتَسْقُطُ الْجَدَّاتُ
مِنْ كُلِّ جِهَهْ بِالْأُمِّ فَافْهَمْهُ وَقِسْ مَا
أَشْبَهَهْ
86- وَهَكَذَا ابْنُ الْإِبْنِ
بِالِإبْنِ فَلاَ تَبْغِ
عَنِ الْحُكْمِ الصَّحِيْحِ مَعْدِلَا
87- وَتَسْقُطُ الْإِخْوَةُ
بِالبَنِيْنَا وَبِالْأَبِ الْأَدْنَى كَمَا رُوِيْنَا
88- وَ بِبَنِي
الْبَنِينَ كَيْفَ كَانُوا سِيَّانِ فِيهِ الْجَمْعُ وَاْلوُحْدَانُ
89- وَيَفْضُلُ ابْنُ
الأُمِّ بِالْإِسْقَاطِ بِالْجَدِّ فَافْهَمْهُ عَلَى احْتِيَاطِ
90- وَبِالبَنَاتِ وَبَنَاتِ
الْاِبْنِ جَمْعاً
وَوُحْدَاناً فَقُلْ لِيْ زِدْنِي
91- ثُمَّ بَنَاتُ الْإِبْنِ
يَسْقُطْنَ مَتَى حَازَ
الْبَنَاتُ الثُّلُثَيْنِ يَا فَتَى
92- إِلاَّ إِذَا
عَصَّبَهُنَّ الذَّكَرُ مِنْ وَلَدِ الابْنِ عَلَى مَا ذَكَرُوا
93- وَمِثْلُهُنَّ الْأَخَوَاتُ
اللَّاتِي يُدْلِينَ
بِالْقُرْبِ مِنَ الْجِهَاتِ
94- إِذَا أَخَذْنَ
فَرْضَهُنَّ وَافِيَا أَسْقَطْنَ أوْلاَدَ الْأَبِ الْبَوَاكِيَا
95- وَإِنْ يَكُنْ أخٌ
لَهُنَّ حَاضِرَا عَصَّبهُنَّ
بَاطِناً وَظَاهِرَا
96- وَلَيْسَ ابْنُ الْأَخِ
بِالْمُعَصِّبِ مَنْ
مِثْلُهُ أَوْ فَوْقَهُ فِي النَّسَبِ
Bab Hajb
(Menghalangi)
84. Kakek terhalang karena ada
ayah dalam tiga keadaan kakek[23]
85. Nenek dari semua pihak (ayah
atau ibu) juga terhalang karena ada ibu, maka fahamilah olehmu dan qiyaskanlah masalah
yang serupa dengannya
86. Demikian juga cucu laki-laki
dari anak laki-laki terhalang ketika ada anak laki-laki, maka janganlah mencari
jalan lain dari keputusan yang benar ini.
87. Para saudara[24] juga gugur karena ada
anak laki-laki, juga karena ada ayah yang terdekat (bukan kakek) sebagaimana
telah diriwayatkan kepada kita (dari para ahli fiqih)
88. Demikian juga gugur karena ada
cucu laki-laki dari anak laki-laki bagaimana pun keadaannya (dekat atau jauh),
baik seorang atau lebih.
89. Juga gugur anak ibu (saudara/i
seibu) karena ada kakek, maka fahamilah pembahasan ini dengan hati-hati
90. Demikian pula anak ibu (saudara/i
seibu) gugur karena ada anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki
baik seorang atau lebih, maka katakan kepadaku, ‘Tambahkan lagi ilmu ini
kepadaku’,
91. Selanjutnya cucu perempuan
dari anak laki-laki (baik seorang atau lebih) menjadi gugur ketika anak-anak
perempuan mengambil dua pertiga, wahai pemuda.
92. Kecuali jika mereka (cucu perempuan dari anak laki-laki)
diashabahkan oleh cucu laki-laki dari anak laki-laki seperti yang diterangkan
para ahli Faraidh.
93. Sama hukumnya (dengan anak
perempuan) para saudari yang berhubungan dengan kerabat dekat dari semua arah
(seayah dan ibu/sekandung).
94. Ketika mereka mengambil bagian
yang sempurna (2/3), maka mereka menggugurkan saudari seayah yang menangis
95. Namun jika ada saudara seayah,
maka saudari seayah itu diashabahkannya lahir dan batin.
96. Anak laki-laki saudara (sekandung
atau seayah) tidaklah mengashabahkan orang yang senasab semisalnya (seperti
anak perempuan saudara) atau di atasnya.
