بسم الله الرحمن
الرحيم
Khutbah Shalat
Gerhana 1442 H
اَلْحَمْدُ
للهِ الَّذِي خَلَقَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَأَجْرَاهُمَا بِقُدْرَتِهِ
وَمَشِيئَتِهِ فِي السَّمَاءِ إِلَى الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ، فَسُبْحَانَهُ
مِنْ إلَهٍ مَا أَعْظَمَهُ، خَضَعَتْ لَهُ جَمِيعُ مَخْلُوقَاتِهِ الْعُلْوِيَّةِ
والسُّفْلِيَّةِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، يُرْسِلُ الرِّياحَ مُبَشِّرَاتٍ، وَيُخَوِّفُ عِبَادَهُ بِالْآيَاتِ لِيَدْفَعَهُمْ
إِلَى الْخَيْرَاتِ، ويَحْجُزَهُم عَنِ الْمُوبِقَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ محمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ؛ امْتَلَأَ قَلْبُهُ ِللهِ تَعَالَى مَحبَّةً وَتَعْظِيمًا
ورَجَاءً وَخَوْفًا وتَبْجِيْلاً، فَكَانَ إِذَا تَغَيَّرَتْ أَحْوَالُ الْكَوْنِ
خَرَجَ مَذْعُورًا، وَهَرَعَ إِلَى رَبِّهِ سُبْحَانَه دَاعِيًا وَمُسْتَغْفِرًا
ومُصلِّيًا، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيه وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وأتباعِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ أَمَّا بَعْدُ:
Jamaah shalat gerhana yang berbahagia
Pertama-tama kita panjatkan puja
dan puji syukur ke hadirat Allah Azza wa Jalla yang telah menciptakan
matahari dan bulan dan mengatur keduanya untuk maslahat manusia. Dia berfirman,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء
وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ
وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ
لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan
bulan itu, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui."
(QS. Yunus: 5)
Shalawat dan
salam kita sampaikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diutus
untuk menyempurnakan akhlak manusia dan menjadi rahmat bagi alam semesta.
Khathib
berwasiat -baik kepada diri khathib sendiri maupun kepada para jamaah sekalian-
untuk bertakwa kepada Allah kapan dan di mana saja, baik ketika sepi maupun
terang-terangan, karena dengan bertakwa kepada Allah akan diraih kebaikan,
keberkahan, kebahagiaan, dan berbagai kenikmatan, dan tidak ada sesuatu yang
dapat menolak musibah dan bencana seperti halnya bertakwa kepada Allah Azza wa
Jalla, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kalian
beruntung. Allah Ta’ala berfirman,
وَيُنَجِّي اللَّهُ الَّذِينَ
اتَّقَوْا بِمَفَازَتِهِمْ لَا يَمَسُّهُمُ السُّوءُ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa karena kemenangan
mereka, mereka tidak disentuh oleh azab (neraka dan tidak pula) mereka berduka
cita.” (Qs. Az Zumar: 61)
Jamaah shalat gerhana yang berbahagia
Pada bulan
Syawwal tahun ke-10 Hijriyyah dan pada saat suasana sangat panas sekali putera
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bernama Ibrahim wafat, maka Beliau bersedih
sekali terhadapnya hingga beliau berkata,
إِنَّ
العَيْنَ تَدْمَعُ، وَالقَلْبَ يَحْزَنُ، وَلاَ نَقُولُ إِلَّا مَا يَرْضَى
رَبُّنَا، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ
“Sesungguhnya
mata meneteskan air mata, hati bersedih, namun kami tidak mengucapkan selain
kata-kata yang diridhai Rabb kami, dan kami dengan kepergianmu wahai Ibrahim
benar-benar bersedih.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Pada saat yang
sama pula terjadi peristiwa besar, yaitu gerhana matahari sehingga Beliau
merasa takut dan khawatir kalau-kalau Kiamat telah tiba.
