بسم
الله الرحمن الرحيم
Mengenal Syi'ah (Bag. 8)
Akidah
kaum Syi'ah tentang bai'at
Kaum Syi'ah
Rafidhah menganggap bahwa setiap pemerintahan selain pemerintahan imam yang 12
adalah batil. Disebutkan dalam kitab Al Kafiy bisyarhil Mazindari dan Al
Ghaibah karya An Nu'maniy, dari Abu Ja'far ia berkata, "Setiap bendera
yang dikibarkan sebelum bendera Al Qa'im –imam mahdi kaum Syi'ah- pemiliknya
adalah thagut."
Menurut mereka
juga, bahwa tidak boleh taat kepada pemerintah yang tidak mendapat legitimasi
dari sisi Allah kecuali dengan cara taqiyah (pura-pura).
Mereka menyebut
para imam kaum muslim selain imam-imam mereka sebagai Imam (pemimpin) yang
menyimpang, zalim, atau yang tidak berhak memegang jabatan kepemimpinan. Terutama
menurut mereka adalah para khulafaur rasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar,
dan Utsman radhiyallahu 'anhum.
Al Majlisi
seorang tokoh kaum Syi'ah yang menyusun kitab Biharul Anwar berkata
tentang khulafaur raasyidin, "Sesungguhnya mereka hanyalah
perampok, zalim, dan murtad dari agama. Laknat Allah tertimpa kepada mereka dan
orang-orang yang mengikuti mereka karena menzalimi Ahlul Bait dari kalangan
terdahulu dan kemudian."
Demikianlah yang
dikatakan tokoh mereka, dimana kitabnya menjadi rujukan utama dalam memberikan
penilaian terhadap generasi terbaik setelah para nabi dan rasul.
Sesuai dengan
prinsip mereka tentang para pemimpin kaum muslim, maka mereka memandang, bahwa
setiap orang yang bantu-membantu bersama mereka adalah thagut dan zalim. Al
Kulainiy meriwayatkan dengan sanadnya dari Umar bin Hanzhalah, ia berkata: Aku
bertanya kepada Abu Abdillah tentang dua orang dari kawan kami yang bertengkar
dalam masalah utang atau warisan, lalu keduanya meminta keputusan kepada
pemerintah atau hakim, apakah hal itu dibolehkan?" Ia menjawab, "Barang
siapa yang meminta keputusan kepada mereka baik dia berada dalam pihak yang
benar maupun salah, maka sesungguhnya keputusan yang diambilnya adalah haram
meskipun dalam pihak yang benar, karena ia mengambil berdasarkan keputusan
thagut." (Al Kafiy oleh Al Kulainiy (1/67), At Tahdzib
(6/301), dan Man Laa Yahdhuruhul Faqih (3/5)).
Al Khomeini
dalam bukunya "Al Hukumah Al Islamiyyah" mengomentari
perkataan di atas sebagai berikut, "Imam sendiri yang melarang mencari
penyelesaian kepada pemerintah dan para hakim. Dan menyelesaikan masalah kepada
mereka dianggap sebagai mencari penyelesaian kepada thagut." (Al
Hukumah Al Islamiyyah hal. 74)
Disebutkan dalam
buku At Taqiyah Fii Fiqhi Ahlil Bait
pada pasal ke-9 tentang taqiyyah ketika jihad, dan ini adalah kesimpulan
dari penelitian Samahah Ayatullah Al Haaj Asy Syaikh Muslim Ad Daawariy saat ia
menyebutkan tentang bekerja pada penguasa yang zalim, dimana maksud pemerintah
yang zalim di sini adalah pemerintah yang sunni, ia berkata sebagai berikut:
"Sesungguhnnya
masuk ke dalam pekerjaan-pekerjaan pemerintah terbagi menjadi tiga bagian; ada
yang masuk ke dalamnya dengan tujuan menghilangkan derita kaum mukmin[i], menegakkan maslahat
mereka dan memenuhi kebutuhan mereka. Untuk bagian ini hukumnya dianjurkan. Dan
inilah yang tampak dari riwayat tentang dorongan bekerja sebagaimana yang telah
lalu. Ada pula yang masuk ke dalamnya dengan tujuan mencari penghidupan dan
mengkayakan dirinya, maka hukum bagian (kedua) ini adalah boleh namun makruh.