بَابُ الْمُشْتَرِكَة
97- وَإِنْ تَجِدْ
زَوْجاً وَأُمًّا وَرِثَا وَإِخْوَةً
لِلْأُمِّ حَازُوا الثُّلُثَا
98- وَإِخْوَةً أَيْضاً لِأُمٍّ
وأَبِ وَاسْتَغْرَقُوا اْلماَلَ
بِفَرْضِ النُّصُبِ
99- فَاجْعَلْهُمُ
كُلَّهُمُ لِأُمِّ وَاجْعَلْ
أَبَاهُمْ حَجَراً فِي الْيَمِّ
100- وَاقْسِمْ عَلَى الْإِخْوَةِ
ثُلْثَ التَّرِكَهْ فَهَذِهِ الْمَسْأَلَةُ الْمُشْتَرِكَهْ
Bab
Musytarikah
97. Jika engkau dapati ada
suami, ibu mewarisi dan beberapa orang saudara seibu mendapatkan 1/3
98. Ada pula saudara sekandung, sedangkan
mereka (saudara seibu) menghabiskan harta dengan kadar bagiannya
99. Maka jadikanlah
saudara sekandung itu seakan seperti saudara seibu, dan jadikan ayah mereka
seperti batu yang terlempar di laut (terlupakan)
100. Jadikanlah para
saudara itu (seibu dan sekandung) memperoleh 1/3 (secara sama rata), masalah
ini dikenal dengan nama masalah musytarikah
بَابُ الْجَدِّ وَالْإِخْوَة
101- وَنَبْتَدِي الْآنَ
بِمَا أَرَدْنَا فِي
الْجَدِّ وَاْلإِخْوَةِ إذْ وَعَدْنَا
102- فَألْقِ نَحْوَ مَا
أَقُوْلُ السَّمْعَا وَاجْمَعْ
حَوَاشِي الْكَلِمَاتِ جَمْعَا
103- وَاعْلَمْ بِأَنَّ
الْجَدَّ ذُو أَحْوَالِ أُنْبِيْكَ عَنْهُنَّ عَلَى التَّوَالِي
104- يُقاسِمُ الْإِخْوَةَ
فِيهِنَّ إِذَا لَمْ
يَعُدِ الْقَسْمُ عَلَيْهِ بِاْلأَذَى
105- فَتَارَةً يَأْخُذُ
ثُلْثاً كَامِلاً إِنْ
كَانَ بِالْقِسْمَةِ عَنْهُ نَازِلًا
106- إِنْ لَمْ يَكُنْ
هُنَاكَ ذُوْ سِهَامِ فَاقْنَعْ
بِإيضَاحِيْ عَنِ اسْتِفْهامِ
107- وَتَارَةً يَأْخُذُ
ثُلْثَ الْبَاقِي بَعْدَ
ذَوِي الْفُرُوضِ وَاْلأَرْزَاقِ
108- هَذَا إِذَا مَا
كانَتِ الْمُقَاسَمَهْ تَنْقُصُهُ عَنْ ذَاكَ بِالْمُزَاحَمَهْ
109- وَتَارَةً يَأْخُذُ
سُدْسَ الْمَالِ وَلَيْسَ
عَنْهُ نَازِلاً بِحَالِ
110- وَهْوَ مَعَ اْلإِنَاثِ
عِنْدَ القَسْمِ مِثْلُ أَخٍ فِي سَهْمِهِ والْحُكْمِ
111- إِلاَّ مَعَ اْلأُمِّ
فَلاَ يَحْجُبُهَا بَلْ
ثُلُثُ الْمَالِ لَهَا يَصْحَبُهَا
112- وَاحْسُبْ بَنِي الْأَبِ
لَدَى اْلأَعْدَادِ وَارْفُضْ بَنِي اْلأُمِّ مَعَ اْلأَجْدَادِ
113- وَاحْكُمْ عَلَى اْلإِخْوَةِ
بَعْدَ العَدِّ حُكْمَكَ فِيهِم عِنْدَ فَقْدِ
الْجَدِّ
114- وَاسْقِطْ بَنِي الْإِخْوَةِ
بِاْلأَجْدَادِ حُكْماً بِعَدْلٍ ظَاهِِرِ اْلِإرْشَادِ
Bab
Kakek dan Saudara
101. Sekarang kita mulai
dengan sesuatu yang kita inginkan, yaitu terkait kakek bersama saudara, karena
kami telah menyampaikan hal ini sebelumnya.
102. Maka simaklah baik-baik apa yang akan kusampaikan, dan
kumpulkanlah awal dan akhir kalimat yang disampaikan (semuanya karena masalah
yang cukup berat).
103. Ketahuilah, bahwa kakek itu
ada beberapa keadaan, aku akan terangkan kepadamu keadaan itu secara berurutan.
104. Ia bisa berbagi sama
(muqasamah) dengan para saudara jika pembagian itu tidak merugikan kakek.
105. Terkadang kakek mengambil 1/3
secara sempurna, jika dengan muqasamah akan mengurangi bagiannya
106. Jika tidak ada ashabul furudh
bersama kakek dan saudara, maka cukuplah dengan penjelasanku tanpa perlu
bertanya lagi.
107. Dan terkadang mengambil 1/3
dari sisa setelah ashabul furudh memperoleh bagiannya
108. Yang demikian itu jika
muqasamah itu mengurangi hak kakek karena saling berebutan bersama saudara.
109. Terkadang kakek mengambil 1/6 harta, dan dia tidaklah turun
dari bagian itu dalam keadaan apa pun.