Dalam Shahih Bukhari
dan Muslim dari Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu anhu ia berkata, “Telah
terjadi gerhana matahari, lalu Nabi shallallahu alaihi wa sallam bangun dalam
keadaan terkejut takut kalau-kalau tiba hari Kiamat, maka Beliau mendatangi
masjid dan melakukan shalat dengan berdiri, ruku, dan sujud yang sangat panjang
yang baru aku lihat.” Bahkan karena rasa takut Beliau –dimana Beliau adalah
orang yang paling mengenal Allah- Beliau sampai salah mengenakan kain; Beliau
pakai selendang salah seorang istrinya dan keluar dengan menyeret kainnya tanpa
menunggu dipakai sampai Beliau tiba di masjid. Hal ini sebagaimana yang
dikatakan Asma radhiyallahu anha, “Beliau salah pakai hingga Beliau perbaiki
setelahnya.” (Hr. Muslim)
Bahkan di
antara sikap Beliau yang menunjukkan rasa takut yang dalam adalah Beliau
memperpanjang shalat tidak seperti biasanya, padahal Beliau selalu menyuruh
imam untuk meringankan shalat. Jabir radhiyallahu anhu berkata, “Maka Beliau
memperlama berdiri sampai para sahabat tersungkur duduk karena keletihan.” (Hr.
Muslim)
Saat Nabi
shallallahu alaihi wa sallam sampai di masjid, maka Beliau memerintahkan
seseorang untuk menyerukan ‘Ash Shalatu jami’ah’ (Ayo lakukan shalat
dengan berjamaah), maka orang-orang pun berkumpul, kemudian Beliau shalat
dengan shalat yang tidak biasanya sebagaimana yang dinyatakan Aisyah
radhiyallahu anha ia berkata, “Pernah terjadi gerhana pada masa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, lalu Beliau mengirimkan seseorang untuk
menyerukan ‘Ash Shalatu Jami’ah,’ maka orang-orang pun berkumpul, lalu
Beliau maju dan bertakbir, kemudian shalat empat kali ruku dalam dua rakaat dan
melakukan empat kali sujud (Hr. Muslim)
Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah berkata, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua
tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah, dan dua makhluk di antara
makhluk-makhluk Allah. Keduanya muncul dengan perintah Allah dan terjadi
gerhana dengan perintah Allah dan rahmat-Nya. Jika Allah Ta’ala hendak
menakut-nakuti hamba-hamba-Nya terhadap maksiat dan pelanggaran yang mereka
kerjakan, maka Allah jadikan gerhana pada keduanya dengan menyembunyikan
cahayanya baik seluruh maupun sebagiannya sebagai peringatan bagi
hamba-hamba-Nya dan untuk mengingatkan mereka agar mereka bertaubat dan
kemudian mengerjakan perintah yang diwajibkan Allah kepada mereka dan menjauhi apa-apa yang Dia haramkan kepada
mereka. Oleh karena itulah sering terjadi gerhana di zaman sekarang, sehingga
tidak berlalu setahun melainkan terjadi beberapa gerhana baik gerhana matahari
maupun gerhana bulan atau kedua-duanya. Yang demikian karena banyaknya
kemaksiatan dan fitnah (godaan) di zaman ini. Banyak manusia yang tenggelam
dalam syahwat dunia dan melupakan peristiwa dahsyat di akhirat; mereka jatuhkan
diri mereka dalam maksiat dan merusak agama mereka, mereka mendatangi hal-hal
yang bersifat materi namun berpaling dari hal-hal gaib yang dijanjikan yang
merupakan tempat kembali yang pasti dan akhir yang pasti. Dan kebanyakan
masyarakat di zaman ini meremehkan shalat gerhana, tidak memperhatikannya, dan
tidak mendorongnya. Hal itu karena kelemahan iman mereka dan ketidaktahuan
mereka terhadap sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan hanya
melihat sebab-sebab lahir terjadinya gerhana, namun mereka lalai dari
sebab-sebab syar’i dan hikmah yang dalam yang karenanya Allah mengadakan
gerhana dengan adanya sebab-sebab tadi.”
Jamaah shalat gerhana yang berbahagia
Gerhana
matahari dan bulan bukanlah sebagai peristwa biasa yang kosong dari hikmah dan
makna. Bahkan gerhana merupakan peristiwa besar yang hati orang-orang beriman
merasakan ketakutan dan hati-hati orang-orang yang bertakwa bergetar karenanya,
karena maksud terjadinya gerhana adalah untuk menakut-nakuti hamba, dan bukan
sebagai peristiwa alam biasa seperti yang disangka sebagian orang, dimana hati
mereka tidak takut terhadapnya dan tidak ada perhatian mereka terhadapnya,
bahkan sebagian mereka malah bergembira dan senang karena peristiwa ini. Di
antara mereka ada yang pergi ke puncak atau dataran-dataran tinggi untuk
menyaksikannya dengan berbagai alat seperti teropong dan teleskop sambil
bergembira dan lupa dari sebab hakiki dan hikmah dari terjadinya gerhana. Oleh
karenanya mereka tidak segera shalat, tidak segera berdizikir, berdoa,
beristighfar, dan bersedekah.
