بسم الله الرحمن الرحيم
Khutbah Idul Fitri
1443 H/2022 M
Pelajaran Berharga Dari Puasa
Ramadhan
Oleh: Marwan Hadidi, M.Pd.I
إِنَّ الْحَمْدَ
لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ
شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ أَمَّا بَعْدُ :
Allahu akbar, Allahu akbar. Laailaahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahil
hamd.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang berbahagia!
Pertama-tama
kita panjatkan puja dan puji syukur ke hadirat Allah Azza wa Jalla atas segala
nikmat yang Dia anugrahkan kepada kita, terutama adalah nikmat Islam dan nikmat
taufik; dimudahkan kita oleh Allah Azza wa Jalla untuk dapat menjalankan ajaran-ajaran
agama-Nya seperti puasa di bulan Ramadhan yang kemarin kita telah jalankan,
qiyam Ramadhan yang kita lakukan, tilawah Al Qur’an yang kita rutinkan, sedekah
yang kita keluarkan, dan amal-amal saleh lainnya yang kita laksanakan. Kita meminta
kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia menerima amal ibadah yang kita lakukan,
aamin.
Shalawat dan
salam tidak lupa kita sampaikan kepada Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam kepada keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya
hingga hari Kiamat.
Khatib
berwasiat, baik kepada diri khatib sendiri maupun kepada para jamaah, ‘Marilah
kita terus dan tingkatkan takwa kita kepada Allah Azza wa Jalla’ karena
orang-orang yang bertakwalah yang akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Puasa Ramadhan dan amal-amal saleh lainnya yang kita lakukan di bulan
Ramadhan memberikan isyarat kepada kita bahwa sebenarnya kita mampu mengisi
hidup ini dengan beribadah, sebenarnya kita mampu berpuasa sunah, sebenarnya
kita mampu melakukan qiyamullail, sebenarnya kita mampu mengkhatamkan Al Qur’an,
dan beramal saleh lainnya, maka jadikan bulan Ramadhan sebagai cermin dalam
beribadah pada bulan-bulan yang lain. Oleh karena itu, ketika engkau lemah dan
kurang semangat dalam beribadah, maka tengoklah bulan Ramadhan kemarin, bahwa
sebenarnya engkau bisa, maka mintalah kepada Allah taufik-Nya, pertolongan-Nya,
dan bantuan-Nya agar Dia memudahkan dirimu beribadah, serta beristighfarlah
dari perbuatan maksiat karena hal itu yang membuat seseorang kurang mendapatkan
taufik-Nya. Al Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, "Banyaknya dosa
menjadi sebab kurangnya mendapatkan Taufik." (Syu'abul Iman no. 6532)
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Bulan Ramadhan adalah bulan tarbiyah, bulan
dimana Allah mendidik hamba-hamba-Nya melalui puasa agar mereka mampu, terlatih
dan terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, sehingga
dengan begitu jadilah mereka sebagai orang-orang yang bertakwa. Oleh karena
itu, orang yang berpuasa adalah orang yang siap menerima pendidikan dari Allah
sehingga lebih dekat kepada ketakwaan, sedangkan orang yang tidak berpuasa
adalah orang yang tidak mau menerima pendidikan dari Allah Azza wa Jalla. Siapakah
yang lebih buruk daripada orang yang Rabbnya menginginkan kebaikan dan
kebahagiaan untuknya dengan syariat puasa, tetapi dia menolaknya dengan tidak
mau menjalankannya?!
Demikian
pula Allah mensyariatkan mereka berpuasa agar mereka memiliki pengendalian
diri.
Kalau kita melihat ada pencuri, pemabuk,
pezina, pemain judi, dan pelaku kejahatan lainnya itu semua karena tidak
mempunyai pengendalian diri disebabkan mereka tidak mampu berpuasa di bulan Ramadhan yang
sebenarnya melatih mereka agar memiliki pengendalian diri dan agar mereka
terlatih menahan hawa nafsu yang cenderung mengajaknya berbuat maksiat
sebagaimana firman Allah Ta’ala,
إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ
إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي
“Karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.”