110. Dia (kakek) ketika bersama
saudari saat pembagian sama seperti saudara (bersama saudari) terkait bagian
dan hukumnya.
111. Kecuali bersama ibu, maka
kakek tidak menghajb(menghalangi)nya[25], bahkan 1/3 tetap
didapatkan ibu[26].
112. Hitunglah anak-anak ayah (saudara
kandung dan seayah) oleh orang yang biasa menggabungkan dan tolaklah (gugurkanlah)
anak-anak ibu (saudara seibu) di hadapan kakek
113. Berilah keputusan terhadap saudara (seayah dengan
sekandung) setelah masalah muaa’ddah[27] seperti keputusanmu
terhadap mereka saat tidak ada kakek[28].
114. Gugurkanlah anak-anak saudara karena ada kakek sebagai
hukum yang adil lagi jelas petunjuknya
بَابُ الْأَكْدَرِيَّة
115- وَاْلأُخْتُ لاَ
فَرْضَ مَعَ الْجَدِّ لَها فِيمَا عَدَا مَسْألَةٍ كَمَّلَهَا
116- زَوْجٌ وَأُمٌّ وَهُمَا
تَمَامُهَا فَاعْلَمْ
فَخَيْرُ أُمَّةٍ عَلَّامُهَا
117- تُعْرَفُ يَا صَاحِ
بِالْأَكْدَرِيَّهْ وَهْيَ
بِأنْ تَعْرِفَهَا حَرِيَّهْ
118- فَيُفْرَضُ النِّصْفُ
لَهاَ وَالسُّدْسُ لَهْ حتَّى تَعُولَ بِالفُرُوضِ
الْمُجْمَلَهْ
119- ثُمَّ يَعُودَانِ
إِلَى الْمُقَاسَمَهْ كَمَا
مَضَى فَاحْفَظْهُ وَاشْكُرْ نَاظِمَهْ
Bab
Akdariyyah
115. Saudari (baik
sekandung maupun seayah) tidak ada bagiannya ketika bersama kakek selain pada masalah
yang dilengkapi
116. oleh suami dan ibu,
dimana keduanya merupakan penyempurnanya[29], dan ketahuilah bahwa
sebaik-baik orang pada umat ini adalah orang alimnya.
117. Masalah ini wahai sahabatku dikenal dengan
Akdariyyah, yang engkau akan kenali hakikatnya.
118. Ditetapkan untuk saudari ½, sedangkan
untuk kakek 1/6 sehingga naik (aul) dengan bagiannya ketika dihimpunkan
(menjadi 9).
119. Kemudian keduanya melakukan
muqasamah (berbagi, dengan ketentuan kakek dua kali lipat dari bagian saudari)
sebagaimana diterangkan sebelumnya, maka ingatlah hal itu dan berterima
kasihlah kepada pembuat syairnya.
بَابُ الْحِسَاب
120- وَإِنْ تُرِدْ
مَعْرِفَةَ الْحِسَابِ لِتَهْتَدِيْ بِهِ إِلىَ الصَّوابِ
121- وَتَعْرِفَ
الْقِسْمَةَ والتَّفْصِيْلَا وَتَعْلَمَ التَّصْحِيحَ والتَّأْصِيلاَ
122- فَاسْتَخْرِجِ اْلأُصُولَ
فِي الْمَسَائِلِ وَلاَ تَكُنْ عَنْ حِفْظِهَا بِذَاهِلِ
123- فَإِنَّهُنَّ
سَبْعَةٌ أُصُولُ ثَلاثَةٌ مِنْهُنَّ قَدْ تَعُولُ
124- وَبَعْدَهَا
أرْبَعَةٌ تَمَامُ لاَ عَوْلَ يَعْرُوهَا وَلاَ انْثِلاَمُ
125- فَالسُّدْسُ مِنْ
سِتَّةِ أَسْهُمٍ يُرَى وَالثُّلْثُ والرُّبْعُ مِنِ اثْنَيْ عَشَرَا
126- وَالثُّمْنُ إِنْ
ضُمَّ إِلَيْهِ السُّدْسُ فَأَصْلُهُ
الصَّادِقُ فِيهِ الْحَدْسُ
127- أَرْبَعَةٌ يَتْبَعُها عِشْرُونَا يَعْرِفُهَا الْحُسَّابُ أَجْمَعُونَا
128- فَهَذِهِ
الثَّلاثَةُ اْلأُصُولُ إِنْ
كَثُرَتْ فُرُوضُهَا تَعُولُ
129- فَتَبْلُغُ
السِّتَّةُ عِقْدَ الْعَشَرَهْ فِي
صُوْرَةٍ مَعْرُوْفَةٍ مُشْتَهِرَهْ
130- وَتَلْحَقُ الَّتِي
تَلِيْهَا بِاْلأَثَرْ فِي
اْلعَوْلِ أَفْرَاداً إِلَى سَبْعَ عَشَرْ
131- وَالْعَدَدُ
الثَّالِثُ قَدْ يَعُولُ بِثُمْنِهِ
فَاعْمَلْ بِمَا أقُولُ
132- وَالنِّصْفُ
والْبَاقِي أو النِّصْفانِ أَصْلُهُما فِي حُكْمِهِمْ اِثْنَانِ
133- والثُّلْثُ مِنْ
ثَلاثَةٍ يَكُونُ والرُّبْعُ
مِنْ أرْبَعَةٍ مَسْنُونُ
134- والثُّمْنُ إِنْ كَانَ
فَمِنْ ثَمَانِيَهْ فَهَذِهِ هِيَ اْلأُصُولُ الثَّانِيَهْ
135- لاَ يَدْخُلُ الْعَوْلُ
عَلَيْهَا فَاعْلَمِ ثُمَّ اسْلُكِ التَّصْحِيحَ فِيهَا وَاقْسِمِ
Bab
Perhitungan Warisan
120. Jika engkau ingin mengetahui
bagaimana menghitung warisan agar engkau mendapat petunjuk kepada yang benar.