Jika ia berbuat baik kepada saudara-saudaranya kaum mukmin dan berusaha
memenuhi kebutuhan mereka, maka hal itu akan menjadi penebus dosanya. Hal ini
ditunjukkan oleh sebagian riwayat yang telah lewat yang di sana disebutkan
persyaratan berbuat baik kepada kaum mukmin dan menghilangkan derita mereka,
sehingga satu dibalas satu. Ada pula yang masuk ke dalamnya karena darurat dan
butuh makan dan minum, maka hukum bagian (ketiga) ini adalah mubah dan boleh
tanpa makruh." (Kitab At Taqiyyah Fii Fiqhi Ahlil Bait, hasil akhir
penelitian samahah Ayatullah Al Haajj Asy Syaikh Muslim Ad Dawariy (2/153)).
Perhatikanlah,
bagaimana mereka menghukimi pemerintah Ahlussunnah sebagai pemerintah yang
menyimpang, dan bagaimana mereka membolehkan bermuamalah dengan pemerintah
Ahlussunnah namun dengan adanya syarat-syarat, dimana syarat utamanya adalah
membantu kaum Syi'ah agar pekerjaan tersebut hukumnya menjadi boleh.
Dengan demikian,
kaum Syi'ah Rafidhah loyalitasnya hanya diberikan kepada pemerintahan mereka
saja. Mereka juga ketika diberi kesempatan untuk bekerja di suatu bidang,
berusaha memberikan kesempatan kepada kawan-kawan mereka dan berusaha
menjauhkan kaum muslim dari pekerjaan itu semampunya agar mereka menguasai
semuanya, wallahul musta'an. Dan semoga Allah melindungi kaum muslim dari
kejahatan kaum Syi'ah.
Hukum
mengadakan pendekatan antara Ahlussunnah dengan kaum Syi'ah Rafidhah
Dr. Nashir Al
Qiffari hafizhahullah dalam bukunya Mas'alatut Taqrib, yaitu pada
makalah ketujuh berkata,
"Bagaimana
mungkin diadakan pendekatan dengan orang yang mencacatkan kitabullah dan
menafsirkannya dengan tafsir yang tidak benar, dan mengatakan, bahwa Allah
menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para imam mereka setelah turunnya Al Qur'anul
Karim, derajat keimaman sama dengan derajat kenabian, para imam menurut mereka seperti
para nabi atau lebih utama dari mereka. Mereka juga menafsirkan ibadah kepada
Allah yang merupakan tujuan diutusnya para rasul dengan tafsir yang tidak
benar, dan mengatakan, bahwa ibadah itu maksudnya menaati para imam, bahwa yang dimaksud syirk adalah
menaati selain mereka bersama mereka, mereka juga mengkafirkan para sahabat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pilihan, menghukumi murtadnya semua
para sahabat selain tiga, empat, atau tujuh orang sesuai perbedaan riwayat dari
mereka, dan lagi menyelisihi jamaah kaum muslim dengan keyakinan-keyakinan yang
aneh tentang para imam, bahwa mereka ma'shum, dan tentang ajaran taqiyyah. Di
samping itu, mereka juga berpendapat adanya raj'ah (muncul kembali para imam
sebelum tiba Kiamat), ghaibah (menghilangnya para imam), dan keyakinan bada'
(ilmu baru bagi Allah Subhaanahu wa Ta'ala)." (Mas'alatut Taqrib
karya Dr. Nashir Al Qiffariy (2/302).
Pendapat
para ulama tentang kaum Syi'ah
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Ahli Ilmu dalam bidang
penukilan, periwayatan, dan isnad sepakat, bahwa kaum Syi'ah Rafidhah adalah
golongan paling pendusta. Kedustaan sudah lama berada di tengah-tengah mereka.
Oleh karena itu, para imam kaum muslim mengetahui kelebihan mereka dengan
banyak berdusta."