(Qs. Yusuf: 53)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
«حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ،
وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ»
“Surga dikelilingi dengan perkara yang tidak
disukai, sedangkan neraka dikelilingi dengan perkara yang disukai oleh hawa nafsu.”
(Hr. Muslim)
Oleh karena hikmah disyariatkan puasa adalah agar kita
menjadi orang-orang yang bertakwa, maka jangan sampai setelah kita menjalankan ibadah puasa,
kita kembali lagi meninggalkan perintah Allah dan berbuat maksiat; kita kembali lagi meninggalkan shalat,
kita kembali lagi durhaka kepada kedua orang tua, kita kembali lagi bergaul
dengan orang lain menggunakan akhlak tercela, dan wanita-wanita kita kembali
lagi melepas jilbab dan memamerkan aurat.
Ketahuilah, bahwa tanda diterimanya amal seseorang
adalah diberikan taufiq oleh Allah untuk beramal saleh selanjutnya.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Puasa Ramadhan dan amal-amal saleh lainnya yang kita lakukan di bulan
Ramadhan maksudnya adalah
agar kita terbiasa mengisi hidup di dunia dengan beribadah, karena untuk inilah
kita diciptakan di dunia. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Aku tidak
menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. Adz
Dzariyat: 56)
Inilah amanah atau tugas yang dibebankan kepada kita selama hidup di
dunia, sehingga ketika kita telah menjalankan amanah ini, maka kita berhak
memperoleh surga-Nya. Sebaliknya jika kita tidak menjalankannya, maka jangan
salahkan Allah jika Dia tidak memberikan kepada kita surga-Nya, Dia berfirman,
فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا
(38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39)
“Adapun
orang yang melampaui batas,--Dan lebih mengutamakan kehidupan dunia,--Maka sesungguhnya
nerakalah tempat tinggal(nya).” (Qs. An Nazi’at: 37-39)
‘Orang yang melampaui batas’ di sini adalah
orang yang melewati batas yang ditetapkan untuknya, yang seharusnya ia
beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi dia malah beribadah dan
menyembah kepada selain-Nya, dan yang seharusnya dia isi hidupnya dengan
beribadah, tetapi tidak dia isi dengan beribadah.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Surga yang penuh dengan kenikmatan adalah
mahal. Penghuninya akan kekal dan tidak akan mati, akan senang dan tidak akan
sedih, akan bahagia dan tidak akan sengsara, akan sehat dan tidak akan sakit,
akan muda terus dan tidak akan tua, dan apa yang diinginkan ada di hadapan
tanpa perlu bekerja dan berusaha. Namun, apakah kenikmatan ini diberikan kepada
orang-orang yang malas beribadah atau enggan melakukannya; ketika ada seruan
yang memanggilnya untuk beribadah (seperti seruan untuk shalat), lalu ia tidak
mau menyambutnya, bahkan memilih bersenang-senang dengan dunia dan berleha-leha?
Tentu tidak.
Fikirkanlah
wahai saudaraku, untuk memperoleh dunia saja, seperti harta, kekayaan, rumah,
kendaraan, dan semisalnya seseorang tidak mungkin memperolehnya dengan santai,
tiduran, dan bermalas-malasan. Akankah kesenangan itu diperoleh dengan
bermalas-malasan, tidur, dan bersantai sambil menunggu rezeki turun dari
langit? Tidak wahai saudaraku, ini semua harus dikejar dengan berusaha dan
bekerja. Lalu bagaimana dengan kenikmatan surga, akankan diperoleh dengan
bermalas-malasan? Ini pun sama, engkau harus mengejarnya dengan beribadah
kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, menyambut seruan-Nya, melaksanakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak cukup hanya keinginan di hati dan
ucapan di lisan.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Puasa Ramadhan dan amal-amal saleh lainnya yang kita lakukan di bulan
Ramadhan maksudnya adalah
agar kita mengawali kembali lembaran kehidupan kita dengan kebaikan, ketaatan,
dan ibadah; tidak dengan keburukan dan kemaksiatan.