121. Engkau juga tahu pembagian
dan rinciannya, serta mengetahui pengesahan masalah dan asal masalahnya
122. Maka keluarkanlah
pokok-pokoknya dari masalah yang ada (dengan memperhatikan fardh(bagian)-fardh
yang sudah ditentukan), dan janganlah engkau lupa menghafalnya
123. Pokoknya ada tujuh[30], dimana tiga di antaranya
bisa naik (aul) [31].
124. Setelah tiga angka itu ada
empat angka yang sempurna[32] tidak terkena aul dan pecahan.
125. Seperenam adalah dari enam
bagian yang dapat terlihat, sedangkan sepertiga dan seperenam asal masalahnya
dua belas.
126. Seperdelapan jika ditambahkan
dengan seperenam, maka pada asalnya sebenarnya berlaku kepastian.
127. Yaitu dua puluh ditambah empat (24) yang diketahui oleh
semua ahli hitung.
128. Inilah angka pokok yang tiga[33]; yang jika banyak fardh
(bagiannya) maka bisa menjadi naik (aul).
129. Yang aulnya di atas enam
(tujuh) sampai sepuluh dalam contoh yang sudah dikenal dan masyhur di kalangan
Ahli Faraidh.
130. Yang kemudian diiringi oleh
angka berikutnya (12) dalam angka ganjil hingga angka tujuh belas[34].
131. Angka yang ketiga (24) karena
seperdelapan terkadang aul (baik) juga[35], maka lakukanlah apa yang
aku sampaikan.
132. Adapun ½ bersama sisa, atau ada
dua jumlah ½ , maka asalnya adalah dua.
133. Sepertiga adalah dari tiga,
sedangkan seperempat adalah dari empat, demikianlah jalan ahli hitung.
134. Adapun seperdelapan, maka
dari delapan, inilah yang disebut dengan Ushul Tsaniyah (angka pokok yang
kedua)
135. Itu semua tidak dimasuki oleh
aul[36], maka ketahuilah olehmu,
lalu lakukanlah tas-hih kemudian pembagian.
بَابُ تَصْحِيْحِ
الْمَسَائِل
136- وَإِنْ تَكُنْ مِنْ
أصْلِها تَصِحُّ فتَرْكُ
تَطْويلِ الْحِسَابِ رِبْحُ
137- فَأَعْطِ كُلاًّ
سَهْمَهُ مِنْ أصْلِهَا مُكَمَّلاً أوْ عَائِلاً مِنْ عَوْلِهَا
138- وَإِنْ تَرَ السِّهَامَ
لَيْسَتْ تَنْقَسِمْ عَلَى ذَوِي الْمِيْرَاثِ فَاتْبَعْ مَا رُسِمْ
139- وَاطْلُبْ طَرِيْقَ
الْاِخْتِصَارِ فِي العَمَلْ بِالْوَفْقِ والضَّرْبِ يُجانِبْكَ
الزَّلَلْ
140- وَارْدُدْ إِلَى
الْوَفْقِ الَّذِي يُوافِقُ واضْرِبْهُ فِي اْلأَصْلِ فَأنْتَ الْحَاذِقُ
141- إِنْ كَانَ جِنْساً وَاحِداً
أَوْ أَكْثَرَا فَاحْفَظْ وَدَعْ عَنْكَ الْجِدَالَ وَالْمِرَا
142- وَإِنْ تَرَ اْلكَسْرَ
عَلَى أَجْنَاسِ فَإِنَّهَا
فِي الْحُكْمِ عِندَ النَّاسِ
143- تُحْصَرُ فِي
أَرْبَعَةِ أَقْسَامِ يَعْرِفُهَا
الْمَاهِرُ فِي اْلأَحْكَامِ
144- مُمَاثِلٌ مِنْ
بَعْدِهِ مُنَاسِبُ وبَعْدَهُ
مُوافِقٌ مُصاحِبُ
145- وَالرَّابِعُ
الْمُبَايِنُ الْمُخَالِفُ يُنْبِيْكَ
عَنْ تَفْصِيْلِهِنَّ الْعارِفُ
146- فَخُذْ مِنَ
الْمُمَاثِلَيْنِ وَاحِدَا وَخُذْ
مِنَ الْمُنَاسِبَيْنِ الزَّائدَا
147- وَاضْرِبْ جَميْعَ
الْوَفْقِ فِي الْمُوافِقِ وَاسْلُكْ بِذاكَ أَنْهَجَ
الطَّرائِقِ
148- وَخُذْ جَمِيْعَ
الْعَدَدِ الْمُبايِنِ وَاضْرِبْهُ
فِي الثَّانِي وَلاَ تُدَاهِنِ
149- فَذَاكَ جُزْءُ