Asyhab bin Abdul
'Aziz berkata, "Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang kaum
Syi'ah Rafidhah, maka ia menjawab, "Engkau jangan berbicara dengan mereka
dan jangan meriwayatkan hadits dari mereka, karena mereka berdusta." Imam
Malik juga berkata, "Orang yang mencela para sahabat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memiliki nama," atau ia berkata,
"Tidak memiliki bagian dalam Islam."
Ibnu Katsir
berkata ketika menafsirkan firman Allah Ta'ala,
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ
وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ
رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي
وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ
فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى
عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ...
"Muhammad itu
adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengannya adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu melihat
mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka
dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi
besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir
(dengan kekuatan orang-orang mukmin)…dst." (QS. Al Fath: 29)
"Dari ayat
ini Imam Malik rahimahullah dalam sebuah riwayat darinya menyimpulkan
kafirnya kaum Syiah Rafidhah yang membenci para sahabat radhiyallahu 'anhum, ia
berkata, "Karena mereka jengkel kepada para sahabat, dan barang siapa yang
jengkel kepada para sahabat maka dia kafir berdasarkan ayat ini."
Imam Qurthubi
berkata, "Sungguh bagus Imam Malik dalam pendapatnya dan tepat tafsirnya.
Maka barang siapa yang mencacatkan salah seorang dari mereka (para sahabat)
atau mencacatkan riwayatnya, maka berarti ia telah membantah Allah Rabbul
'alamin dan membatalkan syariat-syariat Islam."
Abu Hatim
berkata: Telah menceritakan kepada kami Harmalah, ia berkata: Aku mendengar
Imam Syafi'i rahimahullah berkata, "Aku tidak melihat orang yang paling
dusta dalam bersaksi seperti halnya kaum Syi'ah Rafidhah."
Mu'ammal bin
Ahab berkata: Aku mendengar Yazid bin Harun berkata, "Dapat dicatat
riwayat dari setiap pelaku bid'ah jika ia bukan penyerunya selain kaum Syi'ah
Rafidhah, karena mereka berdusta."
Muhammad bin
Sa'id Al Ashbahaniy berkata: Aku mendengar Syuraik berkata, "Bawalah ilmu
dari setiap orang yang engkau temui selain kaum Syi'ah Rafidhah, karena mereka
memalsukan hadits dan menjadikannya sebagai agama."
Mu'awiyah
berkata: Aku mendengar Al A'masy berkata, "Aku menjumpai segolongan
manusia yang dikenal sebagai para pendusta." Maksudnya adalah kawan-kawan
Mughirah bin Sa'id seorang Syi'ah sebagaimana yang disebutkan oleh Adz
Dzahabiy. (Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 1/59-60).
Syaikhul Islam
rahimahullah berkata mengomentari perkataan para imam kaum salaf sebelumnya
sebagai berikut, "Adapun kaum Syi'ah Rafidhah, maka dasar pokok bid'ah
mereka adalah kemunafikan dan kekafiran. Sengaja berdusta adalah biasa di
tengah-tengah mereka, dan mereka mengakuinya, bahkan mengatakan, "Agama
kami adalah taqiyyah (berpura-pura)," yakni salah seorang di antara mereka
mengatakan yang tidak sesuai dengan isi hatinya, dan ini adalah kedustaan dan
kemunafikan. Dan mereka dalam hal ini sebagaimana pepatah, "Melempar orang
lain namun kena sendiri." (Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah 1/68).
Abdullah bin
Ahmad bin Hanbal berkata: Aku bertanya kepada ayahku tentang kaum Syi'ah Rafidhah,
maka ia berkata, "(Mereka adalah) orang-orang yang mencaci-maki atau
mencela Abu Bakar dan Umar."
Imam Ahmad
pernah ditanya tentang Abu Bakar dan Umar ia menjawab, "Doakan rahmat
untuk keduanya dan berlepaslah dari orang yang membenci keduanya." (Al
Masaa'il war Rasaa'il Al Marwiyyah 'anil Imam Ahmad bin Hanbal karya Abdul
Ilah bin Sulaiman Al Ahmadiy 2/357)
Al Khallal
meriwayatkan dari Abu Bakar Al Marwaziy ia berkata: Aku bertanya kepada Abu
Abdillah (Imam Ahmad) tentang orang-orang yang mencela Abu Bakar, Umar, dan
Aisyah?" Ia menjawab, "Aku tidak melihat orang itu berada dalam
Islam." (As Sunnah karya Al Khallal)
Pernyataan ini
menunjukkan bahwa Imam Ahmad mengkafirkan kaum Syi'ah Rafidhah.
