بسم
الله الرحمن الرحيم
Fawaid Riyadhush Shalihin (20)
Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang
mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:
Berikut Fawaid (Kandungan Hadits)
Riyadhush Shalihin yang banyak kami rujuk dari kitab Syarh
Riyadhush Shalihin karya Syaikh Faishal bin Abdul Aziz An Najdiy, kitab
Bahjatun Nazhirin karya Syaikh Salim bin Ied Al Hilaliy, dan lainnya. Hadits-hadits di dalamnya merujuk kepada kitab Riyadhush
Shalihin, akan tetapi kami mengambil matannya dari kitab-kitab
hadits induk. Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penyusunan risalah ini
ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ يَقُولُ: «اللهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ، وَبِكَ
آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ، وَبِكَ خَاصَمْتُ،
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِعِزَّتِكَ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَنْ تُضِلَّنِي،
أَنْتَ الْحَيُّ الَّذِي لَا يَمُوتُ، وَالْجِنُّ وَالْإِنْسُ يَمُوتُونَ»
(75) Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa, “Ya Allah,
kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal,
kepada-Mu aku bertawakkal, kepada-Mu aku kembali, dan karena Engkau aku bertengkar
dengan musuh. Ya Allah, aku berlindung kepada keperkasaan-Mu agar Engkau tidak
menyesatkan diriku, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau. Engkau
Mahahidup dan tidak akan mati, sedangkan manusia dan jin akan mati.” (HR.
Bukhari dan Muslim, lafaz ini adalah lafaz Muslim, dan Bukhari menyebutkannya
secara ringkas).
Fawaid:
1. Kembali kepada Allah, bergantung kepada-Nya,
dan mencari kemuliaan kepada-Nya. Barang siapa yang mencari kemulian kepada
selain-Nya, maka dia akan hina, dan barang siapa yang mencari petunjuk selain
petunjuk-Nya, maka dia akan tersesat.
2. Wajibnya bertawakkal kepada Allah Azza wa
Jalla, dan bahwa semua selain Allah akan binasa, oleh karena itu tidak pantas
bersandar kepada selain-Nya.
3. Anjuran mengikuti Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengucapkan doa yang padat ini; yang menunjukkan kebenaran
iman dan keyakinan.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ
الوَكِيلُ، «قَالَهَا إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ حِينَ أُلْقِيَ فِي
النَّارِ، وَقَالَهَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ» حِينَ قَالُوا:
{إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا،
وَقَالُوا: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الوَكِيلُ} [آل عمران: 173] (رَوَاهُ
الْبُخَارِيُّ. وَفِي
رِوَايَةٍ لَهُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كَانَ آخِرَ
قَوْلِ إِبْرَاهِيمَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ- حِيْنَ أُلْقِيَ فِي النَّارِ:
حَسْبِيَ اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ)
(76) Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,
bahwa ucapan, “Hasbunallah wa ni’mal wakil” (artinya: Cukuplah Allah
sebagai Pelindung kami, dan Dialah sebaik-baik pelindung) diucapkan Nabi Ibrahim
‘alaihis salam saat ia dilemparkan ke dalam api, dan diucapkan Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ada orang-orang yang menyatakan, “Sesungguhnya
manusia (kaum kafir Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu,
karena itu takutlah kepada mereka," maka perkataan itu menambah
keimanan mereka dan mereka menjawab, "Cukuplah Allah menjadi penolong
Kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Lihat QS. Ali Imran: 173)
(HR. Bukhari, dan dalam riwayat yang sama dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma
ia berkata, “Ucapan terakhir yang disampaikan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam saat
dilemparkan ke dalam api adalah, “Hasbiyallahu wa ni’mal wakil”
(artinya: Cukuplah Allah sebagai Pelindung bagiku, dan Dialah sebaik-baik
Pelindung).”)
Fawaid:
1. Keutamaan tawakkal kepada Allah Azza wa
Jalla.
2. Mengikuti jejak para nabi dan rasul, dimana
mereka adalah orang-orang yag bertawakkal kepada Allah Azza wa Jalla.