السَّهْمِ فَاحْفَظَنْهُ وَاحْذَرْ
هُدِيْتَ أنْ تَضِلَّ عَنْهُ
150- وَاضْرِبْهُ فِي الْأَصْلِ
الَّذِي تَأَصَّلَا وَأَحْصِ مَا انْضَمَّ ومَا تَحَصَّلَا
151- وَاقْسِمْهُ فَالقَسْمُ
إِذاً صَحِيْحُ
يَعْرِفُهُ الأَعْجَمُ والفَصِيحُ
152- فَهَذِهِ مِنَ
الْحِسابِ جُمَلُ يَأْتِي
عَلَى مِثَالِهِنَّ الْعَمَلُ
153- مِنْ غَيْرِ
تَطْويلٍ وَلاَ اعْتِسَافِ فَاقْنَعْ بِمَا بُيِّنَ فَهُوَ كَافِ
Bab Pengesahan
Masalah
136. Jika asal masalahnya sudah
bisa dilakukan pengesahan, maka meninggalkan perhitungan secara panjang
merupakan keuntungan
137. Maka berikanlah setiap ahli waris
bagiannya dari asal masalah itu secara sempurna atau dari aul ketika naik
angkanya
138. Jika engkau melihat saham
yang ada tidak terbagi (terjadi inkisar) kepada ahli waris, maka ikutilah cara
yang telah digariskan (oleh para ahli waris).
139. Carilah cara yang lebih
ringkas dalam menghitung, seperti dengan wafq (mencari angka yang cocok antara
jumlah kepala dan bagiannya) dan pengkalian yang dapat menghindarkanmu dari
ketergelinciran
140. Kembalikanlah kepada angka
wafq yang sesuai, lalu kalikanlah dengan asal masalah, maka engkau akan menjadi
orang yang pandai
141. Jika angkanya sejenis atau
lebih, maka jagalah (angka yang bisa menampung) dan tinggalkanlah perdebatan
dan pertengkaran.
142. Jika yang engkau temukan
pecahan yang terdiri dari beberapa jenis, maka dalam menyikapinya di kalangan
ahli faraidh adalah
143. dibatasi dengan empat teori
(tamatsul, tadakhul, tawafuq, dan tabayun) yang diketahui oleh orang yang ahli
dalam hukum.
144. Ada yang angkanya sama
(disebut tamatsul)[37], ada yang bertemu di
angka yang lebih besar (disebut tadakhul)[38], dan ada juga angkanya
cocok[39].
145. Sedangkan yang keempat adalah
tabayun atau takhaluf[40], dimana rinciannya akan
disampaikan oleh orang yang berilmu.
146. Ambillah di antara dua angka
yang sama (tamatsul) satu saja, dan ambillah di antara dua angka yang memiliki
hubungan angka yang lebih besar (KPK/tadakhul).
147. Kalikanlah semua angka wafq
dengan angka yang lain yang sesuai, dan tempuhlah jalan yang lebih jelas.
148. Dan ambillah semua angka yang
tabayun (yang tidak singkron), lalu kalikanlah dengan angka kedua, dan janganlah
berpura-pura.
149. Itulah juz saham(bagian)nya[41] maka ingatlah bagi-baik
dan berhati-hatilah agar engkau ditunjuki dan tidak salah dalam penghitungan.
150. Kalikanlah dengan asal masalah
dan jumlahkanlah (dengan mengkalikan pula) dengan jumlah yang ada.
151. Lalu bagikanlah di antara
ahli waris, sehingga bagiannya benar (tanpa pecahan) yang diketahui oleh orang
asing dan orang yang fasih.
152. Ini adalah perhitungan secara
garis besar yang prakteknya akan sama seperti itu
153. Tanpa memperpanjang dan tanpa
sembarang mengerjakan, maka terimalah apa yang diterangkan karena yang demikian
sudah cukup.