Al Khallal
berkata: Telah mengabarkan kepadaku Harb bin Isma'il Al Kirmaniy, ia berkata,
"Telah menceritakan kepada kami Musa bin Harun bin Ziyad, ia berkata: Aku
mendengar Al Faryabiy saat ia ditanya oleh seseorang tentang orang yang
mencaci-maki Abu Bakar, maka ia menjawab, "Orang itu kafir," lalu ia
ditanya lagi, "Apakah boleh dishalatkan?" Ia menjawab,
"Tidak."
Ibnu Hazm rahimahullah
berkata tentang kaum Syi'ah Rafidhah saat kaum Nasrani berdebat dengannya
dengan membawakan buku-buku Syi'ah Rafidhah, "Sesungguhnya kaum Syi'ah
Rafidhah bukan kaum muslim, dan ucapan mereka tidak bisa dijadikan hujjah dalam
agama. Ia hanyalah golongan yang muncul dua puluh lima tahun setelah wafatnya
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, berawal dari mengikuti ajakan orang yang
yang telah dihinakan Allah untuk merusak Islam. Ia adalah golongan yang sejalan
dengan kaum Yahudi dan Nasrani dalam mendustakan dan mengingkari." (Al
Fashl fil Milal wan Nihal karya Ibnu Hazm 2/78)
Abu Zur'ah Ar
Raziy berkata, "Apabila engkau melihat ada orang yang mencela salah
seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ketahuilah,
bahwa orang itu zindik."
Lajnah Da'imah
Lil Ifta' (komite tetap urusan fatwa) Kerajaan Saudi Arabia pernah ditanya oleh
seorang penanya, bahwa si penanya bersama beberapa orang yang bersamanya
tinggal di belahan utara Arab berdampingan dengan negeri Irak, dan di sana ada
sekumpulan orang yang menganut madzhab Ja'fariyyah. Di antara mereka ada
orang-orang yang enggan memakan sembelihan jamaah ini (kaum Ja'fariyyah),
sedangkan di antara mereka ada yang memakannya, pertanyaannya adalah,
"Apakah kami boleh memakan sembelihannya sedangkan kami mengetahui bahwa
mereka berdoa kepada Ali, Al Hasan, Al Husain, dan kepada semua pemimpin mereka
baik ketika susah maupun ketika lapang?"
Maka Lajnah
Da'imah yang dipimpin oleh Syaikh Abdul 'Aziz bin Baz, Syaikh Abdurrazzaq
'Afifi, Syaikh Abdullah bin Ghudayyan, dan Syaikh Abdullah bin Qu'ud –semoga
Allah membalas mereka semua- menjawab,
"Segala
puji bagi Allah saja, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasul-Nya,
keluarga Beliau, dan para sahabatnya, wa ba'du:
Jika masalahnya
seperti yang disampaikan penanya, bahwa kaum Ja'fariyyah ini berdoa kepada Ali,
Al Hasan, Al Husain, dan para pemimpin mereka, maka mereka adalah orang-orang
musyrik dan keluar dari Islam, wal 'iyadz billah. Tidak halal memakan
sembelihan mereka, karena dianggap bangkai meskipun mereka menyebut nama Allah
padanya." (Fatawa Al Lajnah Ad Daa'imah jilid 2 hal. 264).
Al 'Allamah
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin –semoga Allah menjaganya dan
melindunginya dari berbagai keburukan- pernah ditanya sebagai berikut:
"Wahai
syaikh yang mulia! Di negeri kami terdapat seorang Syi'ah Rafidhah yang bekerja
sebagai penyembelih hewan, dimana kaum Ahlussunnah mendatanginya untuk
menyembelih hewan sembelihan mereka. Di samping itu, di sana juga terdapat
sebagian ruman makan yang bekerja sama dengan orang Syi'ah Rafidhah ini dan
orang Syi'ah Rafidhah lainnya yang bekerja seperti pekerjaannya. Apa hukum
bermuamalah dengan Syi'ah Rafidhah ini dan orang-orang yang sama dengannya, dan
apa hukum hewan sembelihannya; apakah sembelihannya halal atau haram? Berilah
fatwa kepada kami –semoga Allah memberikan pahala- wallahu waliyyut
taufiq!"