3. Musuh-musuh para rasul berusaha menimpakan gangguan kepada para rasul dan
pengikutnya, dan cara menyikapinya adalah dengan bertawakkal kepada Allah Azza
wa Jalla.
4. Pertarungan antara kebenaran dan kebatilan
terjadi sejak zaman dahulu.
5. Ucapan Hasbunallah wa ni’mal wakil
merupakan bentuk tawakkal seseorang kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
6. Dua orang kekasih Allah (Nabi Ibrahim dan
Nabi Muhammad ‘alaihimash shalatu was salam) mengucapkan kalimat di atas.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «يَدْخُلُ الْجَنَّةَ أَقْوَامٌ، أَفْئِدَتُهُمْ
مِثْلُ أَفْئِدَةِ الطَّيْرِ»
(77) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari
Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Akan masuk ke dalam surga
orang-orang yang hatinya seperti hati burung.” (HR. Muslim)
Ada yang mengatakan, bahwa maksudnya hati
mereka bertawakkal, atau maksudnya hati mereka lembut.
Fawaid:
1. Hadits ini menjadi dasar tentang masalah
tawakkal. Arti tawakkal adalah bersandar kepada Allah dalam mendatangkan
maslahat dan menolak madharat.
2. Tawakkal tidak menafikan sebab, karena
burung tetap terbang mencari rezekinya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
«لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ
لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ، تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً»
“Kalau sekiranya kalian bertawakkal kepada
Allah dengan sebenar-benarnya, tentu Dia akan memberi kalian rezeki sebagaimana
Dia memberikan rezeki kepada burung, yang berangkat pagi dalam keadaan perutnya
kosong dan pulang sore dengan perut kenyang.” (HR. Tirmidzi, dan ia
menghasankannya).
3. Tawakkal kepada Allah dan hati yang lembut
termasuk sebab masuk surga.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا،أَنَّهُ غَزَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قِبَلَ نَجْدٍ، فَلَمَّا قَفَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَفَلَ مَعَهُ، فَأَدْرَكَتْهُمُ القَائِلَةُ فِي وَادٍ كَثِيرِ العِضَاهِ،
فَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَفَرَّقَ النَّاسُ
يَسْتَظِلُّونَ بِالشَّجَرِ، فَنَزَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ تَحْتَ سَمُرَةٍ وَعَلَّقَ بِهَا سَيْفَهُ، وَنِمْنَا نَوْمَةً، فَإِذَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُونَا، وَإِذَا عِنْدَهُ
أَعْرَابِيٌّ، فَقَالَ: " إِنَّ هَذَا اخْتَرَطَ عَلَيَّ سَيْفِي، وَأَنَا
نَائِمٌ، فَاسْتَيْقَظْتُ وَهُوَ فِي يَدِهِ صَلْتًا، فَقَالَ: مَنْ يَمْنَعُكَ
مِنِّي؟ فَقُلْتُ: اللَّهُ، - ثَلاَثًا - " وَلَمْ يُعَاقِبْهُ وَجَلَسَ
(متفق عليه) وَفِي رِوَايَةٍ:
قَالَ جَابِرٌ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللِّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم بِذَاتِ
الرِّقَاعِ، فَإِذَا أَتَيْنَا عَلَى شَجَرَةٍ ظَلِيْلَةٍ تَركْنَاهَا لِرَسُوْلِ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم، فَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ،
وَسَيْفُ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم مُعَلَّقٌ بِالشَّجَرَةِ،
فَاخْتَرَطَهُ فَقَالَ: تَخَافُنِي؟ قَالَ:"لا" قَالَ: فمَنْ يمْنَعُكَ
مِنِّي؟ قَالَ:"اللَّه". وَفِي رِوَايَةِ أَبِي بَكْرٍ الْإِسْمَاعِيْلِيِّ فِي صَحِيْحِهِ:
قَالَ منْ يَمْنعُكَ مِنِّي؟ قَالَ:"اللَّهُ" قَالَ: فَسَقَطَ السَّيْفُ
مِنْ يَدِهِ، فَأخَذَ رَسَولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم السَّيْفَ فَقَالَ:"مَنْ
يَمْنَعُكَ مِنِّي؟ "فَقَالَ: كُنْ خَيْرَ آخِذٍ، فَقَالَ: "تَشْهَدُ
أنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وأنِّي رَسُوْلُ اللَّهِ؟ " قَالَ: لاَ، وَلَكِنِّي
أُعَاهِدُكَ أنْ لاَ أقَاتِلَكَ، وَلاَ أكُونَ مَعَ قَومٍ يُقَاتِلُونَكَ، فَخَلَّى
سَبِيْلَهُ، فَأَتَى أَصْحَابَهُ فَقَالَ: جِئْتُكُمْ مِنْ عِنْدِ خَيْرِ النَّاسِ.