بَابُ الْمُنَاسَخَة
154- وَإِنْ يَمُتْ آخَرُ
قَبْلَ الْقِسْمَهْ فَصَحِّحِ
الْحِسَابَ وَاعْرِفْ سَهْمَهْ
155- وَاجْعَلْ لَهُ
مَسْأَلةً أُخْرَى كَمَا قَدْ
بُيِّنَ التَّفْصيلُ فِيْمَا قُدِّمَا
156- وَإنْ تَكُنْ
لَيْسَتْ عَلَيْها تَنْقِسِمْ فَارْجِعْ إِلَى الْوَفْقِ
بِهَذَا قَدْ حُكِمْ
157- وَانْظُرْ فَإِنْ وَافَقَتِ
السِّهَامَا فَخُذْ هُدِيْتَ وَفْقَهَا تَمَامَا
158- وَاضْرِبْهُ أوْ
جَمِيعَهَا فِي السَّابِقهْ إِنْ لَمْ تَكُنْ بَيْنَهُمَا
مُوافَقَهْ
159- وَكُلُّ سَهْمٍ فِي
جَمِيْعِ الثَّانِيهْ
يُضْرَبُ أوْ فِي وَفْقِهَا عَلاَنِيَهْ
160- وَأَسْهُمُ الأُخرَى
فَفِي السِّهامِ
تُضْرَبُ أوْ فِي وَفْقِهَا تَمَامِ
161- فَهَذِهِ طَرِيْقَةُ
الْمُناسَخَهْ فَارْقَ
بِهَا رُتْبَةَ فَضْلٍ شَامِخَهْ
Bab Munasakhat[42]
154. Jika ada yang lain lagi
meninggal dunia sebelum pembagian, maka perbaikilah hitungannya dan ketahuilah saham(bagian)nya[43].
155. Jadikan untuk mayit yang baru masalah berikutnya
sebagaimana telah diterangkan rinciannya sebelumnya.
156. Jika bagian mayit kedua
ternyata tidak dapat terbagi, maka lakukanlah tawafuq, demikianlah yang
dilakukan ahli faraidh.
157. Lalu perhatikan, jika terjadi
tawafuq[44], maka peganglah wafqnya
engkau akan ditunjuki.
158. Dan kalikanlah ia (angka wafq
itu) atau semuanya (masalah kedua) dengan angka (pada masalah) sebelumnya jika
tidak terjadi tawafuq[45].
159. Sedangkan semua saham dari bagian pertama dikalikan dengan
bagian kedua (jika tabayun) atau (dengan angka wafqnya) jika terjadi tawafuq
dengan jelas.
160. Saham berikutnya (yang kedua)
dikalikan dengan saham mayit kedua (dari masalah pertama) jika terjadi tabayun
atau dengan angka wafqnya (jika tawafuq)..
161. Inilah metode munasakhah,
maka naiklah ke tempat mulia yang lebih tinggi.
بَابُ اْلخُنْثَى الْمُشْكِلِ وَالْمَفْقُوْدِ وَالْحَمْلِ
162- وَإِنْ يَكُنْ فِي
مُسْتَحِقِّ الْمَالِ خُنْثَى صَحِيْحٌ بَيِّنُ اْلإِشْكَالِ
163- فَاقْسِمْ عَلَى اْلأَقَلِّ
وَاْليَقِيْنِ تَحْظَ
بِحَقِّ الْقِسْمَةِ وَالتَّبْيِيْنِ
164- وَاحْكُمْ عَلَى
الْمفْقوْدِ حُكْمَ الْخُنْثَى إِنْ ذَكَراً يَكُوْنُ أوْ هُوَ
أُنْثَى
165- وَهَكَذَا حُكْمُ
ذَوَاتِ الْحَمْلِ فَابْنِ عَلَى الْيَقِينِ وَالْأَقَلِّ
Bab
Warisan Khuntsa Musykil[46],
Orang Hilang, dan Janin
162. Jika di antara orang yang
berhak mendapatkan warisan ada khuntsa musykil.
163. Maka berilah bagian yang
paling minimnya dan yang yakin niscaya engkau akan mendapatkan pembagian yang
hak dan jelas.
164. Hukumilah orang yang mafqud
seperti khuntsa (diberikan bagian yang terkecilnya di antara dua bagian), baik
ia lak-laki atau wanita.
165. Demikian pula terhadap janin,
hukumilah di atas keyakinan dan bagian yang terkecil dulu.
بَابُ الْغَرْقَى وَالْهَدْمَى وَالْحَرْقَى
166- وَإِنْ يَمُتْ
قَوْمٌ بِهَدْمٍ أَوْ غَرَقْ أَوْ حَادِثٍ عَمَّ الْجَمِيْعَ كَالْحَرَقْ
167- وَلَمْ يَكُنْ
يُعْلَمُ حَالُ السَّابِقِ فَلا تُوَرِّثْ زَاهِقاً مِنْ زاهِقِ
168- وَعُدَّهُمْ
كأنَّهُمْ أَجَانِبُ فَهَكَذا
الْقَوْلُ السَّدِيدُ الصَّائِبُ
Bab
Warisan Orang Yang Tenggelam, Tertimpa Reruntuhan, dan Orang-Orang Yang
terbakar
166. Jika sekumpulan orang
meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan atau tenggelam atau peristiwa yang
melanda banyak orang seperti kebakaran
167. Yang tidak diketahui siapa
yang lebih dulu meninggal dunia, maka tidak perlu engkau wariskan yang satu daripada
yang lain.
168. Anggaplah mereka seperti
orang asing (yang tidak ada hubungan). Demikianlah pendapat yang tepat dan
lurus.