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Sembahlah
Tuhanmu sampai datang kematian kepadamu.” (Qs. Al Hijr: 99)
Ayat ini menerangkan kepada kita,
bahwa ibadah itu tidak hanya pada bulan Ramadhan, bahkan terus berlanjut sampai
kita meninggalkan dunia ini.
Ada seorang yang berkata kepada Bisyr
Al Hafiy, “Ada orang-orang yang beribadah di bulan Ramdhan dan
bersungguh-sungguh beribadah di bulan itu. Tetapi setelah Ramadhan berlalu,
mereka meninggalkan ibadahnya, maka Bisyr berkata, “Seburuk-buruk orang adalah
mereka yang tidak mengenal Allah selain di bulan Ramadhan.” (Miftahul Afkar
Lit Ta’ahhub Lidaril Qarar 2/283).
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Di antara hikmah memperbanyak ibadah pada bulan Ramadhan
adalah agar bekal kita menghadapi kematian semakin banyak. Bukankah setelah
kematian terdapat safar yang panjang?
Abu Darda rahimahullah berkata, “Kalau sekiranya
salah seorang di antara kamu hendak safar, bukankah ia perlu menyiapkan bekal
yang bermanfaat baginya?” Kawan-kawannya berkata, “Ya.” Abu Darda berkata,
“Safar pada hari Kiamat lebih panjang, maka bawalah bekal yang bermanfaat
bagimu. Berhajilah untuk menghadapi perkara-perkara besar, berpuasalah di siang
hari yang panas untuk menghadapi panasnya hari kebangkitan, shalatlah di
kegelapan malam untuk menghadapi kegelapan kubur, dan bersedekahlah secara
sembunyi-sembunyi untuk menghadapi hari yang sulit.”
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Sebagian manusia ketika
diajak menaati Allah dan Rasul-Nya masih berat melakukannya, padahal itu
pertanda bahwa dirinya tidak mendapatkan taufiq dari Allah Subhaanahu wa
Ta’ala, Dia berfirman,
فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ
يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ
صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ
“Barang siapa yang Allah kehendaki akan
memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk
(menjalankan agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah
kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah
ia sedang mendaki ke langit.” (QS. Al An’aam: 125)
Ada pula yang belum siap menaati Allah dan
Rasul-Nya karena menyangka dirinya masih jauh dari kematian; dirinya masih muda
dan sehat, di samping ingin memanfaatkan masa muda dengan bersenang-senang.
Kita katakan kepadanya, “Saudaraku,
sesungguhnya kematian jika datang tidak memperhatikan orang yang dijemput, baik
muda atau tua, masih sehat atau sedang sakit, ia bisa mendatanginya. Dan jika
kematian telah datang kepadanya sedangkan masa mudanya hanya ia isi dengan
bersenang-senang dan hal yang sia-sia, maka dia akan menyesal sekali; saat itu
ia pun sadar. Padahal ketika kematian
telah datang, maka penyesalan dan sikap sadar tidak berguna lagi, Allah
Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الْإِنْسَانُ
وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى - يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ
لِحَيَاتِي
“Dan pada hari itu sadarlah manusia, akan tetapi tidak
berguna lagi kesadaran itu baginya.--Dia mengatakan, "Alangkah baiknya
kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (QS. Al Fajr: 23-24)
Ma’aasyiral muslimin wal muslimaat
Sidang shalat ‘Ied yang
berbahagia!