Syaikh Abdullah
Al Jibrin menjawab, "Wa alaikumus salam wa rahmatullah wa barakaatuh. Wa ba'du:
Tidak halal sembelihan orang Syi'ah Rafidhah dan memakan sembelihannya, karena
kaum Syi'ah Rafidhah pada umumnya kaum musyrik, dimana mereka selalu berdoa
kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu baik ketika susah maupun ketika
lapang, bahkan ketika mereka berada di Arafah, ketika thawaf, dan ketika sa'i.
Mereka juga berdoa kepada anak cucunya dan para imam mereka sebagaimana yang
kami dengar dari mereka berulang kali. Ini adalah syirk besar dan murtad dari
agama Islam yang berhak untuk dibunuh jika terjadi perbuatan ini.
Mereka juga
berlebihan dalam memuji Ali dan menyifatinya dengan sifat yang tidak layak
kecuali untuk Allah, sebagaimana yang kita dengar dari mereka di Arafah. Dan
mereka karena sebab itu menjadi murtad karena menjadikan Ali sebagai tuhan dan
pencipta, yang mengatur alam semesta, mengetahui yang gaib, mampu menimpakan
bahaya dan memberikan manfaat, dan sebagainya.
Mereka juga
mencacatkan Al Qur'anul Karim dan menganggap bahwa para sahabat telah
merobahnya, menghilangkan banyak daripadanya yang terkait dengan Ahlul Bait dan
musuh-musuh mereka, sehingga mereka tidak mengikuti Al Qur'an dan tidak
memandangnya sebagai dalil.
Mereka juga
mencela para sahabat besar, seperti khalifah yang tiga (Abu Bakar, Umar, dan
Utsman), sepuluh sahabat (yang dijamin masuk surga), para ummahatul mukminin
(istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam), sahabat-sahabat terkenal
seperti Anas, Jabir, Abu Hurairah, dan lain-lain. Mereka tidak menerima
hadits-haditsnya, karena menurut mereka sahabat-sahabat itu kafir. Mereka juga
tidak memakai hadits-hadits yang ada dalam Shahih Bukhari dan Muslim, kecuali
jika diriwayatkan dari Ahlul Bait, dan mereka bergantung dengan hadits-hadits
palsu atau tidak ada dalil terhadap apa yang mereka katakan. Akan tetapi, mereka
dengan keadaan seperti itu berlaku munafik; mengatakan sesuatu yang tidak ada
dalam hati mereka, dan menyembunyikan dalam hati mereka sesuatu yang tidak
mereka tampakkan kepadamu, mereka berkata, "Siapa yang tidak melakukan
taqiyyah (berpura-pura), maka tidak ada agamanya." Oleh karena itu, tidak
diterima pernyataan mereka sebagai saudara dan mencintai syariat, dan
lain-lain. Kemunafikan adalah akidah mereka, semoga Allah menjaga kita dari
keburukan mereka, dan semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad dan kepada keluarganya."
Dengan demikian,
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengkafirkan kaum Syiah Rafidhah, dan sebenarnya
bukan hanya Beliau, para imam dari kalangan kaum salaf dan khalaf juga
mengkafirkan kaum Syi'ah Rafidhah ini. Yang demikian, karena kepada mereka
telah ditegakkan hujjah dan udzur jahil telah tidak ada lagi.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Aqidatus Syi'ah
(Abdullah bin Muhammad), Al Maktabatusy Syamilah, Mausu'ah Al
Haditsiyyah Al Mushaghgharah, Siyahah fii Alamit Tasyayyu' (Imam
Muhibbbudin Abbas Al Kazhimiy), Minhajul Firqatin Najiyah (M. bin Jamil
Zainu), dll.
[i] Maksud kaum mukmin di sini menurut mereka adalah
orang-orang Syi'ah.