(78)
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhuma, bahwa dirinya pernah berperang
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di daerah dekat Nejd. Setelah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kembali –dari perjalanannya- ia pun
ikut kembali, lalu mereka istirahat siang di lembah yang memiliki pohon besar
berduri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun singgah, dan para sahabat
juga singgah secara berpencar untuk berteduh di bawah pohon. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam singgah di bawah pohon Samurah dan menggantungkan
pedangnya di situ. Kami pun tidur, tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memanggil kami, sedangkan di dekatnya ada seorang Arab badui, lalu
Beliau bersabda, “Orang ini menghunus pedangku untuk menyerangku saat aku
tidur, maka aku pun terbangun, sedangkan pedang itu masih terhunus di
tangannya, lalu ia berkata, “Siapa yang dapat melindungimu dariku?” Aku
menjawab, “Allah,” sebanyak tiga kali. Namun
setelah itu Beliau tidak membalasnya dan duduk.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Jabir
berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
Dzaturriqa, lalu kami datangi sebuah pohon yang lebat dan kami khususkan untuk
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian datang salah seorang kaum
musyrik, sedangkan ketika itu pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
daam keadaan tergantung di pohon, lalu ia mengambil dan menghunusnya sambil
berkata, “Apakah kamu takut kepadaku?” Beliau menjawab, “Tidak.” Ia kembali
berkata, “Siapa yang dapat melindungimu dariku?” Beliau menjawab, “Allah.”
Dalam riwayat Abu Bakar Al Isma’iliy dalam Shahihnya
disebutkan: Orang itu berkata, “Siapa yang dapat melindungimu dariku?” Beliau
menjawab, “Allah.” Tiba-tiba pedang itu pun jatuh dari tangannya, lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil pedang itu dan bersabda,
“Siapa yang dapat melidungimu dariku?” Orang itu menjawab, “Jadilah engkau
sebai-baik orang yang memberikan hukuman.” Beliau bersabda, “Maukah engkau
bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa aku
adalah Rasulullah?” Ia menjawab, “Tidak. Akan tetapi, aku berjanji kepadamu
untuk tidak memerangimu dan tidak ikut bersama orang-orang yang memerangimu,”
maka Beliau pun melepaskannya, lalu orang itu mendatangi kawan-kawannya dan
berkata, “Aku datang kepada kalian dari sisi orang yang paling baik.”
Fawaid:
1. Keberanian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, tingginya keyakinan dan tawakkal Beliau kepada Allah Azza wa Jalla.
2. Cintanya Rasul shallallahu alaihi wa sallam
dan para sahabatnya terhadap jihad fi sabilillah.
3. Penjagaan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap
Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4. Mulianya akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, santunnya Beliau, dan senangnya Beliau terhadap sikap memaafkan orang
lain.
5. Membalas keburukan dengan kebaikan.
6. Pemuliaan para sahabat radhiyallahu ‘anhum
terhadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Bersambung…
Marwan bin Musa
Maraji': Tathriz Riyadh Ash Shalihin (Syaikh Faishal bin Abdul
Aziz An Najdiy), Syarh Riyadh Ash Shalihin (Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin), Bahjatun Nazhirin
(Salim bin ’Ied Al Hilaliy), Al Maktabatusy Syamilah versi 3.45, dll.