Di antara
kebiasaan manusia pada hari raya adalah satu sama lain saling mengucapkan
selamat apa pun bentuk ungkapannya seperti Ied Mubarak, Taqabbalallahu
minna wa minkum atau ungkapan selamat lainnya yang mubah, dan hal ini
dilakukan pula oleh kaum salaf. Dari Jubair bin Nufair ia berkata, “Para
sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika bertemu pada hari raya, maka
yang satu dengan yang lain saling mengucapkan, “Taqabballallahu
minnaa wa minkum," (artinya: Semoga Allah menerima amal ibadah
kami dan kamu). (Dinyatakan isnadnya
hasan oleh Ibnu Hajar dalam Al Fath). Tidak
diragukan lagi, bahwa ucapan selamat ini termasuk akhlak yang mulia dan sikap sosial
yang baik antara kaum muslimin.
Namun perlu
diingat, tidak diperbolehkan seorang laki-laki ketika bertemu yang lain lalu berjabat
tangan dengan wanita yang bukan mahramnya. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
«لَأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخيَطٍ
مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأةً لاَ تَحِلُّ لَهُ»
“Sungguh, ditusuknya kepala salah seorang
di antara kamu dengan paku besi (pasak) lebih baik baginya daripada menyentuh
wanita yang tidak halal baginya.”” (Hr. Thabrani dari Ma’qil bin Yasar, dishahihkan
oleh Al Albani dalam Shahihul Jami no. 5045 dan Ash Shahihah no.
226)
Dan tidak mengapa sebagian kita
mengunjungi sebagian yang lain untuk mengucapkan selamat. Adapun mengkhususkan
ziarah kubur pada hari raya ini, maka tidak ada tuntunannya dalam sunnah Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam.
Pada hari raya juga disunnahkan
berangkat dari jalan yang satu dan pulang dari jalan yang lain. Dari Jabir bin
Abdullah radhiyallahu anhuma ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wa sallam
pada hari raya, melalui jalan yang berbeda (antara berangkat dan pulangnya).” (Hr.
Bukhari)
Ada yang mengatakan, bahwa hikmahnya adalah
agar kedua jalan menjadi saksi baginya di sisi Allah pada hari Kiamat, karena
bumi akan berbicara pada hari Kiamat menceritakan kebaikan dan keburukan yang terjadi
di atasnya. Ada juga yang berpendapat, bahwa hikmahnya adalah untuk menampakkan
dzikrullah dan syiar-syiar Islam, dan ada pula yang berpendapat, bahwa karena
para malaikat berdiri di jalan yang berbeda; mencatat setiap orang yang lewat
sini dan lewat situ, dan ada pula yang berpendapat lain, wallahu a’lam.
Demikian pula pada hari raya diperbolehkan bersenang-senang dengan
keluarga dan kerabat tanpa berlebihan. Allah Ta’ala berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ
لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al A’raaf: 31)
Demikian pula disyariatkan saling berbagi kepada kaum fakir dan miskin
untuk menggembirakan mereka sehingga disyariatkan zakat fitri sebelum berangkat
shalat Ied. Ini semua adalah nilai-nilai Islami yang di dalam terdapat kebaikan
dan ihsan, saling tolong-menolong, saling mengasihi dan menyayangi, maka
alangkah mulianya agama ini.
Ya Allah, jadikanlah amalan terbaik kami adalah pada bagian
akhirnya, umur terbaik kami adalah pada bagian akhirnya, hari terbaik kami
adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu, aamiin.
هَذَا وَصَلُّوْا وَسَلِّمُوْا عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْوَرَى ، فَقَدْ أَمَرَكُمُ اللهُ بِذَلِكَ فَقَالَ سُبْحَانَهُ
: إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا " ، اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَّمَدٍ ، وَعَلَى آلِ بَيْتِهِ ، وَعَلَى الصَّحَابَةِ
أَجْمَعِيْنَ ، وخُصَّ مِنْهُمُ الْخُلَفَاءَ الْأَرْبَعَةَ الرَّاشِدِيْنَ ، أَبِي
بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ ، وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ ، وَاجْعَلْ هَذَا
الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِناًّ وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ
أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا ، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ
، وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِيْنَ غَيْرَ
ضَالِّيْنَ وَلاَ مُضِلِّيْنَ ،
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Marwan bin Musa
Blog: http://wawasankeislaman.blogspot.com/