بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (29)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Bahjatun
Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, Syarh Riyadhush Shalihin karya
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya merujuk kepada
kitab Riyadhush Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya
dari kitab-kitab hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ «أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ تَابَعَ
الْوَحْيَ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْلَ وَفَاتِهِ،
حَتَّى تُوُفِّيَ، وَأَكْثَرُ مَا كَانَ الْوَحْيُ يَوْمَ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ»
(115) Dari Anas
bin Malik ia berkata, “Allah Azza wa Jalla menurunkan wahyu kepada Rasulullah
berturut-turut sebelum Beliau wafat hingga wafat, dan wahyu yang paling banyak
diturunkan adalah pada hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan wafat.”
(HR. Muslim)
Fawaid:
1. Turunnya
wahyu secara berturut-turut di akhir-akhir kehidupan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
2. Allah
meninggikan derajat seorang hamba karena banyak membaca kitab-Nya.
3. Banyaknya
wahyu yang turun di akhir-akhir kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagai tanda telah dekatnya ajal Beliau shallallahu alaihi wa sallam,
dan untuk menyempurnakan syariat Islam.
عَنْ جَابِرٍ، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ»
(116) Dari Jabir
radhiyalahu ‘anhu ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Setiap hamba dibangkitkan sesuai keadaannya ketika meninggal dunia.”
(HR. Muslim)
Fawaid:
1. Dorongan bagi
manusia untuk memperbaiki amal, senantiasa mengikuti petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan mengikhlaskan amal agar seseorang meninggal dunia di
atas keadaan yang terpuji ini, wabillahit taufiq.
2. Dorongan
menambahkan ketaatan kepada Allah di akhir hayat.
Bab:
Tentang Banyaknya Jalan-Jalan Kebaikan
Allah Ta’ala
berfirman,
وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Dan
perbuatan baik apa saja yang kalian lakukan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.” (QS. Al Baqarah: 215)
Oleh karena itu,
Dia akan memberinya balasan.
Dia juga
berfirman,
وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللهُ
“Dan perbuatan baik apa saja yang engkau lakukan, maka
Allah mengetahuinya.” (QS. 197)
Oleh karena itu, Dia tidak akan menyia-nyiakannya.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَه
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah
pun, maka dia akan melihatnya.” (QS. Az Zalzalah: 7)
Maksudnya melihat balasannya di akhirat.
Sa’id bin Jubair berkata, “Sebelumnya kaum muslimin
merasa, bahwa mereka tidak diberi pahala terhadap sesuatu yang sedikit yang
mereka infakkan, sedangkan yang lain merasa, bahwa mereka tidak akan dicela
karena dosa yang ringan, seperti sebuah perkara dusta, memandang yang
diharamkan, ghibah, dan sebagainya, maka turunlah ayat, “Barang siapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, maka dia akan melihatnya. Dan barang
siapa yang menerjakan keburukan seberat dzarrah pun, maka dia akan melihatnya.”
(QS. Az Zalzalah: 7-8)
Allah Ta’ala juga berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً فَلِنَفْسِهِ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu
adalah untuk dirinya sendiri.” (QS. Al Jatsiyah: 15)
Ayat-ayat berkaitan dengan ini sangat banyak, misalnya
firman Allah Ta’ala,
مَنْ عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ
مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl: 97)
Adapun dalam hadits, maka banyak sekali sulit dibatasi.
berikut ini sebagian di antaranya:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ
الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «الْإِيمَانُ بِاللهِ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِهِ»
قَالَ: قُلْتُ: أَيُّ الرِّقَابِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «أَنْفَسُهَا عِنْدَ أَهْلِهَا
وَأَكْثَرُهَا ثَمَنًا» قَالَ: قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ أَفْعَلْ؟ قَالَ: «تُعِينُ
صَانِعًا أَوْ تَصْنَعُ لِأَخْرَقَ» قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ
إِنْ ضَعُفْتُ عَنْ بَعْضِ الْعَمَلِ؟ قَالَ: «تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النَّاسِ
فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ»
(117) Dari Abu Dzar ia berkata, “Aku pernah bertanya,
“Wahai Rasulullah, amal apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Beriman
kepada Allah dan berjihad di jalan-Nya.” Aku bertanya kembali, “Budak mana yang
lebih utama dimerdekakan?” Beliau menjawab, “Lebih berhak di sisi pemiliknya
dan lebih mahal harganya.“ Aku bertanya, “Jika aku tidak
mampu melakukannya (apa yang perlu aku lakukan)?” Beliau menjawab, “Engkau
menolong pekerja atau mengerjakan sesuatu (yang bermanfaat) untuk orang yang
tidak pandai bekerja.” Aku bertanya pula, “Wahai Rasulullah, bagaimana
menurutmu jika aku tidak mampu melakukan sebagian pekerjaan?” Beliau menjawab,
“Tahanlah keburukan dirimu dari menimpa orang lain. Yang demikian adalah
sedekah darimu untuk dirimu.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Shani’
(lihat lafaz haditsnya) dengan huruf shad tanpa titik, iniah yang masyur. Diriwayatkan
pula dengan lafaz “dha’i” ada titik, sebagai ganti lafaz shani’,
sehingga artinya ‘Engkau menolong orang yang kehilangan,’ baik karena miskin
atau kehilangan keluarga, dsb. Adapun akhraq artinya orang yang tidak
pandai dalam pekerjaannya.”