Oleh karena itu,
tidak patut bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir menyatakan
bahwa gerhana hanyalah peristiwa alam biasa seperti terbitnya matahari dan
tenggelamnya yang tidak membuatnya takut dan khawatir. Bahkan menganggapnya
biasa dan tidak mengambilnya sebagai pelajaran adalah menuru sikap orang-orang
kafir sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ
عَنْهَا مُعْرِضُونَ (105) وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
(106) أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ
السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ (107)
“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang
mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.-Dan sebagian besar dari
mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan
Allah (dengan sembahan-sembahan lain)--Apakah mereka merasa aman dari
kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan Kiamat kepada
mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?” (Qs. Yusuf: 105-107)
Semoga Allah
menjadikan kita semua sebagai orang yang jika diberi peringatan segera sadar,
jika disampaikan pelajaran kita dapat mengambil pelajaran, jika diberi bersikap
syukur, jika diuji dapat bersabar, jika jatuh ke dalam dosa segera istighfar, Aqulu
qauli haadzaa wa astaghfirullah liy wa lakum.
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ الْمَحْمُودِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، وَالصَّلاَةُ وَالسّلامُ عَلَى
النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ وَعَلَى الصَّحْبِ والآلِ، أَمَّا بَعْدُ:
Jamaah shalat gerhana yang berbahagia
Ada banyak pelajaran
yang dapat kita ambil dari peristiwa gerhana, di antaranya
adalah:
1. Semakin jelas kesesatan
orang-orang yang menyembah selain Allah Ta’ala, seperti mereka yang menyembah
matahari dan bulan. Kalau seandainya keduanya adalah tuhan, tentu tidak akan mengalami
kehilangan atau kekurangan cahayanya. Demikian pula terdapat bukti yang jelas bahwa matahari, bulan, bintang dan alam semesta ini diatur
oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala, dan bahwa semua itu tidak berhak untuk
disembah. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ
وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ
الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
"Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang,
matahari dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun
bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu
sembah." (QS. Fushshilat: 37)
2. Sebagai salah satu tanda
di antara tanda-tanda kekuasaan Allah 'Azza wa Jalla. Jika yang demikian mudah
bagi Allah, maka lebih mudah lagi bagi-Nya menghidupkan manusia yang telah mati
untuk diberi-Nya pembalasan.
3. Untuk menakut-nakuti
manusia agar mereka kembali kepada-Nya dan berhenti dari berbuat maksiat serta
mengisi hidupnya di dunia dengan beramal saleh. Allah Subhaanahu wa Ta'ala
berfirman,
وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا
تَخْوِيفًا
"Dan
Kami tidak memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti." (Terj. QS.
Al Israa': 59)
4. Sebagai permisalan terhadap hal
yang akan terjadi pada hari kiamat, dan bahwa hal itu mudah bagi Allah Azza wa
Jalla.
5. Menunjukkan kuasanya
Allah menimpakan hukuman kepada orang-orang yang kufur kepada-Nya dan
mendurhakai-Nya.
6. Menunjukkan sayang
dan santun(hilm)nya Allah Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya, Dia tidak
langsung menghukum mereka saat mereka berbuat maksiat, bahkan mengajak mereka bertobat
dan memperingatkan mereka dengan semacam ini (gerhana) agar mereka tidak
melakukan perbuatan yang membawa mereka kepada kesengsaraan baik di dunia
maupun di akhirat.
7. Dan hikmah-hikmah yang
lain.
Jamaah shalat gerhana yang berbahagia
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ
الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ،
وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا
فَصَلُّوا » .
"Sesungguhnya
matahari dan bulan tidaklah terjadi gerhana karena kematian seseorang dan bukan
pula karena lahirnya seseorang. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tanda di
antara tanda-tanda (kekuasaan) Allah. Apabila kalian melihatnya, maka
laksanakanlah shalat." (HR. Bukhari)
Al Haafizh menjelaskan
tentang maksud "tanda" di hadits tersebut, yaitu sebagai tanda
keesaan Allah, tanda kekuasaan Allah sekaligus untuk menakuti hamba-hamba-Nya
terhadap siksaan Allah dan azab-Nya.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa gerhana merupakan tanda
kekuasaan Allah untuk menakuti hamba-hamba-Nya sebagaimana pada peristiwa alam
yang lain seperti gempa bumi, angin kencang, terangnya suasana di malam hari,
gelapnya suasana di siang hari, halilintar yang berbunyi keras, hujan yang
tidak kunjung henti dan peristiwa alam lainnya yang mengkhawatirkan; agar
manusia kembali kepada Allah, mau menaati-Nya, dan tidak lagi berbuat maksiat.