الْخَاتِمَة
169- وَقَدْ أَتَى اْلقَوْلُ
عَلَى مَا شِئْنَا مِن قِسْمَةِ الْمِيرَاثِ إِذْ بَيَّنَّا
170- عَلَى طَرِيْقِ
الرَّمْزِ وَالْإِشَارَهْ مُلَخَّصًا
بأَوْجَزِ الْعِبَارَهْ
171- فَالْحَمْدُ للهِ
عَلَى التَّمَامِ حَمْداً
كَثِيراً تَمَّ فِي الدَّوَامِ
172- نَسْأَلُهُ العَفْوَ
عَنِ التَّقْصِيرِ وَخَيْرَ
مَا نَأْمُلُ فِي الْمَصِيرِ
173- وَغَفْرَ مَا كَانَ
مِنَ الذُّنُوبِ وَسَتْرَ ما كَانَ مِنَ العُيُوبِ
174- وَأَفْضَلُ
الصَّلاةِ وَالتَّسْلِيمِ عَلَى النَّبِيَّ الْمُصْطَفى
الْكَرِيْمِ
175- مُحَمَّدٍ خَيْرِ اْلأَنَامِ
الْعَاقِبِ وَآلِهِ الْغُرِّ ذَوِي الْمَنَاقِبِ
176- وَصَحْبِهِ اْلأَمَاجِدِ
اْلأَبْرارِ الصَّفْوةِ اْلأَكَابِرِ اْلأَخْيَارِ
Penutup
169. Telah disampaikan uraian sesuai yang kami inginkan
tentang pembagian warisan seperti yang kami terangkan.
170. Melalui tanda dan
isyarat dengan kalimat yang sangat ringkas.
171. Maka segala puji bagi
Allah karena selesainya risalah ini dengan pujian yang banyak lagi sempurna dan
abadi.
172. Kami memohon kepada
Allah maaf-Nya karena adanya kekurangan, dan harapan terbaik kami saat kembali
menghadap kepada-Nya.
173. Serta mengharap
ampunan terhadap dosa-dosa dan menutupi aib yang ada pada kami.
174. Semoga shalawat dan
salam dilimpahkan kepada Nabi piilihan yang mulia
175. Yaitu Muhammad
shallallahu alaihi wa sallam sebaik-baik manusia dan sebagai nabi terakhir,
serta kepada keluarganya yang mulia lagi memiliki keutamaan.
176. Demikian pula kepada
para sahabatnya yang mulia lagi berbakti yang merupakan orang-orang pilihan,
utama dan mulia.
[1]
Haditsnya berbunyi ‘ أَفْرَضُهُمْ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ ’ (artinya: orang yang
paling mengerti faraidh adalah Zaid bin Tsabit), diriwayatkan oleh Ahmad, imam
yang empat selain Abu Dawud, dishahihkan oleh Tirmidzi, Ibnu Hibban, Hakim, dan
Al Albani.
[2]
Karena memerdekakan budak.
[3]
Baik seayah, seibu, atau sekandung.
[4]
Termasuk juga anak laki-laki sekandung, namun tidak termasuk anak laki-laki
saudara seibu.
[5]
Termasuk juga anak laki-laki paman sekandung.
[6]
Baik sekandung, seayah, maupun seibu.
[7]
Oleh karena itu, sepertiga dari sisa berdasarkan ijtihad.
[8]
Yakni sekandung.
[9]
Ibu mendapatkan sepertiga dari sisa.
[10]
Dari semua harta warisan.
[11]
Karena ibu bersama ayah mendapatkan sepertiga dari sisa, sedangkan ibu bersama
kakek mendapatkan sepertiga secara sempurna.
[12]
Maksudnya tidak ada yang mahjub (dihalangi) dan tidak ada nenek fasid, yaitu nenek yang mempunyai nasab kepada si mayit, namun
terhalang oleh kakek. Contoh: ibu bagi ayahnya ibu. Bahkan semua nenek yang
disebutkan di atas itu menjadi ahli waris.
[13]
Misalnya ibu ayah dengan ibu bagi ayahnya ayah, maka ibu ayah yang mengambil
1/6 karena dia lebih dekat.
[14]
Misalnya nenek dari pihak ayah yaitu ibu bagi ayah, sedangkan dari pihak ibu
adalah ibu bagi ibu bagi ibunya ibu.
[15]
Maksudnya jika nenek yang dekat itu misalnya dari pihak ayah, seperti ibunya
ayah, sedangkan nenek yang jauh adalah dari pihak ibu, maka dalam kitab-kitab
ulama madzhab Syafi’i disebutkan bahwa yang jauh dari pihak ibu tidaklah
digugurkan, bahkan sama-sama mengambilnya –ini menurut ulama madzhab Syafi’i-. Ini juga pendapat Malik, salah satu riwayat dari Zaid bin
Tsabit. Adapun pendapat kedua adalah menghajb(menghalangi)nya, ini adalah
madzhab Abu Hanifah.
[16]
Seperti nenek fasid.
[17]
Karena termasuk Dzawul Arham.