Fawaid:
1. Banyaknya jalan-jalan kebaikan
2. Seseorang ketika tidak sanggup melakukan amalan
tertentu, bisa melakukan amalan yang lain.
3. Jika tidak mampu melakukan beberapa amalan, ia bisa
menahan diri dari mengganggu orang lain.
4. Jika tidak dapat mengejar semuanya, maka jangan
tinggalkan sebagian besarnya atau sebagiannya.
5. Dorongan berjihad fi sabilillah.
6. Dorongan membantu orang yang butuh bantuan.
7. Memberikan pengajaran yang baik kepada orang lain.
8. Menahan gangguan diri sendiri merupakan sedekah.
9. Anjuran agar seorang guru bersabar terhadap muridnya.
10. Upaya Islam untuk memerdekakan budak.
11. Kemudahan ajaran Islam.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
أَنَّهُ قَالَ: «يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ، فَكُلُّ
تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ
صَدَقَةٌ، وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ،
وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ، وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ
يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى»
(118) Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau bersabda, “Pada pagi hari setiap persendian salah seorang di antara kamu
perlu bersedekah. Setiap tasbih (ucapan Subhaanallah) adalah sedekah,
setiap tahmid (ucapan Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahlil
(ucapan Laailaahaillallah) adalah sedekah, setiap takbir (ucapan Allahu
akbar) adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, dan nahi munkar juga
sedekah, namun hal itu dicukupkan oleh dua rakaat yang ia lakukan pada waktu
Dhuha.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan tasbih dan semua dzikr lainnya, serta
keutamaan amar ma’ruf dan nahi munkar.
2. Sedekah tidak selalu berupa harta.
3. Luasnya makna sedekah.
4. Keutamaan shalat Dhuha.
5. Dorongan untuk melakukan amal saleh yang bisa
dilakukan.
6. Banyaknya jalan-jalan kebaikan.
7. Luasnya karunia Allah Ta’ala.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «عُرِضَتْ عَلَيَّ أَعْمَالُ أُمَّتِي حَسَنُهَا
وَسَيِّئُهَا، فَوَجَدْتُ فِي مَحَاسِنِ أَعْمَالِهَا الْأَذَى يُمَاطُ عَنِ
الطَّرِيقِ، وَوَجَدْتُ فِي مَسَاوِي أَعْمَالِهَا النُّخَاعَةَ تَكُونُ فِي
الْمَسْجِدِ، لَا تُدْفَنُ»
(119) Dari Abu
Dzar, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Ditampakkan
kepadaku amal-amal umatku, yang baik dan yang buruk, lalu kutemukan di antara
amalnya yang baik adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan
kutemukan di antara amalannya yang buruk adalah berdahak di masjid yang tidak
ditanam.” (HR. Muslim)
Fawaid:
1. Keutamaan
semua yang bermanfaat bagi manusia.
2. Keutamaan
menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan.
3. Amalan yang
baik maupun buruk meskipun kecil dicatat dan diberi balasan.
4. Tidak
meremehkan amal saleh meskipun kecil.
5. Dorongan
mengerjakan perbuatan yang bermanfaat bagi manusia dan menjauhi hal yang membahayakan
mereka.
6. Sepatutnya
memuliakan masjid, membersihkannya, dan beradab di dalamnya.
7. Dorongan
menyingkirkan hal yang mengganggu dari jalan, seperti duri, kotoran, dsb.
Bersambung…
Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa
alaa aalihi wa shahbihi wa sallam
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin
Abdul Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin), Bahjatun
Nazhirin (Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah
versi 3.45, dll.