Oleh karena itu, saat terjadi gerhana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan orang-orang ketika itu untuk melaksanakan shalat, berdoa,
berdzikr, beristighfar (meminta ampunan), bersedekah dan melakukan amal saleh
lainnya seperti memerdekakan budak dengan harapan agar mereka tidak ditimpa
sesuatu yang tidak diinginkan.
Dalam hadits di atas juga,
Beliau menjelaskan bahwa gerhana terjadi bukanlah karena ada seorang tokoh yang
meninggal atau karena lahirnya seorang tokoh. Maksud Beliau berkata demikian
adalah untuk menghilangkan anggapan yang menyebar di saat itu, dimana ketika
itu Ibrahim putera Beliau wafat, lalu mereka pun mengaitkan terjadinya gerhana
karena wafatnya putera Beliau, maka Beliau menghilangkan anggapan tersebut. Demikian pula tidak
ada anggapan-anggapan dan keyakinan-keyakinan lainnya yang beredar di
masyarakat kita ketika terjadi gerhana seperti
anggapan bahwa ada raksasa atau yang disebut dengan ‘buto’ sedang memakan
cahaya bulan atau ada raksasa yang disebut ‘batara kala’ yang memakan matahari,
kemudian mereka memukul kentongan agar raksasa itu pergi, dsb. Semua anggapan itu
tidak benar dan tidak boleh diyakini.
Jamaah shalat gerhana yang berbahagia
Sebagaimana telah diterangkan,
bahwa hikmah dari terjadinya gerhana adalah agar kita berhenti dari maksiat dan
kembali kepada Allah dengan isttighfar dan tobat, karena Dia tidak akan
mengazab kaum yang beristighfar dan bertobat. Dia berfirman,
وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan Allah sekali-kali
tidak akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (Qs. Al Anfaal: 33)
Dan dengan istighfar dan tobat itu
pula kita akan memperoleh keberuntungan, Dia berfrman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertobatlah
kalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung.” (Qs. An Nuur: 31)
Kita meminta kepada Allah agar Dia memberikan kepada kita
taufik untuk mengisi hidup di dunia dengan berbagai amal saleh, membimbing kita
kepada jalan yang diridhai-Nya, memasukkan kita ke dalam surga-Nya, dan
menjauhkan kita dari neraka-Nya.
وَاعْلَمُوْا
أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ فَقَالَ جَلَّ وَعَلاَ:إِنَّ
اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى
عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ اَللَّهُمَّ ارْزُقْنَا مَحَبَّتَهُ وَاتِّبَاعَهُ
ظَاهِراً وَبَاطِناً اَللَّهُمَّ تَوَفَّنَا عَلَى مِلَّتِهِ اَللَّهُمَ احْشُرْنَا
فِي زُمْرَتِهِ اَللَّهُمَّ أَسْقِنَا مِنْ حَوْضِهِ اَللَّهُمَّ أَدْخِلْنَا فِي
شَفَاعَتِهِ اَللَّهُمَّ اجْمَعْنَا بِهِ فِي جِوَارِكَ فِي جَنَّاتِ النَّعِيْمِ
مَعَ الَّذِيْنَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ مِّنَ
النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ اَللَّهُمَّ ارْضَ
عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ اَللَّهُمَّ
ارْضَ عَنْ أَوْلاَدِه الْغُرِّ الْمَيَامِيْنَ وَعَنْ زَوْجَاتِهِ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِيْنَ
وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ وَعَنِ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ اَللَّهُمَّ ارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا كَمَا
أَصْلَحْتَ أَحْوَالَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
وَاجْعَلْ بَلَدَنَا هَذَا آمِنا ً وَ سَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ يَا رَبَّ
الْعَالَمِيْنَ اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِميْنَ اَللَّهُمَّ
هَيِّئْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وُلاَةً صَالِحِيْنَ مُصْلِحِيْنَ يَقُوْدُوْنَهُمِ بِكِتَابِكَ
وَسُنَّةِ نَبِيِّكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا
وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَجْمَعِيْنَ وَآخِرُ دَعْوَانَا اَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘alaa
aalihi wa shahbihi wa sallam.
Marwan Hadidi bin Musa