[18]
Misalnya antara ibunya ibu dengan ibu bagi ibunya ibu, siapakah yang mengambil
1/6? Tentu yang lebih dekat, yaitu ibunya ibu.
[19]
Seperti cucu laki-laki dari anak laki-laki.
[20] Baik saudara sekandung atau seayah.
[21]
Misalnya antara saudara sekandung dengan saudara seayah, maka tentu didahulukan
saudara sekandung.
[22]
Baik saudari sekandung atau seayah.
[23]
Yaitu ketika kakek mewarisi dengan jalan fardh, dengan jalan ashabah, atau
dengan jalan keduanya (fardh dan ashabah).
[24]
Baik sekandung, seayah, maupun seibu.
[25]
Dengan hajb nuqshan (mengurangi jatah ibu dari 1/3 ke 1/6), bahkan ibu tetap
dapat 1/3 seperti diterangkan pada bait setelahnya.
[26]
Contoh: ahli warisnya adalah istri, ibu, saudari, dan kakek. Istri dapat ¼, ibu
dapat 1/3, sedangkan sisanya yaitu 5 adalah untuk kakek dan saudari secara muqasamah.
[27]
Mu’aadah artinya saudara kandung
mengikutsertakan saudara seayah untuk mendesak kakek, namun setelahnya saudara
seayah mahjub (dihalangi).
[28]
Maksudnya jika tidak ada kakek, yang ada hanya saudara kandung
dengan saudara seayah, maka saudara seayah mahjub (terhalang).
[29]
Yaitu dalam masalah yang dikeenal dengan Akdariyyah, dimana ahli
warisnya adalah suami, ibu, saudari kandung, dan kakek.
[30]
Yaitu angka 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24.
[31]
Yaitu angka 6, 12, dan 24. Aul dari 6 bisa menjadi 7, 8, 9 dan 10. Aul dari 12 bisa menjadi
13, 15 dan 17. Aul dari 24 bisa menjadi
27.
[32]
Yaitu angka 2, 3, 4, dan 8.
[33]
Yaitu angka 6, 12, dan 24. Aul dari 6 bisa menjadi 7, 8, 9 dan 10.
[34]
Maksudnya aul dari 12 bisa menjadi 13,
15 dan 17.
[35]
Maksudnya aul dari 24 bisa menjadi 27.
[36]
Yaitu angka 2, 3, 4, dan 8.
[37]
Tamatsul artinya beberapa kusur (pecahan) yang maqaam(penyebut)nya sama.
Misalnya 1/2 dengan 1/2, maka diambil salah satu dari maqam tersebut sebagai
asal masalah, yaitu 2.
[38]
Tadaakhul artinya saling masuk maqamnya. Maksudnya adalah
maqam (penyebutnya) berbeda, tetapi maqam yang terkecil masuk ke maqam
terbesar. Misalnya 1/3 dengan 1/6, maka angka 3 masuk ke dalam angka 6,
sehingga yang dipakai adalah angka 6. lalu kita katakan asal masalahnya adalah
6.
[39]
Yakni ada kecocokan dengan
angka lain (wafq) dalam salah satu bagiannya, seperti antara angka 4 dengan 6
yang bertemu di angka 2, disebut tawafuq. Misalnya angka 4 dan 6 atau 8 dan 12. 6 tidak dapat dibagi
kepada 4, dan 12 tidak dapat dibagi kepada 8, akan tetapi semua bilangan dapat
dibagi angka 2. Oleh karena itu, angka tawafuqnya (disebut juga dengan qasim
musytarak) adalah 2. angka 4 dan 6 menjadi 4 x (6 : 2) = 12, sedangkan
angka 8 dan 12 menjadi 8 x (12 : 2) = 48. Inilah asal masalahnya.
[40]
Ketika terjadi tidak
singkron antara dua angka, seperti antara angka 3 dengan 5, dimana jalan
keluarnya adalah dengan mengkalikan.
[41]
Setelah dilakukan salah satu
dari empat teori.
[42]
Munasakhat adalah seorang wafat,
namun belum dibagikan tarikah(harta waris)nya sehingga wafat lagi seseorang
atau lebih dari ahli warisnya.
[43]
Yakni perbaiki hitungan masalah
pertama dan kenalilah saham mayit kedua dari masalah pertama.
[44]
Perhatikanlah antara saham mayit kedua dengan
masalahnya.
[45]
Yakni jika antara masalah kedua dengan saham
mayit kedua dari masalah pertama tidak ada tawafuq, bahkan yang ada tabayun,.
Maka dikalikan.
[46]
Khuntsa musykil adalah orang yang lahir dalam
keadaan tidak jelas kelaminnya laki-laki atau perempuan, bisa karena ia yang memiliki alat
kelamin laki-laki dan perempuan atau tidak mempunyai kedua-duanya sama sekali.
Bukan termasuk khuntsa
musykil, laki-laki yang menyerupai wanita atau wanita yang menyerupai
laki-laki, bahkan mereka mendapatkan laknat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam (berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari, Abu
Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi, dan Nasa’i).